Sebelum benar-benar memulai perjalanannya menuju Gurun Hadarac yang jauh dan penuh tantangan, Rong Guo menyempatkan diri untuk singgah di Kota Biratama, kota terdekat yang menawarkan sedikit perbekalan dan persiapan terakhir.Langkahnya kini membawanya ke Pasar Barat, tempat yang lebih sepi dibandingkan keramaian hiruk-pikuk Pasar Timur yang terkenal. Di sini, penduduk kota yang sederhana lalu-lalang dengan barang dagangan yang tampak lebih murah dan bersahaja."Tak akan lagi aku menyamar sebagai seorang Taois," gumam Rong Guo pelan, sambil memandangi kerumunan di sekitarnya. "Lebih baik kali ini aku mengenakan pakaian seperti rakyat jelata, tidak mencolok."Dengan niat itu, ia melangkah ke salah satu kios yang menjual pakaian sederhana. Matanya tertuju pada sebuah busana berpotongan sopan yang tampak biasa saja namun cukup layak.Setelah memutuskan, ia mengambil pakaian tersebut dan berdiri di depan cermin kayu yang agak buram. Kesan yang muncul di pantulannya jauh dari apa yang diha
“Pedang Bianglala!”Rong Guo memompa energi sejatinya dari dantian dengan intensitas luar biasa. Tangannya bergetar, penuh dengan hawa murni yang membara, langsung mengalir ke senjata payung karatannya.Saat ia menyapu payung rusak tersebut ke udara, sebuah lengkungan berwarna tujuh warna muncul, memantulkan warna-warna bianglala yang berpendar dalam semburat energi sejati yang dahsyat.TRANG – TRANG!Suara benturan senjata terdengar memekakkan telinga, saat lintasan payung Rong Guo bertemu dengan senjata rahasia yang dilemparkan para murid Sekte Lembah Hijau.Gelombang energinya memapas senjata-senjata An Qi itu seolah-olah mereka hanyalah kertas rapuh, jatuh ke tanah tanpa daya.Dalam sekejap, pedang di tangan gadis Sekte Lembah Hijau terlempar. Pedang tersebut bergetar hebat sebelum lepas dari genggaman tangannya, membuat gadis itu tersentak mundur.“Aduh!” Gadis itu berteriak seraya mundur selangkah.Pandangannya beralih ke telapak tangannya yang kini memerah, lecet akibat bentura
“Tuan berdua, tampaknya mengikuti Taoist ini sejak dari pelabuhan Kapal Biratama. Ada apakah gerangan?” Rong Guo bertanya, suaranya datar, tanpa menunjukkan sedikit pun emosi di wajahnya.Meski terkesan tenang, ia sudah bisa menebak maksud mereka sejak jauh hari, namun tetap berpura-pura sopan sesuai tata krama Jianghu yang ia junjung.Pendeta Yunho, yang berdiri dengan postur tinggi dan berwibawa, tersenyum tipis. Sinar matahari yang redup di balik awan menyinari punggungnya, menciptakan bayangan panjang yang melambangkan kekuatan misterius di balik sosok religius dari seberang lautan itu.“Bergabunglah bersama kami, Guru Tao Guo,” ucap Pendeta Yunho dengan nada rendah namun sarat makna."Kulihat, Anda memiliki kepandaian yang sangat mumpuni. Namun, jika beraliansi dengan kami, kekuatan Anda akan semakin cemerlang. Ingatlah, di depan sana, banyak ahli-ahli dengan kepandaian tinggi yang menunggu. Bukan hanya dari benua ini, melainkan juga dari kerajaan di seberang lautan!"Ucapannya m
Pada saat itu, suasana di bawah pandangan Rong Guo sangat mengerikan.Mayat-mayat bergelimpangan di tanah, tubuh mereka terbujur kaku dengan luka-luka parah, beberapa bahkan sudah kehilangan nyawa. Darah yang membasahi tanah menciptakan pemandangan mengerikan di bawah sinar rembulan yang redup.Di tengah kekacauan ini, seorang perempuan setengah tua yang berpakaian seperti biarawati terlihat tengah bertempur dengan gigih, perjuangan antara hidup atau mati.Biarawati itu dikelilingi oleh tiga sosok jago yang mengenakan pakaian asing, jelas bukan penduduk asli Benua Longhai. Ketiga jago ini memegang pedang panjang, dikenal sebagai katana, dan keahlian mereka dalam bertempur sangat mematikan.Jauh diketinggian pucuk hutan bambu yang menjulang, Rong Guo terkejut. “Biarawati Zhenxin dari Sekte Gurun Gobi,” desisnya.Dengan mata tajam, ia mengamati pertarungan yang berlangsung di bawahnya. Tubuhnya bergetar halus mengikuti gerakan batang bambu tempatnya berdiri, bergerak perlahan saat terti
Kelakuan orang-orang dari Kekaisaran Taiyang benar-benar biadab. Mereka tak peduli bahwa wanita-wanita yang mereka kalahkan adalah para biarawati suci dari Sekte Gurun Gobi.Di tengah malam yang seharusnya tenang, suara kekehan mereka terdengar nyaring, mencerminkan nafsu yang begitu rendah dan memecah kesunyian Hutan Zhulin. Kegelapan malam seakan menambah kesan betapa keji tindakan mereka."Ayo! Telanjangi wanita-wanita itu! Lihat betapa mereka menantang! Dari luar tampak polos, tapi lebih ganas daripada pramuria di rumah bordil!" seru Hoshino Yuchen, samurai terkuat dalam rombongan, memberi perintah dengan nada penuh gairah.Mendengar perintah tersebut, seolah dilepaskan dari rantai, para pengikut Pangeran Arata menyerbu perempuan-perempuan dari Sekte Gurun Gobi. Bagaikan binatang buas yang kelaparan, mereka menerkam dengan niat busuk yang membara.Jerit tangis dan lolongan perempuan-perempuan yang tak berdaya memenuhi udara, kalah oleh suara liar para praktisi Taiyang yang sedang
Pagi harinya, Rong Guo berjalan dengan langkah ringan, meninggalkan Hutan Zhulin yang gelap dan penuh misteri.Udara yang lembab dan aroma tanah basah masih terasa di ujung hidungnya, namun perlahan-lahan pemandangan berubah di depannya. Hutan hijau yang subur kini berganti dengan hamparan tanah yang kering dan berbatu-batu, serasa dunia lain yang baru saja ia masuki."Apakah ini tandanya aku akan segera mencapai Gurun Hadarac?" gumam Rong Guo, menyipitkan mata saat memandang jauh ke depan, ke arah kegersangan yang membentang hingga ke cakrawala.Angin panas tiba-tiba menerpa wajahnya, membawa butiran pasir yang kasar dan menusuk kulit. Rong Guo segera mengeluarkan selembar kain dari dalam pakaiannya, dengan cekatan melilitkannya di sekitar kepala dan menutupi wajahnya.Kain itu tidak hanya melindungi dari sengatan matahari yang terik, tetapi juga dari debu dan pasir yang berterbangan di udara.Matahari yang baru terbit di ufuk timur kini berubah menjadi ancaman lain. Panasnya tak ter
Menjelang tengah malam, Gurun Hadarac tampak sunyi senyap di bawah langit berbintang. Angin berhembus perlahan, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.Pada beberapa bagian pasir di Gurun Hadarac, lapisan tipis es mulai terbentuk di atas pasir, memberikan kesan kontras dengan panas terik yang mendidih di siang harinya.Suhu ekstrem gurun ini benar-benar memisahkan dua dunia yang berbeda—siang dan malam.Namun, kesunyian di jantung Gurun Hadarac itu tidaklah abadi.Nampak ribuan praktisi, dari berbagai penjuru benua, berkumpul di sana, membentuk lingkaran raksasa yang mengelilingi gunung pasir kecil di pusatnya.Suara bisik-bisik dan langkah kaki terdengar samar di antara hembusan angin malam, menandakan kegelisahan yang terpendam di tengah kerumunan. Semua mata tertuju pada tujuan mereka—peta Airmata Giok Fenghuang.“Apakah semua pecahan peta Airmata Giok Fenghuang sudah lengkap?” tanya seorang pria setengah baya dengan suara serak, nyaris berbisik namun cukup keras untuk menembus ke
Saat jumlah praktisi yang tersisa mulai menyusut—sekitar seperdelapan dari jumlah awal—Rong Guo mengambil keputusan.Dengan hati-hati, dia melompat ke tengah-tengah area istana yang baru setengah muncul dari dalam tanah. Gerakannya tidak terlalu cepat, memastikan bahwa ia tidak menarik perhatian berlebihan."Harus berhati-hati... mengukur setiap langkah sebelum bertindak," pikirnya dalam-dalam, sambil melayang diatas gundukan pasir, sebentar lagi akan menginjak lantai istana.Namun, firasat buruknya segera terbukti benar.Ketika kaki kanannya menjejak lantai istana yang berbatu suram, ia merasakan arus kuat menariknya ke arah bawah tanpa peringatan. Tubuhnya terseret, meluncur dalam kecepatan yang tak terduga, saat lantai istana terbuka lebar seperti mulut harimau.Saat melayang dengan cambukan angin menerpa pipin, Rong Guo membatin penuh kewaspadaan. "Seperti yang kuduga," batin Rong Guo lagi.Namun, dia tidak panik dengan kajadian tak terduga ini.Sebagai praktisi tingkat Setengah K
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa