Share

Bab 6 Badai di Balik Kota

Author: Caesar Azka
last update Huling Na-update: 2025-03-01 04:47:37

Malam menelan Jakarta dengan gemerlap lampu yang berkilauan di atas aspal basah. Di sebuah rooftop gedung tinggi, angin berembus kencang, membawa aroma hujan yang baru saja reda. Arka berdiri di tepi pagar kaca, memandang lanskap kota yang seakan tak pernah tidur. Dari atas sini, ia bisa melihat gedung Wijaya Group menjulang angkuh, sebuah simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.

Di belakangnya, Raka datang dengan langkah ringan, tangannya memasukkan sesuatu ke dalam saku jaket. "Kau yakin mau melakukan ini?" tanyanya tanpa basa-basi.

Arka menoleh sedikit, matanya menyipit. "Aku tidak punya pilihan lain."

Raka terkekeh. "Selalu ada pilihan, Arka. Hanya saja, beberapa di antaranya lebih berbahaya dari yang lain."

Arka menghela napas, lalu berjalan menuju tangga darurat. "Ayo. Kita punya janji yang tidak boleh kita lewatkan."

Jebakan di Lantai 25

Kantor Wijaya Group dipenuhi aroma kekuasaan. Setiap sudutnya mencerminkan kejayaan yang tak tertandingi. Lantai 25, tempat pertemuan mereka dengan Wisnu Wijaya, terasa lebih seperti ruang interogasi daripada kantor bisnis.

Dua pria berbadan tegap berdiri di depan pintu utama, menghalangi jalan mereka. Salah satunya menatap Raka dengan penuh cemooh. "Siapa dia?"

Arka mendahului Raka sebelum pria itu berkata lebih jauh. "Dia datang bersamaku."

Namun, sebelum pria itu sempat membantah, Wisnu muncul dari dalam ruangan. "Hanya kau yang aku undang, Arka," katanya dingin.

Raka tertawa kecil. "Oh, jadi aku tidak cukup penting?"

Wisnu menatapnya, matanya seperti mata elang yang sedang menilai mangsanya. "Kau hanya pengganggu."

Arka tidak bergeming. "Jika kau ingin bantuanku, Raka ikut."

Hening sejenak. Kemudian, Wisnu akhirnya menghela napas dan memberi isyarat kepada penjaga untuk membiarkan mereka masuk.

Di dalam ruangan yang luas dan berkelas itu, Wisnu duduk di balik meja besar dengan layar komputer yang menampilkan grafik saham yang terus naik dan turun. Ia menatap Arka dengan ekspresi penuh perhitungan.

"Aku ingin kau menyelidiki siapa yang mengkhianati keluarga ini," katanya tanpa basa-basi.

Raka menyeringai. "Dan jika pengkhianatnya ternyata keluargamu sendiri?"

Wisnu menatapnya dengan tajam. "Itu bukan urusanmu."

Arka memiringkan kepalanya sedikit. "Aku butuh bukti. Jika aku menemukan sesuatu, aku akan memutuskan sendiri apa yang harus kulakukan."

Wisnu menatap Arka lama, lalu mengangguk. "Baik. Tapi jangan kecewakan aku."

Saat mereka berjalan keluar dari gedung itu, Raka mendengus pelan. "Kau sadar ini jebakan, kan?"

Arka mengangguk. "Tentu saja."

Jalanan yang Berbicara

Malam itu, di sebuah kamar hotel sederhana, Raka mengetik cepat di laptopnya. Layar menampilkan dokumen-dokumen yang sulit didapat, hasil kerja jaringan bawah tanahnya.

"Aku menemukan seseorang yang menarik," katanya sambil membalikkan layar ke arah Arka.

Di layar, terpampang foto seorang pria paruh baya dengan kacamata tebal.

"Haryo Setiawan," kata Raka. "Dulu kepala keuangan Tirta Nusantara. Saat perusahaan itu bangkrut, dia justru mendapat pekerjaan di salah satu mitra Wijaya Group."

Arka menatap layar itu lama. "Kita harus bicara dengannya."

Raka mengangguk. "Dia sering datang ke sebuah bar mewah. Aku sudah mengatur agar kita bisa masuk."

Pertemuan yang Gagal

Bar itu penuh dengan orang-orang berjas mahal, minuman berharga jutaan, dan percakapan yang lebih berbahaya daripada yang terlihat. Raka dan Arka menemukan Haryo duduk di sudut, menyesap minumannya dengan wajah penuh beban.

"Kita perlu bicara," kata Arka saat mereka mendekat.

Haryo menatap mereka tajam. "Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan."

Raka tersenyum tipis. "Kami hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di Tirta Nusantara."

Haryo menghela napas panjang, menatap sekeliling dengan gelisah. "Aku tidak bisa bicara di sini."

Arka mencondongkan tubuh. "Kalau begitu, beritahu kami di tempat lain."

Setelah ragu sejenak, Haryo akhirnya menyerahkan secarik kertas. "Temui aku besok malam di tempat ini."

Namun, sebelum Arka sempat menyimpannya, suara tembakan meledak di udara.

Kaca di belakang mereka pecah berhamburan. Haryo terkejut dan refleks berusaha berdiri, tetapi sebuah peluru menghantam dadanya. Darah merembes di jasnya saat ia terjatuh ke lantai.

Raka langsung menarik Arka ke bawah meja, sementara pengunjung lain berhamburan panik.

"Brengsek!" geram Raka. "Kita dijebak!"

Arka menatap tubuh Haryo yang tergeletak tak bernyawa.

Di sudut ruangan, seorang pria berjas hitam memasukkan pistolnya ke dalam saku dan berjalan keluar sebelum siapa pun menyadari kehadirannya.

Raka menatap Arka. "Apa pun yang kita cari, ini jauh lebih besar dari yang kita bayangkan."

Arka menggertakkan giginya. Ia tahu satu hal pasti—permainan ini baru saja berubah menjadi perang.

Kaugnay na kabanata

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 7 Peringatan

    Langit Jakarta malam itu gelap pekat, hanya diterangi lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak air di jalanan yang berkilauan di bawah cahaya lampu neon. Di sebuah rooftop gedung tinggi, Arka berdiri diam, tatapannya mengarah ke lanskap kota yang tak pernah tidur. Suara klakson samar terdengar dari kejauhan, tetapi pikirannya terpusat pada satu hal—kebenaran di balik kehancuran Tirta Nusantara. Di belakangnya, langkah kaki terdengar mendekat. Raka datang dengan gaya khasnya—santai, tangan dimasukkan ke dalam saku, namun matanya tajam seperti biasanya. "Kau yakin kita masih ingin melanjutkan ini?" tanya Raka tanpa basa-basi. Arka tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Sejak awal, aku tidak punya pilihan lain." Raka tertawa kecil. "Selalu ada pilihan, Arka. Hanya saja, beberapa di antaranya lebih berbahaya dari yang lai

    Huling Na-update : 2025-03-01
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 8 Kabut di Balik Bayangan

    Kilatan lampu merah-biru berpendar di kejauhan. Sirene ambulans meraung di jalanan yang basah oleh hujan semalam, membelah keheningan pagi yang suram. Di dalam mobil yang melaju cepat, Arka menatap Haryo yang masih tak sadarkan diri di kursi belakang. Wajah pria tua itu pucat, darah di kepalanya sudah mengering, namun napasnya tetap tersengal. "Kita seharusnya tidak membawa dia ke rumah sakit biasa," kata Raka dari kursi kemudi. "Orang-orang yang mengincarnya pasti sudah mengawasi semua tempat." Arka mengangguk, matanya tetap fokus pada jalanan di luar. "Aku sudah menelepon seseorang. Kita akan membawanya ke tempat yang lebih aman." Mobil berbelok tajam ke gang kecil yang nyaris tak terlihat di peta. Raka menghentikan mobil di depan sebuah gudang tua yang tampak seperti sudah lama ditinggalkan. "Ini tempatnya?" tanya Raka, skeptis. "Percayalah," jawab Arka sambil membuka pintu. Begitu mereka m

    Huling Na-update : 2025-03-03
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 9 Bayangan di Balik Cahaya

    Hujan mulai turun, rintik-rintiknya menghantam aspal dan menyelimuti lorong sempit di belakang gudang dengan aroma tanah basah. Arka berdiri diam, merasakan dinginnya moncong pistol yang ditekan ke dahinya. Napasnya teratur, tapi matanya penuh perhitungan. Raka dan Sinta menegang di sisinya, sementara Haryo tetap setengah sadar, bersandar lemah di dinding.Sosok berpakaian hitam itu tidak bergeming, tatapannya dingin dan tajam. “Kalian seharusnya berhenti sejak awal.”“Tapi kita tidak pernah pandai mengikuti perintah,” jawab Raka, suaranya tetap tenang meskipun tangannya perlahan merayap ke pinggangnya, mencari sesuatu.Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh dari kejauhan—sebuah ledakan kecil mengguncang tanah. Dalam sepersekian detik, perhatian pria bersenjata itu teralihkan. Arka tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan gerakan cepat, ia menepis tangan pria itu dan menendang pistolnya ke samping.Pria itu mencoba menyerang balik, tapi Arka lebih cepa

    Huling Na-update : 2025-03-03
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 10 Gadis di Balik Bayangan

    Udara malam di kota terasa berat. Lampu-lampu jalan yang redup memantulkan bayangan panjang di aspal basah. Arka berjalan dengan langkah mantap di gang sempit, sementara Raka mengikutinya di belakang. Mereka baru saja lolos dari serangan para pembunuh bayaran yang dikirim oleh Paman Darma. Kini, mereka hanya memiliki satu tujuan—mencari kebenaran.“Apa kau yakin ini tempatnya?” tanya Raka, suaranya lirih namun tegang.Arka mengangguk. “Informasi dari Haryo mengarah ke sini. Jika benar, kita akan menemukan seseorang yang tahu segalanya tentang keluarga Wijaya.”Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara halus terdengar dari kegelapan.“Kalian mencari sesuatu?”Arka dan Raka spontan berhenti. Di ujung gang, seorang wanita berdiri. Wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah hitam, hanya sepasang mata tajam yang bersinar di bawah cahaya bulan.“Kami mencari seseorang yang bisa menjelaskan siapa sebenarnya musuh kam

    Huling Na-update : 2025-03-05
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 11 Bayangan di Ujung Lorong

    Lorong sempit yang mereka masuki tiba-tiba terasa lebih gelap dan menekan. Di ujung lorong, seorang pria berdiri dengan santai, tetapi sorot matanya memancarkan ancaman. “Arka… Raka… dan Aluna,” katanya dengan nada mengejek. “Kalian pikir bisa melarikan diri dengan mudah?” Aluna langsung mengenali suaranya. “Reza…” gumamnya pelan, matanya menyipit tajam. Arka merasakan ketegangan yang semakin menebal di udara. Ia bisa merasakan bahwa pria ini bukan sembarang orang. Sikapnya yang tenang dan percaya diri menunjukkan bahwa ia telah mengantisipasi semua ini. “Kau bekerja untuk Johan?” tanya Arka, tangannya perlahan meraih senjata kecil yang terselip di pinggangnya. Reza tertawa kecil. “Aku bekerja untuk siapa pun yang membayar lebih. Dan saat ini, Johan adalah orang yang paling murah hati.” Tanpa peringatan, Reza bergerak cepat. Dalam hitungan detik, ia sudah melesat ke arah mereka dengan kecepatan

    Huling Na-update : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 12 Pertempuran di Kota Bawah Tanah

    Suara dentuman menggema di seluruh kota bawah tanah. Langit-langit batu bergetar, menandakan bahwa sesuatu yang besar telah terjadi di permukaan. Arka, Raka, Aluna, dan Nayara berdiri di dekat jendela kuil kuno, menatap ke arah sumber suara. Dari kejauhan, pasukan Johan mulai memasuki Ardhana. Mereka bukan sekadar preman biasa—beberapa mengenakan seragam hitam dengan emblem merah, tanda bahwa mereka adalah anggota elit organisasi bayangan yang selama ini mengendalikan kekuasaan dari balik layar. “Pasukan Bayangan…” gumam Nayara dengan nada khawatir. “Siapa mereka?” tanya Raka sambil mencabut belatinya. “Kelompok pembunuh yang dilatih khusus. Mereka hanya bergerak jika ada misi besar,” jawab Nayara. “Dan jika mereka ada di sini… berarti Johan sudah siap menghancurkan Ardhana.” Arka mengepalkan tangannya. “Kalau begitu, kita harus menghentikan mereka.” Tiba-tiba, dari balik kerumunan musuh, seora

    Huling Na-update : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 13 Bangkitnya Kekuatan Baru

    Suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong bawah tanah yang gelap dan sempit. Arka, Raka, Aluna, dan Nayara bergerak cepat, mencoba keluar dari kota bawah tanah sebelum lebih banyak pasukan Johan datang. Udara di sekitar mereka semakin berat, seolah ada sesuatu yang mengawasi dari kegelapan. Tiba-tiba, Aluna berhenti. Matanya menyipit, merasakan sesuatu yang tidak biasa. “Kita tidak sendirian,” bisiknya. Arka merasakan hal yang sama. Ada aura yang menekan di sekeliling mereka, jauh lebih besar daripada yang mereka hadapi sebelumnya. Sebelum sempat bereaksi, suara tawa rendah terdengar dari depan mereka. Dari bayangan lorong, seorang pria muncul. Ia mengenakan jubah hitam panjang dengan lambang yang tidak asing di dadanya. Rambut peraknya terikat ke belakang, dan matanya yang tajam berkilat seperti pisau. Nayara menghela napas berat. “Sial… itu Asvara.” “Siapa dia?” tanya Raka sambil mencabut belatinya.

    Huling Na-update : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 14 Bayangan di Balik Kegelapan

    Pedang Agra melesat cepat menuju Arka, menciptakan suara tajam yang memecah udara. Dalam sepersekian detik, Arka mengangkat lengannya untuk menangkis, tetapi sesuatu dalam dirinya berbisik—hindari, jangan tahan. Dengan refleks, Arka melompat ke samping. Ujung pedang Agra meleset, hanya menyayat sedikit bajunya. Namun, tekanan serangan itu cukup untuk membuat tanah di bawahnya retak. “Astaga…” Raka melangkah mundur. “Pria ini jelas bukan lawan sembarangan.” Arka menatap Agra, merasakan hawa membunuh yang begitu kuat dari pria itu. Berbeda dengan Asvara, yang mengandalkan teknik cepat dan serangan presisi, Agra memiliki sesuatu yang lebih berbahaya—dominasi penuh atas energi pertarungan. Agra tersenyum tipis. “Kau bereaksi cukup baik. Tapi kau masih terlalu lambat.” Dalam sekejap, ia menghilang lagi. Arka merasakan dorongan instingnya bekerja lebih kuat dari sebelumnya. Ia berbalik, menangkis ser

    Huling Na-update : 2025-03-07

Pinakabagong kabanata

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 25 Pertempuran di Ambang Batas

    Angin kencang bertiup liar, menyapu debu dan puing-puing dari tanah yang terkoyak oleh pertempuran. Arka berdiri tegak, tubuhnya diselimuti energi biru yang berkilauan. Di hadapannya, pria bertopeng emas masih tersenyum, sementara bayang-bayang hitam di sekelilingnya berdenyut seperti makhluk hidup. Di samping Arka, Genta melangkah maju. Aura peraknya berkobar, kontras dengan kegelapan yang menyelimuti lawan mereka. “Sudah cukup bermain-main, Arka. Aku akan menangani ini,” ujar Genta dengan nada tenang. Arka meliriknya, ekspresinya tetap serius. “Jangan gegabah. Dia bukan lawan biasa.” Pria bertopeng tertawa kecil. “Oh? Jadi sekarang kau berdua ingin melawanku bersama?” Genta mengangkat tangan, dan dalam sekejap— ZRAASSHH! Kilatan perak melesat, menyerang pria bertopeng dengan kecepatan luar biasa! Tetapi sebelum energi itu mengenainya, bayangan hitam yang melingka

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 24 Fajar di Tengah Kegelapan Langit yang Terkoyak

    Udara bergetar. Tanah bergetar. Arka berdiri tegak, napasnya memburu. Aura hitam pekat menyelimuti pria bertopeng emas di hadapannya, menelan cahaya di sekitarnya. Dari kejauhan, Azura dan Raka berusaha bangkit meski tubuh mereka lemah. “Dia… benar-benar berubah,” gumam Azura, matanya membelalak melihat bentuk baru pria bertopeng itu. Kini, tubuhnya diselimuti bayangan hitam yang berdenyut seperti api. Mata merahnya bersinar seperti bara. Arka mengepalkan tangan. Ia tahu, ini adalah pertarungan yang berbeda. Pria bertopeng mengangkat satu tangannya. Tanpa peringatan— ZRAASSHH! Gelombang hitam meledak ke segala arah! Arka melompat ke belakang, tapi ledakan energi itu lebih cepat. Ia merasakan tekanan luar biasa menghantam dadanya, membuatnya terlempar puluhan meter. DUARR! Tubuh Arka menghantam batu besar, menghancurkanny

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 23 Kebangkitan di Tengah Kegelapan

    Langit berubah merah darah. Kilatan petir hitam beradu di antara awan pekat, menciptakan gemuruh yang mengguncang tanah. Azura dan Raka tersungkur, tubuh mereka penuh luka akibat serangan energi dari pria bertopeng emas. Di kejauhan, Ki Jagasatru berdiri tegak, menahan napas. Ini buruk. Sangat buruk. Pria bertopeng emas melangkah perlahan mendekat. Auranya begitu berat hingga udara terasa seolah menekan dada mereka. “Aku kecewa,” katanya dengan suara dalam. “Kupikir kalian bisa bertahan lebih lama.” Azura menggertakkan giginya. Ia mencoba bangkit, tetapi lututnya bergetar. Raka menatap sekeliling. Tidak ada tanda-tanda Arka. Tidak ada bantuan. Kenapa dia belum datang? Pria bertopeng mengangkat tangannya. Dari balik jubah hitamnya, muncul pusaran energi gelap. “Sekarang… beristirahatlah dalam kegelapan.” Dan tepat saat ia hendak melancarkan serangan t

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 22: Warisan dari Masa Lalu

    Cahaya Biru dan Sosok Misterius Arka melayang dalam kehampaan, dikelilingi oleh cahaya biru yang berputar-putar seperti pusaran energi. Tubuhnya terasa ringan, tetapi pikirannya penuh dengan pertanyaan. Apa tempat ini? Mengapa suaranya tadi terdengar begitu familiar? Tiba-tiba, dari dalam pusaran cahaya itu, muncul sosok berjubah putih. Wajahnya tertutup bayangan, tetapi sorot matanya tajam dan penuh wibawa. “Arka… pewaris darah sakti,” suara itu bergema, membuat dada Arka bergetar. “Siapa kau?” tanya Arka, menatap tajam ke arah sosok itu. Pria itu melangkah maju. “Aku adalah jejak masa lalu, warisan yang telah lama menantimu.” Seketika, pemandangan di sekitar mereka berubah. Arka kini berdiri di tengah-tengah medan perang yang luas. Ribuan prajurit bertarung, dan di antara mereka, seorang pria dengan baju perang emas berdiri tegak, dikelilingi aura yang begitu kuat.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 21 Gerbang Gunung Langit

    Langit di atas mereka masih dipenuhi awan hitam. Suara petir menggema, membuat tanah bergetar seolah dunia sedang bersiap menyambut sesuatu yang besar. Arka, Azura, dan Raka berdiri di puncak bukit kecil, menatap ke arah pegunungan yang menjulang di depan mereka—Gunung Langit, tujuan berikutnya. Ki Jagasatru menarik napas dalam. “Di sana… kalian akan menemukan sesuatu yang akan mengubah takdir kalian.” Arka mengepalkan tinjunya. “Kalau ini jalan untuk menjadi lebih kuat, aku siap.” Azura melirik ke arah langit. “Tapi apa yang sedang terjadi? Sejak kita mengalahkan Ragaseta, langit terus seperti ini.” Ki Jagasatru menatap mereka dengan serius. “Itu pertanda bahwa Gerbang Gunung Langit telah bereaksi terhadap keberadaanmu, Arka.” Raka tertawa kecil. “Kau benar-benar spesial, ya.” Namun sebelum mereka bisa bergerak, tiba-tiba tanah di sekitar mereka bergetar hebat. BO

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 20 Jejak Darah dan Jalan Baru

    Suara dentingan logam beradu memenuhi udara. Arka melompat ke belakang, menghindari tebasan pedang raksasa pria berotot berbaju besi hitam. Tanah tempatnya berpijak terbelah akibat serangan itu, debu dan pecahan tanah beterbangan ke segala arah. Azura dan Raka mundur, mencari celah untuk membantu, sementara Ki Jagasatru tetap berdiri tegap, mengamati pertarungan dengan sorot mata tajam. Pria berotot itu menyeringai. “Lumayan juga kau, bocah.” Arka mengatur napasnya, matanya fokus menatap lawan. “Siapa kau?” Pria itu mengangkat pedangnya yang berlumuran darah. “Aku Ragaseta. Pemburu pewaris darah sakti.” BOOM! Ragaseta mengayunkan pedangnya ke tanah, menciptakan gelombang kejut yang membuat Arka terlempar ke belakang. Namun, sebelum tubuhnya menyentuh tanah, ia memutar tubuhnya dan mendarat dengan ringan. “Ternyata bukan sekadar tenaga brute force…” gumam Arka.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 19 Kunci Rahasia dan Musuh dalam Bayangan

    “Sudah waktunya kau mengetahui siapa dirimu sebenarnya.” Arka menatap pria tua di hadapannya. Wajah pria itu penuh garis-garis usia, tapi matanya masih menyala dengan tajam, membawa wibawa yang luar biasa. “Siapa kau?” tanya Arka, tangannya masih bersiaga. Pria itu tersenyum tipis. “Namaku Ki Jagasatru. Aku penjaga rahasia keluargamu.” Jantung Arka berdegup kencang. “Rahasia keluargaku?” Ki Jagasatru mengangguk, lalu melirik Azura. “Dan gadis ini memiliki kunci yang akan membuka jalanmu.” Azura menggenggam liontin di lehernya, tatapannya penuh kebimbangan. Namun sebelum ada yang bisa berkata lebih jauh, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari dalam hutan. CRACK! Raka segera mencabut belatinya, bersiaga. “Kita tidak sendirian.” Dari balik pepohonan, sosok tinggi dengan jubah hitam melangkah keluar. Wajahnya tersembunyi di balik tope

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 18 Jejak Darah dan Warisan Terakhir

    BOOM! Ledakan dahsyat mengguncang tanah, menciptakan gelombang debu yang menyelimuti area pertempuran. Arka segera melompat ke belakang, melindungi gadis yang baru saja ia temui. Raka mencabut belati di pinggangnya, matanya menatap tajam ke arah para pria berpakaian hitam yang kini bergerak mendekat. “Jadi mereka ini siapa?” tanya Arka, masih bersiaga. Gadis itu menghela napas. “Pemburu dari Klan Hitam. Mereka sudah mengejar keluargaku sejak lama.” Salah satu pria maju, wajahnya tertutup topeng besi dengan ukiran tengkorak. “Tidak ada gunanya bersembunyi, Putri Azura. Warisan keluargamu seharusnya menjadi milik kami.” Arka menoleh ke gadis itu. “Putri Azura? Sepertinya kau punya banyak hal yang perlu dijelaskan.” Namun, tidak ada waktu untuk penjelasan lebih lanjut. Dalam sekejap, tiga pria berpakaian hitam melompat maju dengan kecepatan luar biasa.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 17 Gerbang Rahasia dan Warisan Kekuatan

    Cahaya biru yang menyelimuti tubuh Arka semakin kuat, membuatnya kehilangan keseimbangan. Suara misterius masih menggema di kepalanya. “Apakah kau siap untuk mengetahui kebenaran?” Arka mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat. Kabut tebal mulai menyelimuti pandangannya, hingga semuanya berubah menjadi gelap pekat. Lalu, tiba-tiba— BRAKK! Arka merasakan tubuhnya terlempar ke tanah keras. Ia terbatuk, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Saat membuka mata, ia terkejut melihat dirinya berada di dalam sebuah ruangan batu raksasa, diterangi oleh obor yang menyala di dinding. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar dengan simbol aneh yang terpahat di atasnya. Sebelum Arka bisa berdiri, sebuah suara berat menggema di sekitarnya. “Kau akhirnya tiba.” Dari bayangan, seorang pria bertubuh tinggi dan berotot muncul. Rambut panjangny

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status