Matahari menyingsing menembus jendela yang terbalut kain gorden putih tipis pada sebuah bangunan kecil terpencil yang jauh dari pemukiman itu. Alesya membuka matanya kemudian dengan cepat menutup dengan lengannya.
"Ish, kenapa terik sekali" keluhnya. Hari itu memang langit lumayan terik, matahari meninggi semakin lama semakin panas. Alesya bergerak menyenderkan tubuhnya yang sudah kepalang pegal di tembok yang sudah rapuh tersebut. Alesya mulai mencerna yang terjadi padanya. Namun, kepalanya masing terasa kunang-kunang sehingga harus membuatnya memijit pelipis yang terasa cenat-cenut.Saat sudah lebih mendapatkan ingatannya, Alesya lantas menengok ke segala sisi. Alih-alih menemukan seseorang, ia justru hanya mendapatkan sebuah syal kecil berwarna hijau di sebelahnya."Aku bisa ingat, semalam itu Zen, 'kan?" gumam Alesya mempertanyakan ingatannya sendiri. Telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya memperkirakan.Ingatan Alesya perlahan kembali berangsur-angsur. Zen sebelumnya telah mengusir dirinya dari mobil, lalu beberapa orang berbadan besar menangkap lantas membawanya kesini. Benar! Alesya telah mengingatnya meskipun belum secara sempurna.Namun, kini dimana pria itu? Kenapa cepat sekali ia pergi. Alesya mengerang saat lagi-lagi ia sadar kalau tubuhnya terasa remuk redam. Sepanjang malam dilewatinya tanpa sedikitpun kain yang melindunginya dari udara malam yang begitu menusuk. Belum lagi, saat ada binatang-binatang kecil yang membuatnya berteriak dan tidak bisa tidur dengan nyenyak."Shit! Merepotkan sekali" racaunya.Alesya berniat untuk mencuci wajahnya, tapi tidak ada sumber air di ruangan itu. Entah kalau diluar, Alesya juga dikunci dan membuatnya tidak bisa keluar. Argh, rasanya ia sudah seperti tahanan saja.Alesya kembali mendesah, menjengkelkan sekali bahkan wanita sialan itu sepertinya sengaja membuatnya kesusahan seperti ini."Handphone ku!" Alesya teringat pada ponsel miliknya. Ia berjalan dengan kerepotan, tulang-tulang rasanya seolah copot semua."Ini dia, handphoneku!" Alesya menyambar ponsel miliknya yang terkapar di atas lantai. Namun, dengusan kembali terdengar dari mulutnya. "Ih, mati? Menyebalkan sekali!" dengan sedikit kesal tangannya melempar handphone berlatar gold itu ke atas kasur tipis yang ia gunakan untuk tidur. Bahkan, dress tipis yang dikenakan Alesya pun sedikit robek hingga membuat satu tali bahunya putus.Persetan dengan tubuhnya yang kini terekspos setengah badan di depan cermin. Alesya benar-benar kesal. Ia membenci Grace sepenuhnya.Jemari lentik Alesya menyugar rambutnya. Alesya terdiam, di sudut ruangan itu sebuah benda tengah memperdengarkan deruan detik yang berdentang perlahan-lahan. Alesya kini berpikir, sampai kapan hidupnya akan terus begini. Bahkan, ia tidak memiliki hak lagi untuk melakukan hal yang ia sukai. Sampai kapan Grace akan menjadi 'BOS' dalam hidup orang lain termasuk dirinya.Alesya tahu, profesinya sebagai wanita malam bukanlah hal yang benar. Usianya baru menginjak dua puluh tiga tahun, tapi kenapa beban di pundaknya sudah seberat ini?Alesya menitikkan air matanya. Ia merindukan ibu dan ayahnya. Alesya adalah putri semata wayang sang ibunda, harapan keluarga. Tentu saja, ia memiliki ambisi untuk sukses dan membawa kedua orang tuanya ke dalam lingkar hidup sejahtera. Tapi, apa mau dikata, kehimpitan ekonomi yang lagi-lagi menjadi pusara kehancuran hidup seorang Alesya.Cklek!Mendengar suara pintu terbuka, dengan gerakan cepat Alesya berdiri. Ia bangkit dan menunggu siapa yang datang dan menyelamatkannya kali ini. Alesya yakin yang datang itu adalah Grace, wanita yang selama ini telah menghancurkan kehidupannya dan kehidupan wanita-wanita lainnya."Tita" gumam Alesya dengan tebakan yang agak sedikit meleset kali ini. Tita adalah tangan kanan kepercayaan Grace. Wanita itu sedikit lebih muda dari Grace namun dandanan super boldnya membuat rangkaian inci wajahnya terkesan tajam dan intimidatif."Ikut aku!" titahnya."Kemana?""Akan ku pecut untuk satu pertanyaan yang berulang!" kata Tita tajam. Sontak perkataannya membuat Alesya merunduk takut. Setidaknya, Grace masih lebih manusiawi dibanding wanita satu ini. Alesya pun berjalan pelan lantaran rasa takut yang masih belum enyah dari dirinya."Percepat langkahmu, bodoh!" kata anak buah itu mendorong bahu Alesya. Alesya ingin menangis, sungguh ia lelah. Tuhan, kenapa hidupnya sekeras ini?Tita bersama dua anak buahnya membawa Alesya yang berjalan takut-takut di belakang mereka dengan sebuah mobil Jeep. Mereka sampai di sebuah bangunan yang belum pernah di datangi Alesya sebelumnya.Alesya was-was lantaran kepalanya di tutup oleh kain hitam yang membuatnya tak bisa melihat sekitar ruangan itu. Tangannya dikunci oleh salah seorang ajudan Tita yang cukup kasar."Buka penutupnya!" perintah Grace yang sudah berada di sana. Tita segera menarik kain hitam itu tanpa aba-aba sehingga rambut milik Alesya pun ikut tertarik hingga membuatnya berjengit."Ashh" ringisnya sedikit perih.Dengan keadaan rambut yang kacau Alesya bisa melihat ia berada di ruangan cukup megah yang menempatkan dua kursi besar yang diisi oleh Grace dan juga..Ah, pria tua bangka itu ada disini lagi!Alesya mengernyit dan dibalas lekukan alis oleh lelaki berkulit sawo matang itu."Ish, si tua" desis Alesya membuat pria yang tak lain adalah seorang pembeli yang belum sempat Alesya puaskan beberapa hari yang lalu itu. Pria itu melotot padanya."Kurang ajar kau. Belum tahu kau ya permainanku di atas ranjang?" katanya membalas sengit.Alesya memutar wajahnya, kemudian meludah di depan pria itu."Cih, bicara saja dengan dengkul mulusku ini, Tuan!" kata Alesya sengit.PLAK!"Jaga mulut kotormu itu, atau ku pecut sampai tulangmu patah, mau kau?!" pekik Tita di depan wajah Alesya, membuat wajahnya merah seketika.Semua orang disana tampak tertawa mengejek ketidakberdayaannya. Kasian sekali Alesya, dengan tulang mudanya ia hanya bisa menahan rasa sakit dari gempuran luka."Ampun Tita hiks!""Apa kau tidak mendengarnya?" katanya bersiap melayangkan pukulan lagi. "Ucapkan sekali lagi?""Ku mohon maafkan aku hiks!""Dasar bodoh!" Perempuan iblis itu menendang tubuh Alesya hingga tersungkur ke lantai. Semua pasang mata yang menyaksikannya j hanya tersenyum kecut tanpa sedikitpun iba pada wanita malang ini.Tubuh mulus bak model itu meringkih di atas lantai, wajah cantik bak bidadari itu penuh dengan luka dan air mata. Alesya kembali hanya bisa pasrah, apalagi saat lidahnya mendengar pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh Grace padanya."Berterima kasihlah karena Tuan Frengky tak menuntut kita lantaran kau tak memberikan haknya padahal dia sudah membayar banyak" ucap Grace, ia lalu menyambung kembali perkataannya yang membuat Alesya kian tak berdaya. "Dia malah bersedia memberikan tambahan satu juta dolar untuk membawamu bersamanya" Grace tampak menunjukkan kegirangannya, tapi wanita itu mencoba menahannya. Sorot matanya sangat lekat dengan kesan kalau ia begitu puas dengan kepiawaian Alesya menarik pelanggan. Ya, Alesya memang serendah itu di mata seorang Grace Natalie.Di samping itu, Alesya merosot mendengar ucapan Grace kala itu. Bagaimana tidak, bayaran yang digelontorkan pria di depannya ini tidak main-main, bisa dijamin hidup Alesya akan seperti di neraka setelahnya."Bolehkah aku meminta kompensasi, Mam" Alesya mencoba peruntungan, ia mengajukan satu kompensasi sebelum dirinya benar-benar menyerahkan diri. Kepalanya tiba-tiba saja mengulang satu kalimat dari pria misterius semalam. Alesya harus mengikuti apapun yang Grace perintahkan dan dirinya akan menemukan kebenaran. Meski, ia sendiri tidak tahu persis kebenaran seperti apa yang sebenarnya ia butuhkan.Alesya tidak ingin menyerahkan hidupnya begitu saja. Tita hampir akan memukulnya lagi, namun Grace kembali menahannya."Biarkan dia bicara!" Tita mengangguk mendengar ucapan Grace."Aku akan menyetujui untuk ikut denganmu, tapi biarkan putramu yang bernama Zen Alensky menjadi pelayanku sampai kau bosan dan membuangku, Tuan Frengky" pinta Alesya lugas membuat Frengky sejenak tercekat menelan ludahnya.Alesya menghambur diantara para penikmat dunia yang tengah sibuk berdansa dengan pasangan masing-masing. Alesya bergoyang erotis setelah menghabiskan satu gelas penuh Vodka disana. Malam ini, ia ingin menghabiskan malamnya dengan kesenangan saja. Sebelum keberadaannya benar-benar enyah dari tempat itu."Uuh.. menggiurkan sekali wanita ini" tutur seorang pria yang disambut riuhan orang-orang disana. Alesya tak perduli dengan desas-desus yang berkata iri pada tubuh indahnya. Ia juga masa bodoh dengan makian para wanita disana yang membuat para lelaki mereka beralih pandang padanya. "Dasar wanita kotor. Berhenti bergoyang seperti itu, aku tidak akan membiarkan pelangganku pergi lagi" ketus mereka yang terdengar sangat membenci Alesya. Padahal, Alesya hanya memutar pinggulnya sedikit. Namun, tak dipungkiri tubuh seksi nan wangi membuat indera siapapun terasa ingin memiliki Alesya.Alesya tertawa pelan, "kau pikir kau bukan wanita kotor, teman? Kau pun sama menjijikkannya dari aku, dasar
Sebuah awal kehidupan baru yang baru dimulai Alesya sebagai nyonya di keluarga Alensky. Di atas ranjang berukuran king size ia menatap langit-langit ruangan dengan sorot nanar. Alesya menggerakkan tubuhnya ke samping, memeluk guling di sisi tubuhnya dengan erat. Begitu erat sampai matanya terpejam kuat, beberapa tetes air bening menguar seiring dengan isak tangis yang kian terdengar. Dada Alesya sesak, hatinya berantakan."Alesya, kau kurang ajar!" kilas suara Zen mulai bolak-balik memenuhi gendang telinganya. Alesya serasa terus diserang dengan nada geram yang Zen ucapkan padanya sewaktu pria itu melihat dirinya masuk ke rumah megah tempat dimana keluarga Alensky tinggal.Alesya lelah, ia ingin kali ini saja ia benar-benar bisa menikmati pelayanan di rumah istana ini. Tubuh jenjangnya terbalut dress bermodel kaftan berwarna merah jambu. Rambutnya masih terurai berantakan, Alesya kemudian menghela napas cukup panjang.Wanita itu bangkit dan terduduk. Ia bersyukur karena semalam bisa
Frengky menyambar sabuknya, lalu pria itu pecutkan dengan tak berperasaan pada paha mulus Alesya. CUT!"AAA"CUTT!"AAAAA Tolong jangan sakiti aku... Hiks!" Semakin kencang pecutan yang diberikan Frengky padanya, membuat jeritan Alesya semakin kencang pula. Sampai ia berada di titik amat sakit namun ia letih untuk berteriak meminta ampunan pada Frengky yang terus menyiksanya. "Aku telah membelimu jutaan dollar, rasanya aneh kalau tidak berkesan untukmu, sayangku!" kata Frengky berujar gila. Berkesan apanya, menyakitkan iya. Frengky memang sudah gila, rutuk Alesya sepanjang malam padanya. Awalnya, Alesya diseret ke atas ranjang lantaran ia selalu mengelak saat Frengky mengajaknya untuk berhubungan. Frengky tidak terima karena ia sudah menggelontorkan banyak dana untuk membeli perempuan itu tapi justru ia mengecewakannya."Enak saja, Mami mu itu sudah kenyang dengan uangku. Masa aku tidak terpuaskan oleh peliharaannya" pria itu tergelak karena ucapannya sendiri. Apakah ia menganggap
Ruang cukup besar dipenuhi para penikmat dunia yang sedang berjoget penuh gairah diiringi dentuman musik DJ menjadi fenomena zaman. Lekuk tubuh para wanita seksi disana membuat air liur para pria bercucuran. Bau alkohol yang menyeruak di sepanjang indera penciuman sudah seperti bau surga. Satu diantara para penikmat dunia fana itu adalah Christine Alesya. Perempuan muda bertubuh tinggi semampai dengan lekuk tubuh sempurna. Matanya yang selalu menarik perhatian. Sedikit sayu dengan eye shadow berwarna dark yang menarik perhatian siapa saja yang meliriknya.Wajah Alesya benar-benar cantik. Hidung mancung nan mata lentiknya akan membuat siapapun yang melihatnya terpesona. "Dia anakku. Kau bisa pakai dia semalam dengan harga terjangkau" Seorang wanita berpenampilan seksi bermake up tebal disertai ciri khas yang memakai lipstik merah cabai sedang berbincang dengan seorang pria berkepala plontos yang terus memperhatikan Alesya berdansa. "Berapa yang kau minta?" Ujar pria itu menatap Gra
Karena permintaan Alesya, Zen terpaksa membawa wanita itu keluar. Awalnya Zen menolak. Pertama, ia sama sekali tidak mengenal Alesya. Kedua, ia tidak ingin dikira telah menyewa perempuan itu. Enak saja, dirinya adalah pria terpelajar, mana mungkin ia bermain-main dengan wanita malam di club ini.Alesya tidak lagi memakai lingerie, melainkan helaian kain dress yang masih tidak cukup membalut tubuh mulus nan jenjangnya. Panjang dres hitam itu bahkan tidak sampai menutupi lutut, hanya sebatas paha mulus wanita itu. Karena risih, Zen melepas jaketnya kemudian membalurkannya pada tubuh wanita itu. "Tubuhmu itu sangatlah indah, cobalah untuk menjaganya dari kucing-kucing liar disini" Pungkas Zen tanpa menatap ke arah Alesya. Wanita itu mendengarkan dengan sedikit malas, ia menarik helaian rambut yang jatuh ke wajahnya dengan jari jemarinya ke belakang telinga. Alesya berhutang budi pada Zen, karena pria itu telah menyelamatkannya dari pria tua yang haus dengan birahinya. Padahal, pria y
Zen menekan rem mobilnya. Ia menghentikan kuda besi mewah miliknya saat wanita disampingnya ini tak kunjung mengatakan letak kediamannya.Zen menatap tajam pada Alesya yang masih menatap lurus ke depan. Wanita dengan rambut cokelat lembutnya itu membalas tatapan Zen. "Kenapa berhenti?" tanya Alesya dengan nada pelan. "Mau sampai kapan aku membawa mobilku? Dimana rumahmu sebenarnya?" balas Zen. Sejak tadi ia bertanya perihal rumah tempat Alesya tinggal, namun wanita itu selalu berkata, "jalan saja, nanti juga kau akan tahu".Alesya tertawa pelan, ia lantas menjawab. "Aku tidak memiliki rumah" ucap wanita itu dengan sorot datar. Percayalah, saat ini pikiran dan perasaan Zen mulai banyak berspekulasi kacau. Rentetan pemikiran mulai mengganggu konsentrasinya. Jangan-jangan, wanita ini bukan manusia, pikir Zen. Zen bergidik ia lantas mengusir Alesya dari mobilnya. "Keluar kau! Keluar sekarang juga!" usir Zen dengan rasa takut yang mulai menggerayanginya. Berbeda dengan Zen, Alesya justr
Frengky menyambar sabuknya, lalu pria itu pecutkan dengan tak berperasaan pada paha mulus Alesya. CUT!"AAA"CUTT!"AAAAA Tolong jangan sakiti aku... Hiks!" Semakin kencang pecutan yang diberikan Frengky padanya, membuat jeritan Alesya semakin kencang pula. Sampai ia berada di titik amat sakit namun ia letih untuk berteriak meminta ampunan pada Frengky yang terus menyiksanya. "Aku telah membelimu jutaan dollar, rasanya aneh kalau tidak berkesan untukmu, sayangku!" kata Frengky berujar gila. Berkesan apanya, menyakitkan iya. Frengky memang sudah gila, rutuk Alesya sepanjang malam padanya. Awalnya, Alesya diseret ke atas ranjang lantaran ia selalu mengelak saat Frengky mengajaknya untuk berhubungan. Frengky tidak terima karena ia sudah menggelontorkan banyak dana untuk membeli perempuan itu tapi justru ia mengecewakannya."Enak saja, Mami mu itu sudah kenyang dengan uangku. Masa aku tidak terpuaskan oleh peliharaannya" pria itu tergelak karena ucapannya sendiri. Apakah ia menganggap
Sebuah awal kehidupan baru yang baru dimulai Alesya sebagai nyonya di keluarga Alensky. Di atas ranjang berukuran king size ia menatap langit-langit ruangan dengan sorot nanar. Alesya menggerakkan tubuhnya ke samping, memeluk guling di sisi tubuhnya dengan erat. Begitu erat sampai matanya terpejam kuat, beberapa tetes air bening menguar seiring dengan isak tangis yang kian terdengar. Dada Alesya sesak, hatinya berantakan."Alesya, kau kurang ajar!" kilas suara Zen mulai bolak-balik memenuhi gendang telinganya. Alesya serasa terus diserang dengan nada geram yang Zen ucapkan padanya sewaktu pria itu melihat dirinya masuk ke rumah megah tempat dimana keluarga Alensky tinggal.Alesya lelah, ia ingin kali ini saja ia benar-benar bisa menikmati pelayanan di rumah istana ini. Tubuh jenjangnya terbalut dress bermodel kaftan berwarna merah jambu. Rambutnya masih terurai berantakan, Alesya kemudian menghela napas cukup panjang.Wanita itu bangkit dan terduduk. Ia bersyukur karena semalam bisa
Alesya menghambur diantara para penikmat dunia yang tengah sibuk berdansa dengan pasangan masing-masing. Alesya bergoyang erotis setelah menghabiskan satu gelas penuh Vodka disana. Malam ini, ia ingin menghabiskan malamnya dengan kesenangan saja. Sebelum keberadaannya benar-benar enyah dari tempat itu."Uuh.. menggiurkan sekali wanita ini" tutur seorang pria yang disambut riuhan orang-orang disana. Alesya tak perduli dengan desas-desus yang berkata iri pada tubuh indahnya. Ia juga masa bodoh dengan makian para wanita disana yang membuat para lelaki mereka beralih pandang padanya. "Dasar wanita kotor. Berhenti bergoyang seperti itu, aku tidak akan membiarkan pelangganku pergi lagi" ketus mereka yang terdengar sangat membenci Alesya. Padahal, Alesya hanya memutar pinggulnya sedikit. Namun, tak dipungkiri tubuh seksi nan wangi membuat indera siapapun terasa ingin memiliki Alesya.Alesya tertawa pelan, "kau pikir kau bukan wanita kotor, teman? Kau pun sama menjijikkannya dari aku, dasar
Matahari menyingsing menembus jendela yang terbalut kain gorden putih tipis pada sebuah bangunan kecil terpencil yang jauh dari pemukiman itu. Alesya membuka matanya kemudian dengan cepat menutup dengan lengannya. "Ish, kenapa terik sekali" keluhnya. Hari itu memang langit lumayan terik, matahari meninggi semakin lama semakin panas. Alesya bergerak menyenderkan tubuhnya yang sudah kepalang pegal di tembok yang sudah rapuh tersebut. Alesya mulai mencerna yang terjadi padanya. Namun, kepalanya masing terasa kunang-kunang sehingga harus membuatnya memijit pelipis yang terasa cenat-cenut.Saat sudah lebih mendapatkan ingatannya, Alesya lantas menengok ke segala sisi. Alih-alih menemukan seseorang, ia justru hanya mendapatkan sebuah syal kecil berwarna hijau di sebelahnya."Aku bisa ingat, semalam itu Zen, 'kan?" gumam Alesya mempertanyakan ingatannya sendiri. Telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya memperkirakan.Ingatan Alesya perlahan kembali berangsur-angsur. Zen sebelumnya telah mengusir
Zen menekan rem mobilnya. Ia menghentikan kuda besi mewah miliknya saat wanita disampingnya ini tak kunjung mengatakan letak kediamannya.Zen menatap tajam pada Alesya yang masih menatap lurus ke depan. Wanita dengan rambut cokelat lembutnya itu membalas tatapan Zen. "Kenapa berhenti?" tanya Alesya dengan nada pelan. "Mau sampai kapan aku membawa mobilku? Dimana rumahmu sebenarnya?" balas Zen. Sejak tadi ia bertanya perihal rumah tempat Alesya tinggal, namun wanita itu selalu berkata, "jalan saja, nanti juga kau akan tahu".Alesya tertawa pelan, ia lantas menjawab. "Aku tidak memiliki rumah" ucap wanita itu dengan sorot datar. Percayalah, saat ini pikiran dan perasaan Zen mulai banyak berspekulasi kacau. Rentetan pemikiran mulai mengganggu konsentrasinya. Jangan-jangan, wanita ini bukan manusia, pikir Zen. Zen bergidik ia lantas mengusir Alesya dari mobilnya. "Keluar kau! Keluar sekarang juga!" usir Zen dengan rasa takut yang mulai menggerayanginya. Berbeda dengan Zen, Alesya justr
Karena permintaan Alesya, Zen terpaksa membawa wanita itu keluar. Awalnya Zen menolak. Pertama, ia sama sekali tidak mengenal Alesya. Kedua, ia tidak ingin dikira telah menyewa perempuan itu. Enak saja, dirinya adalah pria terpelajar, mana mungkin ia bermain-main dengan wanita malam di club ini.Alesya tidak lagi memakai lingerie, melainkan helaian kain dress yang masih tidak cukup membalut tubuh mulus nan jenjangnya. Panjang dres hitam itu bahkan tidak sampai menutupi lutut, hanya sebatas paha mulus wanita itu. Karena risih, Zen melepas jaketnya kemudian membalurkannya pada tubuh wanita itu. "Tubuhmu itu sangatlah indah, cobalah untuk menjaganya dari kucing-kucing liar disini" Pungkas Zen tanpa menatap ke arah Alesya. Wanita itu mendengarkan dengan sedikit malas, ia menarik helaian rambut yang jatuh ke wajahnya dengan jari jemarinya ke belakang telinga. Alesya berhutang budi pada Zen, karena pria itu telah menyelamatkannya dari pria tua yang haus dengan birahinya. Padahal, pria y
Ruang cukup besar dipenuhi para penikmat dunia yang sedang berjoget penuh gairah diiringi dentuman musik DJ menjadi fenomena zaman. Lekuk tubuh para wanita seksi disana membuat air liur para pria bercucuran. Bau alkohol yang menyeruak di sepanjang indera penciuman sudah seperti bau surga. Satu diantara para penikmat dunia fana itu adalah Christine Alesya. Perempuan muda bertubuh tinggi semampai dengan lekuk tubuh sempurna. Matanya yang selalu menarik perhatian. Sedikit sayu dengan eye shadow berwarna dark yang menarik perhatian siapa saja yang meliriknya.Wajah Alesya benar-benar cantik. Hidung mancung nan mata lentiknya akan membuat siapapun yang melihatnya terpesona. "Dia anakku. Kau bisa pakai dia semalam dengan harga terjangkau" Seorang wanita berpenampilan seksi bermake up tebal disertai ciri khas yang memakai lipstik merah cabai sedang berbincang dengan seorang pria berkepala plontos yang terus memperhatikan Alesya berdansa. "Berapa yang kau minta?" Ujar pria itu menatap Gra