'Oh, keadaan telah mendidik ku, Mas, keadaan telah mengeluarkan aku dari lumpur menyedihkan. Sekarang, aku sedikit menggunakan kepalaku untuk menikmati kebebasan,' batin Mira."Aku tidak membantah, Mas. Aku cuma meluruskan sikap tidak manusiawi yang ada padamu. Aku ini istrimu, kau mengikat perjanjian denganku saat pernikahan. Aku juga punya hak untuk dihargai, bukan hanya seorang suami yang selalu menuntut minta dihormati, dihargai. Akan tetapi istri juga membutuhkan ketenangan hati seperti itu, ketika suaminya membuat istrinya berharga.""Ah, terserah. Setiap pembicaraan kita selalu saja jalan buntu. Lebih baik, lakukan saja tugasmu datang ke perusahaan ini.""Baik, aku akan melakukannya. Akan tetapi kau berjanji untuk tidak mengganggu istri orang, ya Mas. Kau harus memilih antara keluarga atau wanita tak bermoral itu."Denny menatap tajam pada Mira. Bagaimana mungkin ia bisa berjanji?"Baik, tapi jangan berharap lebih. Aku masih mencintainya, dan aku sebe
"Tidak ada, aku cuma bilang aku mau bersih bersih ruangan ini," katanya lalu segera membersihkan tumpukan kertas di atas meja tersebut.***"Melelahkan, uuhh."Mira meregangkan otot tubuhnya yang letih setelah memeriksa cash flow perusahaan.Tadi ia segera melakukan pekerjaannya setelah selesai membersihkan ruangan."Apa hasilnya?" tanya Denny penasaran, ia lalu mendekati meja Mira dan ingin tahu hasilnya."Free.""Apa?""Hasilnya masih bisa diselamatkan. Free cash flow, jadi masih ada harapan untuk investor bisa bergabung, itu analisa kira-kira, Mas. Tapi jangan kuatir, ini akurat, Kok."Dalam hati, Mira hanya membuat dugaan yang sebenarnya tidak terlalu detil. Akan tetapi setidaknya ia melakukan karena punya tujuan tertentu.Denny mengangguk angguk, iapun lalu tersenyum tipis, wajahnya berubah sedikit cerah. Nggak ada ruginya punya istri Mira, batinnya."Jadi, kita masih bisa punya investor, 'kan?"
"Tidak mungkin! Jangan melantur begitu, Mira."Senyuman Mira hambar. Rasa sakit masih menancap dan mengakar di hatinya. Ia tidak bisa mengelak bahwa ia masih mencintai Denny. Akan tetapi Denny selalu memandang dirinya sebelah mata."Baiklah, aku akan berpikir positif saja selama kamu tidak macam macam. Besok temanku akan datang dan membicarakan masalah penanaman modal. Sebaiknya kamu bersiap, Mas. Selain itu, utang kendaraan dan juga utang keluargamu akan dibahas juga di rapat besok.""Utang keluargaku?""Ya, Mas Danu meminjam uang atas namamu, Mas. Jadi besok akan diperjelas siapa sebenarnya yang akan mengembalikan utang tersebut."Denny terlihat memicingkan matanya. Ia tak pernah tahu soal utang piutang Mas Danu, bagaimana bisa dikaitkan dengannya?"Mira, aku tidak pernah tahu bahwa Mas Danu punya utang sama teman kamu, kenapa aku harus ikut memikirkan juga?"Mira bangkit dari duduknya dengan selembar kertas yang baru
"Masalah itu...Uhmm Imas bilang kalau dia bisa menjadi investor perusahaan kita, berapapun yang kita butuhkan.""Apa? Ibu serius?""Iya, Denny. Ibu serius tentang Imas yang akan menanam modal untuk kita. Dia bilang juga kalau sekarang dia sudah sendiri, bercerai dari suaminya."Denny tersenyum senang dan memeluk ibunya. Ia bahkan tidak sadar kalau Mira melihatnya dengan hati terluka. Wanita itu hanya bisa meremas jarinya kuat-kuat.Bagaimana tidak, ia bisa melihat wajah pria yang dicintainya itu sangat senang atas kehadiran wanita lain. Rasanya ingin menangis, akan tetapi bukankah itu terlalu memalukan dirinya sendiri?Tiba-tiba Denny berujar, "Ibu, siapkan jamuan untuk Imas besok malam. Kita akan membicarakan hal itu di rumah ibu. Oke?""Oh, iya iya. Sekarang ibu juga sudah mengantuk sehingga harus istirahat di rumah. Ayo antar ibu dulu pulang ke rumah.""Baik, Bu."Wanita itu melangkah setelah sebelumnya menyorotkan ketidak
Menurut Mira, perusahaan yang Denny kelola memiliki banyak sekali kebocoran keuangan. Hal itu dikarenakan kebanyakan atasan divisi tidak kompeten dalam mengawasi dan menjalankan tugas mereka.Kebocoran keuangan, kebocoran waktu kerja dan kebocoran sistem manajemen yang seharusnya tidak terjadi.Kalau dibiarkan terus, maka berapapun uang yang diinvestasikan tidak akan membuat perusahaan itu bisa diselamatkan.Mira merasa heran, bagaimana bisa Denny begitu saja percaya kepada semua orang di perusahaannya sementara keadaan sudah sampai demikian kacaunya."Mas, aku tidak sedang menyalahkan semua orang. Akan tetapi aku hanya membuat evaluasi praktis tentang jurnal harian perusahaan Mas Denny. Bahkan dari absensi karyawan saja, bisa aku simpulkan betapa kacaunya manajemen perusahaan Mas Denny.""Sudahlah, aku mau kamu banyak diam sekarang, mengerti?"Mira akhirnya terdiam, menyiapkan sarapan untuk Denny dengan telaten. Wanita itu tetap meladeni kepe
Mira keluar rumah, dengan membawa satu bingkai foto pernikahan mereka dengan ukuran kecil sehingga bisa masuk ke dalam tasnya.Ia akan menuju gudang pembuatan coklat dan cookies yang diproduksi perusahaan Denny. Ia penasaran seperti apa sih perusahaan yang selama ini ditangani suaminya.Ia adalah istri seorang produsen coklat, tapi tidak pernah sekalipun merasakan manisnya kue coklat. Ini semakin menarik perhatian Mira.Dengan menggunakan taksi Mira sampai pada sebuah bangunan besar yang dijaga dua orang satpam, bangunan itu adalah dimana coklat itu diproduksi."Maaf, saya harus melihat ke dalam. Biarkan saya masuk," kata Mira pada saat masuk gerbang dan bertemu dengan penjaga.Dua orang penjaga itu saling melihat."Memangnya siapa ibu ini?" tanya mereka heran karena Mira terkesan memerintah."Saya Mira, istri Denny Nurdiansyah, pemilik pabrik ini, Pak."Sekali lagi mereka saling melihat. Mereka merasa penampilan Mira tidak me
Mira menceritakan bagaimana kondisi perusahaan saat ini, ia menjelaskan bahwa informasi dari orang yang jujur ia butuhkan saat ini."Saya mengerti, akan tetapi ini akan menjadi masalah buat diri saya pribadi. Seperti yang ibu ketahui, kedudukan saya sangat tidak penting di sini. Apabila ada yang tahu bagaimana saya memberikan informasi, maka orang lain akan menganggap saya tidak mau bekerja sama.""Pak Bono tidak perlu takut, karena pak Bono bukan melaporkan akan tetapi menjawab pertanyaan saya sebagai istri pimpinan perusahaan."Seperti dugaan Mira, informasi yang ia dapatkan memang mencocoki dengan data yang ia pelajari."Baiklah, Pak. Saya akan merahasiakan identitas pak Bono. Jangan kuatir," janji Mira pada pria itu setelah mereka selesai bercakap cakap.Iapun akhirnya kembali ke rumahnya. Ia akan menunggu hasil keputusan rapat pemegang saham di rumah sembari melanjutkan hobinya merajut benang. Ia menyukai kegiatan ini karena selagi m
"Membantumu? Uhmm, tentu saja. Perkenalkan, namaku Imas, dan Kau?" tanya Imas dengan mengulurkan tangannya. Ia sedikit menjentikkan jemarinya memamerkan nail art warna warni di kukunya, menunjukkan bagaimana Imas sangat perhatian atas pedicure dengan baik.Faza adalah pemuda yang tenang, di usianya yang terbilang dewasa ia masih melajang dan tidak terpengaruh dengan wanita semacam Imas.Bukan menyambut uluran tangan Imas, Faza malah memberikan selembar sapu tangan dari sakunya."Sorry, gunakan ini untuk merapikan lipstikmu yang sedikit berantakan," ujarnya, lalu iapun berlalu dari hadapan Imas.Imas menerima sapu tangan tersebut dengan kebingungan."Apa katamu? Lipstik...,ah... benarkah?" Imas buru buru mengeluarkan cermin kecil dari saku tas miliknya, melihat keadaan riasan wajahnya."Tapi...lipstikku baik baik saja, kok? Ah, yang benar saja?"Imas melihat sapu tangan yang masih di genggamannya. Ia mulai berpikir apa maksud pria itu m