Keesokan harinya, tepat pada waktu yang sama sesuai dengan janji Du Shui, Rong Guo sudah berdiri di depan bangunan Biro Bayangan Malam di Pasar Gelap.“Masih dengan pintu setengah terbuka, bau kertas dan tinta serta bunyi gemerincing tabung-tabung pembawa berita yang bergerak bergesekan,” batin Rong Guo, sambil menatap bangunan yang terlihat misterius namun menyimpan banyak sumber informasi itu.Tanpa ragu-ragu, dia membuka pintu setengah terbuka itu.Namun, tak ada siapapun di dalam ruangan, selain bunyi gesekan tabung pipa yang berbunyi halus.“Tuan Du Shui, aku datang!” teriak Rong Guo.Tak ada jawaban dari Tuan Du Shui. Namun ada sebuah suara lain terdengar samar-samar berbicara. Suara itu sepertinya menggunakan kekuatan hawa murni, karena dikirim dari tempat yang jauh, namun terdengar seperti berbisik pelan di telinga Rong Guo. “Seorang praktisi di Ranah Pendekar Merak Api?” batin Rong Guo.“Dao Shi... silakan masuk ke dalam. Aku sudah menunggu Anda sejak tadi!” kata suara itu be
Sekte Ye Hua terletak di kaki Gunung Baiyun, sekitar seratus lie dari Kota Jiangzhou. Meskipun statusnya adalah sekte Bintang Empat, Sekte Ye Hua sebenarnya berada di bawah supervisi Sekte Khong Tong – sekte Bintang Lima, salah satu sekte aliran Putih yang ternama di Kekaisaran Yue Chuan.Mengapa Sekte Ye Hua masih berada di bawah perlindungan Sekte Khong Tong? Jawabannya adalah karena di Sekte Ye Hua tidak terdapat satupun kultivator yang memiliki kesaktian di ranah Pendekar Lotus Emas. Sementara syarat untuk disebut sekte Bintang Lima adalah memiliki sekurang-kurangnya seorang kultivator di tingkat Pendekar Lotus Emas, untuk mendapat pengakuan dunia bahwa sekte itu termasuk dalam jajaran sekte Bintang Lima.Xu Jian, Pemimpin Sekte Ye Hua, adalah kultivator dengan tingkat kepandaian di ranah Menengah Kura-kura Zircon – membuat Sekte Ye Hua belum memenuhi kualifikasi untuk disebut Sekte Bintang Lima.Baru-baru ini, tidak lebih dari dua tahun yang lalu, terjadi kehebohan besar di Sekte
Lu Qiang dan Liang Fen, dua murid kunci Sekte Ye Hua, seketika melancarkan Jurus Tarian Dewa Perang. Pedang di tangan dua pemuda jenius ini lenyap dalam gulungan sinar pedang berwarna putih, memancarkan desingan nyaring yang menggetarkan telinga.“Bagus! Serangan pedang yang mematikan! Ternyata kabar beredar bahwa Jurus Pedang sekte Ye Hua yang berbehaya, itu bukan isapan jempol nelaka!” Song Xuefeng dari Ekspedisi Kuda Perak memuji.Gulungan sinar pedang putih itu berlomba mendekati Imam Tao yang khusyuk dalam doa, seakan-akan tak terganggu oleh ancaman energi pedang yang mengancam nyawanya."Tuk-tuk-tuk!""Orang yang berintegritas lebih dihormati daripada mereka yang bermain curang. Kehidupan yang jujur membawa ketenangan batin, sementara tipu daya membawa kehancuran." Suara Imam Tao itu bergaung, seolah suaranya memenuhi seisi Hutan Qingsong.Dilain pihak, suara muyu semakin keras diketuk, dan iramanya tetap teratur. Suara sang imam membaca doa dan ujar-ujaran kebajikan terasa meny
Menjelang pagi, suara ayam hutan jantan terdengar berkokok. Bunyinya nyaring terdengar memenuhi Hutan Pinus Qingsong. Sementara daun-daun pohon pinus yang tajam dan panjang seperti jarum terdengar bergemerisik ditiup angin pagi dari utara. Suasana di jalan sepi itu tampak menyeramkan, terutama ketika halimun berarak turun dari Gunung Baiyu, menambah kesan misterius dan mencekam.Saat itu, seorang Imam Tao tampak berdiri tegap dengan punggung yang lurus seperti batang jarum. Jubahnya yang kebesaran, terbuat dari linen kasar yang hampir lapuk, bergelombang tertiup angin pagi. Di kakinya, tergeletak sekumpulan mayat – jasad para kultivator dari Ekspedisi Kuda Perak dan dua murid penting Sekte Ye Hua.Imam itu faktanya Rong Guo. Ia masih diam dan memandang sosok-sosok yang membeku, dengan mata yang tak berkedip.Sejak kecil, hingga usianya menginjak lima belas tahun seperti sekarang, Rong Guo sudah sangat terbiasa melihat kematian dan pembantaian. Jadi, jangan harap ia memiliki rasa bersa
Memasuki musim gugur di Kekaisaran Yue Chuan, meskipun negeri ini berada di bagian Selatan Benua Longhai, keseluruhan iklim adalah empat musim sehingga udara terasa dingin.Tatkala angin berhembus dari kawasan Utara, dinginnya terasamenusuk tulang, menyelinap melalui setiap lapisan jubah yang terlihat bergelombang tertiup angin. Saat itu, puluhan kultivator senior dari Delapan Sekte Aliran Putih Bintang Lima berjalan menaiki anak tangga menuju aula utama di puncak Gunung Yin Lianhua.Pohon maple yang tumbuh di sisi kiri dan kanan undak-undakan tampak berwarna merah dengan sentuhan oranye.Ketika angin dingin musim gugur berdesau, banyak daun yang warnanya merah kekuningan jatuh sepanjang anak tangga. Pemandangan ini membuat semua kultivator dari delapan sekte Bintang Lima berhenti sejenak, menikmati keindahan daun maple yang berjatuhan pada hari pertama musim gugur. Mereka merasakan keindahan alam yang seolah-olah berbisik, mengiringi langkah mereka menuju aula utama."Menurut Anda, a
Tiba-tiba, ketegangan yang memenuhi atmosfer di Aula Biara Teratai Perak pecah dengan perkataan seseorang yang terdengar penuh semangat dan keyakinan.“Sebenarnya, apa sih keunggulan Imam Sesat Kecil itu? Mengapa dia seolah-olah menjadi bintang utama dari Aliran Hitam, sehingga kami dibuat seperti ketakutan? Aku yakin... kami, para jenius muda dari Aliran Putih pun, tidak kalah memiliki kemampuan tempur yang setara dengannya. Bahkan, aku yakin jika kami bertemu langsung dan bertukar pedang, kupastikan Imam Sesat Kecil itu akan bertekuk lutut di kakiku!”Sejenak suasana menjadi hening, sebelum suara pemuda itu terdengar lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.Seorang pemuda berusia delapan belas tahun berdiri di antara jajaran Sekte Wudang. Jubahnya berwarna putih bersih, lengkap dengan logo Sekte Wudang dan simbol Baigua yang tampak menonjol. Wajahnya bersih, dengan rambut diikat ke atas kepala membentuk gulungan kecil. Sebagai pelengkap hiasan rambut, sebuah pita kain satin berw
Udara musim gugur tahun ini membawa angin dari Utara yang membuat cuaca terlihat tidak menentu. Sebentar terang, namun tiba-tiba langit mendung, seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menarik tirai abu-abu di atas langit biru.Udara di Benua Longhai sendiri menjadi lebih dingin, memaksa orang-orang untuk lebih sering mengurung diri di dalam rumah, menikmati kehangatan api unggun yang gemeretak. Bau kayu terbakar menyebar, menciptakan suasana nyaman dan mengundang nostalgia akan musim-musim semi yang hangat, yang sudah berlalu.Di Biara Teratai Perak, tepatnya di aula biara, udara terasa memanas dan sesak. Bau dupa di udara, mengisi aula kuil dengan aroma yang khas - cendana, bercampur dengan sedikit aroma musk yang menyegarkan. Cahaya remang-remang dari lilin-lilin kecil dan lampu minyak menyoroti asap yang bergelombang ke udara, menciptakan bayangan menari di sekitar patung Buddha yang duduk dalam ketenangan abadi.Seorang pemuda tampak berlutut dipersidangan. Sementara di hadapann
Hawa panas didalam Aula Biara Kuil Teratai Perak sungguh Kontras, dengan hawa musim gugur di luar.Biarawati Zengxhin dari Sekte Gurun Gobi berdiri. Sambil mengayun-ayunkan Fuchen, ia berkata dengan nada suara tegas yang bergema di seluruh aula, menambah suasana tegang yang sudah ada.“Biarawati tua ini merasa, sudah selayaknya kaum muda para jenius dari delapan sekte aliansi menunjukkan gigi di kancah dunia persilatan. Namun, jika hanya satu atau dua sekte saja yang turun gunung, takutnya Aliran Hitam justru akan menertawakan kami dari Aliran Putih. Seolah-olah sentralisasi kekuatan hanya berada di Sekte Wudang saja!”“Padahal... sesungguhnya ada banyak jenius-jenius lain dari tujuh anggota aliansi yang memiliki kemampuan yang tidak kalah dibanding jenius-jenius dari Wudang,” lanjutnya dengan suara yang berirama, membakar semangat para pemimpin sekte di luar Sekte Wudang.Keheningan seketika melanda aula. Semua orang merasa ada aura permusuhan yang sengaja dilontarkan oleh Biarawati
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m
Di dalam dungeon, lantai tiga Hundun Yaosai,Monster kalajengking merah raksasa, sebesar kerbau, berdiri dengan penuh ancaman. Makhluk Dark Beast peringkat Naga Iblis ini mengurung tiga hunter yang berdiri di mulut dungeon berbentuk belantara. Mata mereka bersinar tajam, siap menghabisi.Pemimpin kalajengking merah itu, dengan suara serak yang dalam, mengancam. “Kalian akan mati di sini. Tiga orang, berani-beraninya masuk ke dungeon kami!”Tawa mengerikan mengiringi perkataan itu, suara kekehan dari lebih dari lima ratus kalajengking merah yang mengelilingi mereka.“Ayo kita santap mereka! Mereka masih muda, pasti dagingnya lembut dan manis!” kata salah satu kalajengking dengan suara garau.Suara gaduh seperti babi yang disembelih mengisi udara. Namun, yang mengejutkan, ketiga hunter itu tak tampak gentar. Bahkan, pemimpin mereka yang terlihat muda itu hanya tersenyum mengejek.“Ingin menyantap kami? Apa kamu yakin bisa?” tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.“Beraninya kamu!