"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Kebun Binatang Kota itu banyak dikunjungi orang-orang terutama anak di bawah umur yang masih duduk di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Baik dari dalam dan luar daerah semua datang untuk melihat binatang yang jarang mereka temui.Di dalam keramaian itu, ada satu orang, lebih tepatnya seorang anak kecil berumur kurang lebih lima tahun sedang berjongkok di bawah papan ensiklopedia raksasa sambil menangis terisak-isak.Beberapa orang mulai mendatangi anak kecil tersebut, niatnya untuk menenangkan. Mereka pikir, anak kecil tersebut takut dengan kandang hewan yang berada di belakangnya, yakni kandang koala. Tetapi, ketika mereka mencoba menenangkan, anak kecil itu malah menangis histeris dan bersembunyi di balik tiang papan. Mereka pun bingung harus berbuat seperti apa karena anak kecil tersebut sulit untuk didekati. Dengan hati tak tega, mereka dengan terpaksa meninggalkan anak kecil tersebut sendirian.Anak kecil itu men
Dua hari setelah kejadian 'penculikan' di kebun binatang, Nanda masih saja ngambek pada Arjuna. Ini semua karena Nanda masih ingin bermain di kebun bersama Nismara, apalagi sambil makan permen kapas yang manis dan lembut."Kamu jangan ngambek terus dong, Nanda. Papa jadi pusing, nih." Arjuna menghela napas. Ia masih belum bisa menghadapi anaknya yang sedang dalam mode merajuk. Akan percuma diiming-imingi apa pun karena Nanda orangnya sangat keras kepala."Aku pengen ke kebun binatang lagi, Pa!""Jangan. Kemarin kan udah. Ke tempat yang lain aja, ya?""Nggak mau! Aku pengennya ke kebun binatang terus ketemu sama Bu Nismara sama anak-anaknya. Papa juga harus minta maaf ke Bu Nismara karena udah marahin Bu Nismara. Untung aja Bu Nismara nggak nangis sambil marah. Papa jahat marahin orang!""Dia itu penculik, Nanda! Ingat itu!""Bukan! Bu Nismara bukan penculik! Papanya aja yang orang jahat!""Abimanyu!" Arjuna kalau sedang marah selalu m
Hari Minggu pagi Arjuna dan Nanda pergi berolahraga menuju tempat Car Free Day setelah itu berjalan santai menuju Stadion Gelora Bung Karno. Rutinitas setiap hari libur yang tidak pernah terlewatkan oleh Arjuna selain berolahraga di tempat gym.Karena lelah terus berjalan kadang berlari, Nanda memilih untuk membeli cilok di pedagang yang biasa mangkal di dekat stadion. Arjuna membiarkannya saja karena Nanda sudah sering duduk menunggu di sana, sama Abang penjual ciloknya aja mereka berteman, kadang Nanda sering curhat, terutama curhat tentang masalah mamanya yang masih belum kelihatan hilalnya.Pukul sembilan pagi, Arjuna dan Nanda pulang. Sambil menunggu Arjuna mengambil sepeda yang disimpan di tempat parkir, Nanda membeli bubur kacang hijau sebanyak dua bungkus. Meskipun Nanda lahir dari keluarga konglomerat dan seorang anak dari direktur utama, Nanda lebih suka jajan makan makanan orang dari kalangan biasa, untuk menu makan siang pun, Nanda dan Arjuna sering makan p
"Pensil, pensil warna, buku, buku gambar, pulpen, penghapus, penggaris, kotak pensil, serutan pensil. Emmm... apa lagi, ya? Kayaknya udah." Nanda lalu beralih ke almari dan mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam sana. "Papa, menurut Papa tas ransel yang bagus yang mana?""Semuanya juga bagus."Nanda mengembungkan pipinya. "Papa lihat, dong! Jangan lihatin laptop terus."Arjuna mengalihkan sebentar perhatiannya dari layar laptop. "Mmmm... yang warna merah bagus. Sesuai hari pertama masuk sekolah, harus pakai warna yang cerah biar semangat.""Oke, deh!"Tangan kecil Nanda kembali sibuk. "Kaos kaki... yang mana, ya? Yang putih aja, deh." Nanda menyimpan kembali koleksi kaus kaki berbagai macam warna. "Sepatunya yang mana, Pa?""Yang warna hitam aja, yang minggu lalu baru dibeli.""Nggak ah, Pa. Yang dulu aja. Masih bagus, kok. Masih kinclong."Saking semangatnya untuk bersekolah besok, Nanda hampir tidak bisa tidur. Akibatny
"Ganteng banget!"Arjuna yang mendengarnya hanya tersenyum kecil. Sejak lima menit yang lalu ia selalu mendengar orang-orang berbisik sambil mengamatinya. Tentu saja mereka mengagumi ketampanan wajah Arjuna, bahkan ibu guru yang sedang hamil berharap anaknya nanti ketika lahir wajahnya akan tampan seperti Arjuna dan ibu guru yang masih single berharap menemukan calon suami seperti ayahnya Nanda itu, atau mereka berharap menikah dengan Arjuna?"Guru baru?""Bukan, tapi mas-mas ganteng itu katanya ayah dari murid baru yang mau bersekolah di sini. Itu lho, yang waktu itu diceritakan sama Bu Eni.""Aduh! Gagal buat saya gebet, dong, Bu? Tadinya mas-mas ganteng itu mau saya bawa pulang terus dikenalkan ke kedua orang tua saya."Dua ibu guru yang sedang bergosip itu tertawa kecil. Mata mereka masih belum lepas pandangannya dari sosok Arjuna."Saya mau ke kantin dulu, Bu." Ibu guru yang masih single dan masih muda berusia sekitar dua puluh empat ta
"Penculik?" Bu Eni menatap ke arah yang ditunjuk oleh Arjuna. "Penculik yang kamu maksud siapa, Jun?""Itu, Bu. Itu penculiknya yang lagi di depan dispenser."Bu Eni sekarang mengerti, beliau kemudian tertawa. "Jadi orang yang kamu ceritakan sebagai penculik di kebun binatang itu Nismara, Jun? Hahaha... dan orang tua menyebalkan dan tidak bisa mengurus anak maksud kamu Arjuna, Nis? Kok bisa kebetulan seperti ini, ya?""Iya, Bu, dia penculiknya. Kenapa penculik seperti dia bisa berada di sini? Apalagi jadi seorang guru. Awas, Bu, hati-hati, siapa tahu ini hanya sebuah kedok saja supaya dia bisa leluasa untuk menculik anak-anak tanpa satu orang pun yang curiga."Bu Eni dan Bu Mia tertawa."Heh, Pak, jangan ngomong sembarangan, ya. Saya bukan penculik, benar-benar bukan seorang penculik.""Mana ada penculik ngaku. Bu, Ibu harus percaya sama saya, perempuan itu bukan perempuan baik-baik, dia orang jahat, buktinya dia mau culik Nanda, Bu." Arjuna mencoba meyakinka
Entah untuk yang keberapa kalinya Nanda bercermin, membetulkan posisi dasi dan baju seragamnya juga rambut yang sudah disisir rapi oleh ayahnya."Pa, aku sudah keren, belum?" tanya Nanda sambil memutar tubuhnya."Sudah, dong. Sudah rapi, wangi, ganteng lagi." Arjuna menjawabnya sambil merapikan dasi lalu memakai jas hitam."Berarti Bu Nis bakal makin suka sama aku, dong, Pa?"Arjuna mengerutkan kening. "Apa hubungannya sama Bu Nismara?""Kan Bu Nis itu suka sama aku, Pa. Papa gak tahu, ya?"Iya, suka nyulik, ucap Arjuna dalam hati.Setelah selesai sarapan, mereka berdua langsung berangkat ke TK Cempaka Kuning. Arjuna berpesan kalau nanti ketika Nanda pulang, ia akan menjemputnya walaupun agak sedikit terlambat.Arjuna juga mewanti-wanti untuk menunggu di dalam sekolah, jangan mengikuti siapa pun, apalagi mengikuti Nismara, pokoknya Arjuna tidak mau hal itu terjadi. Siapa tahu Nismara memang benar-benar seorang penculik, kan?Arjuna ini memang tipe orang yang tidak mudah percaya kepada
"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara
Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis
"Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya
Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir
Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s
Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"
"Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak
"Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan