“Ita, aku mau nanya deh, sama kamu, tolong jawab yang jujur, ya?” Aku mengangguk kalau sudah begini pasti Mbak Ning akan menanyakan sesuatu yang penting.“Ita, kamu pakai pelaris apa? Kok, toko kamu laris banget? Kata suamiku setiap hari toko kamu itu pelanggannya membludak kalau begitu terus kamu bisa kaya dan bisa buka usaha satu lagi.” Aku tidak kaget dengan pertanyaan Mbak Ning karena memang sudah ada beberapa orang yang menanyakan hal itu kepadaku mereka mengira Kami menggunakan pelaris padahal demi apa pun aku menjauhi hal-hal yang sangat dilarang oleh agama.“Mbak, mau tahu aku pakai pelaris apa?” Pancingku dan reaksi Mbak Ning sungguh luar biasa dia sangat tertarik“Iya, dong, mau! Aku juga kan, kepingin sukses kayak kamu, kalau kita sukses orang tua kita juga yang akan senang makanya aku tanya ini sama kamu barangkali bisa aku tiru,” jawab Mbak Ning antusias.“Sungguh beneran Mbak Ning, mau tahu dan mau meniru apa yang aku lakukan? Enggal nyesel nih, setelah aku beritahu?”
"Kenapa, Mbak? Apa ada yang salah dengan yang aku tulis?” tanyaku pada Mbak Ning.“Jadi, ini pelaris yang kamu pakai selama ini, Ta? Kamu mikir enggak sih, pakai otak kamu? Ini namanya bukan pelaris. Ita, pelaris yang aku maksud itu doa jampi-jampi dari orang pintar,” jawab Mbak Ning dari nadanya bicaranya dia sangat marah dan kesal padaku. Aku tersenyum saja menanggapi omelan mbak Ning.“Iya, kan, dari awal tadi Mbak Ning, tanya waktu kita di depan situ aku sudah jawab bahwa aku tidak pakai apa pun, tapi Mbak Ningnya ngeyel makanya aku catat inilah pelarisku selama ini yang aku amalkan. Mas Danu pun mengamalkannya begitu. Mau enggak nih, usahanya berkah, ya, enggak usah pakai jampi-jampi yang enggak jelas. Berdoa langsung sama Allah minta langsung sama Allah Subhanahu Wa Ta'ala,” jelasku. panjang lebar.“Sudah si, Ta. Enggak usah ceramah segala kamu di depanku. Pusing deh, ternyata tidak sesuai harapanku sia-sia buang-buang waktu saja tahu enggak!” omel Mbak Ning lagi.“Jadi, yakin
Rasa kesal kepada Mbak Ning dan juga rasa kantuk yang menguasai mataku sirna begitu saja saat aku mendengar suara perempuan itu di HP suamiku.Ini Mas Danu yang ceroboh atau Mas Danu yang dengan sengaja memberikan ponselnya pada Maya atau malah Maya yang sengaja mengambil HP Mas Danu secara diam-diam?Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin karena kalau mengambil diam-diam kan, ada CCTV dan pastinya Maya akan dituduh sebagai pencuri. Berarti ini memang benar-benar Mas Danu dalam keadaan sadar memberikan HP-nya pada Maya.Baru saja semalam di ruqyah saling meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi sesuatu perbuatan yang menyakiti hatiku ini sudah diulangi lagi, tapi kali ini aku tidak mau gegabah. Aku harus cari informasi lebih dulu.Aku segera mengganti pakaianku lalu berdandan sekedarnya mengoleskan bedak dan juga liptint ke bibirku.Lalu menyambar kunci motor aku akan segera datang ke toko membawakan makan siang pesanan Mas Danu.“Lho, Ita, kamu cantik sekali mau ke man
“Mas Danu dan yang lainnya lagi salat, ya? Kamu kenapa masih main HP. Kan, harusnya kamu salat juga. Orang itu kalau istirahat gunakan waktu semaksimal mungkin! Salat Zuhur, jadi nanti kalau ada ramai pelanggan kalian semua sudah salat,” tegurku pada Maya.“Anu, itu, Ta, aku lagi enggak salat makanya main HP,” jawab Maya. Dasar alasan saja kan, lebih baik dia makan siang dari pada main HP tidak guna begitu.“Ya, sudah kamu sana makan siang kalau nunggu nanti keburu toko rame!” titahku pada Maya.Dia terlihat kesal, tapi dia tetap mengambil kotak bekal di tasnya lalu memakannya tanpa menawariku.Amarahku masih kusimpan. Aku akan meluapkannya nanti ketika ada Mas Danu.Jadi, Mas Danu tidak bisa berdalih dengan alasan apa pun lagi dan aku ingin melihat ekspresi langsung dari keduanya.Waktu menunggu Mas Danu yang biasanya 20 menit terasa sangat cepat sekarang ini terasa sangat lama. Mungkin dikarenakan aku menahan amarah yang mengebu-gebu.“Assalamualaikum ... Masya Allah, Dik, kam
“Joko, ayo, cepetan kamu makannya! Aku sudah tidak betah lama-lama di sini!” ajak Maya pada Joko untuk segera kembali di toko ke dua kami."Sombong banget kamu, kalau kamu enggak betah di sini boleh kamu pergi dari sini! Enggak usah kerja lagi di sini. Astagfirullah ada ya manusia seperti kamu, Maya. Sekali lagi kamu berani macam-macam denganku, maka tidak ada toleransi apa pun lagi untukmu. Kamu, kupecat, paham kamu?!" bentakku pada Maya. Aku sudah benar-benar hilang kesabaran untuk menghadapi sikapnya yang absurd itu.“Bu—kan begitu maksudnya. Bukan enggak betah di sini. Maksudnya aku ingin cepat-cepat sampai ke toko aku ingin cepat-cepat istirahat,” jawab Maya terbata-bata.“Aku tidak pernah percaya lagi padamu, Maya. Jadi, apa pun yang kamu katakan masuk kuping kananku dan keluar kuping kiriku. Ingat, ya, sekali lagi kamu ngomong macam-macam di sini, maka tidak segan-segan akan memecat, camkan itu!”Maya mengangguk ketakutan lalu melirik pada Mas Danu kemudian dia duduk ber
Kenapa mereka menertawakanku, harusnya mereka mendukungku. Untung saja aku ini baik hati kalau tidak sudah pastikan mereka akan kupotong gajinya.“Sudah jangan malu-malu begitu aku saja tahu kalau kamu itu takut kehilanganku, Dik. Sama seperti aku yang takut akan kehilangan kamu. Pokoknya cintaku padamu, Nyai, tak akan pernah luntur seperti sabun mandi. Cintaku kepadamu, Nyai, akan abadi sampai ke surganya nanti. Itulah doa-doa yang selalu aku panjatkan di setiap sujudku."Lagi-lagi mendengar pernyataan Mas Danu justru ketiga temannya itu makin tertawa terbahak-bahak dan juga mengaminkan ucapan Mas Danu. Aku sebenarnya tersanjung, tapi juga malu. Mas Danu merayuku di depan orang lain tentu saja ini membuatku semakin salah tingkah.“Danu, agaknya aku harus berguru sama kamu ini agar aku bisa merayu istriku di rumah. Biar istriku itu makin cinta juga padaku,” ucap Joko.“Loh, kenapa musti belajar padaku? Aku saja belajar pada Karim, tadi itu. Karim saja bisa merayu Maya yang notabene b
Aku dan Mas Danu kembali tertawa terbahak-bahak karena ceritaku yang lucu. Sampai keluar air mata.“Terus gimana nasibnya Mbak Novi dan mobilnya, Dik?” tanya Mas Danu.“Mungkin pada akhirnya berhasil. Karena tadi aku tidak melihatnya sampai selesai. Aku hanya melihat sebentar sekali langsung pulang karena tadi Mamah Atik dan Novi sempat adu mulut sebentar.”“Semoga saja bisa diambil mobilnya karena sayang sekali itu kan, mobil baru kalau lecet sana-sini biaya perawatannya sangat mahal.”“Kalau mobil begitu biasanya kan, ada asuransinya, Mas. Jugaan masih masa garansi jadi aman-aman saja.”“Aamiin ... semoga saja begitu soalnya kasihan Mbak Novinya takutnya nanti pas suaminya pulang tiba-tiba tidak terima kalau mobil barunya nyungsep di got kan, yang ada malah mereka perang mulut.“Iya, semoga saja, begitu. Tadi itu pas kami pulang dari lihat mobil Novi yang kecemplung got, Mbak Asih sedang video call dengan Mas Roni. Mamah Atik sampai kesal jadinya aku tadi matiin Wi-Fi-nya. Aku
“Terus sekarang, Mbak Ning masih di rumah Mas, dia bilang padaku untuk menyampaikan salamnya padamu. Katanya MBak Ning pulangnya nanti nungguin kamu kalau sudah ada di rumah.”“Bagus itu. Alhamdulillah ... kalau Mbak Ning begitu semoga selamanya dia akan bersikap begitu kepada kita,” jawab Mas Danu dengan sungguh-sungguh mencerminkan bahwa dia adalah benar-benar orang baik yang tidak meminta apa pun pada orang lain.“Sebenarnya bukan hanya itu Mas, tapi ada sesuatu. Ada udang dibalik rempeyek itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan Mbak Ning.“Emang kenapa Mbak Ning, kok, ada udang dibalik rempeyek segala. Enak loh, Dik.”“Mas, jangan bercanda terus ini aku lagi serius rajukku.”“Ya, sudah, Mas, tidak bercanda. Ada apa dengan Mbak Ning. Coba ceritakan secara beruntun biar Mas ini tidak penasaran dan juga tidak suuzon pada dia.”“Mbak Ning, minta uang sangu padamu untuk anak-anaknya makanya dia rela pulang malam demi menunggu kedatangan kamu.”“Oh, kalau hanya itu Mas bisa kab
"Ya, Allah, Asih memang benar-benar, ya, bikin orang tua khawatir! Semoga saja Ibumu baik-baik saja mau menerima maafnya Asih."“Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana ekspresi ibunya Asih pas tahu Asih sudah bertaubat,” sahut Mbak Wulan. “Yang pasti pertama kalinya adalah dia tidak percaya. Terus yang kedua bersyukur banget dan yang ketiga pasti Asih akan dicium-cium," kata Mbak Fitri.“Iya, semoga saja begitu. Ibunya nanti pasti akan terkejut sekali apalagi Asih sudah nge-prank sampai malam ini tidak pulang-pulang." “Iya, ya, sudah kita tinggalin dulu ya, Mbak, masakannya. Kita salat isya jamaah,” ucapku lagi kepada Mbak Fitri dan Mbak Wulan.Kami bergantian mengambil air wudu lalu melaksanakan salat Isya berjamaah. Ya, Tuhan, nikmat mana lagi yang pantas aku dustakan? Aku dikelilingi orang-orang baik dan juga memiliki tetangga yang baik, ipar yang baik, mertua yang baik, semoga tali persaudaraan kami sampai ke jannah-Mu.Setelah selesai salat Isya, kami menyaksikan Mbak Asih ke
Sebelum wudu aku bergegas menghampiri Mbak Wulan dan juga Mbak Fitri yang ternyata sedang sibuk meracik lalapan untuk diletakkan di dalam nampan panjang.“Mbak Fitri, Mbak Wulan, maaf, ya, aku jadi cuekin kalian berdua, loh. Bukan maksud hati mau mencuekin kalian berdua, cuman tadi Mbak Asih banyak curhat enggak enak juga kalau ditinggal. Maaf banget ya, Mbak,” ucapku tulus.“Tidak apa-apa, Ta. Kami happy-happy aja kok! Di sini enggak usah merasa dicuekin. Lagi pula kan, tuan rumahnya bukan cuma kamu. Ada ibumu, ada mama mertua kamu. Kami tadi asik ngobrol, tapi karena kamu memang kebetulan lama makanya mereka nyusul ke sana. Semua sudah selesai, kita tinggal bikin sambal terasi aja, bikinnya nanti kalau bapak-bapak sudah pada pulang. Kalau bikin sekarang nanti enggak seger," jawab Mbak Wulan.“Iya, betul! Apa yang dibilang Fitri. Kami enjoy aja kok, lagi pula mungkin Mbak Asih memang lagi merasa ingin didengarkan, tapi sepertinya happy ending, ya? Sebab tadi kelihatan dari sini kamu
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Ta. Kamu sungguh berhati mulia. Aku menyesal sudah menyia-nyiakanmu selama ini."“Sama-sama, Mbak."“Oh, ya, Ita, nanti juga aku mau belajar ngaji Tahsin ikut kamu pengajian di rumah Ustazah, boleh?"“Boleh, pokoknya boleh semua kalau itu untuk kebaikan, Mbak Asih," jawabku semangat.“Sekali lagi, terima kasih atas kesabaranmu, aku jadi bisa begini. Karena kesabaran ibu dan doa ibu, aku jadi bisa memperbaiki diri seperti ini. Aku akan buktikan ke kamu dan orang-orang yang sudah menghinaku bahwa aku bisa jadi lebih baik lagi dari sebelumnya."“Nah, gitu dong, Mbak, semangat pokoknya! Mbak Asih harus tetap semangat dan istiqomah, bagaimana pun nanti rintangan dan ujiannya. Aku yakin, Mbak Asih, bisa karena aku tahu Mbak Asih ini Wonder Woman."“Wonder Woman sudah kayak lagunya Mulan Jameela aja. Makasih banyak, ya, adikku yang cantik. Alhamdulillah aku malam ini bahagia sekali, Ita."“Sama-sama, Mbakku yang cantik. Aku pun bahagia," jawabku.Kami
Sejatinya manusia itu memang berproses, dari yang tidak tahu apa-apa hingga tahu segalanya.Itulah sebabnya pendidikan sangat penting untuk kehidupan kita baik itu pendidikan agama, pendidikan di bangku sekolahan, ataupun pendidikan dari lingkungan sekitar. Itu semua yang akan menyebabkan kita jadi lebih baik, dewasa, dan bisa menyikapi segala sesuatu dengan adil sesuai porsinya.Aku percaya memang semuanya butuh proses, begitupun dengan Mbak Asih. Siapa yang akan menyangka dengan tiba-tiba di senja ini penuh dengan kejutan. Dia menyadari semua kesalahannya, dia menyadari semua kekhilafannya.Senja bahagia bagiku dan keluargaku, meskipun masih banyak kerikil yang menghalangi jalan hidup kami di depan. Salah satunya adalah teror yang ditujukan untuk keluarga kecilku. Tapi, itu semua tidak berarti apa-apa karena aku malam ini sungguh bahagia dengan perubahan Mbak Asih.Terima kasih ya, Allah ... Engkau telah kabulkan doa kami. Terima kasih ya, Allah, satu demi satu kehidupan yang aku j
Aku tersenyum menanggapi curhatan Mbak Asih. Dia memang benar-benar luar biasa bisa mengendalikan emosinya saat bertemu dengan orang yang dicintainya sekaligus orang yang membuat hidupnya berantakan dan hancur.“Alhamdulillah ... semoga Mbak Asih tetap istiqomah pada keputusan, Mbak Asih. Mbak Asih tidak goyah lagi. Aku doakan semoga suatu hari nanti akan dapat jodoh yang jauh lebih baik dari Mas Roni. Kalau Ibu tahu ini pasti Ibu senang banget, Mbak, nanti aku kasih tahu Ibu, ya?” ucapku.“Jangan, Ta, jangan dikasih tahu ibu, biar aku saja yang bilang sekaligus aku meminta maaf pada ibu,” jawab Mbak Asih.“Oh, gitu, Mbak. Ya, sudah baiklah ... semangat ya, Mbak, untuk hidup yang lebih baik lagi. Intinya aku hari ini senang sekali bisa melihat Mbak Asih begini. Oh, ya, lusa kita ada ruqyah lagi, Mbak Asih, mau kan, di ruqyah lagi?” tanyaku.“Mau, dong, Ta! Setelah ruqyah dua kali kemarin aku memang merasa lebih nyaman dan tenang gitu. Jadi, kalau besok aku di ruqyah lagi aku senang. T
“Mbak Asih, mau ikut masak-masak atau tetap di sini?” tanyaku padannya.“Aku, mau di sini saja, Ta, sambil menunggu waktu Isya Aku ingin ngaji,” jawab Mbak Asih.“Alhamdulillah ... aku senang sekali. Mbak Asih bisa begini. Akhirnya doa-doa tulus kami untuk Mbak Asih dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau boleh tahu memang tadi Mbak Asih ketemu dengan Mas Roni, apa yang dibicarakan, kok sampai Mbak Asih bisa berubah sedrastis ini?” tanyaku padanya.Aku penasaran sekali karena setelah pertemuan tadi dengan Mas Roni Mbak Asih tiba-tiba saja langsung berubah. Aku percaya tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah dan Allah itu maha membolak-balikkan hati hambanya itu sebabnya Mbak Asih bisa berubah seperti ini.Aku hanya penasaran saja apa yang katakan dengan Mas Roni sampai membuatnya tersadar bahwa yang dilakukannya selama ini adalah salah.“Tadi itu, Ta, aku dan Mas Roni berantem hebat,” jawab Mbak Asih.“Berantem gimana maksudnya? Mas Roni tidak main fisik, kan, Mbak? Dia tidak
“Iya, ayo kita salat dulu, Ta! Nanti keburu waktu maghribnya habis!” ajak Mbak Asih.Aku, Mbak Wulan, Mbak Fitri, saling berpandangan heran melihat tingkah Mbak Asih yang tiba-tiba bisa senormal ini. Ya, Allah, semoga saja Mbak Asih tidak akan kumat lagi dan benar-benar menjadi orang normal seperti sebelumnya.“Ini coklat dari mana, Ta?" tanya Mama Atik.“Mbak Asih yang bawa. Itu katanya dikasih Mas Roni. Tadi mereka habis ketemuan di ujung gang sana.”“Ya, Allah, ketemuan sama istri cuma dikasih coklat!?” Mamah Atik pun heran dengan tingkah Mas Roni.“Iya, gitulah, Mah, namanya juga Mas Roni. Ya, sudah, aku salat dulu minta tolong itu kue cubitnya, ya, Mah? bentar lagi mateng.”“Iya, ya, sudah sana kalian salat dulu.”selesai salat aku bermunajat pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala nikmat yang telah diberikan padaku dan keluargaku hari ini. Semoga apa yang kami lakukan hari ini jika terdapat banyak kekhilafan Allah yang mengampuni dosa-dosa kami dan apabila terdapat banyak ke
"Ada apa, ya, Guccinya bisa jatuh sendiri, Ta?” tanya Mbak Wulan..“Setahu, aku, Mbak, biasanya sih, kesenggol kucing. Dia itu kan, punya kucing kecil. Dia tuh suka lari sana, lari sini dan suka merobohkan benda-benda gitu, tidak sengaja sih,” jawabku beralasan.“Ya, sudah enggak usah di perhatikan lebih baik kita sekarang masak sebentar lagi Magrib dan suami-suami kita pasti akan pulang," imbuhku.Kami menyiapkan bahan-bahan yang akan kami masak setelah Maghrib, meski sebenarnya hatiku gelisah karena memikirkan Gucci yang jatuh tadi, tapi aku berusaha bersikap biasa saja agar tetanggaku tidak mengetahui masalah yang kami hadapi saat ini.“Ita ... assalamualaikum lihat nih aku dapat coklat,” sapa Mbak Asih, dia masuk dari pintu samping.”“Coklat dari mana, Mbak, banyak sekali?” jawabku. Mbak Asih masih menenteng plastik berlogo minimarket terkenal seantero negeri ini.“Dapat, dari Mas Roni. Tadi aku ketemuan sama dia di ujung gang sana,” jawab Mbak Asih. Berarti benar apa yang diceri
“Wah, boleh itu nanti habis Maghrib. Kalu kita masak-masaknya sekarang kan, ini sudah mau Maghrib lebih baik kita persiapan untuk salat dulu.”Tak lama berselang Mbak Wulan dan Mbak Fitri datang.“Waalaikumsalam ... alhamdulillah ada tamu jauh silakan Mbak Fitri, Mbak Wulan, masuk. Ayo, kita langsung ke ruang tengah saja!” ajakku pada kedua temanku. Aku bahagia sekali kalau ada tamu yang datang ke rumah.“Masya Allah ... Ita, Mbak benar-benar baru kali ini masuk rumah kamu. Waktu pengajian itu kan, tidak sempat datang yang datang suami. Masya Allah rumahmu bagus sekali, ya. Doakan Mbak Fitri biar bisa punya juga rumah begini, ya, walaupun tidak sebagus punya kamu setidaknya mirip-mirip sedikit lah, Mbak seneng loh kalau main di rumah orang kaya, tapi orang kayanya baik hati,” ucap Mbak Fitri.“Alhamdulillah Mbak ... ini semua berkat doa orang tua dan kegigihan kerja keras suamiku. Mari silakan, aku ambilin minum dulu ya, Mbak Wulan sama Mbak Fitri mau minum apa, nih?”“Ya, Allah, sera