Apa ini? Nomornya sama dengan nomor kamarku? Val terkejut bukan main. Bergantian ia memandang kartu di tangannya yang bergetar, dan Saga yang masih tidak menyadari berada di tempat yang salah. Bahkan lelaki itu tidak mengenalinya.
Val mendekati Saga yang masih meracau. Berusaha menatap manik matanya yang tidak fokus. “Ga! Saga! Kamu dengar aku?” Ia menepuk kedua pipi Saga. Kini, mata merah itu memandang Val.
“Oh!” Pupil Saga melebar. Jarinya menunjuk hidung Val seraya mulutnya membentuk huruf O yang lebih lebar. “Oh! Val? Valerie!”
Sekarang, laki-laki itu tertawa secara berlebihan sambil menunjuk-nunjuk Val. “Pak! Ini Val! Val, temanku, ada di sini!”
Petugas itu hanya menggelengkan kepala sambil berusaha menopang berat tubuh Saga.
“Saga!” Val memanggil keras. “Ini benar kartumu?” tanyanya. Ia memastikan Saga membaca kartu yang acungkan di depan matanya.
Sa
Halo! Author mau mengucapkan terima kasih untuk dukungan kalian di cerita ini dengan memberi vote/gems. Jangan lupa, berikan kesan kalian di kolom komentar atau ulasan ya. Sampai ketemu di bab selanjutnya ^_^
Saga membuka mata karena sakit kepala hebat yang menyerangnya. Ia bangun dengan susah payah dan menyadari dirinya ada di tempat tidur. Spontan ia memijat-mijat dahi dan samar-samar kejadian semalam terbayang di benaknya. Dirinya yang mabuk dan meracau tidak jelas, juga sosok Val yang mengantarnya ke sini.Ia masih ingat Val menatapnya dengan pandangan iba karena bisa-bisanya ia menyasar ke apartemen sebelah. Saga juga teringat penyebab dia mabuk seperti itu. Pemandangan yang tidak ingin dia lihat, menari-nari dalam kepalanya. Walau sudah sering melihat keintiman itu, masih saja rasa perih itu menggores hatinya.“Apa yang kau pikirkan, Ga? Seharusnya kau nggak boleh begini!” Saga berkata pada dirinya sendiri. Tangannya menggaruk kepala dengan kasar, berharap sakit di dalam sana tergantikan oleh sakitnya rambut yang tertarik.“Duuuh! Malu-maluin saja, Ga! Bodoh!” Lagi, ia merutuki kebodohannya.Segera ia bangkit ke kamar mandi dan me
Saga berdiri kikuk saat Val menatapnya. Ia mengalihkan pandang pada angka pada monitor lift yang berganti-ganti sesuai urutan."Oh, baiklah! Jangan biarkan masalah berlarut-larut. Nggak baik buat hubungan jangka panjang," tutup Val akhirnya."Iya, iya! Bawel amat sih! Sama kayak Kaira."Val merasa telinganya gatal saat dibandingkan dengan gadis itu. Tepat saat itu, pintu lift terbuka. "Semoga kalian lekas baikan,” katanya sambil berjalan menuju tempat duduk.Sebelum Saga sempat menjawab lagi, Arion memanggil dari ruangannya. Pria itu segera masuk ke ruangan kaca dan menutup pintunya.“Rupanya Arion sudah datang,” gumam Val. Ia meletakkan tasnya lalu duduk.Komputer pun dinyalakan dan Val siap mengerjakan tugasnya. Saking seriusnya bekerja, ia tidak menyadari tatapan teman-temannya dari seberang. Ia juga tidak menyadari Saga yang masih belum kembali dari ruangan Arion.Hingga jam makan siang, Val menoleh ke kursi Saga
Jam makan siang hampir berakhir saat dua orang pria masuk ke kedai kopi berpayung hijau yang berada di area perkantoran. Salah satunya duduk di kursi sambil mengamati ponsel, sementara lainnya memesan minuman dingin di kasir.“Dua Americano, satu Caramel Macchiato,” katanya.Kasir itu mengangguk. Setelah menerima pembayaran, ia pun memproses pesanan itu.“Kamu sama denganku, ‘kan, Ga?” tanyanya pada pria yang duduk di sana. “Aku sudah memesannya.”“Yup.”Tak lama, pria itu sudah membawa tiga gelas minuman di tangan dan meletakkannya di meja.“Kok tiga, Ri?” tanya Saga. Arion sudah meminum Americano-nya, sementara masih ada dua gelas lain di depannya.“Titip buat Val. Aku mau ke suatu tempat dulu," kata Arion lalu berdiri."Eh, yang ini? Val?" tanya Saga tidak yakin. Ia menunjuk gelas yang berisi cairan berwarna coklat muda itu."Iya. Kenapa?"
Val membeku di tempat dengan Arion memeluk pinggangnya erat hingga tubuh mereka saling menempel. Kebingungan melandanya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?Ragu-ragu tangan gadis itu terangkat. Ia ingin memberi penghiburan pada laki-laki yang telah berbuat banyak untuknya. Paling tidak, ia mampu membalas pelukan itu atau sekadar memberi usapan lembut padanya. Namun, yang ia lakukan malah mengusap punggung lebar itu dengan canggung.Kesunyian memenuhi ruangan itu. Arion tidak berkata apa-apa. Ia hanya diam dengan mata terpejam. Yang ia butuhkan saat ini adalah ketenangan dari wanita itu. Ia ingin Val melakukan hal yang sama dengan yang telah ia lakukan selama ini. Ia benar-benar membutuhkannya.Lama dengan posisi seperti itu, Arion bisa merasakan kecanggungan pada diri Val. Ia tahu, gadis itu ingin membalas perlakuannya, tapi tidak bisa. Gerakan kaku pada jarinya menunjukkan kebenaran yang selama ini tertutup dan tidak disadarinya.Bukan ini yang Arion ha
Saga termenung di sofa apartemennya dengan laptop menyala di atas meja. Sebuah naskah dari media online yang ia baca terpampang di layarnya. Ia sudah membacanya berkali-kali dan setiap kali mencerna isi tulisan itu, dahinya berkerut tajam.Dilihat dari sudut pandang mana pun, ia merasa familier dengan cerita dan gaya penulisannya. Meski telah dibumbui dan didramatisasi sedemikian rupa, ia merasa tidak asing. Seperti dia telah atau pernah membacanya entah di mana. Atau bahkan, dia merasa sudah mengenal sosok penulis yang menggunakan nama pena “cutiepie”.Nggak mungkin hanya kebetulan saja, ‘kan? Kedua alis Saga bertaut. Sejak tadi ia sudah mencari jati diri si penulis, tapi tidak menemukan petunjuk. Sekarang, ia gelisah. Rasa penasaran itu seolah menggerogoti tubuhnya secara perlahan.Arion dan Val. Saga menyebut nama mereka dalam hati.Ada rasa senang sekaligus sakit yang menyeruak saat membayangkan kejadian sore tadi.
Kepala Saga menoleh cepat saat mendapat pertanyaan yang lebih mirip tuduhan itu.“Kaira menceritakannya padaku,” jawab Arion mengartikan pandangan Saga yang kemudian berdecih.“Dasar bocah itu. Untuk apa dia mengatakannya padamu?”“Aku yang memaksa. Setelah penolakan itu, aku menghubunginya. Sejak mengetahui Val adalah teman sekolahmu, aku sudah memikirkan hal itu. Aku sudah menduganya, tapi pura-pura masa bodoh dan percaya saja dengan ocehanmu. Meski begitu, tetap saja rasanya sakit.”Saga tertawa sengau. “Sama. Aku juga sakit saat melihatnya bersamamu.”“Jadi … kapan kamu akan bilang padanya?” todong Arion.Saga menggeleng. “Aku nggak yakin. Dia nggak mungkin─”“Apa pun kesalahan atau masalahmu dulu dengan Val, sekarang saatnya kamu memperbaiki dan menyelesaikannya. Dia sedang kebingungan sekarang.”Kepala Saga menunduk dalam menatap la
Dering ponsel mengalihkan pandangan Saga sejenak dari jalan raya. Ia segera menekan tombol hijau dan pengeras suara.“Halo?”“Bim, kamu di mana?” Suara di seberang langsung menyahut.“Di jalan.”“Kaira sudah bicara padamu?”“Iya. Ini perjalanan ke sana. Mami tunggu saja dengan manis. Oke?”Terdengar kikik geli dari ujung telepon. “Tentu dong. Mami akan menunggu dengan setia, Sayangku.”Ganti Saga yang tertawa sebelum menutup telepon. Ia pun kembali fokus mengemudi dan sampai di sebuah rumah bergaya mediterania.Seorang wanita anggun menyambutnya. “Bima Sayang! Kau makin tampan saja!”Saga menggosok hidungnya dengan bangga. “Siapa dulu maminya,” balas Saga sambil memeluk sang ibu.Wanita bernama Diana itu memang masih cantik di usianya yang sudah kepala lima. Tubuhnya tetap langsing seperti seo
“Sepeda air?” Val melongo menatap sepeda air berbentuk bebek mengapung di kolam di bawah kakinya. Seorang petugas menunggu di tepi.Saga terkekeh, lalu mendorong Val untuk turun. Ia juga membantu gadis berwajah cemberut itu menaiki sepeda air.“Apaan ini naik sepeda air segala? Memangnya anak kecil?” Val masih bersungut-sungut sambil berusaha mengayuh pedal di bawah.“Olahraga dong,” jawab Saga sekenanya. Ia ingin menggoda Val lagi dengan membiarkannya mengayuh sendiri.Val merasa sepeda air itu bergerak pelan sekali meski ia sudah mengayuhnya sekuat tenaga. Ia sudah kehabisan napas dan kakinya pegal, saat mendengar kikik geli di sebelahnya.“Cuma segitu kemampuanmu? Bukannya kau bilang sudah makan? Cepat sekali energimu menguap,” ejeknya.“Kayuh saja sendiri!” Val berhenti mengayuh dan melipat kedua tangan di dada.Saga terkekeh. “Hei, Val, naik sepeda air ini butuh ke