Share

Bab 7 Peringatan

Penulis: Caesar Azka
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-01 05:06:28

Langit Jakarta malam itu gelap pekat, hanya diterangi lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak air di jalanan yang berkilauan di bawah cahaya lampu neon. Di sebuah rooftop gedung tinggi, Arka berdiri diam, tatapannya mengarah ke lanskap kota yang tak pernah tidur. Suara klakson samar terdengar dari kejauhan, tetapi pikirannya terpusat pada satu hal—kebenaran di balik kehancuran Tirta Nusantara.

Di belakangnya, langkah kaki terdengar mendekat. Raka datang dengan gaya khasnya—santai, tangan dimasukkan ke dalam saku, namun matanya tajam seperti biasanya.

"Kau yakin kita masih ingin melanjutkan ini?" tanya Raka tanpa basa-basi.

Arka tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Sejak awal, aku tidak punya pilihan lain."

Raka tertawa kecil. "Selalu ada pilihan, Arka. Hanya saja, beberapa di antaranya lebih berbahaya dari yang lain."

Arka menoleh padanya. "Dan kita sudah memilih yang paling berbahaya."

Senyum di wajah Raka menghilang. "Baiklah. Ayo kita cari tahu seberapa dalam kita bisa menyelam sebelum tenggelam."

Malam yang Tidak Tenang

Mereka meninggalkan bar mewah itu dengan langkah cepat. Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, membawa serta ketegangan yang menggantung di udara. Kematian Haryo Setiawan di depan mata mereka bukan sekadar peringatan—itu adalah deklarasi perang.

Saat mereka berjalan menuju parkiran, perasaan tidak nyaman mulai merayapi Arka. "Kau merasa diawasi?" bisiknya.

Raka mengangguk, tanpa menoleh ke belakang. "Sejak kita keluar dari bar."

Mereka tiba di mobil dan segera masuk. Arka menyalakan mesin, sementara Raka melihat kaca spion. Ia memperhatikan sebuah mobil hitam yang diparkir di seberang jalan. Tidak ada plat nomor di bagian depan.

"Kita punya ekor," kata Raka santai, meskipun matanya tetap waspada.

Arka melirik spion tengah. Mobil hitam itu tampak biasa, tapi kehadirannya di tempat dan waktu yang tepat membuatnya mencurigakan.

"Siapa mereka?" gumam Arka.

"Cara terbaik untuk tahu adalah dengan bermain sedikit," Raka menyeringai.

Ia menekan pedal gas, membawa mobil melaju kencang di jalanan kota yang mulai lengang. Mobil hitam itu mengikuti mereka, tetap menjaga jarak.

Arka menghela napas. "Mereka bukan amatir."

"Bagus," Raka tersenyum tipis. "Itu berarti kita bisa bersenang-senang sedikit."

Kejaran di Jalanan Kota

Dengan satu gerakan cepat, Raka membelokkan mobil ke jalan kecil di sisi kiri, menghindari lampu-lampu utama. Mobil hitam itu tetap mengekor tanpa ragu.

"Hebat juga mereka," gumam Raka. "Biasanya orang-orang yang hanya ingin mengintimidasi akan menyerah di titik ini."

"Kita buat mereka keluar dari bayangan," kata Arka sambil memperhitungkan langkah selanjutnya.

Tanpa peringatan, Raka menginjak rem dengan keras. Mobil mereka berhenti mendadak di tengah jalan, membuat mobil hitam di belakang mereka juga terpaksa berhenti beberapa meter dari mereka.

Dalam satu gerakan cepat, Arka dan Raka keluar dari mobil dan berjalan ke arah kendaraan misterius itu.

"Jika mereka ingin bicara, kita beri mereka kesempatan," kata Arka dingin.

Pintu mobil hitam terbuka, dan dua pria berbadan tegap keluar. Wajah mereka dingin, ekspresi mereka nyaris tanpa emosi.

Salah satu dari mereka maju selangkah. "Kalian terlalu banyak bertanya tentang hal yang tidak seharusnya kalian ketahui."

Arka menyilangkan tangan. "Itu berarti kami ada di jalur yang benar."

Pria itu tidak bereaksi terhadap provokasi Arka. "Aku sarankan kalian berhenti sekarang sebelum sesuatu yang buruk terjadi."

Raka tertawa kecil. "Aku sudah sering mendengar ancaman seperti itu. Tapi tahukah kau apa yang menarik?"

Pria itu tetap diam.

"Orang-orang yang mengancam seperti ini biasanya lebih takut daripada yang mereka kira," lanjut Raka.

Ketegangan meningkat. Lalu, tanpa peringatan, pria yang berdiri di belakangnya meluncur ke depan, mencoba menyerang Arka.

Namun, Arka lebih cepat. Ia menghindari pukulan itu dengan gesit, lalu melancarkan serangan balik, membuat pria itu mundur beberapa langkah.

Raka, di sisi lain, langsung bertindak. Ia menangkap pergelangan tangan pria pertama yang mencoba menarik sesuatu dari jaketnya—senjata. Dengan gerakan cepat, Raka memutar tangan pria itu dan menjatuhkannya ke tanah dengan satu hentakan keras.

Pria yang diserang Arka menyadari bahwa mereka bukan lawan yang mudah. Ia mundur selangkah, lalu memberi tanda kepada rekannya yang terjatuh.

"Kita akan bertemu lagi," katanya sebelum berlari ke arah mobil mereka.

Arka dan Raka membiarkan mereka pergi. Tidak ada gunanya mengejar.

Saat mobil hitam itu menghilang, Raka menghela napas. "Yah, itu lebih menyenangkan dari yang kuduga."

Arka menatapnya tajam. "Ini bukan permainan, Raka. Ini bisa menjadi lebih serius dari yang kita kira."

Raka mengangguk. "Dan itu berarti kita benar-benar menyentuh sesuatu yang besar."

Peringatan di Rumah Tua

Keesokan harinya, mereka pergi ke alamat yang diberikan Haryo. Rumah tua itu terletak di pinggiran kota, jauh dari pusat keramaian.

Begitu tiba, Arka langsung merasakan ada yang tidak beres. Pintu rumah sedikit terbuka.

Arka memberi isyarat kepada Raka untuk berhati-hati sebelum mereka masuk.

Di dalam, pemandangan yang menyambut mereka membuat napas Arka tertahan.

Haryo tergeletak di lantai. Darah menggenang di sekitar kepalanya. Ruangan itu berantakan, seolah terjadi perlawanan.

Raka segera berlutut dan memeriksa nadinya. "Dia masih hidup, tapi tidak sadarkan diri."

Arka menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. "Seseorang tidak ingin dia bicara dengan kita."

Saat mereka bersiap membawa Haryo keluar, sesuatu di lantai menarik perhatian Arka—sebuah ponsel.

Ia mengambilnya dan menyalakannya.

Di layar, sebuah pesan terakhir terpampang.

"Mereka tahu aku akan bertemu kalian. Hati-hati. Orang dalam mereka lebih dekat dari yang kalian kira."

Arka menatap layar itu lama, sebelum akhirnya bertukar pandang dengan Raka.

Dada mereka terasa semakin berat.

Mereka sudah melangkah terlalu jauh.

Dan sekarang, tidak ada jalan untuk mundur.

Bab terkait

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 8 Kabut di Balik Bayangan

    Kilatan lampu merah-biru berpendar di kejauhan. Sirene ambulans meraung di jalanan yang basah oleh hujan semalam, membelah keheningan pagi yang suram. Di dalam mobil yang melaju cepat, Arka menatap Haryo yang masih tak sadarkan diri di kursi belakang. Wajah pria tua itu pucat, darah di kepalanya sudah mengering, namun napasnya tetap tersengal. "Kita seharusnya tidak membawa dia ke rumah sakit biasa," kata Raka dari kursi kemudi. "Orang-orang yang mengincarnya pasti sudah mengawasi semua tempat." Arka mengangguk, matanya tetap fokus pada jalanan di luar. "Aku sudah menelepon seseorang. Kita akan membawanya ke tempat yang lebih aman." Mobil berbelok tajam ke gang kecil yang nyaris tak terlihat di peta. Raka menghentikan mobil di depan sebuah gudang tua yang tampak seperti sudah lama ditinggalkan. "Ini tempatnya?" tanya Raka, skeptis. "Percayalah," jawab Arka sambil membuka pintu. Begitu mereka m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 9 Bayangan di Balik Cahaya

    Hujan mulai turun, rintik-rintiknya menghantam aspal dan menyelimuti lorong sempit di belakang gudang dengan aroma tanah basah. Arka berdiri diam, merasakan dinginnya moncong pistol yang ditekan ke dahinya. Napasnya teratur, tapi matanya penuh perhitungan. Raka dan Sinta menegang di sisinya, sementara Haryo tetap setengah sadar, bersandar lemah di dinding.Sosok berpakaian hitam itu tidak bergeming, tatapannya dingin dan tajam. “Kalian seharusnya berhenti sejak awal.”“Tapi kita tidak pernah pandai mengikuti perintah,” jawab Raka, suaranya tetap tenang meskipun tangannya perlahan merayap ke pinggangnya, mencari sesuatu.Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh dari kejauhan—sebuah ledakan kecil mengguncang tanah. Dalam sepersekian detik, perhatian pria bersenjata itu teralihkan. Arka tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan gerakan cepat, ia menepis tangan pria itu dan menendang pistolnya ke samping.Pria itu mencoba menyerang balik, tapi Arka lebih cepa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 10 Gadis di Balik Bayangan

    Udara malam di kota terasa berat. Lampu-lampu jalan yang redup memantulkan bayangan panjang di aspal basah. Arka berjalan dengan langkah mantap di gang sempit, sementara Raka mengikutinya di belakang. Mereka baru saja lolos dari serangan para pembunuh bayaran yang dikirim oleh Paman Darma. Kini, mereka hanya memiliki satu tujuan—mencari kebenaran.“Apa kau yakin ini tempatnya?” tanya Raka, suaranya lirih namun tegang.Arka mengangguk. “Informasi dari Haryo mengarah ke sini. Jika benar, kita akan menemukan seseorang yang tahu segalanya tentang keluarga Wijaya.”Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara halus terdengar dari kegelapan.“Kalian mencari sesuatu?”Arka dan Raka spontan berhenti. Di ujung gang, seorang wanita berdiri. Wajahnya tersembunyi di balik tudung jubah hitam, hanya sepasang mata tajam yang bersinar di bawah cahaya bulan.“Kami mencari seseorang yang bisa menjelaskan siapa sebenarnya musuh kam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 11 Bayangan di Ujung Lorong

    Lorong sempit yang mereka masuki tiba-tiba terasa lebih gelap dan menekan. Di ujung lorong, seorang pria berdiri dengan santai, tetapi sorot matanya memancarkan ancaman. “Arka… Raka… dan Aluna,” katanya dengan nada mengejek. “Kalian pikir bisa melarikan diri dengan mudah?” Aluna langsung mengenali suaranya. “Reza…” gumamnya pelan, matanya menyipit tajam. Arka merasakan ketegangan yang semakin menebal di udara. Ia bisa merasakan bahwa pria ini bukan sembarang orang. Sikapnya yang tenang dan percaya diri menunjukkan bahwa ia telah mengantisipasi semua ini. “Kau bekerja untuk Johan?” tanya Arka, tangannya perlahan meraih senjata kecil yang terselip di pinggangnya. Reza tertawa kecil. “Aku bekerja untuk siapa pun yang membayar lebih. Dan saat ini, Johan adalah orang yang paling murah hati.” Tanpa peringatan, Reza bergerak cepat. Dalam hitungan detik, ia sudah melesat ke arah mereka dengan kecepatan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 12 Pertempuran di Kota Bawah Tanah

    Suara dentuman menggema di seluruh kota bawah tanah. Langit-langit batu bergetar, menandakan bahwa sesuatu yang besar telah terjadi di permukaan. Arka, Raka, Aluna, dan Nayara berdiri di dekat jendela kuil kuno, menatap ke arah sumber suara. Dari kejauhan, pasukan Johan mulai memasuki Ardhana. Mereka bukan sekadar preman biasa—beberapa mengenakan seragam hitam dengan emblem merah, tanda bahwa mereka adalah anggota elit organisasi bayangan yang selama ini mengendalikan kekuasaan dari balik layar. “Pasukan Bayangan…” gumam Nayara dengan nada khawatir. “Siapa mereka?” tanya Raka sambil mencabut belatinya. “Kelompok pembunuh yang dilatih khusus. Mereka hanya bergerak jika ada misi besar,” jawab Nayara. “Dan jika mereka ada di sini… berarti Johan sudah siap menghancurkan Ardhana.” Arka mengepalkan tangannya. “Kalau begitu, kita harus menghentikan mereka.” Tiba-tiba, dari balik kerumunan musuh, seora

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 13 Bangkitnya Kekuatan Baru

    Suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong bawah tanah yang gelap dan sempit. Arka, Raka, Aluna, dan Nayara bergerak cepat, mencoba keluar dari kota bawah tanah sebelum lebih banyak pasukan Johan datang. Udara di sekitar mereka semakin berat, seolah ada sesuatu yang mengawasi dari kegelapan. Tiba-tiba, Aluna berhenti. Matanya menyipit, merasakan sesuatu yang tidak biasa. “Kita tidak sendirian,” bisiknya. Arka merasakan hal yang sama. Ada aura yang menekan di sekeliling mereka, jauh lebih besar daripada yang mereka hadapi sebelumnya. Sebelum sempat bereaksi, suara tawa rendah terdengar dari depan mereka. Dari bayangan lorong, seorang pria muncul. Ia mengenakan jubah hitam panjang dengan lambang yang tidak asing di dadanya. Rambut peraknya terikat ke belakang, dan matanya yang tajam berkilat seperti pisau. Nayara menghela napas berat. “Sial… itu Asvara.” “Siapa dia?” tanya Raka sambil mencabut belatinya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 14 Bayangan di Balik Kegelapan

    Pedang Agra melesat cepat menuju Arka, menciptakan suara tajam yang memecah udara. Dalam sepersekian detik, Arka mengangkat lengannya untuk menangkis, tetapi sesuatu dalam dirinya berbisik—hindari, jangan tahan. Dengan refleks, Arka melompat ke samping. Ujung pedang Agra meleset, hanya menyayat sedikit bajunya. Namun, tekanan serangan itu cukup untuk membuat tanah di bawahnya retak. “Astaga…” Raka melangkah mundur. “Pria ini jelas bukan lawan sembarangan.” Arka menatap Agra, merasakan hawa membunuh yang begitu kuat dari pria itu. Berbeda dengan Asvara, yang mengandalkan teknik cepat dan serangan presisi, Agra memiliki sesuatu yang lebih berbahaya—dominasi penuh atas energi pertarungan. Agra tersenyum tipis. “Kau bereaksi cukup baik. Tapi kau masih terlalu lambat.” Dalam sekejap, ia menghilang lagi. Arka merasakan dorongan instingnya bekerja lebih kuat dari sebelumnya. Ia berbalik, menangkis ser

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 15 Jejak di Balik Kegelapan

    Angin malam berembus kencang, membawa aroma tanah yang basah setelah hujan sore tadi. Di tengah hutan yang gelap, Arka berdiri dengan napas teratur, tubuhnya masih merasakan sisa pertarungan sebelumnya. Namun, tiba-tiba, sebuah suara berdesir di udara. SWOOSH! Arka melompat ke samping, tepat sebelum sebuah pisau kecil menancap di tanah tempat ia berdiri. “Bagus. Refleksmu meningkat.” Dari balik pepohonan, seorang pria bertubuh tegap dengan jubah hitam muncul. Matanya tajam, sorotannya menusuk seperti sedang menilai seekor mangsa. Arka memperhatikan pria itu dengan waspada. “Siapa kau?” Pria itu tersenyum tipis. “Kau bisa memanggilku Laksana.” Raka, yang berdiri di samping Arka, mengangkat alis. “Lagi-lagi orang yang mencarimu, Arka. Sepertinya kau mulai menjadi pusat perhatian.” Laksana melangkah maju, tangannya tetap di sisi tubuhnya, namun Arka bis

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07

Bab terbaru

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 25 Pertempuran di Ambang Batas

    Angin kencang bertiup liar, menyapu debu dan puing-puing dari tanah yang terkoyak oleh pertempuran. Arka berdiri tegak, tubuhnya diselimuti energi biru yang berkilauan. Di hadapannya, pria bertopeng emas masih tersenyum, sementara bayang-bayang hitam di sekelilingnya berdenyut seperti makhluk hidup. Di samping Arka, Genta melangkah maju. Aura peraknya berkobar, kontras dengan kegelapan yang menyelimuti lawan mereka. “Sudah cukup bermain-main, Arka. Aku akan menangani ini,” ujar Genta dengan nada tenang. Arka meliriknya, ekspresinya tetap serius. “Jangan gegabah. Dia bukan lawan biasa.” Pria bertopeng tertawa kecil. “Oh? Jadi sekarang kau berdua ingin melawanku bersama?” Genta mengangkat tangan, dan dalam sekejap— ZRAASSHH! Kilatan perak melesat, menyerang pria bertopeng dengan kecepatan luar biasa! Tetapi sebelum energi itu mengenainya, bayangan hitam yang melingka

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 24 Fajar di Tengah Kegelapan Langit yang Terkoyak

    Udara bergetar. Tanah bergetar. Arka berdiri tegak, napasnya memburu. Aura hitam pekat menyelimuti pria bertopeng emas di hadapannya, menelan cahaya di sekitarnya. Dari kejauhan, Azura dan Raka berusaha bangkit meski tubuh mereka lemah. “Dia… benar-benar berubah,” gumam Azura, matanya membelalak melihat bentuk baru pria bertopeng itu. Kini, tubuhnya diselimuti bayangan hitam yang berdenyut seperti api. Mata merahnya bersinar seperti bara. Arka mengepalkan tangan. Ia tahu, ini adalah pertarungan yang berbeda. Pria bertopeng mengangkat satu tangannya. Tanpa peringatan— ZRAASSHH! Gelombang hitam meledak ke segala arah! Arka melompat ke belakang, tapi ledakan energi itu lebih cepat. Ia merasakan tekanan luar biasa menghantam dadanya, membuatnya terlempar puluhan meter. DUARR! Tubuh Arka menghantam batu besar, menghancurkanny

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 23 Kebangkitan di Tengah Kegelapan

    Langit berubah merah darah. Kilatan petir hitam beradu di antara awan pekat, menciptakan gemuruh yang mengguncang tanah. Azura dan Raka tersungkur, tubuh mereka penuh luka akibat serangan energi dari pria bertopeng emas. Di kejauhan, Ki Jagasatru berdiri tegak, menahan napas. Ini buruk. Sangat buruk. Pria bertopeng emas melangkah perlahan mendekat. Auranya begitu berat hingga udara terasa seolah menekan dada mereka. “Aku kecewa,” katanya dengan suara dalam. “Kupikir kalian bisa bertahan lebih lama.” Azura menggertakkan giginya. Ia mencoba bangkit, tetapi lututnya bergetar. Raka menatap sekeliling. Tidak ada tanda-tanda Arka. Tidak ada bantuan. Kenapa dia belum datang? Pria bertopeng mengangkat tangannya. Dari balik jubah hitamnya, muncul pusaran energi gelap. “Sekarang… beristirahatlah dalam kegelapan.” Dan tepat saat ia hendak melancarkan serangan t

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 22: Warisan dari Masa Lalu

    Cahaya Biru dan Sosok Misterius Arka melayang dalam kehampaan, dikelilingi oleh cahaya biru yang berputar-putar seperti pusaran energi. Tubuhnya terasa ringan, tetapi pikirannya penuh dengan pertanyaan. Apa tempat ini? Mengapa suaranya tadi terdengar begitu familiar? Tiba-tiba, dari dalam pusaran cahaya itu, muncul sosok berjubah putih. Wajahnya tertutup bayangan, tetapi sorot matanya tajam dan penuh wibawa. “Arka… pewaris darah sakti,” suara itu bergema, membuat dada Arka bergetar. “Siapa kau?” tanya Arka, menatap tajam ke arah sosok itu. Pria itu melangkah maju. “Aku adalah jejak masa lalu, warisan yang telah lama menantimu.” Seketika, pemandangan di sekitar mereka berubah. Arka kini berdiri di tengah-tengah medan perang yang luas. Ribuan prajurit bertarung, dan di antara mereka, seorang pria dengan baju perang emas berdiri tegak, dikelilingi aura yang begitu kuat.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 21 Gerbang Gunung Langit

    Langit di atas mereka masih dipenuhi awan hitam. Suara petir menggema, membuat tanah bergetar seolah dunia sedang bersiap menyambut sesuatu yang besar. Arka, Azura, dan Raka berdiri di puncak bukit kecil, menatap ke arah pegunungan yang menjulang di depan mereka—Gunung Langit, tujuan berikutnya. Ki Jagasatru menarik napas dalam. “Di sana… kalian akan menemukan sesuatu yang akan mengubah takdir kalian.” Arka mengepalkan tinjunya. “Kalau ini jalan untuk menjadi lebih kuat, aku siap.” Azura melirik ke arah langit. “Tapi apa yang sedang terjadi? Sejak kita mengalahkan Ragaseta, langit terus seperti ini.” Ki Jagasatru menatap mereka dengan serius. “Itu pertanda bahwa Gerbang Gunung Langit telah bereaksi terhadap keberadaanmu, Arka.” Raka tertawa kecil. “Kau benar-benar spesial, ya.” Namun sebelum mereka bisa bergerak, tiba-tiba tanah di sekitar mereka bergetar hebat. BO

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 20 Jejak Darah dan Jalan Baru

    Suara dentingan logam beradu memenuhi udara. Arka melompat ke belakang, menghindari tebasan pedang raksasa pria berotot berbaju besi hitam. Tanah tempatnya berpijak terbelah akibat serangan itu, debu dan pecahan tanah beterbangan ke segala arah. Azura dan Raka mundur, mencari celah untuk membantu, sementara Ki Jagasatru tetap berdiri tegap, mengamati pertarungan dengan sorot mata tajam. Pria berotot itu menyeringai. “Lumayan juga kau, bocah.” Arka mengatur napasnya, matanya fokus menatap lawan. “Siapa kau?” Pria itu mengangkat pedangnya yang berlumuran darah. “Aku Ragaseta. Pemburu pewaris darah sakti.” BOOM! Ragaseta mengayunkan pedangnya ke tanah, menciptakan gelombang kejut yang membuat Arka terlempar ke belakang. Namun, sebelum tubuhnya menyentuh tanah, ia memutar tubuhnya dan mendarat dengan ringan. “Ternyata bukan sekadar tenaga brute force…” gumam Arka.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 19 Kunci Rahasia dan Musuh dalam Bayangan

    “Sudah waktunya kau mengetahui siapa dirimu sebenarnya.” Arka menatap pria tua di hadapannya. Wajah pria itu penuh garis-garis usia, tapi matanya masih menyala dengan tajam, membawa wibawa yang luar biasa. “Siapa kau?” tanya Arka, tangannya masih bersiaga. Pria itu tersenyum tipis. “Namaku Ki Jagasatru. Aku penjaga rahasia keluargamu.” Jantung Arka berdegup kencang. “Rahasia keluargaku?” Ki Jagasatru mengangguk, lalu melirik Azura. “Dan gadis ini memiliki kunci yang akan membuka jalanmu.” Azura menggenggam liontin di lehernya, tatapannya penuh kebimbangan. Namun sebelum ada yang bisa berkata lebih jauh, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari dalam hutan. CRACK! Raka segera mencabut belatinya, bersiaga. “Kita tidak sendirian.” Dari balik pepohonan, sosok tinggi dengan jubah hitam melangkah keluar. Wajahnya tersembunyi di balik tope

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 18 Jejak Darah dan Warisan Terakhir

    BOOM! Ledakan dahsyat mengguncang tanah, menciptakan gelombang debu yang menyelimuti area pertempuran. Arka segera melompat ke belakang, melindungi gadis yang baru saja ia temui. Raka mencabut belati di pinggangnya, matanya menatap tajam ke arah para pria berpakaian hitam yang kini bergerak mendekat. “Jadi mereka ini siapa?” tanya Arka, masih bersiaga. Gadis itu menghela napas. “Pemburu dari Klan Hitam. Mereka sudah mengejar keluargaku sejak lama.” Salah satu pria maju, wajahnya tertutup topeng besi dengan ukiran tengkorak. “Tidak ada gunanya bersembunyi, Putri Azura. Warisan keluargamu seharusnya menjadi milik kami.” Arka menoleh ke gadis itu. “Putri Azura? Sepertinya kau punya banyak hal yang perlu dijelaskan.” Namun, tidak ada waktu untuk penjelasan lebih lanjut. Dalam sekejap, tiga pria berpakaian hitam melompat maju dengan kecepatan luar biasa.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 17 Gerbang Rahasia dan Warisan Kekuatan

    Cahaya biru yang menyelimuti tubuh Arka semakin kuat, membuatnya kehilangan keseimbangan. Suara misterius masih menggema di kepalanya. “Apakah kau siap untuk mengetahui kebenaran?” Arka mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa berat. Kabut tebal mulai menyelimuti pandangannya, hingga semuanya berubah menjadi gelap pekat. Lalu, tiba-tiba— BRAKK! Arka merasakan tubuhnya terlempar ke tanah keras. Ia terbatuk, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Saat membuka mata, ia terkejut melihat dirinya berada di dalam sebuah ruangan batu raksasa, diterangi oleh obor yang menyala di dinding. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar besar dengan simbol aneh yang terpahat di atasnya. Sebelum Arka bisa berdiri, sebuah suara berat menggema di sekitarnya. “Kau akhirnya tiba.” Dari bayangan, seorang pria bertubuh tinggi dan berotot muncul. Rambut panjangny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status