Pada saat itu, suasana di bawah pandangan Rong Guo sangat mengerikan.Mayat-mayat bergelimpangan di tanah, tubuh mereka terbujur kaku dengan luka-luka parah, beberapa bahkan sudah kehilangan nyawa. Darah yang membasahi tanah menciptakan pemandangan mengerikan di bawah sinar rembulan yang redup.Di tengah kekacauan ini, seorang perempuan setengah tua yang berpakaian seperti biarawati terlihat tengah bertempur dengan gigih, perjuangan antara hidup atau mati.Biarawati itu dikelilingi oleh tiga sosok jago yang mengenakan pakaian asing, jelas bukan penduduk asli Benua Longhai. Ketiga jago ini memegang pedang panjang, dikenal sebagai katana, dan keahlian mereka dalam bertempur sangat mematikan.Jauh diketinggian pucuk hutan bambu yang menjulang, Rong Guo terkejut. “Biarawati Zhenxin dari Sekte Gurun Gobi,” desisnya.Dengan mata tajam, ia mengamati pertarungan yang berlangsung di bawahnya. Tubuhnya bergetar halus mengikuti gerakan batang bambu tempatnya berdiri, bergerak perlahan saat terti
Kelakuan orang-orang dari Kekaisaran Taiyang benar-benar biadab. Mereka tak peduli bahwa wanita-wanita yang mereka kalahkan adalah para biarawati suci dari Sekte Gurun Gobi.Di tengah malam yang seharusnya tenang, suara kekehan mereka terdengar nyaring, mencerminkan nafsu yang begitu rendah dan memecah kesunyian Hutan Zhulin. Kegelapan malam seakan menambah kesan betapa keji tindakan mereka."Ayo! Telanjangi wanita-wanita itu! Lihat betapa mereka menantang! Dari luar tampak polos, tapi lebih ganas daripada pramuria di rumah bordil!" seru Hoshino Yuchen, samurai terkuat dalam rombongan, memberi perintah dengan nada penuh gairah.Mendengar perintah tersebut, seolah dilepaskan dari rantai, para pengikut Pangeran Arata menyerbu perempuan-perempuan dari Sekte Gurun Gobi. Bagaikan binatang buas yang kelaparan, mereka menerkam dengan niat busuk yang membara.Jerit tangis dan lolongan perempuan-perempuan yang tak berdaya memenuhi udara, kalah oleh suara liar para praktisi Taiyang yang sedang
Pagi harinya, Rong Guo berjalan dengan langkah ringan, meninggalkan Hutan Zhulin yang gelap dan penuh misteri.Udara yang lembab dan aroma tanah basah masih terasa di ujung hidungnya, namun perlahan-lahan pemandangan berubah di depannya. Hutan hijau yang subur kini berganti dengan hamparan tanah yang kering dan berbatu-batu, serasa dunia lain yang baru saja ia masuki."Apakah ini tandanya aku akan segera mencapai Gurun Hadarac?" gumam Rong Guo, menyipitkan mata saat memandang jauh ke depan, ke arah kegersangan yang membentang hingga ke cakrawala.Angin panas tiba-tiba menerpa wajahnya, membawa butiran pasir yang kasar dan menusuk kulit. Rong Guo segera mengeluarkan selembar kain dari dalam pakaiannya, dengan cekatan melilitkannya di sekitar kepala dan menutupi wajahnya.Kain itu tidak hanya melindungi dari sengatan matahari yang terik, tetapi juga dari debu dan pasir yang berterbangan di udara.Matahari yang baru terbit di ufuk timur kini berubah menjadi ancaman lain. Panasnya tak ter
Menjelang tengah malam, Gurun Hadarac tampak sunyi senyap di bawah langit berbintang. Angin berhembus perlahan, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.Pada beberapa bagian pasir di Gurun Hadarac, lapisan tipis es mulai terbentuk di atas pasir, memberikan kesan kontras dengan panas terik yang mendidih di siang harinya.Suhu ekstrem gurun ini benar-benar memisahkan dua dunia yang berbeda—siang dan malam.Namun, kesunyian di jantung Gurun Hadarac itu tidaklah abadi.Nampak ribuan praktisi, dari berbagai penjuru benua, berkumpul di sana, membentuk lingkaran raksasa yang mengelilingi gunung pasir kecil di pusatnya.Suara bisik-bisik dan langkah kaki terdengar samar di antara hembusan angin malam, menandakan kegelisahan yang terpendam di tengah kerumunan. Semua mata tertuju pada tujuan mereka—peta Airmata Giok Fenghuang.“Apakah semua pecahan peta Airmata Giok Fenghuang sudah lengkap?” tanya seorang pria setengah baya dengan suara serak, nyaris berbisik namun cukup keras untuk menembus ke
Saat jumlah praktisi yang tersisa mulai menyusut—sekitar seperdelapan dari jumlah awal—Rong Guo mengambil keputusan.Dengan hati-hati, dia melompat ke tengah-tengah area istana yang baru setengah muncul dari dalam tanah. Gerakannya tidak terlalu cepat, memastikan bahwa ia tidak menarik perhatian berlebihan."Harus berhati-hati... mengukur setiap langkah sebelum bertindak," pikirnya dalam-dalam, sambil melayang diatas gundukan pasir, sebentar lagi akan menginjak lantai istana.Namun, firasat buruknya segera terbukti benar.Ketika kaki kanannya menjejak lantai istana yang berbatu suram, ia merasakan arus kuat menariknya ke arah bawah tanpa peringatan. Tubuhnya terseret, meluncur dalam kecepatan yang tak terduga, saat lantai istana terbuka lebar seperti mulut harimau.Saat melayang dengan cambukan angin menerpa pipin, Rong Guo membatin penuh kewaspadaan. "Seperti yang kuduga," batin Rong Guo lagi.Namun, dia tidak panik dengan kajadian tak terduga ini.Sebagai praktisi tingkat Setengah K
Kondisi Han Seolmin dan Pendeta Yunho benar-benar bagaikan telur di ujung tanduk. Jika tidak ada tenaga bantuan yang datang, mereka berdua akan tewas dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari seperbakaran Hio (Perhitungan waktu setara lima belas menit.)Suasana labirin itu tegang, setiap detak jantung terasa menegangkan, dan aroma kematian tercium semakin dekat.Di sisi lain, beberapa praktisi Taiyang berdiri menonton dengan tatapan tajam, siap turun tangan jika keadaan semakin genting.Di pihak lain, Samurai Sogo mengayunkan katana dengan energi yang mengerikan. Katananya seakan lenyap menjadi bayangan, berdengung seperti angin musim dingin yang mengancam.“Mati!” desis Sogo, suaranya menggeram penuh kebencian saat ia melancarkan serangan ke arah Pendeta Yunho.Dengan kekuatan yang sangat dahsyat, katana Yunho menebas, mengeluarkan aura yang seakan bisa memecah langit. Saking dahsyatnya, lekuatan pedang itu hampir setara dengan ribuan jin beratnya, membuat pedang di tangan Pe
Setelah mengalahkan rombongan Praktisi dari Taiyang, Rong Guo menghilang secepat angin malam yang berhembus tanpa jejak.Dengan menggunakan Qinggong miliknya, sebuah ketrampilan yang terkenal sebagai teknik tertinggi di Benua itu, keberadaannya lenyap begitu saja, tak terlihat oleh Pendeta Yunho maupun Pangeran Han Seolmin.Satu detik ia masih di sana, dan detik berikutnya, seperti bayangan yang tersapu cahaya, dia sudah tak terlihat.Rong Guo kini melangkah memasuki sebuah ruang luas yang tampak seperti taman tua yang ditinggalkan.Suasana di tempat itu suram, dipenuhi rerumputan kering yang tumbuh liar setinggi pinggang, seolah-olah menjadi saksi bisu bagi waktu yang berlalu tanpa perawatan. Angin berdesir pelan, membuat ilalang itu bergoyang, menciptakan suara gemerisik halus yang menggetarkan udara.Rong Guo melirik rerumputan tinggi itu dengan sorot mata tajam, mengenali mereka dari memori lama yang tersimpan dalam ingatannya."Ilalang Surgawi...?" batinnya terkejut, mengingat pe
"Mahluk terkutuk! Rasakan pembalasan ini!" teriak Lin Daiyu dengan penuh semangat, suaranya menggema di tengah medan yang dipenuhi ilalang.Dengan kecepatan yang memukau, tubuhnya melesat laksana seekor rajawali yang sedang menerkam mangsa. Kedua tangannya terbentang lebar, memegang crossbow yang siap dilepaskan.Gerakan Qinggong-nya begitu anggun, seakan-akan setiap langkahnya di udara adalah tarian ilahi, seiring dengan pelatuk yang ditariknya dalam satu gerakan sempurna.Pemandangan itu begitu indah, memancarkan kesan bahwa Lin Daiyu adalah seorang dewi perang yang turun dari langit.Di bawahnya, Ular Mahkota Perak, makhluk raksasa dengan tubuh berkilauan bagai baja, baru saja melibas ekornya dengan dahsyat. Akibatnya, lima murid Sekte Lembah Hijau terhempas keras ke tanah, tulang mereka terasa retak dan tak berdaya.Sang ular Kepala Mahkota tidak sadar bahwa bahaya lebih besar sedang mengintai dari ketinggian—Lin Daiyu yang tengah bersiap menuntaskan serangannya.SWISH-SWISH-SWIS
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit