"Yang lalu biarlah berlalu, Dik, jangan kamu ungkit lagi nanti khawatir hatimu akan sakit jika mengungkit tentang masa lalu. Biarlah masa lalu kita yang pahit itu kita kubur dalam-dalam untuk kita jadikan sejarah lalu kita ceritakan kepada anak cucu kita kelak agar mereka tahu dulu orang tuanya seperti apa dan agar mereka tidak sombong sebab mereka tahu tentang sejarah hidup orang tuanya di masa lalu, jadi bisa untuk mawas diri,” ucap Mas Danu, aku mengangguk setuju dengan pendapat Mas Danu.Sebenarnya bukan bermaksud mengungkit tentang pahit dan pedih masa lalu hanya saja untuk mawas diri agar aku tidak berbuat semena-mena kepada orang miskin dan agar aku selalu bersyukur atas apa yang sudah Allah berikan padaku.“Alhamdulillah ... Mama Atik yang baru bertemu dengan kalian pun sangat bangga pada kalian apalagi orang tua kalian yang mendidik kalian dari kecil. Mamah selalu berharap kalian akan terus seperti ini sampai kapan pun rendah hati dan juga menghormati siapa pun.”“Insya Alla
“Heh! tunggu mau ke mana kamu bukanya minta maaf malah nyonong pergi aja kualat nanti kamu!” teriak Mamah Atik seraya melempar mobil Novi menggunakan batu kerikil.“Sudah biarin saja yang penting Kia enggak kenapa-kenapa. Kianya hanya kecemplung comberan saja,” cegah ibuku saat Mamah Atik hendak melempar batu yang berukuran lebih besar ke arah mobil Novi.“Songong bener, jadi manusia. Baru juga punya mobil kecil begitu sudah sombongnya naudzubillah apalagi punya mobil Alphard. Duh, heran sama orang-orang kaya baru zaman sekarang ini enggak punya sopan santun sama sekali,” gerutu Mamah Atik.“Sudahlah Mah, biarin saja ini Kianya juga sudah diam nangisnya hanya kecemplung comberan dimandikan saja nanti bersih lagi kok,” sahutku ikut mengademkan kemarahan Mamah Atik.Kulirik ke arah Mbak Asih, dia hanya terkekeh saja mungkin baginya Kia kecemplung comberan adalah suatu kelucuan dan yang membuatku makin heran adalah meski Mbak Asih terkekeh tertawa tatapannya tetap lurus ke depan.“Anak I
Pantaslah jika ibu mertuaku curiga kepada Mas Roni bahwa Mas Roni sudah pakai pelet. Karena menurutku juga cintanya Mbak Asih pada Mas Roni itu tidak wajar bahkan sangat berlebihan sampai dia lupa pada dirinya sendiri sampai dia rela mengorbankan segalanya untuk Mas Roni.“Istighfar, Asih, kamu enggak boleh begitu terlalu cinta pada manusia. Itu tidak baik nanti Allah cemburu padamu. Kalau Allah sudah cemburu padamu nanti murka padamu, kalau Allah sudah murka nanti hidupmu susah, jadi kalau cinta pada manusia sekalipun itu suami kita sendiri harus sewajarnya jangan melebihi cinta kita kepada sang pencipta itu tidak boleh.” Nasehat ibuku pada Mbak Asih.“Apa betul begitu Bulek? Memangnya aku ini terlalu berlebihan mencintai Mas Roni?” tanya Mbak Asih.“0h, ya, jelas kamu terlalu berlebihan cinta sama Roni. Semua-semua kamu lakukan untuk Roni. Coba pikir pakai akal sehatmu itu, apa Roni selama ini peduli padamu. Kamu hamil pun dia tidak pernah menengokmu. Tiak pernah membawakan makanan
"Yah, namanya juga orang enggak punya adab, jadi gitu deh! Kalau ngeliat orang bahagia dia enggak suka. Biasa orang kaya baru,” sindir Bu Rum gengnya Bu Jum.“Sudah, Mah, jangan diladeni kita pulang saja!" ajakku pada Mamah Atik.“Karma ibayar tunai, makanya Novi, kamu itu kalau melakukan sesuatu harus bertanggung jawab. Ya, minimal minta maaflah, jadi kamu juga tidak kesusahan begini,” ucap Mamah Atik pada Novi Yang masih saja menangis melihat mobil Karimunnya masuk ke dalam got.“Halah Bilang aja kamu iri karena enggak punya. Makanya kamu ngomong kayak gitu,” sahut Novi. Oh rupanya dia masih nyambung juga apa yang dikatakan Mamah Atik.“Iri, sama kamu enggak lah, ya? Mobil Karimun beli kes lunas juga aku bisa. Kamu pasti kredit 'kan belinya, makanya itu mobil bunyi tit tit tit tit saat masuk ke got,” jawab Mama Atik.“Udah, deh, Mah. Enggak usah diladenin. Ayo, kita pulang saja dari pada Mamah nanti tambah emosi!” Kutarik tangan Mamah Atik agar menjauh dari kerumunan itu.“Eh, kamu
“Duh, capek deh, Roni lagi, Roni lagi? Emang dunia ini penuh dengan Roni. Asih-Asih, Mbok ya, kamu tu, eling, sadar orang itu bukan laki-laki yang baik masih saja kamu telepon-teleponan sama dia,” gerutu Mamah Atik.“Biarin, Mah. Biarin saja yang penting Mbak Asih seneng dari pada dia bengong, sedih, malah kita juga yang bingung.”Aku punya ide agar Mbak Asih berhenti menelepon Mas Roni. Dia kalau sudah berhubungan dengan Mas Roni pasti lupa dengan kami semua, meski kami duduk di sebelahnya.Lebih baik aku matikan Wi-finya saja dengan begitu video call mereka berhenti. Lagi pula Mbak Asih kan, tidak ada kuota, jadi tidak mungkin dia bisa menelepon Mas Roni lagi.“Ita? kok WIFi-nya mati apa mati lampu!” teriak Mbak Asih seraya menghampiriku yang sedang menidurkan Kia di depan TV.Benar saja kan, dugaanku pasti dia akan protes kalau WiFi-nya dimatikan, tapi lebih baik begitu. Mendingan aku mendengarkan omelan Mbak Asih dari pada dia terus terjebak oleh cinta semunya Mas Roni.“Enggak
Baru saja aku hendak keluar Ibu sudah keluar terlebih dahulu untuk menyambut mereka.“Sudah kamu tidurin Kia aja dulu biar Ibu yang menyambut mereka,” kata ibu, aku mengangguk.Kalau didengar dari suaranya sih, memang sepertinya rombongan banyak ada suara anak kecil juga dan itu sepertinya memang suara Mbak Ning.Sebenarnya aku sangat senang dan bahagia saudara-saudaraku mau berkunjung ke sini yang membuat aku mual dan bikin enek adalah mereka ke sini hanya ada maunya saja. Misalnya butuh bantuanku atau hanya minjem duit ya, pokoknya semacam itulah.Sebenarnya berdosa jika aku mengeluh begitu harusnya aku itu bersyukur karena masih dibutuhkan mereka, tapi entah kenapa aku tidak bisa membuang rasa kesal kepada mereka yang datang hanya untuk meminta bantuan sajaAh, pokoknya alasan di hatiku ini campur aduk jadi satu.Meski aku menidurkan Kia, tapi kupingku mawas untuk mendengarkan apa yang dibicarakan oleh mereka.Mama Atik dan Mbak Asih cekatan membawa cemilan dan air minum ke depan.
Mendengar pengakuan suami Mbak Ning sebenarnya aku ikut bahagia karena jika Mbak Ning hidupnya enak dia tidak akan menyusahkan orang tua dan saudara, tapi yang tidak enak didengar adalah nada sombong dari suami Mbak Ning. Ibu pun melengos buang muka ketika mendengar jawaban suami Mbak Ning.“Syukur ... alhamdulillah, kalau gitu, Mas. Aku ikut senang kalau Mbak Ning sukses berarti kan, Mbak Ning bisa bantu-bantu saudara yang lain.”“Apa bantu saudara-saudara yang mana yang mau aku bantu? Ingat, ya, Ta, bisnis adalah bisnis enggak ada ikatan saudara kalau mau Mbak bantu, iya, kasih utangan. Ngasih utangan cuma yang ada bunganya, ya, tidak kalah dengan di banklah setiap apa pun perbuatannya harus ada timbal baliknya gitu,” jawab Mbak Ning.“Oh, gitu, Mbak. Ya, barangkali aja, kan? Aku kan, hanya menebak-nebak. Oh, ya, Mbak dan Mas datang ke sini ada keperluan apa, ya?” tanyaku to the point.“Mbak mau minta tolong sama kamu,” jawab Mbak Ning.Kalau sudah ada kata minta tolong entah kena
"Kok, Mbak Ning, sekarang ngomongnya beda lagi? Kemarin Mbak Ning ngomong sama kita begitu kok, aku itu Mbak, enggak berani bohong karena kalau berbohong itu pasti dosa. Mbak Ningg ini enggak mau disalahin!” protes salah satu adik ipar Mbak Ning.“Sudah ah, jangan dibahas dulu itu yang penting kita tanya dulu nih, sama Ita, mau enggak dia itu nampung kalian berdua di sini. Enak loh, kerja sama Ita. Dia itu orangnya baik,” sahut Mbak Ning.“Enggak, Mbak, aku, kan, udah bilang dari tadi. Kalau aku tidak bisa terima karyawan perempuan karena itu banyak alasannya yang sudah aku bilang tadi itu. Maaf ya, Mbak, aku enggak bisa bantu,” jawabku halus.“Kamu itu pelit banget enggak mau bantu saudara sama sekali. Ingat, Ta, harta itu cuma titipan Tuhan, cuma dititipin kedua adik iparku aja enggak mau. Padahal mereka itu di sini mau bantu kamu tenaga mereka dikeluarin untuk kamu.” Mbak Ning bersikeras agar adiknya kerja di sini.“Udah, sih, Mbak Ning, enggak usah kayak gitu loh. Aku juga enggak
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau
Paginya saat aku baru saja membuka pintu rumah tepatnya setelah salat subuh tiba-tiba Novi datang ke tergopoh-gopoh menghampiriku.Tumben sekali dia datang sepagi ini.“Ita! Boleh aku minta tolong padamu sekali ini saja,” tanya Novi. Aku mengangguk meskipun sedikit ragu.“Ada apa, ya, Nov? Tumben sekali kamu subuh-subuh datang ke sini,” jawabku balik bertanya.“Itu, Suamiku belum ngambil uang di ATM dan kebetulan uangku juga habis. Hari ini susu anakku habis ini dia lagi nangis karena minta susu enggak aku buatin ditambah lagi listriku tokennya sudah bunyi. Kasih aku pinjam uang satu juta saja Ita, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti langsung aku ganti,” jawab Novi.“Oh, mau pinjam uang Nov? Pagi-pagi begini memang ada minimarket buka,” tanyaku lagi.“Ya, enggak, ada sih, Ta, tapi kan, setelah ini aku mau langsung ke minimarket mau beli susu sekalian mau beli token listrik. Kamu tahu kan, Ta, rumahku itu besar pemakainya banyak jadi boros sekali listriknya,” jawab Novi.“Kalau gitu
“Barusan ada kok. Cepat sekali mereka pergi. Kenapa kalau pulang tidak pamitan? Dasar manusia hutan tidak punya etika!” gerutu Mbak Wulan.“Sebentar, ya, aku lihat ke depan, barangkali dia ngobrol dengan Mas Danu dan yang lainnya," kataku seraya menghampiri suamiku yang sedang duduk di depan.Loh, kok tidak ada juga, ke mana, ya? Di sana hanya ada suaminya yang ikut ngobrol dengan Mas Danu. Apa Novi pulang mengantarkan anak-anak, ya?“Ti—dak kok, Nyah, semuanya aman terkendali, Nyonya di sana baik-baik, ya, pokoknya nanti pas pulang ke sini semuanya sudah beres dan nyonya pasti terkejut sama rumah barunya.” Aku mendengar suara Novi di teras, aku tengok rupanya dia sedang menerima telepon. Pantas saja aku cari ke mana-mana tidak ada. “Oh, yang taman depan rumah tenang saja, Nyah, itu juga sedang dikerjain sama suamiku. Pokoknya beres terkendali. Nyonya di sana jaga kesehatan, baik-baik pokoknya. Aku di sini akan menjaga amanah Nyonya,” ucap Novi lagi.Aku sedikit terkejut dengar ob
Kata Rasulullah saudara yang terdekat dengan kita adalah tetangga kita. Itu artinya kita harus bersikap baik kepada tetangga kita agar berikatan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong satu sama lain, tidak mungkin kan kita mati dikubur sendiri? Tidak mungkin juga kita dalam keadaan sakit pergi ke rumah sakit sendiri itu sebabnya kita diwajibkan selalu berbuat baik kepada orang lain terutama tetangga kita.Kalau kasusnya seperti Novi ini aku bisa apa? Dibaikin seenaknya sendiri, tidak dibaikin juga seenaknya sendiri, jadi serba salah.Jadi satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan adalah jika dia tanya aku jawab, jika tidak, ya, sudah diam saja yang penting jika, Novi memiliki kesusahan aku harus pasang badan untuk menolong walaupun dia sangat menyebalkan, tapi Novi tetangga dekatku dan juga temanku dari kecil.Aku mengamati Novi sejak tadi terus saja berbicara mengeluarkan unek-uneknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.Salahku
“Nov, langit itu tidak perlu memberitahukan bahwa dirinya tinggi karena tanpa diberitahu semua orang pun sudah tahu. Begitu juga dengan kehidupan kita, tak perlu lagi kita memberitahu kebahagiaan kita, harta-harta kita, kalau memang itu ada pasti nampak, kalau memang itu benar semua orang akan tahu dengan sendirinya, Nov.” Nasihatku kepadanya.“Alah kamu itu, Ta, sok, bijak! Padahal aslinya kamu juga kepo kan, sama kehidupanku? Kamu, kan, dari kecil dulu memang sudah terbiasa di bawahku, jadi ketika kamu hidup kaya, kamu terus mengepoin aku karena merasa tersaingi, ya, kan? Jujur aja, Ta. Enggak apa-apa kok, kita kan memang sudah teman sejak kecil jadi aku tahu betul loh, gimana sifat kamu," jawab Novi lagi.“Ita, ngepoin hidup kamu? Noh, kalau menurutku sih, kebalikannya. Kamu yang selalu mengepoin hidupnya Ita, kalau Ita mah udah mode kalem, mode tidak pernah memamerkan hartanya, dan juga mode dermawan sedangkan kamu kebalikannya," sahut Wulan kesal.“Iya, deh iya, Nov, memang aku
“Sebenarnya ada acara apa sih, kalian makan-makan begini? Soalnya Mbak Fitri sama Mbak Wulan update status enggak ada captionnya, jadi, aku bingung acara apa. Lagi pula aku belum makan malam, nih jadi kami ke sini. Ita ada acara apa sih?" tanya Novi.“Acara makan-makan biasa aja, Nov, kumpul-kumpul biasa. Karena kan, sudah lama juga kita enggak kumpul-kumpul,” jawabku.“Kok, kamu kumpul-kumpul enggak ngajakin aku sih, Ta, pelit banget!" jawab Novi kesal.“Bukan pelit, Nov, tadi kita itu mau ngajakin kamu, tapi kamu kan, jalannya duluan sudah gitu kamu jatuh ke comberan masa kita mau teriak-teriak ngajakin kamu," jawabku beralasan.Sebenarnya memang tadi mau ngajakin Novi, tapi karena dia sudah kesal duluan pada kami dan acara kami juga dadakan, jadi ya, terpaksa dia terlewatkan walaupun rumahnya persis di samping rumahku.“Halah, alasan saja kamu itu, Ita, kan, ada HP. Kamu bisa loh telpon aku. Novi ke sini, ya, sebentar kita makan-makan gitu, ah dasar aja, kamu, Ta, pelit," ucap
“Iya, Mbak, aku juga sudah memaafkan. Alhamdulillah kalian mau memaafkanku," ucap Mbak Asih, dia beranjak dari duduknya, menyalami dan memeluk Mbak Fitri dan Mbak Wulan secara bergantian. Mereka pun menangis sesenggukan, ya, Tuhan, ini benar-benar melebihi hari raya Idul Fitri. Kami sungguh-sungguh dalam bermaaf-maafan.“Alhamdulillah kalau kita sudah saling memaafkan semuanya. Berarti malam ini lebih baik makan seruitnya ini kita khususkan untuk menyambut kebahagiaan kita atas hijrahnya Mbak Asih. Kita pimpin doa. Siapa ini yang memimpin doa, Mas Taufik, Mas Dayat atau Mas Danu?” sahut Mamah Atik.“Monggo, silakan Mas Danu atau Mas Dayat, kalau saya enggak bisa baca doa apalagi mendoakan bersama-sama begini, bisanya makan," canda Mas Taufik.“Saya juga jadi jamaah saja, silakan Mas Danu untuk memimpin doa," jawab Mas Danu.“Lah, gimana ini orang-orang di suruh mengimami doa makan tuh paling gampang tinggal baca doa mau makan allahumma bariklana sampai selesai. Ya, sudah baiklah ak
Tiba-tiba Mbak Asih beranjak dari duduknya dan bersujud di kaki ibu, dia menangis sejadi-jadinya sampai tidak terdengar suaranya lagi. Kami semua yang ada di sini menyaksikan adegan ini pun ikut terharu dalam suasana yang begitu menyentuh hati. Ibu mertuaku pun ikut menangis. Beliau tidak mengucapkan satu kata pun kepada Mbak Asih. Beliau hanya mengusap kepala dan bahu Mbak Asih, sesekali tangan kirinya mengusap air matanya. Mas Danu pun terlihat berkali-kali mengusap ke dua matanya. Aku yakin dia pun menahan tangis. Ini baru terjadi sepanjang aku menjadi menantu Ibu. Ini adalah kali pertamanya Mbak Asih sujud di kaki Ibu.Dulu, waktu masih sama Mas Roni, sama sekali tidak pernah sungkem. Lebaran saja hanya salaman biasa lalu pergi dengan Mas Roni ke rumah mertuanya yang lebih menyedihkan lagi adalah sebelum pergi ke rumah mertuanya dia akan membawa berbagai makanan dan meminta uang saku untuk pergi ke sana.Duhai Allah sungguh indah semua rencanaMu pada kami. Ternyata di balik ujia
"Oh, iya, Mas, baik nanti akan aku terapkan itu baca ayat kursi kemarin juga aku sudah di ruqyah kata ustaznya juga gitu hanya saja kemarin aku masih bolong-bolong tidak menerapkan itu, makanya tadi sempat kerasukan walaupun hanya sebentar," jawab Mbak Asih."Syukurlah Asih, aku tuh sebenarnya sebagai tetangga prihatin sekali dengan kamu dan juga ibumu, tapi sekali lagi aku pribadi tidak berani ikut campur masalah keluarga orang lain,” ucap Mas topik lagi.“Assalamualaikum ...." Akhirnya Mama Atik dan ibu mertuaku datang. Wajah ibu mertuaku sudah masam. Aku yakin sekali dia marah dengan Mbak Asih karena tadi sudah menge-prank lagi pergi dari rumah tanpa pamit.“Asih, ih, kamu ke rumah Ita enggak bilng-bilang sama Ibu. Kamu tahu ibu, capek nyariin kamu keliling kampung karena tadi ibu dapat laporan dari Wak Jum, bahwa kamu sedang bertemu dengan Roni di ujung gang sana benar atau tidak?” omel ibu memarahi Mbak Asih.“Iya Bu, betul tadi sore aku ketemu dengan Mas Roni tuh dikasih coklat