Home / Romansa / Ya, Sayang? / Kebun Binatang Bukan Di-TV

Share

Kebun Binatang Bukan Di-TV

last update Last Updated: 2022-04-19 04:32:08

Hari Minggu pagi Arjuna dan Nanda pergi berolahraga menuju tempat Car Free Day setelah itu berjalan santai menuju Stadion Gelora Bung Karno. Rutinitas setiap hari libur yang tidak pernah terlewatkan oleh Arjuna selain berolahraga di tempat gym.

Karena lelah terus berjalan kadang berlari, Nanda memilih untuk membeli cilok di pedagang yang biasa mangkal di dekat stadion. Arjuna membiarkannya saja karena Nanda sudah sering duduk menunggu di sana, sama Abang penjual ciloknya aja mereka berteman, kadang Nanda sering curhat, terutama curhat tentang masalah mamanya yang masih belum kelihatan hilalnya.

Pukul sembilan pagi, Arjuna dan Nanda pulang. Sambil menunggu Arjuna mengambil sepeda yang disimpan di tempat parkir, Nanda membeli bubur kacang hijau sebanyak dua bungkus. Meskipun Nanda lahir dari keluarga konglomerat dan seorang anak dari direktur utama, Nanda lebih suka jajan makan makanan orang dari kalangan biasa, untuk menu makan siang pun, Nanda dan Arjuna sering makan pecel ayam atau pecel bebek yang mangkal tak jauh dari kantornya.

Arjuna sengaja membiasakan Nanda hidup sederhana supaya jika besar nanti Nanda tidak manja dan mengerti akan kehidupan susahnya mencari uang.

Selain sering membeli makanan umum, Nanda juga sering diajak ke acara-acara bakti sosial.

Empat puluh menit perjalanan pulang, Nanda langsung berlari ke rumah untuk segera ke kamar mandi. Ternyata sedari tadi Nanda menahan buang air kecil.

Membersihkan keringat dengan handuk kecil, Arjuna duduk di dapur meja makan. Ia meminum air lemon yang masih tersisa.

Nanda sudah keluar dari kamar mandi. Ia mengambil dua mangkuk dan sendok lalu meletakkannya di atas meja makan.

"Pa, kapan mau ngasih aku adik?"

Arjuna mengernyit, pertanyaan itu lagi?

"Kalau udah ada mama."

"Emang Papa gak bisa ngasih adik kalau nggak ada mama, ya?"

Kepala Arjuna mengangguk.

"Yaaah...!" Nanda mendesah kecewa.

"Jangan minta dua hal itu lagi, Nanda. Minta yang lain aja yang bisa Papa kabulkan secepatnya."

Mumpung sekarang hari Minggu dan Nanda belum puas, bocah kecil itu kemudian meminta..., "Kalau gitu kita pergi jalan-jalan ke kebun binatang pagi, Pa. Katanya hari ini ada panda datang dari Cina."

"Nggak. Jangan. Jangan ke kebun binatang."

"Iiihhh... Papa!"

"Nanti kalau kamu diculik lagi gimana?"

Nanda mencebikkan bibirnya. "Tapi aku pengen ke kebun binatang, pengen lihat panda."

"Lihat di televisi kan bisa."

"Aku nggak mau lihat di televisi, aku maunya lihat di kebun binatang langsung. Aku mau bandingin sama beruang, besar yang mana."

"Keduanya sama besar, sama-sama serem, sama-sama tinggi, sama-sama lucu dan sama-sama suka makan anak kecil yang nakal!"

Nanda hampir menjatuhkan sendoknya ketika Arjuna menatapnya dengan wajah yang serius.

"Papa nggak bohong, kan?"

Arjuna menggeleng. "Nggak. Papa nggak bohong. Papa serius, lho. Kamu mau lihat anak yang dimakan sama panda dan beruang?"

Nanda menelan bubur kacang hijaunya dengan susah payah. Tenggorokannya serasa ada yang menyumbat. "Ng-ng-nggaaak...."

Arjuna tersenyum kecil.

"Kalau beruang sama panda makan anak kecil yang nakal, berarti mereka berdua nggak akan makan aku karena aku anak yang baik. Iya, kan, Pa?"

Skak!

Arjuna kalah.

"Jadi kita bisa, dong, lihat panda sama beruang? Ayo, Pa, ayo!"

Arjuna menghela napas. "Papa lagi capek, Sayang. Besok kamu, kan, sekolah, harus bangun pagi-pagi biar nggak datang kesiangan."

Nanda cemberut.

Bel rumah mereka berbunyi. Arjuna beranjak untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Bude Marni. Ia datang untuk memasak makan siang.

"Padahal Bude nggak usah repot-repot datang, aku sama Nanda rencananya mau makan di luar."

"Nggak apa-apa, toh, Jun. Tadi sekalian Bude abis pergi dari arisan di rumah Bu Sari, karena rumahnya dekat sama rumah kamu, Bude ke sini aja. Selain itu ada yang mau Bude omongin." Bude Marni memasukkan sayuran yang tadi sudah dibelinya dari pasar ke dalam kulkas.

Bisa ditebak kalau isi kulkas milik Pak Direktur Utama itu kosong, hanya ada air putih, susu, yogurt, yakult, cokelat, dan buah-buahan.

"Oma mau?" Nanda menyodorkan sendok berisi bubur kacang hijau.

"Aaaa...." Bude Marni membuka mulutnya, tetapi Nanda malah menyuapkan bubur kacang hijau itu ke dalam mulutnya sendiri. Karena gemas, Bude Marni mencubit pipi Nanda sampai memerah.

"Apa yang mau Bude omongin?" tanya Arjuna.

"Nanti aja kita ngobrolnya kalau udah makan siang. Kalian berdua pergi mandi dulu, gih. Oh ya, kalian mau makan apa?"

"Aku mau makan rendang, Oma."

"Ayam goreng aja, ya? Oma lupa nggak beli daging sapi."

"Ya udah, deh."

***

Makanan telah terhidang di atas meja makan. Mereka bertiga lalu menyantapnya karena waktu sudah pas untuk makan siang. Selesai makan, Bude Marni dan Arjuna mulai membuka pembicaraan yang akan disampaikan oleh Bude Marni.

"Gini lho, Jun, kamu masih ingat sama anaknya Bu Eros, Una? Nah, Bu Eros-nya nanyain kamu lagi, kapan katanya kamu mau ke rumah dia?"

"Kan aku udah bilang kalau jangan terlalu berharap sama aku. Aku mau fokus sama kerjaan dan Nanda."

"Kamu coba kenalan dulu dong, Jun. Siapa tahu cocok. Una orangnya pendiam, lho, baik pula. Pinter masak sama penyayang anak kecil."

Arjuna membuang napas. "Yang dulu juga, kan, orangnya baik, Bude. Tapi kenyataannya malah berkata lain."

"Iya, Bude tahu." Bude Marni memakan buah salak yang dibagi dua dengan Nanda. "Kamu nyari yang kayak gimana? Menurut Bude, Una itu cocok sama kamu, lho."

"Aku nyari yang bener-bener sayang sama Nanda, Bude, bukan cuma sayang sama aku aja. Bukan karena melihat rupa dan harta aku."

"Terus Si Tattiana itu maksudnya kriteria kamu? Iya? Dih!"

"Bude yang nyinggung tapi Bude juga yang kesel. Heran, aku."

"Oh... jadi kamu belain perempuan itu daripada Bude, iya?"

"Bukan gitu juga maksudku, Bude."

Bude Marni menghela napas. "Pokoknya Bude nggak setuju kamu sama dia. Dilihat dari mana pun, perempuan itu cuma suka sama wajah dan harta kamu doang. Kamu harus hati-hati dan harus pinter-pinter pilih perempuan, apalagi buat Nanda."

"Nanda juga nggak suka sama Tante Tattiana. Kata Oma, Tante Tattiana itu wajahnya kayak patung manekin."

Arjuna menatap budenya dengan malas. "Bude kalau ngomong lihat tempat dulu, dong, apalagi kalau lagi kumpul sama ibu-ibu yang lain, seenggaknya kalau lagi bareng sama Nanda omongannya di-rem dulu. Pantes aja Nanda suka ngomong yang aneh-aneh, ternyata semua berawal dari Bude sendiri, ya?"

Bude Marni berdeham pelan. "Ya tolong dimaklumi aja, ya, soalnya Bude, kan, udah tua, ibu-ibu, kalau sesama perempuan pasti banyak yang diomongin dan nggak dipikir-pikir dulu saking asyiknya ngobrol."

"Bukan ngobrol, tapi bergosip." Arjuna meralat ucapan budenya itu.

"Untung aja Nanda nggak pernah ngomong gitu pas di depan Tattiana. Nggak kebayang murka dia kayak gimana entar."

"Perempuan itu gak mungkin murka, paling marah-marah dalam hati aja. Dia nggak mungkin berani, lah."

"Oma, Oma! Kita ke kebun binatang, yuk! Ada panda lho di sana. Aku pengen lihat secara langsung." Nanda memegang tangan Bude Marni supaya Bude Marni mengikutinya.

"Kamu pengen lihat secara langsung?"

Nanda mengangguk.

Bude Marni bangkit dari duduknya lalu mengambil remote televisi. Ia memindahkan channel yang menyiarkan berita tentang tayangan panda yang baru saja didatangkan dari China.

"Tuh, udah lihat secara langsung, kan?" Jari telunjuk Bude Marni menunjuk tulisan 'live' di pojok kanan bawah logo channel televisi tersebut.

Nanda yang belum mengerti apa-apa hanya bisa mengerutkan kening. "Oma... aku pengen lihatnya di kebun binatang langsung, bukan kebun binatang di televisi."

"Sama aja," ucap Arjuna dan Bude Marni bersamaan.

Related chapters

  • Ya, Sayang?   Sekolah Baru

    "Pensil, pensil warna, buku, buku gambar, pulpen, penghapus, penggaris, kotak pensil, serutan pensil. Emmm... apa lagi, ya? Kayaknya udah." Nanda lalu beralih ke almari dan mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam sana. "Papa, menurut Papa tas ransel yang bagus yang mana?""Semuanya juga bagus."Nanda mengembungkan pipinya. "Papa lihat, dong! Jangan lihatin laptop terus."Arjuna mengalihkan sebentar perhatiannya dari layar laptop. "Mmmm... yang warna merah bagus. Sesuai hari pertama masuk sekolah, harus pakai warna yang cerah biar semangat.""Oke, deh!"Tangan kecil Nanda kembali sibuk. "Kaos kaki... yang mana, ya? Yang putih aja, deh." Nanda menyimpan kembali koleksi kaus kaki berbagai macam warna. "Sepatunya yang mana, Pa?""Yang warna hitam aja, yang minggu lalu baru dibeli.""Nggak ah, Pa. Yang dulu aja. Masih bagus, kok. Masih kinclong."Saking semangatnya untuk bersekolah besok, Nanda hampir tidak bisa tidur. Akibatny

    Last Updated : 2022-04-19
  • Ya, Sayang?   Bertemu Si Penculik

    "Ganteng banget!"Arjuna yang mendengarnya hanya tersenyum kecil. Sejak lima menit yang lalu ia selalu mendengar orang-orang berbisik sambil mengamatinya. Tentu saja mereka mengagumi ketampanan wajah Arjuna, bahkan ibu guru yang sedang hamil berharap anaknya nanti ketika lahir wajahnya akan tampan seperti Arjuna dan ibu guru yang masih single berharap menemukan calon suami seperti ayahnya Nanda itu, atau mereka berharap menikah dengan Arjuna?"Guru baru?""Bukan, tapi mas-mas ganteng itu katanya ayah dari murid baru yang mau bersekolah di sini. Itu lho, yang waktu itu diceritakan sama Bu Eni.""Aduh! Gagal buat saya gebet, dong, Bu? Tadinya mas-mas ganteng itu mau saya bawa pulang terus dikenalkan ke kedua orang tua saya."Dua ibu guru yang sedang bergosip itu tertawa kecil. Mata mereka masih belum lepas pandangannya dari sosok Arjuna."Saya mau ke kantin dulu, Bu." Ibu guru yang masih single dan masih muda berusia sekitar dua puluh empat ta

    Last Updated : 2022-04-19
  • Ya, Sayang?   Bukan Penculik?

    "Penculik?" Bu Eni menatap ke arah yang ditunjuk oleh Arjuna. "Penculik yang kamu maksud siapa, Jun?""Itu, Bu. Itu penculiknya yang lagi di depan dispenser."Bu Eni sekarang mengerti, beliau kemudian tertawa. "Jadi orang yang kamu ceritakan sebagai penculik di kebun binatang itu Nismara, Jun? Hahaha... dan orang tua menyebalkan dan tidak bisa mengurus anak maksud kamu Arjuna, Nis? Kok bisa kebetulan seperti ini, ya?""Iya, Bu, dia penculiknya. Kenapa penculik seperti dia bisa berada di sini? Apalagi jadi seorang guru. Awas, Bu, hati-hati, siapa tahu ini hanya sebuah kedok saja supaya dia bisa leluasa untuk menculik anak-anak tanpa satu orang pun yang curiga."Bu Eni dan Bu Mia tertawa."Heh, Pak, jangan ngomong sembarangan, ya. Saya bukan penculik, benar-benar bukan seorang penculik.""Mana ada penculik ngaku. Bu, Ibu harus percaya sama saya, perempuan itu bukan perempuan baik-baik, dia orang jahat, buktinya dia mau culik Nanda, Bu." Arjuna mencoba meyakinka

    Last Updated : 2022-05-20
  • Ya, Sayang?   Masih Belum Percaya

    Entah untuk yang keberapa kalinya Nanda bercermin, membetulkan posisi dasi dan baju seragamnya juga rambut yang sudah disisir rapi oleh ayahnya."Pa, aku sudah keren, belum?" tanya Nanda sambil memutar tubuhnya."Sudah, dong. Sudah rapi, wangi, ganteng lagi." Arjuna menjawabnya sambil merapikan dasi lalu memakai jas hitam."Berarti Bu Nis bakal makin suka sama aku, dong, Pa?"Arjuna mengerutkan kening. "Apa hubungannya sama Bu Nismara?""Kan Bu Nis itu suka sama aku, Pa. Papa gak tahu, ya?"Iya, suka nyulik, ucap Arjuna dalam hati.Setelah selesai sarapan, mereka berdua langsung berangkat ke TK Cempaka Kuning. Arjuna berpesan kalau nanti ketika Nanda pulang, ia akan menjemputnya walaupun agak sedikit terlambat.Arjuna juga mewanti-wanti untuk menunggu di dalam sekolah, jangan mengikuti siapa pun, apalagi mengikuti Nismara, pokoknya Arjuna tidak mau hal itu terjadi. Siapa tahu Nismara memang benar-benar seorang penculik, kan?Arjuna ini memang tipe orang yang tidak mudah percaya kepada

    Last Updated : 2022-05-20
  • Ya, Sayang?   Makan Siang Bersama

    Nanda, Nismara dan Bu Darmaya menatap wajah Arjuna dengan lekat sebab sudah hampir dua menit Arjuna tidak bereaksi sama sekali."Kayaknya racun yang saya kasih sudah bereaksi, ya? Bapak jadi nggak cerewet seperti biasanya," ucap Nismara.Sial! Aku dikerjai, ucap Arjuna dalam hati.Bu Darmaya terkekeh pelan. "Maafkan kelakuan anak saya ya, Pak Arjuna. Nismara itu orangnya memang tidak bisa bercanda, jadi sekalinya bercanda nggak lucu kayak komedian di televisi.""Tidak apa-apa, Bu. Saya juga minta maaf karena sudah berpikiran yang buruk.""Seharusnya Bapak minta maaf pas pertama kali kita berdua bertemu di kebun binatang. Kenapa cuma minta maafnya ke ibu saya saja?" Nismara mulai menunjukkan kekesalannya tetapi Arjuna tidak menggubris sama sekali."Nanda, Sayang ayo kita pulang."Nanda menggeleng. "Nggak mau, Pa.""Lho? Kenapa? Kamu jangan gitu, dong. Malu dong sama Bu Darmaya. Kita pulang, ya? Jangan bikin repot orang-orang.""Nggak mau, Pa!" Seka

    Last Updated : 2022-05-20
  • Ya, Sayang?   Pelet

    Arjuna menopang dagu sambil menatap layar laptop yang masih menyala. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari tetapi mata Arjuna masih enggan untuk terpejam walau sebentar. Pekerjaan kantor benar-benar menyita waktu istirahatnya.Air kopi di dalam gelas susah habis, tinggal ampasnya saja. Arjuna berjalan ke dapur untuk membuat kopi lagi, bukan kopi dengan gula melainkan kopi yang hanya kopi saja, alias kopi pahit. Entah sudah berapa tahun Arjuna menjadi kecanduan kopi pahit yang jarang disukai banyak orang.Di wastafel, piring dan gelas kotor belum dicuci saking sibuknya Arjuna dengan pekerjaan kantornya. Arjuna melirik sekilas rantang susun milik Nismara yang isinya sudah kosong karena tadi malam Arjuna dan Nanda menghangatkan kembali makanan pemberian dari bu guru tersebut. Arjuna akui kalau masakan Nismara memang sangat lezat, pantas saja ketika makan siang tadi Nanda terus menerus meminta untuk menambah. Sebenarnya Arjuna ingin menambah juga, tapi geng

    Last Updated : 2022-05-20
  • Ya, Sayang?   Tanda Terima Kasih

    Nismara menahan diri untuk tidak tergiur, apalagi tergoda dengan aroma harum dari rendang yang sedang dihangatkan oleh Bu Darmaya. Sedangkan sekotak martabak, sepotong pun Nismara tidak menyentuhnya, apalagi memakannya."Mbak, jangan dipelototi terus, dong. Kalau mau ambil aja, nanti keburu kita abisin, lho." Adik pertama Nismara, adik perempuannya yang bernama Novi menegur kakaknya itu yang sedari tadi seolah ingin menghabisi martabak tak bersalah tanpa ampun.Adik bungsu Nismara, Dayyan adik laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas kejuruan yang sekarang masih belajar di kelas sebelas jurusan teknik mesin itu menyetujui ucapan Novi. "Bener, Mbak Nis, nanti kita berdua yang ngabisin, lho."Nismara masih meyakini kalau makanan pemberian dari Arjuna itu ada peletnya. Makanya Nismara tidak mau dan malah memberikan makanan tersebut untuk keluarganya sebagai bahan uji coba.Ampun deh, jahat banget.Mata Nismara masih tidak berhenti memperhatikan ked

    Last Updated : 2022-05-20
  • Ya, Sayang?   Meminta Pertanggungjawaban Part 1

    Hari Jumat pagi Arjuna kerepotan karena Nanda tiba-tiba sakit demam. Arjuna sudah menelepon Bude Marni tetapi Bude Marni sedang pergi ke luar kota untuk tiga hari ke depan, jadi dengan terpaksa Arjuna harus mengurus Nanda seorang diri.Arjuna sudah berpakaian rapi, sebelum ke kantor Arjuna terlebih dahulu membawa Nanda ke klinik langganannya setelah itu ia pergi ke sekolah TK untuk memberi tahu pada Bu Eni kalau hari ini Nanda tidak bisa masuk."Terus Abimanyu di rumah sama siapa, Jun?" tanya Bu Eni. Beliau begitu khawatir dengan keadaan Nanda sekarang, soalnya bocah itu tidak ada yang mengurusi."Saya bawa ke kantor, Bu. Kalau saya tinggal di rumah malah saya tidak tega, beda kalau Nanda sudah remaja. Hari ini saya tidak bisa libur pergi ke kantor karena nanti ada rapat dengan perusahaan lain.""Apa nantinya Abimanyu tidak akan mengganggu kamu?"Arjuna menggeleng. "Tidak, Bu. Justru saya merasa senang. Nanti di sana dia akan ditemani oleh office boy.""Oh..." Bu Eni mengangguk paham.

    Last Updated : 2022-05-21

Latest chapter

  • Ya, Sayang?   Special Chapter

    "Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem

  • Ya, Sayang?   Si Kembar

    Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara

  • Ya, Sayang?   Bulan Madu

    Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis

  • Ya, Sayang?   SAH!!!

    "Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya

  • Ya, Sayang?   D-1

    Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir

  • Ya, Sayang?   Pra Nikah

    Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s

  • Ya, Sayang?   Luluh

    Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"

  • Ya, Sayang?   Ikut Campur

    "Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak

  • Ya, Sayang?   Bertemu Sella

    "Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status