Menurut Mira, perusahaan yang Denny kelola memiliki banyak sekali kebocoran keuangan. Hal itu dikarenakan kebanyakan atasan divisi tidak kompeten dalam mengawasi dan menjalankan tugas mereka.
Kebocoran keuangan, kebocoran waktu kerja dan kebocoran sistem manajemen yang seharusnya tidak terjadi.Kalau dibiarkan terus, maka berapapun uang yang diinvestasikan tidak akan membuat perusahaan itu bisa diselamatkan.Mira merasa heran, bagaimana bisa Denny begitu saja percaya kepada semua orang di perusahaannya sementara keadaan sudah sampai demikian kacaunya."Mas, aku tidak sedang menyalahkan semua orang. Akan tetapi aku hanya membuat evaluasi praktis tentang jurnal harian perusahaan Mas Denny. Bahkan dari absensi karyawan saja, bisa aku simpulkan betapa kacaunya manajemen perusahaan Mas Denny.""Sudahlah, aku mau kamu banyak diam sekarang, mengerti?"Mira akhirnya terdiam, menyiapkan sarapan untuk Denny dengan telaten. Wanita itu tetap meladeni kepeMira keluar rumah, dengan membawa satu bingkai foto pernikahan mereka dengan ukuran kecil sehingga bisa masuk ke dalam tasnya.Ia akan menuju gudang pembuatan coklat dan cookies yang diproduksi perusahaan Denny. Ia penasaran seperti apa sih perusahaan yang selama ini ditangani suaminya.Ia adalah istri seorang produsen coklat, tapi tidak pernah sekalipun merasakan manisnya kue coklat. Ini semakin menarik perhatian Mira.Dengan menggunakan taksi Mira sampai pada sebuah bangunan besar yang dijaga dua orang satpam, bangunan itu adalah dimana coklat itu diproduksi."Maaf, saya harus melihat ke dalam. Biarkan saya masuk," kata Mira pada saat masuk gerbang dan bertemu dengan penjaga.Dua orang penjaga itu saling melihat."Memangnya siapa ibu ini?" tanya mereka heran karena Mira terkesan memerintah."Saya Mira, istri Denny Nurdiansyah, pemilik pabrik ini, Pak."Sekali lagi mereka saling melihat. Mereka merasa penampilan Mira tidak me
Mira menceritakan bagaimana kondisi perusahaan saat ini, ia menjelaskan bahwa informasi dari orang yang jujur ia butuhkan saat ini."Saya mengerti, akan tetapi ini akan menjadi masalah buat diri saya pribadi. Seperti yang ibu ketahui, kedudukan saya sangat tidak penting di sini. Apabila ada yang tahu bagaimana saya memberikan informasi, maka orang lain akan menganggap saya tidak mau bekerja sama.""Pak Bono tidak perlu takut, karena pak Bono bukan melaporkan akan tetapi menjawab pertanyaan saya sebagai istri pimpinan perusahaan."Seperti dugaan Mira, informasi yang ia dapatkan memang mencocoki dengan data yang ia pelajari."Baiklah, Pak. Saya akan merahasiakan identitas pak Bono. Jangan kuatir," janji Mira pada pria itu setelah mereka selesai bercakap cakap.Iapun akhirnya kembali ke rumahnya. Ia akan menunggu hasil keputusan rapat pemegang saham di rumah sembari melanjutkan hobinya merajut benang. Ia menyukai kegiatan ini karena selagi m
"Membantumu? Uhmm, tentu saja. Perkenalkan, namaku Imas, dan Kau?" tanya Imas dengan mengulurkan tangannya. Ia sedikit menjentikkan jemarinya memamerkan nail art warna warni di kukunya, menunjukkan bagaimana Imas sangat perhatian atas pedicure dengan baik.Faza adalah pemuda yang tenang, di usianya yang terbilang dewasa ia masih melajang dan tidak terpengaruh dengan wanita semacam Imas.Bukan menyambut uluran tangan Imas, Faza malah memberikan selembar sapu tangan dari sakunya."Sorry, gunakan ini untuk merapikan lipstikmu yang sedikit berantakan," ujarnya, lalu iapun berlalu dari hadapan Imas.Imas menerima sapu tangan tersebut dengan kebingungan."Apa katamu? Lipstik...,ah... benarkah?" Imas buru buru mengeluarkan cermin kecil dari saku tas miliknya, melihat keadaan riasan wajahnya."Tapi...lipstikku baik baik saja, kok? Ah, yang benar saja?"Imas melihat sapu tangan yang masih di genggamannya. Ia mulai berpikir apa maksud pria itu m
Dengan tenang Mira meletakkan kertas di atas meja. Kertas yang menjelaskan bagaimana Denny memiliki tanggung jawab finansial yang besar.Pria itu sedikit gugup, tapi berusaha memikirkan cara untuk menghadapi Mira yang mulai memiliki kekuatan."Mira, apa bekerja di pemasaran tidak akan menyulitkan kamu? Biasanya kamu santai dan menikmati hari-hari yang tenang di rumah. Aku takut, kamu kelelahan dan semakin sulit untuk mendapatkan anak," katanya dengan suara yang dibuat lembut. Mira tahu, Denny sedang ketakutan kalau uang tersebut ditagih dengan cepat. Akan tetapi ia cukup berterima kasih dalam hati dengan "perhatian" Denny.Mendengar Denny mengatakan hal demikian, Mira tersenyum dan duduk lebih mendekat di sisi Denny. Lalu dengan manja dia berujar, "Jangan kuatir, Mas. Aku pasti akan berusaha menjaga stamina tubuhku. Dan aku juga akan bekerja dengan baik. Aku bosan, Mas. Berada di rumah terus tanpa bisa menghasilkan uang. Kan Mas Denny sendiri yang bilang kalau aku h
Mira telah sampai di halaman rumah ibu mertuanya. Dari jarak itu, terdengar gelak tawa bahagia dari dalam sana. Sudah jelas mereka sedang berbincang santai, ber-akrab ria untuk menyambut wanita "terhormat" bagi mereka itu. Mira menghentikan langkahnya, menarik napas dalam-dalam."Ya Tuhan, bukan maksudku tidak menghormati keluarga mertuaku ini, akan tetapi mereka telah merendahkan aku, hamba-Mu yang lemah ini dengan sesuatu yang tidak pantas," lirih Mira menguatkan jiwanya."Maafkan aku, Mas. Aku punya hak untuk ikut campur dalam urusan kamu ini. Karena ini menyangkut kehormatanku sebagai seorang istri," katanya lagi dan mulai melangkah ke pintu rumah ibu mertuanya.Mira sempat melihat sebuah mobil mewah berwarna kuning terparkir di sisi mobil Denny, seolah menggambarkan betapa serasinya mereka berdua ini dilihat dari mobilnya saja.Sebelum sampai di ruang tengah dimana mereka mengobrol, Mira sempat mendengar perbincangan kedua iparnya. Desy dan juga Nia. M
Mira melangkah menuruti kemauan ibu mertuanya menuju ruang dapur. Wanita tersenyum ramah akan tetapi Mira faham, itu karena tamu istimewanya."Mira, keluarkan kue brownies yang baru ibu buat di dalam lemari es. Sengaja ibu bikin buat Imas. Ibu tahu kalau Imas paling suka sama brownies," kata Magdalena menjelaskan Mira tanpa diminta.Mira masih dalam mode menurut. Akan tetapi sesekali matanya melirik ke arah Denny yang terdiam di sofa. Denny merasa tak nyaman dan pria itu membalas lirikannya dengan tajam."Nekat juga kamu," gerutu Denny pelan dan meninggalkan Mira sendiri.Tak perduli dengan tatapan tajam suaminya, Mira mengeluarkan bronis dari kulkas, lalu memindahkannya ke piring saji.Senyum getir terukir tipis di wajah Mira. Ia cukup merasa terganggu dengan perhatian Magdalena yang begitu besar pada Imas. Padahal, Imas adalah wanita yang mengacau rumah tangganya bukan menantu atau keluarga."Mas, aku heran, kenapa sih kamu tidak membawaku serta dan be
"Apa yang kamu lakukan, Mira? Kenapa kamu comot seperti itu? Lihatlah, kamu mengunyah seperti orang kelaparan?" Denny menggelengkan kepalanya melihat tingkah Mira yang menjengkelkan. "Apa kamu nggak pernah makan, makanan begini?"Pipi Mira menggembung karena mulutnya penuh dengan makanan. Ia tak peduli kedua orang di dekatnya melihatnya heran.Setelah sedikit berkurang, Mira lalu berkata, "Sejak menikah, aku memang tidak pernah bikin makanan enak seperti ini. Kamu ingat nggak Mas, kalau lebaran selalu aku yang buat brownies di rumah ibu, tapi aku nggak pernah dapat bagian. Sekarang, aku baru bisa merasakan enaknya makan brownies."Imas terkekeh geli, ia tak mengira Mira bisa melucu sampai seperti ini."Mas, biarkan saja Mira menghabiskan brownies itu, bukankah itu bagus?" lirihnya di telinga Denny.Mira bersendawa karena kekenyangan. Ia terus memakan potongan brownies sementara kedua sejoli itu saling berbincang dengan santai dan manja. Hal itu lebih memicun
"Kamu ini ngomong apa sih? Ibu itu cukup mengenal siapa Imas jauh sebelum kalian menikah. Imas dulu sering di rumah Ibu sehingga ibu sangat tahu apa seleranya. Ayam goreng ini adalah kesukaannya, begitu juga rendang dan ini," katanya sambil menunjukkan gule kambing di panci kecil."Tapi, Bu. Dia tidak akan menghabiskan semuanya. Ibu lihat kan badannya lebih kurus dari Mira, berarti makanannya nggak banyak."Magdalena semakin kesal. "Tau apa kamu ini."Masih serius ngobrol, Imas dan juga Denny datang dan mereka mengambil tempat duduknya. Mira gegas ambil tempat duduk juga di samping Denny. Saat Imas mendapatkan piring kosong dari Denny, Mira melotot tajam."Punyaku mana Mas?""Tuh, ambil sendiri!"Mira hanya bisa mengerucutkan bibirnya, 'Siapa dia sampai dilayani begitu?'Saat gilirannya mengambil menu makanan, Mira dengan percaya diri memenuhi piringnya. Dia memang mengambil sedikit nasi, hanya saja piringnya penuh dengan lauk pauk.Ayam goreng,
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik