Mari kita kembali sejenak ke waktu yang lampau, ketika peristiwa besar di Gurun Hadarac baru saja berakhir. Sebelum melanjutkan, izinkan penulis mengingatkan para pembaca akan satu hal yang penting.Tingkat tertinggi dalam dunia kultivasi yang diceritakan di dalam buku ini terdiri dari tiga tahap keabadian. Tahap paling dasar dari tiga tingkatan ini disebut Kaishi, diikuti oleh tahap kedua yang lebih tinggi, dan yang terakhir, tingkat paling agung adalah Immortal.Seorang Immortal adalah sosok yang telah melampaui batasan-batasan fisik dan temporal. Mereka tidak terpengaruh oleh usia, penyakit, atau kematian.Dengan kekuatan yang jauh melampaui makhluk fana, seorang Kultivator Immortal memiliki kemampuan untuk mengendalikan hukum alam, menciptakan dunia-dunia mereka sendiri, dan berdiri di puncak kekuasaan dalam alam semesta.Di masa lalu—pada era kuno—banyak sosok kultivator yang mencapai status Immortal. Namun, seiring berjalannya waktu, sosok-sosok tersebut perlahan menghilang. Kono
Semenjak pertemuan Jago-jago Benua Podura pada malam di tepi pantai dekat Gurun Hadarac, nama Norzin menjadi perbincangan hangat di seluruh Wilayah Barat Benua Longhai.Sosok Norzin seperti misteri yang dibungkus dalam aura kekuatan dan intimidasi.Tujuannya jelas: memburu pemuda bertopeng putih, yang namanya terkenal setelah memenangkan perebutan Buah Airmata Giok Fenghuang di Gurun Hadarac. Pemuda yang kini menjadi salah satu dari Sepuluh Datuk paling berpengaruh di Benua Longhai—dikenal sebagai Si Topeng Putih.Norzin berdiri di bawah langit malam yang gelap, angin dingin gurun Hadarac yang berhembus lembut, membawa debu halus yang berputar di sekelilingnya. Matanya menyipit penuh perhitungan.“Tidak ada cara lain untuk memancing Si Topeng Putih keluar, kecuali dengan menimbulkan kekacauan yang memaksanya meninggalkan sarangnya. Aku akan membuatnya tidak punya pilihan selain muncul untuk menemuiku,” gumamnya pelan, setiap kata dari bibirnya sarat ancaman.Nama Norzin, ‘Semidevil’
Setelah insiden di bengkel kerja Organisasi Seribu Bintang Hitam, Rong Guo kini sudah kembali berada di dalam kamar kerja pribadi pimpinan organisasi tersebut, Liang Shuo.Ruangan ini dipenuhi dengan aroma dupa dari kayu yang harum. Karena hari sudah senja cahaya lembut dari lentera yang menggantung di langit-langit, menciptakan suasana yang tenang.“Guru Tao sudah jauh-jauh dari Utara dan berkunjung ke Organisasi Penempa kami, bukan berarti tanpa alasan, bukan? Tolong kemukakan apa yang Anda perlukan.”Seolahberbicara dengan bijak, Liang Shuo menarik nafas panjang,“Dan ijinkan orang tua ini memberikan penawaran terbaik kami, karena budi baik Anda yang telah menolong pegawai di bengkel kerja tadi,” ujar Liang Shuo, suaranya mengalun lembut namun penuh wibawa.Di atas meja, tersaji teh dari Bunga Krisan yang harum, yang biasanya dikonsumsi oleh kaum kelas atas.Teko dan cawan untuk minum terbuat dari keramik pilihan, tampak berkilau dan dihiasi dengan ukiran halus, seolah-olah dicampu
Di dalam daftar Sepuluh Datuk paling berpengaruh di Benua Longhai, yang dikeluarkan oleh Puncak Qingxue, nama Lei Yunfeng tercatat berada di peringkat dua.Banyak praktisi mengakui bahwa Lei Yunfeng adalah mantan Pemimpin Sekte Gunung Xuandu seratus tahun yang lalu.Namun, ada juga yang bersikeras bahwa dia bukan berasal dari sekte tersebut.Meskipun Lei Yunfeng adalah seorang Imam Tao yang mengikuti ajaran Taoisme, banyak pengamat percaya bahwa dia tidak memiliki hubungan langsung dengan Sekte Gunung Xuandu.Misteri seputar asal-usulnya semakin mendalam ketika kabar beredar dari Barat Laut, menyatakan bahwa sebuah artefak kuno bernama Rantai Bintang Abadi, yang konon pernah menjadi milik Lei Yunfeng, tercecer di Sungai Mutiara Air, di Pegunungan Xuandu.Pagi itu, Rong Guo sudah bersiap meninggalkan Kota Gongcheng, menuju Kota Liangzhe, tempat Pegunungan Xuandu berada. Di benaknya hanya satu tujuan: menemukan Rantai Bintang Abadi yang legendaris itu."Jarak dari Kota Gongcheng ke Kota
Godaan untuk mencapai keabadian selalu menjadi dorongan yang kuat bagi setiap praktisi dunia persilatan.Sejak pertama kali mereka berhasil menembus batasan manusia fana, menjadi seorang kultivator sejati, impian untuk terus memperkuat diri dan mendaki puncak kekuatan adalah hal yang tak terelakkan.Maka, ketika kabar tentang Rantai Bintang Abadi (Yongxing Suo)—artefak legendaris yang konon bisa melipatgandakan kekuatan seorang kultivator—menyebar, Gunung Xuandu langsung dibanjiri oleh para praktisi bela diri.Mereka datang dari segala penjuru benua, bukan hanya dari Dataran Tengah yang terkenal akan kultivasinya yang mendalam, tetapi juga dari Utara yang dingin, Selatan yang penuh misteri, Barat yang liar, dan Timur yang berangin.Di antara mereka adalah Xiao Ning, seorang gadis dari Sekte Wudang di Selatan Kekaisaran Yue Chuan. Sekte Wudang adalah salah satu sekte terkemuka di daerahnya, dan Xiao Ning selalu merasa bangga menjadi murid utama, terpilih untuk dilatih langsung oleh Pem
Setelah menggumamkan kata-kata peringatan, Xiao Ning berdiri tegak, pedang yang telah ia lepas dari sarungnya kini dipegang erat di tangannya. Dalam suasana tegang, ia memancarkan ketegasan yang berani saat memulai perdebatan dengan sosok asing Sekte Hehuan itu.XiaoNing berteriak dengan gagah,“Murid-murid Sekte Wudang dari Kekaisaran Yua Chuan meminta jalan. Mohon minggir, dan jangan halangi kami mendaki Puncak Xuandu. Jika tuan-tuan masih berkeras menghalangi, jangan salahkan aku yang rendah hati ini jika terpaksa mengambil tindakan!”Suara tegas Xiao Ning menggema, memecah keheningan dan membuat keempat jenius Sekte Wudang meraih pedang mereka dengan sigap. Suara desing pedang yang dikeluarkan bergaung seperti musik perang yang membangkitkan semangat juang di dalam diri mereka.Dengan cekatan, keempat pemuda itu mengatur posisi dalam Formasi Pedang, siap untuk bertarung dengan Formasi Pedang Tai Ji Jianfa yang terkenal dan mengesankan.Namun, lain di Selatan, lain pula di Dataran
Setelah suara dentuman keras seperti guntur menggema di sepanjang lembah, asap putih tebal mulai menyelimuti kaki Gunung Xuandu.Asap tersebut bukanlah sembarang kabut, melainkan hasil bentrokan hebat antara lima energi Qi murni dari murid-murid jenius Sekte Wudang yang berbenturan dengan hawa iblis yang memancar dari tiga murid Sekte Hehuan.Dua kekuatan yang bertolak belakang saling berbenturan, menciptakan kilatan energi yang memekakkan udara di sekitar mereka."ARRGH!"Lolongan keras mengiringi akhir dari bentrokan tersebut.Lima sosok murid Wudang terlempar ke belakang sejauh puluhan tombak, tubuh mereka menghantam dengan keras pohon-pohon willow yang berjajar di kaki Gunung Xuandu.Beberapa pohon berderak dan hampir tumbang akibat kerasnya dampak benturan dengan tubuh lima jago sekte Wudang.Suara terbatuk-batuk yang menyakitkan kemudian memecah keheningan, ketika kelima murid jenius Wudang itu berusaha bangkit sambil memuntahkan darah segar.Wajah mereka pucat, nafas mereka ter
Setelah sepembakaran hio berlangsung, suasana sekeliling menjadi sunyi, dan tidak ada suara yang terdengar dari balik semak-semak pepohonan perdu yang tinggi.Kecemasan mulai merayapi hati Cao Wulie dan Meng Shaxin. Mereka saling bertatapan, kemudian mengangguk sebelum berteriak keras, berharap suara mereka terdengar oleh Kakak Xie Anye.“Kakak Xie… sebaiknya sudahi dulu hasrat Anda. Kita harus segera kembali ke tempat Shimu berada. Takutnya Shixiong akan marah, karena kita terlalu lama di sini menghadang murid-murid sekte lain!” teriak Cao Wulie dengan nada mendesak.Di dalam konteks ini, Shimu berarti Ibu Guru atau guru perempuan, sementara Shixiong adalah kakak perguruan laki-laki.Namun, teriakan Cao Wulie dan Meng Shaxin tidak mendapat balasan dari Xie Anye. Keduanya saling bertatapan dengan gelisah, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.“Mari kita lihat apa yang terjadi di balik semak-semak itu!” bisik Cao Wulie, menggunakan teknik transmisi suara untuk menjaga kerahasiaan per
“Kalian, orang-orang dari Benua Podura, sungguh tak tahu malu!" teriak Nyonya Yinfeng, membuka percakapan dengan suara tajam yang penuh kemarahan dan nada mencela.“Sudah bertahun-tahun kalian berusaha menghancurkan Benua Longhai, tetapi semua jagoan kalian selalu kalah. Hari ini, masih berani muncul dan menyerang kami? Benar-benar tak tahu diri!" Ia melanjutkan dengan nada menyindir, menekankan setiap kata.Nyonya Yinfeng sengaja memprovokasi mereka. Suaranya membelah deru angin yang berhembus di cakrawala, membuatnya tampak seperti dewi yang perkasa.Meski terlihat percaya diri, ada kekhawatiran dalam tatapannya. Matanya tak pernah lepas dari tiga kapal roh besar yang mengambang di atas Kota Tianzhou. Ia tahu, musuh yang mereka hadapi kali ini mungkin jauh lebih berbahaya.“Berapa banyak ahli tingkat Kaishi yang tersembunyi di kapal-kapal itu?" bisiknya dalam transmisi suara kepada dua rekannya.Pangeran Mahkota Xue Yan melirik sekilas, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya berg
Sosok pria berzirah merah itu ternyata seorang pengendali api. Ia mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya terpancar gulungan api yang menjalar ke tanah. Api itu awalnya hanya seukuran kerbau besar, tetapi dalam hitungan detik, nyalanya membesar, merayap seperti ular liar yang haus akan kehancuran.Ekspresi horor segera terpancar di wajah semua orang. Mereka berhamburan, mencari celah untuk menyelamatkan diri dari bencana yang seolah tak terhindarkan.DUAR!Ledakan keras mengguncang udara, memekakkan telinga. Sumber ledakan itu berasal dari arah Akademi Linchuan.Semua orang yang melihatnya tersentak, tubuh mereka membeku sesaat sebelum pikiran panik mengambil alih. Tak terkecuali dua siswa Akademi Linchuan—Yin Zheng dan Hu Chen."Celaka! Akademi Linchuan menjadi sasaran!" teriak Yin Zheng dengan wajah penuh kepanikan. Tubuhnya sedikit gemetar, dan matanya menatap cakrawala yang dipenuhi asap dan cahaya jingga dari api."Barang-barangku masih di akademi!" seru Hu Chen, suarany
Pagi itu, di bawah sinar matahari yang merayap pelan di langit biru, Yin Zheng dan Hu Chin, dua murid terampil dari Akademi Lin Chuan, melangkah mantap menuju aula musik.Seragam akademi yang mereka kenakan terbuat dari kain halus berwarna putih. Pakaian itu sedikit longgar, dengan sabuk sutra melingkar di pinggang, menampilkan lekuk ramping tubuh mereka.Ikat kepala satin putih melingkari kepala mereka, menambah kesan rapi dan elegan, selaras dengan status mereka sebagai murid akademi bela diri yang terkemuka, tempat yang mendidik pemuda dengan pengetahuan dan melatih kekuatan untuk menjadi abadi.Percakapan pun dimulai.“Dengar-dengar, Pangeran Xue Yuan akan mundur dari kepemimpinan akademi,” kata Yin Zheng dengan suara datar, namun sorot matanya penuh penyesalan. “Ini tentu sangat disayangkan.”Langkah mereka ringan, berkat Qinggong yang luar biasa, seolah-olah tubuh mereka melayang di atas rerumputan hijau. Keheningan pagi itu terasa tenang, hanya desiran angin lembut yang menyapu
Kita kembali ke beberapa waktu lalu untuk memperjelas kisah ini.Di Istana Kekaisaran Tian Yun, Pangeran Mahkota Xue Yuan berdiri di balkon yang menjulang tinggi. Dari situ, ia bisa melihat seluruh Kota Tianzhou yang megah, dipenuhi oleh kehidupan yang berdenyut.Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, pikirannya melayang jauh, meresapi nasib yang menantinya.Tak jauh dari istana, Akademi Linchuan berdiri megah, terkenal karena pelatihan bela diri dan seni kekaisarannya. Seperti biasa, akademi itu dipenuhi aktivitas. Ratusan murid memenuhi lapangan latihan, suara keras pukulan, "thump" yang kuat saat kaki mereka menghantam tanah dan "swoosh" saat tangan mereka bergerak, menggema di udara.Seorang instruktur berteriak tegas, "Ayo, fokus! Jangan biarkan gerakanmu kehilangan ketepatan!" Sementara itu, ia dengan cermat mengoreksi posisi siswa yang menekuni seni bela diri tangan kosong.Di sisi lain akademi, siswa-siswa berbaju jubah putih panjang bergerak dengan anggun dan percaya diri
Mereka berjalan menuju reruntuhan besar yang membentuk celah seperti gua. Di dalamnya, seorang pemuda duduk bersandar pada dinding yang retak.Pakaiannya, seragam Akademi Linchuan, telah koyak-koyak, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. Wajahnya tampak pucat, garis matanya membiru, dan dari napasnya yang berat, jelas ia mengalami luka dalam yang parah.Rong Guo hanya perlu satu kali pandang untuk memahami keadaan pemuda itu.Ia maju tanpa banyak bicara, berlutut di depannya, lalu meraih tangannya dengan lembut. Rong Guo memejamkan mata, menyalurkan energi Qi Abadi ke tubuh pemuda itu.Efeknya luar biasa.Warna kulit pemuda itu perlahan kembali normal, napasnya menjadi lebih stabil. Mata yang sebelumnya redup kini memancarkan semangat baru. Luka-luka dalam di tubuhnya tampak mulai menghilang, seolah tubuhnya sedang diremajakan dari dalam.Pemuda itu membuka matanya perlahan, tatapannya bertemu dengan Rong Guo.Awalnya terdapat kebingungan, tetapi itu segera berubah menjadi kekaguman.
Ketika kabut dan asap mulai memudar, Rong Guo berdiri di tengah puing-puing Kota Tianzhou.Kegelisahan dan kemarahan menggelora di dalam hatinya, sementara keadaan di hadapannya semakin jelas.Reruntuhan bangunan yang hangus terbakar membentang sejauh mata memandang, dihiasi oleh mayat-mayat yang bergelimpangan—sebagian besar sudah membeku dalam keheningan tragis yang menyayat hati.Namun, di antara kehancuran itu, terlihat beberapa sosok yang masih hidup. Mereka keluar dari persembunyian, berpakaian compang-camping dan wajah penuh debu serta kesedihan.Sebagian besar bersembunyi di balik reruntuhan, berharap menghindari musuh yang mungkin kembali untuk membantai siapa saja yang mereka temukan.“Api sudah padam... sungguh, kami patut bersyukur...” ujar seorang lelaki tua dengan suara gemetar, seolah berusaha meyakinkan diri sendiri.“Langit belum ingin aku tewas,” gumam seorang yang lain, suaranya pelan namun dipenuhi kelegaan dan rasa syukur yang samar.Suasana perlahan berubah.Dari
Jarak antara Wilayah Selatan dan dataran luas di tengah benua sangatlah jauh. Biasanya, perjalanan menuju ke sana memerlukan waktu sekitar seminggu jika menggunakan alat transportasi spiritual seperti kapal roh atau perahu roh.Namun, jika harus mengandalkan kendaraan darat, seperti berkuda atau kereta kuda, perjalanan bisa memakan waktu lebih lama—biasanya lebih dari satu minggu, bahkan bisa mencapai dua minggu penuh.Tetapi, bagi seorang ahli tingkat puncak—Abadi seperti Rong Guo—perjalanan jauh semacam itu bukanlah hal yang menghambat.Dalam sekejap mata, ia mampu menempuh jarak yang jauh hanya dalam beberapa jam.Saat Rong Guo melesat melalui cakrawala, tubuhnya tampak seakan melesat seperti meteor yang membelah langit malam, bergerak begitu cepat dari Selatan menuju dataran tengah benua, seolah-olah waktu dan ruang tak mampu membatasi pergerakannya.Namun, saat ia mulai menyadari bahwa Dataran Tengah sudah semakin dekat, perasaan tidak enak mulai mengusik hatinya. Sesuatu yang ta
Di Kota Naga Air...Kekacauan melanda pasukan Kekaisaran Matahari Emas. Dalam hitungan detik, pasukan yang sebelumnya begitu kuat dan angkuh berubah menjadi seperti anak ayam kehilangan induk.Para prajurit yang tadinya percaya diri kini tercerai-berai, saling berteriak dalam kebingungan dan ketakutan. Mereka yang memegang pedang gemetar, tak mampu memutuskan apakah harus melawan atau melarikan diri.Sebaliknya, tentara Kota Naga Air yang sebelumnya diliputi keputusasaan seolah mendapatkan nyawa baru.Semangat mereka bangkit seperti api yang disiram minyak.Dengan pekikan penuh keberanian, mereka mulai mengejar prajurit Matahari Emas yang melarikan diri. Pedang mereka kini terasa lebih ringan, dan langkah mereka lebih tegap, seolah kehadiran seorang Abadi telah mengubah nasib mereka.Di atas langit senja, Rong Guo melayang tenang. Jubah putihnya yang sederhana berkibar lembut tertiup angin, membingkai sosoknya seperti dewa dari legenda.Matanya memandang ke bawah, memantau pertempuran
"Aku sungguh beruntung. Tidak sia-sia pada masa muda aku mendalami seni Qinggong," pikir Altai sambil melesat di udara.Qinggong adalah seni meringankan tubuh."Hari ini, dengan kemampuanku sebagai Kaishi, aku mampu berpindah seperti teleportasi," pikirnya lagi, semangatnya membara.Angin dingin menerpa wajahnya dengan kekuatan yang cukup untuk membuat kulit siapa pun terasa membeku. Jubah hitamnya berkibar liar, seolah menari dalam irama kecepatan yang mustahil dijangkau manusia biasa.Setiap gerakan Altai meninggalkan jejak samar energi berkilauan di udara, menciptakan pemandangan seperti bintang jatuh di langit malam yang pekat.Altai sedikit menarik napas lega, menoleh ke belakang untuk memastikan.Langit yang gelap hanya dihiasi bulan sabit yang pucat, tanpa tanda-tanda ancaman yang mengejarnya.Tidak ada pemuda Abadi itu, dan tidak ada makhluk ungu mengerikan itu.Dada Altai mengembang besar ketika ia menghirup udara dingin dengan rasa puas yang tidak bisa disembunyikan. "Pasti