Share

Rintihan

Penulis: Maymey
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tendengar rintihan itu, aku tergesa-gesa menuju kamar dan betapa terkejutnya saat melihat sosok yang terkapar di lantai ….

Tampak Ani sedang merintih kesakitan. Tanpa berpikir panjang, aku segera membopong dan merebahkannya di kasur.

"Adek kenapa? yang mana yang sakit, Dek?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca sambil memegangi badannya.

"Ba–badan A–dek sakit se–mua, Bang," jawab Ani dengan terbata-bata. Air matanya mengalir deras. Ia terus menggelinjang seakan seluruh badannya ada yang menghujam.

Aku baru menyadari keberadaan Adel saat terdengar suara tangisnya di atas kasur, mungkin saja ia juga ikut merasakan apa yang terjadi dengan mamanya. Kini aku beralih pada putri kecilku, menggendong dan segera membawanya ke luar rumah. Berniat menitipkan Adel pada tetangga sebelah rumah.

Setelah menitipkan Adel, aku berlari kembali ke kamar. Aku tidak tahu harus berbuat apa, kuputuskan langsung membopong Ani menuju rumah sakit yang berada di seberang kontrakan. Ketika menyeberang jalan, sekilas pandanganku tertuju pada Bang Udin yang sedang sibuk melayani pelanggannya.

Sesampainya di rumah sakit, aku berjalan  terburu-buru menuju ruang UGD. Aku melihat perawat yang sedang berbincang di depan ruang UGD.

“Tolong istri saya, Sus!” ucapku setengah berteriak dan sangat panik kepada perawat yang sedang berbincang di depan ruang UGD hingga membuat para perawat sigap membantuku.

Perawat-perawat itu mendorong bed pasien dan menyuruhku untuk menurunkan Ani. Setelah menurunkannya, perawat menyuruhku untuk mendaftarkan pasien.

“Bapak, mohon melakukan administrasi pendaftaran terlebih dahulu, kami akan menangani istri Bapak!” kata perawat sambil mengarahkanku untuk menuju ke ruang pendaftaran.

Aku segera berjalan menuju pada bagian pendaftaran untuk melakukan adminstrasi pasien. Setelah semuanya beres, aku buru-buru kembali ke ruang UGD dan mendapati Ani sedang diperiksa oleh dokter.

“Bapak, kami akan melakukan tes lab untuk melihat kemungkinan infeksi,” kata perawat. 

Aku mengiyakan agar istri tercinta segera bisa diberikan penanganan maksimal. Perawat mengambil darah dari tangan istriku untuk sampel laboratorium. Ani masih merasakan kesakitan. Badannya menggelepar seperti ikan kekurangan air. Saat kupegang lengannya, terasa panas sekali. Sungguh aku tak tega melihatnya.

“Tadi sudah kami berikan obat untuk meredakan panasnya, Pak. Tunggu saja reaksinya untuk beberapa saat,” jelas perawat perempuan itu.

Setelah hasil lab datang, ternyata tidak ada masalah pada tubuh Ani. Perawat dan dokter pun ikut bingung. Semalaman aku menunggu Ani di sini. Ba'da subuh, saat aku kembali dari mushola kecil yang berada di dalam area rumah sakit, tepatnya di dekat parkiran. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku.

"Assalamu'alaikum, Bang Andi!" seru suara seorang laki-laki.

Aku menoleh, ternyata Bang Deni. Aku menghampirinya yang sedang memarkirkan motor.

"Wa'alaikumsalam, Bang," jawabku sambil menjabat tangannya.

"Tadi sepulang dari Tasikmadu aku melihat Adel sama tetangga sebelah rumah Abang,  duduk di teras, aku menghampirinya dan menanyakan keberadaan Abang."

"Setelah mendengar penjelasan tentang  apa yang terjadi pada Ani, aku langsung  saja tancap gas ke sini, Bang," imbuhnya.

"Iya, Bang ... makasih," ucapku dengan melengkungkan bibir.

"Ayo Bang, aku ingin segera melihat keadaan Mbak Ani," ajaknya.

"Iya, Bang," kami bersama-sama berjalan menuju ruang di mana istriku dirawat.

Ketika hampir sampai di depan pintu UGD,tiba-tiba perawat perempuan yang menangani istriku lari tergopoh-gopoh mendatangi kami.

"Pak, istri Bapak seperti orang kesurupan. Meskipun sudah kami usahakan tindakan dengan melakukan pembiusan tetap tidak bisa membuatnya tenang. Pasien mengamuk mengobrak-abrik ruangan, Pak!" ucap perawat panik, wajahnya ketakutan.

Bang Deni langsung berjalan cepat menuju kamar di mana Ani sedang dirawat. Benar saja, ruangan ini sudah seperti kapal pecah. Seprai, bantal berhamburan di lantai. Ranjang letaknya sudah tak beraturan lagi. Bahkan hordeng rumah sakit dirobeknya. Aku mengarahkan netra sekeliling dengan tatapan kaget dan tak percaya kalau istriku bisa berbuat rusuh seperti ini.

"Bang, tolong ambilkan segelas air!" perintah Bang Deni dengan mengulurkan tangannya.

Tidak ada air ataupun gelas berada di nakas, yang ada hanya sebotol air mineral. Gegas aku memberikan kepadanya.

"Adanya ini, Bang," ucapku panik.

"Ya udah nggak apa-apa, Bang!" ucapnya tetap dengan wajah tenang dan teduh. Ia membuka tutup botol itu dan kemudian mulutnya komat-kamit merapal doa. Jadi teringat waktu Adel kesurupan malam itu.

Laki-laki kekar berjaket hitam itu segera mendekati istriku setelah selesai membaca sesuatu dan sedikit meludah ke air minum tadi.

"Sini, Bang! Tolong Abang saja yang meminumkan pada Mbak Ani ya. Aku takut menyenggolnya karena kami bukan mahram," ucapnya seraya menyodorkan botol air mineral.

Aku mengambilnya, lalu berdiri di samping Ani. Aku berusaha keras agar bisa memegangnya karena ia masih mengamuk dan mencakar-cakar tembok. Saat aku hendak memegang tangannya, ia menepisnya.

"Ini Abang, Dek ...," Aku mencoba mengajaknya berbicara. Namun, ia tetap tak menggubrisku.

"Dek—" ucapku terpotong ketika sebuah piring terbang melayang mengarah ke wajahku. Dengan gerakan kilat Bang Deni berusaha menjegalnya.

Seketika terdengar suara piring jatuh dan pecah berkeping-keping yang akhirnya berserakan di lantai. Akhirnya, laki-laki pelatih silat yang baru kemarin pagi aku mengetahuinya melangkah dengan hati-hati agar tidak terkena pecahan piring. Ia berjalan mendekatiku dan Ani.

Bang Deni membaca sesuatu, Ani nampak kepanasan. Beberapa menit kemudian, aku berhasil menguasai tubuh Ani. Aku memegang tubuhnya kuat-kuat. Setelah amukannya agak reda, buru-buru kusodorkan botol air tadi ke mulutnya agar ia meminumnya. Aku sampai memaksanya supaya airnya benar-benar masuk ke dalam tenggorokannya.

"Basuh mukanya pakai air itu, Bang!" kata Bang Deni.

Aku segera membasuh wajah Ani secara merata. Saking paniknya bajuku sampai ketumpahan air. 

"Waktu itu Adel ... sekarang Ani. Apakah aku harus mengakhiri usaha ini?" batinku.

"Bang! Bang Andi! Tiba-tiba tangan Bang Deni mengibas di depan wajahku. Sontak aku tersadar.

"Itu Bang, istrinya udah sadar," ucapnya.

Tatapannya kosong, ia bergantian melihatku kemudian melihat Bang Deni dengan wajah yang menunjukkan kebingungan.

Note: Ruqyah itu dengan cara membacakannya ayat-ayat suci Al-Qur'an serta meniup sambil sedikit meludah ke dalam segelas atau sebotol air. 

Bab terkait

  • Warungku Ditutup Jin   AJAKAN TETANGGA

    "Bang, ini ada apa? Kenapa berantakan sekali seperti kapal pecah?” tanya Ani kepadaku. Ia bergantian menatapku dan menatap Bang Deni penuh tanya. Sebelumnya aku sudah merebahkan Ani di ranjang dengan menggendongnya. Lama menunggunya sadarkan diri, akhirnya istriku tersadar juga dari kesurupan. Ia tampak kebingungan dengan apa yang dilihatnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan kamar rumah sakit. Pecahan piring berserakan di lantai, hordeng jendela robek-robek, kasur yang sudah semrawut letaknya, juga kukunya yang berdarah karena habis mencakar-cakar tembok. Wanita berkulit putih di hadapanku masih keheranan, sebab ia merasa tidak melakukan apa-apa. "Bang ... adek kenapa, Bang? Badan Adek berasa sakit semua, tulang hampir mau patah rasanya. Ini kuku juga, kok, hampir patah begini? Itu piring siapa yang mecahin, Bang?" tanyanya bertubi-tubi seraya celingak-celinguk netranya menyusuri setiap udut ruangan dan memandangi kukunya yang berdarah. “A-

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   KEANEHAN DI WARUNG

    Ani hanya diam saja ketika diberi saran untuk pergi ke orang pintar. Tak mengiyakan ataupun menolak, tapi ia terus saja melirikku. "Oia, Mbak, Adel gimana rewel nggak?" tanyaku kepada Mbak berbaju tosca yang bernama Mbak Erlin. Sengaja untuk mengalihkan pembicaraan. "Pasti sekarang Adel haus belum nyusu dari semalam," Ani menyela. Sesaat menatapku lalu menatap wajah satu per satu tetangga yang sedang menjenguknya. Tampak kegelisahan menggelayuti dari wajahnya yang cantik. "Ya, udah nanti minta pulang sama dokter semoga aja diperbolehkan, kan adek udah nggak kenapa-napa," ucapku. "Mumpung kami masih ada di sini ayo sekalian kami bantuin, Bang Andi!" sela Mbak Erlin. Setelah beberapa menit Andi berbicara dengan dokter, akhirnya Ani diperbolehkan pulang, Ani pulang bersama rombongan tetangga dengan berjalan kaki. Aku pun mengekor di belakang mereka. Ketika hendak menyeberang jalan aku berpapasan dengan Bang Udin, ia melirikku. Tapi penjual nasi u

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   WARUNGKU SEPI KARENA ....

    Keesokan paginya sepulang dari pasar, aku hendak pergi ke warung untuk membeli saos. Saking pusingnya mikirin warung jadi kelupaan tidak membeli ketika di pasar tadi. "Bang, mau ke mana?" tanya Ani. "Mau ke warung Cik Lisa beli saos, Dek!" jawabku sambil meletakkan belanjaan di meja makan. Wanita yang kucintai itu sedang sibuk mencuci piring. Dapur dan ruang makan plong tanpa sekat sehingga aku bisa melihatnya dari sini. Kuhenyakkan bokongku di kursi kayu tua peninggalan pemilik kontrakan ini. "Abang istirahat aja dulu!" Ani menghampiriku dan membawakan secangkir teh panas. "Iya, Dek Ani Sayang ...," Aku mengecup pipinya kemudian merangkulnya dan mengajaknya duduk. "Bang, sebenarnya apa yang salah dengan keluarga kita, ya? Akhir-akhir ini banyak kejadian aneh yang Adek rasakan," keluh Ani. Ia berbicara sembari meletakkan cangkir di meja makan. Kami duduk bersisian. "Abang juga merasakan hal yang sama, Dek," ungkapku. "A

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   MISTERI KATA 'BUNG'

    Mataku langsung tertuju pada mobil berwarna gold itu. "Itu kan mobil yang Kak Mira bawa beberapa hari yang lalu," batinku sambil masih sibuk menyiapkan pesanan Mas Hendi. Hari ini cuaca tidak mendung, tidak pula cerah. Mobil berhenti, tak lama mesin mobil dimatikan. Ketika pintunya dibuka kulihat dari sepatunya, lalu berpindah melihat bajunya, ternyata benar seperti dugaanku, ia adalah Kak Mira. Wanita berdandan wah itu langsung berjalan mendekatiku. "Andi, ayo ikut aku!" ajaknya ketus. "Ke mana, Kak?" Andi lagi jualan, ini sedang melayani pembeli," sahutku sambil menumis bumbu. Padahal warung sedang ramai-ramainya. Masih ada beberapa pelanggan yang mengantri. "Tutup warung lebih cepat, ajak serta Ani dan juga Adel!" titahnya. Menaikkan dagu dan melirik ke arah Mas Hendi dengan sinis. "Ya, udah kakak tunggu di mobil dulu, di sini gerah!" ucapnya angkuh kemudian melenggang masuk ke mobil barunya. Mobil berada tepat di samping pohon asem, dan sedikit memakai ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   KE RUMAH MBAH PRAPTO

    Saat berbelanja di Pasar Jaten, aku mengeluh atas warung yang sepi dan dengan segala keanehannya kepada pedagang sayur langgananku. Tak disangka keluhanku didengarkan oleh Mbak Erlin yang kebetulan sedang berbelanja. Ia mulai mendekat. "Yaudah, Bang Andi, ayo aku antar ke rumah orang pintar!" tawarnya sumringah. Mbak Erlin terus menatapku. Aku pura-pura kelilipan dan mengusap mata. "Em, gimana, ya?" Dalam hati aku masih ragu, karena sebelumnya aku disuruh ke rumah laki-laki pesilat itu. Akan tetapi, sangat disayangkan ia sedang berada di Kediri. "Ayolah, Bang ...," ajaknya setengah memaksa. Ia hendak menyenggol lenganku. "Ya, sudah ... besok anterin ke sana, ya, Mbak," ucapku lesu seraya menjatuhkan pandangan pada sayuran-sayuran hijau yang berjejer rapi di meja penjual sayur di belakang Mbak Erlin. Menit kemudian aku berpamitan kepada pedagang langgananku dan bergegas pulang menaiki motor RX-King berwarna toska yang gagah. Sepanjang perjalanan tak he

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   MURKA

    Andi! Meja serta kursi yang ada di ruang makan tolong digeser dipepetin ke sudut tembok! Kursi meja yang ada di warung tolong segera dikeluarkan semua. Sukmaku tidak bisa masuk ke sana karena tempatnya kurang lega!" teriak Mbah Dukun dari dalam ruangan yang gelap dan tertutup itu. "Iya, Mbah, sebentar aku telfon istriku dulu!" Aku langsung mengambil ponsel di saku baju. "Hallo, Dek! Assalamu'alaikum, Dek tolong kursi meja yang ada di warung tolong dikeluarin dulu, ya! Pindahin aja ke halaman dulu, Dek!" Kursi meja di ruang makan juga dipepetin ke tembok aja!" ucapku lirih. Mas Bagas yang berada di samping nampak menyimak ucapanku di telepon. "W*'alaikumsalam ... untuk apa, Bang?" tanya Ani menginterogasi. "Udah, Dek, turuti saja nanti Abang jelasin," ucapku penuh penekanan tetapi dengan volume yang pelan. "Iya, Bang, baiklah!" Ani mendesah kasar, terdengar tangisan Adel dari balik telepon. Sepertinya Ani bergegas menghampiri bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   BONEKA DIBUNGKUS KAIN DI ATAS ATAP

    Sesampainya di masjid kusandarkan punggung di dinding masjid. Kini aku duduk di depan masjid tepatnya di luar dekat tempat wudhu. Kupejamkan netra ini sambil memikirkan apa yang sedang aku lakukan saat ini. Kenapa sampai sejauh ini aku melangkah. Dosakah? Ah, sudahlah lebih baik patuhi saja ucapan dukun itu. Jam di dalam masjid sudah menunjukkan pukul 14:00 aku harus segera pulang untuk bersiap-siap. Saat melangkah menuju pulang sembari kuperhatikan warung dari jalan nampak biasa saja tidak ada yang aneh. Lalu kenapa para pelanggan mengira warungku sudah tidak jualan lagi. Namun, ekor mataku menangkap sepertinya ada sesuatu di atap asbes. Karena sangat penasaran, aku menggunakan sebuah galah sebagai alat untuk mengambilnya. Aku menarik-narik lumayan agak lama dan ... tetiba ada kain putih yang terjatuh. Gegas kuletakkan galah di tempat semula dan segera mengambil kain putih agak kusam tersebut. Sungguh terkejut diri ini ketika aku me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Warungku Ditutup Jin   Bungkusan

    "Woiii ... kamu jualan apa?!Berani-beraninya, ya, jualan di sini!" Kudengar ada seseorang berbicara dengan volume yang begitu keras dari seberang jalan. Aku hendak melihat, tapi hanya mengangkat muka. Tidak menghiraukan karena sedang sibuk.Lagi-lagi ada suara orang berteriak, aku mencari suara itu, ternyata si abang penjual nasi uduk. Ia menyeberang jalan berdiri di atas pembatas jalan raya yang ditanami pohon palem sambil berkacak pinggang."Kamu, jualan apa?! Dengar nggak, sih, kamu?!" Matanya melotot, rambutnya yang gondrong melambai-lambai tertiup angin yang terhempas akibat kendaraan yang sedang lalu-lalang di jalan raya tepat di depan warungku.“Kamu nggak tau apa aku juga jualan nasi! Ngapain kamu ikut-ikutan!" sambungnya lagi.Aku masih berkutat dengan pekerjaan. Pelangganku sudah lama mengantri, kasihan kalau tidak segera dilayani. Bang Udin yang kuketahui namanya semenjak menyewa kontrakan ini, tiba tiba menghampiri dan menggebrak meja. R

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Warungku Ditutup Jin   BONEKA DIBUNGKUS KAIN DI ATAS ATAP

    Sesampainya di masjid kusandarkan punggung di dinding masjid. Kini aku duduk di depan masjid tepatnya di luar dekat tempat wudhu. Kupejamkan netra ini sambil memikirkan apa yang sedang aku lakukan saat ini. Kenapa sampai sejauh ini aku melangkah. Dosakah? Ah, sudahlah lebih baik patuhi saja ucapan dukun itu. Jam di dalam masjid sudah menunjukkan pukul 14:00 aku harus segera pulang untuk bersiap-siap. Saat melangkah menuju pulang sembari kuperhatikan warung dari jalan nampak biasa saja tidak ada yang aneh. Lalu kenapa para pelanggan mengira warungku sudah tidak jualan lagi. Namun, ekor mataku menangkap sepertinya ada sesuatu di atap asbes. Karena sangat penasaran, aku menggunakan sebuah galah sebagai alat untuk mengambilnya. Aku menarik-narik lumayan agak lama dan ... tetiba ada kain putih yang terjatuh. Gegas kuletakkan galah di tempat semula dan segera mengambil kain putih agak kusam tersebut. Sungguh terkejut diri ini ketika aku me

  • Warungku Ditutup Jin   MURKA

    Andi! Meja serta kursi yang ada di ruang makan tolong digeser dipepetin ke sudut tembok! Kursi meja yang ada di warung tolong segera dikeluarkan semua. Sukmaku tidak bisa masuk ke sana karena tempatnya kurang lega!" teriak Mbah Dukun dari dalam ruangan yang gelap dan tertutup itu. "Iya, Mbah, sebentar aku telfon istriku dulu!" Aku langsung mengambil ponsel di saku baju. "Hallo, Dek! Assalamu'alaikum, Dek tolong kursi meja yang ada di warung tolong dikeluarin dulu, ya! Pindahin aja ke halaman dulu, Dek!" Kursi meja di ruang makan juga dipepetin ke tembok aja!" ucapku lirih. Mas Bagas yang berada di samping nampak menyimak ucapanku di telepon. "W*'alaikumsalam ... untuk apa, Bang?" tanya Ani menginterogasi. "Udah, Dek, turuti saja nanti Abang jelasin," ucapku penuh penekanan tetapi dengan volume yang pelan. "Iya, Bang, baiklah!" Ani mendesah kasar, terdengar tangisan Adel dari balik telepon. Sepertinya Ani bergegas menghampiri bu

  • Warungku Ditutup Jin   KE RUMAH MBAH PRAPTO

    Saat berbelanja di Pasar Jaten, aku mengeluh atas warung yang sepi dan dengan segala keanehannya kepada pedagang sayur langgananku. Tak disangka keluhanku didengarkan oleh Mbak Erlin yang kebetulan sedang berbelanja. Ia mulai mendekat. "Yaudah, Bang Andi, ayo aku antar ke rumah orang pintar!" tawarnya sumringah. Mbak Erlin terus menatapku. Aku pura-pura kelilipan dan mengusap mata. "Em, gimana, ya?" Dalam hati aku masih ragu, karena sebelumnya aku disuruh ke rumah laki-laki pesilat itu. Akan tetapi, sangat disayangkan ia sedang berada di Kediri. "Ayolah, Bang ...," ajaknya setengah memaksa. Ia hendak menyenggol lenganku. "Ya, sudah ... besok anterin ke sana, ya, Mbak," ucapku lesu seraya menjatuhkan pandangan pada sayuran-sayuran hijau yang berjejer rapi di meja penjual sayur di belakang Mbak Erlin. Menit kemudian aku berpamitan kepada pedagang langgananku dan bergegas pulang menaiki motor RX-King berwarna toska yang gagah. Sepanjang perjalanan tak he

  • Warungku Ditutup Jin   MISTERI KATA 'BUNG'

    Mataku langsung tertuju pada mobil berwarna gold itu. "Itu kan mobil yang Kak Mira bawa beberapa hari yang lalu," batinku sambil masih sibuk menyiapkan pesanan Mas Hendi. Hari ini cuaca tidak mendung, tidak pula cerah. Mobil berhenti, tak lama mesin mobil dimatikan. Ketika pintunya dibuka kulihat dari sepatunya, lalu berpindah melihat bajunya, ternyata benar seperti dugaanku, ia adalah Kak Mira. Wanita berdandan wah itu langsung berjalan mendekatiku. "Andi, ayo ikut aku!" ajaknya ketus. "Ke mana, Kak?" Andi lagi jualan, ini sedang melayani pembeli," sahutku sambil menumis bumbu. Padahal warung sedang ramai-ramainya. Masih ada beberapa pelanggan yang mengantri. "Tutup warung lebih cepat, ajak serta Ani dan juga Adel!" titahnya. Menaikkan dagu dan melirik ke arah Mas Hendi dengan sinis. "Ya, udah kakak tunggu di mobil dulu, di sini gerah!" ucapnya angkuh kemudian melenggang masuk ke mobil barunya. Mobil berada tepat di samping pohon asem, dan sedikit memakai ba

  • Warungku Ditutup Jin   WARUNGKU SEPI KARENA ....

    Keesokan paginya sepulang dari pasar, aku hendak pergi ke warung untuk membeli saos. Saking pusingnya mikirin warung jadi kelupaan tidak membeli ketika di pasar tadi. "Bang, mau ke mana?" tanya Ani. "Mau ke warung Cik Lisa beli saos, Dek!" jawabku sambil meletakkan belanjaan di meja makan. Wanita yang kucintai itu sedang sibuk mencuci piring. Dapur dan ruang makan plong tanpa sekat sehingga aku bisa melihatnya dari sini. Kuhenyakkan bokongku di kursi kayu tua peninggalan pemilik kontrakan ini. "Abang istirahat aja dulu!" Ani menghampiriku dan membawakan secangkir teh panas. "Iya, Dek Ani Sayang ...," Aku mengecup pipinya kemudian merangkulnya dan mengajaknya duduk. "Bang, sebenarnya apa yang salah dengan keluarga kita, ya? Akhir-akhir ini banyak kejadian aneh yang Adek rasakan," keluh Ani. Ia berbicara sembari meletakkan cangkir di meja makan. Kami duduk bersisian. "Abang juga merasakan hal yang sama, Dek," ungkapku. "A

  • Warungku Ditutup Jin   KEANEHAN DI WARUNG

    Ani hanya diam saja ketika diberi saran untuk pergi ke orang pintar. Tak mengiyakan ataupun menolak, tapi ia terus saja melirikku. "Oia, Mbak, Adel gimana rewel nggak?" tanyaku kepada Mbak berbaju tosca yang bernama Mbak Erlin. Sengaja untuk mengalihkan pembicaraan. "Pasti sekarang Adel haus belum nyusu dari semalam," Ani menyela. Sesaat menatapku lalu menatap wajah satu per satu tetangga yang sedang menjenguknya. Tampak kegelisahan menggelayuti dari wajahnya yang cantik. "Ya, udah nanti minta pulang sama dokter semoga aja diperbolehkan, kan adek udah nggak kenapa-napa," ucapku. "Mumpung kami masih ada di sini ayo sekalian kami bantuin, Bang Andi!" sela Mbak Erlin. Setelah beberapa menit Andi berbicara dengan dokter, akhirnya Ani diperbolehkan pulang, Ani pulang bersama rombongan tetangga dengan berjalan kaki. Aku pun mengekor di belakang mereka. Ketika hendak menyeberang jalan aku berpapasan dengan Bang Udin, ia melirikku. Tapi penjual nasi u

  • Warungku Ditutup Jin   AJAKAN TETANGGA

    "Bang, ini ada apa? Kenapa berantakan sekali seperti kapal pecah?” tanya Ani kepadaku. Ia bergantian menatapku dan menatap Bang Deni penuh tanya. Sebelumnya aku sudah merebahkan Ani di ranjang dengan menggendongnya. Lama menunggunya sadarkan diri, akhirnya istriku tersadar juga dari kesurupan. Ia tampak kebingungan dengan apa yang dilihatnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan kamar rumah sakit. Pecahan piring berserakan di lantai, hordeng jendela robek-robek, kasur yang sudah semrawut letaknya, juga kukunya yang berdarah karena habis mencakar-cakar tembok. Wanita berkulit putih di hadapanku masih keheranan, sebab ia merasa tidak melakukan apa-apa. "Bang ... adek kenapa, Bang? Badan Adek berasa sakit semua, tulang hampir mau patah rasanya. Ini kuku juga, kok, hampir patah begini? Itu piring siapa yang mecahin, Bang?" tanyanya bertubi-tubi seraya celingak-celinguk netranya menyusuri setiap udut ruangan dan memandangi kukunya yang berdarah. “A-

  • Warungku Ditutup Jin   Rintihan

    Tendengar rintihan itu, aku tergesa-gesa menuju kamar dan betapa terkejutnya saat melihat sosok yang terkapar di lantai ….Tampak Ani sedang merintih kesakitan. Tanpa berpikir panjang, aku segera membopong dan merebahkannya di kasur."Adek kenapa? yang mana yang sakit, Dek?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca sambil memegangi badannya."Ba–badan A–dek sakit se–mua, Bang," jawab Ani dengan terbata-bata. Air matanya mengalir deras. Ia terus menggelinjang seakan seluruh badannya ada yang menghujam.Aku baru menyadari keberadaan Adel saat terdengar suara tangisnya di atas kasur, mungkin saja ia juga ikut merasakan apa yang terjadi dengan mamanya. Kini aku beralih pada putri kecilku, menggendong dan segera membawanya ke luar rumah. Berniat menitipkan Adel pada tetangga sebelah rumah.Setelah menitipkan Adel, aku berlari kembali ke kamar. Aku tidak tahu harus berbuat apa, kuputuskan langsung membopong Ani menuju rumah sakit yang be

  • Warungku Ditutup Jin   Mengamuk

    Mataku membelalak, ternyata Bang Udin sedang marah-marah. Terlihat dari matanya yang mengkilat dan wajahnya yang memerah. Gobang di tangannya diangkat tinggi-tinggi ke udara. Detak jantung semakin berdegup kencang, saat lelaki berambut gondrong itu berjalan menyeberang jalan dan menatapku tajam. Aku bingung harus bagaimana menghadapinya."Aku pamit dulu, bye semua!" Pamit Kak Mira dengan suara ketakutan dan buru-buru menuju mobil.Rara yang sudah bangun ia dudukkan di samping kursi kemudi. Kak Mira sudah duduk dan menekan klakson sambil melambaikan tangan. Kemudian mobil berwarna gold itu melaju dengan kencang."Belum sempat mendengar penjelasan tentang laki-laki sangar serta kata 'bung' yang belum ia lanjutkan tadi. Tapi Kak Mira udah pamit duluan," gumamku sambil menatap ke arah jalan.Kini Bang Udin sudah berada tepat di hadapanku. Orang-orang yang lewat hanya bisa melihat sekilas dengan tatapan bingung, heran, ngeri, ketakutan. Mungkin karena me

DMCA.com Protection Status