Pantas saja Maya diceraikan suaminya ternyata kelakuan dia begitu. Aku bisa menyimpulkan bahwa di sini Mayalah yang bersalah.Waktu itu Maya curhat pada Mas Danu, katanya suaminya temperamen dan juga pelit.Kalau punya istri model seperti Maya kurasa semua suami di dunia ini yang tadinya kalem bisa mendadak menjadi jahat dan semena-mena. Bagaimana tidak, Maya tidak pernah bersyukur dengan apa yang dimiliki dan diberi oleh suaminya.“Anak-anak Maya, ke mana?” tanyaku penasaran. Rumah ini begitu sepi katanya Maya punya dua anak yang masih kecil-kecil.“Ada, lagi sama Udonya di rumah belakang. Tadi kami sedang nyeruit begitu lihat mobil terparkir di halaman rumah, langsung pulang,” jelas Septi.“Oh, begitu. Apa Maya tidak diperbolehkan untuk membawa ke dua anaknya?” tanya Mas Danu.“Boleh, kami mempersilakan Kak Maya bawa anak-anaknya asal diurus yang benar. Di sini saja yang dikelilingi saudara dan neneknya Kak Maya tak segan memukul apa lagi kalau mereka tinggal hanya berdua dengan Kak
"Lihat saja sendiri,” jawab mamah.“Apa yang terjadi dengan Maya? Apa ini Maya menantuku?”“Iya, Bu. Itulah sebabnya mengapa kami ke sini?” jawabku.“Ya Allah, Maya!” Mertua Maya menangis histeris sampai menjatuhkan dirinya ke lantai saat membaca berita yang sedang trending dua hari ini. Beliau memukul-mukul dadanya sendiri.Septi pun ikut menangis sampai sesunggukan, tangannya sibuk mengutak-atik HP.Aku bisa menilai bahwa mereka memang benar-benar sayang pada Maya, tapi kenapa Maya begitu tega.“Sabar, Bu. Mari duduk sini saya jelaskan.” Mamah Atik memapah mertua Maya untuk duduk di sebelahnya.“Mbak, aku tidak punya aplikasi Tik-Tok dan memang sudah seminggu ini saya tidak punya data internet jadi tidak bisa akses internet. Ini saya lagi minta isiin pulsa sama tetanggaku untuk telepon Abangku,” jelas Septi seraya berkali-kali mengelap air matanya.“Apa ibu siap mendengarkan apa yang akan saya ceritakan?” tanya Mamah Atik. Ibu mertua Maya mengangguk.“Jadi, berdasarkan yang ditulis
“Mak, akan pukul muka tersangka itu, Sep. Kurang ajar sekali sudah melecehkan wanita. Memang dia lahir dari mana kalau bukan dari rahim seorang wanita.Berbuat semena-mena. Kejam, dan jahat pada orang,” ucap mertua Maya.“Iya, Mak, aku juga. Sembarangan jadi manusia. Hidup hanya sekali kok, jahat!”“Anak menantuku meski salah begitu Mak tetap sayang padanya karena dari rahimnyalah lahir ke dua cucu Mak yang nantinya menjadi penerus keturunan kami.”“Harusnya Maya beruntung sekali punya mertua sebaik dan sesayang ini padanya,” sahutku.“Entahlah, Mbak Ita, mungkin mata hati menantu Mak itu sedang dibutakan oleh indahnya dunia. Menilai orang lain jauh lebih indah hidupnya dari pada dia.”“Istilah kerennya rumput tetangga terlihat lebih hijau, padahal kita belum tahu dalamnya seperti apa. Banyak ularnyakah? Atau bahkan rumput palsu makanya hijau seger tak cacat sama sekali,” imbuh Mamah Atik.“Salah, saya juga, Bu. Jadi mertua tidak pandai menasihati menantu.”“Di mana-mana orang tua itu
“Aku kurang paham kalau untuk itu, Sep. Aku jarang ke toko, paling ke sana kalau anter makanan aja,” jawabku jujur.“Aku salah enggak sih, buka aib Kak Maya?” gumam Septi lirih.“Tadi kamu bilang apa Mbak Ita, Maya zalim bagaimana?” tanya mertua Maya.“Em ... itu zholim pada dirinya sendiri maksudnya ....”Akhirnya kuceritakan malam itu saat kupergoki Maya menggunakan terong untuk berbuat tak senonoh.Mendengar ceritaku baik Septi ataupun ibunya berkali-kali istighfar.“Masa Kak Maya begitu sih, Mbak?” ujar Septi, pasti dia tak percaya.“Aku saja kaget kok, Sep. Kalau aku tidak melihatnya sendiri dan memergokinya mana mungkin aku menceritakan ini padamu dan ibumu,” jawabku.“Ternyata selain tidak puas dengan nafkah lahir dia pun tidak puas dengan nafkah batin yang selama ini diberikan anakku. Apa anakku seburuk itu sampai Maya berbuat senonoh tak masuk akal begitu. Ya Allah, Maya ....” rintih ibu mertua Maya. Melihatnya sedari tadi mengelap air mata aku tidak tega. Mertua sebaik ini m
Kata orang jatuh cinta itu biasa yang luar biasa adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. Yuk, cintai pasangan hidup kita dengan tulus tanpa kata tapi! 💕🌸🌸🌸“Berdiri, Nak.” Ibu dan anak itu saling berpelukan cukup lama. Banyak kamera mengabadikan momen itu. Para wartawan.“Jaga Emak baik-baik ya, Dik, dan ke dua anak Abang. Maafkan abangmu ini yang telah membuat semuanya jadi berantakan. Abang khilaf,” ucap Mas Iwan.“Iya, Bang. Aku janji bakal jaga anak-anak Abang dan juga Emak.” Kakak beradik itu pun berpelukan cukup lama.Hatiku kenapa sakit melihat pemandangan ini.Amarah memang bisa mengubah segalanya ibarat api yang bisa membakar hutan rimbun nan hijau.Mas Iwan dikenakan sangsi pasal 360 KUHP di penjara maksimal 9 tahun, tapi katanya nanti akan ada sidang dan Mas Iwan diberi kesempatan untuk membela dirinya sendiri menunggu korban pulih yang tak lain adalah istrinya Mas Iwan sendiri.Kurang lebih itu yang aku dengar dari pihak kepolisian. Kasihan sekali Mas Iw
"Surat cinta siapa kok ada di sini?” tanyaku penasaran karena setelah dibuka tidak ada inisal ataupun namanya.“Untuk yang kucintai, Danu.” Baru baca judulnya saja aku sudah emosi.Hem, sudah kuduga pasti ini dari Maya.“Maya kali ini. Kan, yang lagi bucin sama kamu si Maya, Mas,” kataku kesal.“Bukan hanya Maya yang bucin, kamu juga. Buktinya ini cemburu.” Mas Danu terkekeh seraya menjawil hidungku.“Siapa yang cemburu? Ge-er banget, si,” jawabku malu-malu.“Ngaku aja dong, eh, tapi kayaknya suratnya seru itu, baca lagi, yuk?” canda Mas Danu lalu disobek-sobeknya kertas itu dan dibuang ke tong sampah. Aku melongo.“Katanya mau dibaca, kok, malah disobek-sobek terus dibuang?” tanyaku heran.“Untuk apa dibaca? Sementara istriku tidak ridho dan cemburu.” Direngkuhnya diriku dalam pelukannya.Sebenarnya hati ini pun gelisah. Siapa yang sudah berani mengirim surat kaleng begini. Bukannya ini zaman modern. Tinggal kirim pesan WA saja langsung dibaca.“Sudah jangan gelisah gitu anggap tidak
[Danu, kenapa istrimu jahat sekali? Mempermalukanku di depan semua pasien di sini!][Tidak bisakah kamu mendidik istrimu dengan baik? Aku tahu aku salah, tapi tidak seharusnya istrimu begitu.]Baru saja sampai rumah sudah ada pesan WA dari Maya yang membuat dadaku kembali bergemuruh. Untuk apa dia mengadu pada suamiku? Kurang kerjaan sekali. Untung saja HP Mas Danu ada padaku kalau tidak pasti Mas Danu akan membalasnya dengan kata ‘Ya’ atau ‘Tidak’.“Ada apa, Ta. Kok, berhenti di pintu begitu?” tegur ibu.“Oh, tidak ada apa-apa, Bu. Ini ada pesan undian berhadiah nyasar kayaknya penipuan, deh!” jawabku.“Septi, kamu dan Makmu istirahatlah dulu, ini aku pesankan travel maaf ya, tidak bisa mengantar sampai rumah.”Septi dan ibunya hanya mengangguk saja. Aku tahu pasti mereka berdua saat ini sedang dalam keadaan bingung. Sayangnya aku tidak bisa membantu lebih. Hanya ini yang bisa kubantu.“Sep, sudah jangan bengong terus nanti kamu malah sakit, kan, kasihan Makmu. Ayo, kita makan dulu,
“Evi, jangan main HP aja! Kerjakan semuanya yang benar! Kalau sampai pecah itu piring aku tidak jadi memberimu duit.” Ancamku.Galak banget sih, dan terkesan aku sangat kejam, tapi kalau tidak ditegasin begitu bisa seenak sendiri Evinya.Kujemput Kia di rumah ibu. Saat aku salam tidak ada sahutan. Ternyata Kia sedang asyik bermain masak-masakan dengan Mbak Asih. Syukurlah Mbak Asih sampai hari terlihat baik-baik saja padahal aku takut dia akan kumat lagi seperti dulu.Ibu mertuaku sedang mengawasi mereka, tapi tidak sepenuhnya jiwanya seperti tidak ada di sana. Beliau bengong.“Bu ....” Kusentuh lembut pundak beliau.“Ta, kapan datang? Kok, enggak salam?”Nah, kan, benar ibu mertuaku bengong sejak tadi.“Barusan. Aku salam kuat banget loh, tapi enggak dijawab. Ibu bengong lagi, ya? Ngalamunin apa sih, Bu? Enggak baik loh, begong gitu.”“Ibu ini bingung, Ta. Asih ini beneran nikah atau enggak, ya? Kok, Ibu merasa sangat berdosa kalau membiarkan dia begitu saja,” jawab ibu.“Nanti kita
“Wak, aku, bukan tipe orang yang suka melupakan jasa orang lain. Ya, terserah awak saja mau percaya atau tidak. Yng jelas aku tidak ada uutang dengan Novi," jawabku kesal lalu ikut mengantri untuk belanja.“Nih, Wak, dimakan! Biar itu mulut nggak pedes kayak cabe setan!" sahut Ibuku lalu memasukkan segenggam cabe caplak jawa yang kata orang cabe setan ke mulut Wak Jum yang sedang menganga karena menertawakanku.“Apa-apaan sih, kamu, Wak, jelek-jelekin menantuku! Bibirmu itu lama-lama nanti double dan dosamu menumpuk. Ingat, dosa woi! Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Menantuku itu orang baik tidak mungkin dia berhutang kepada orang lain," bela ibu mertuaku.“Iya, betul tuh masih aja ada yang percaya sama mulutnya Novi. Dia itu kan, ember dan juga mulut comberan. PAgi-pagi sudah bikin orang ribut saja!" sahut Mbak Fitri yang ternyata dia ada di sini belanja sayuran juga.“Sudah jangan ribut perkara uutang orang lain nggak baik. Dasar itu aja mulutnya comberan mau ikut campur aja u
“Assalamualaikum permisi! Assalamualaikum permisi! berkali-kali kuulangi panggilan dan menggedor pintu Novi, tetapi tetap juga tidak dibukakan olehnya. Benar-benar memang dia sudah keterlaluan! Oke baiklah Novi aku akan pakai caramu!Dia benar-benar sudah tidak menghormati aku sebagai tetangga dan tidak menganggapku teman lagi. Padahal tadi pagi subuh-subuh dia memohon-mohon padaku untuk meminjamkan uang padanya. Lalu dia menyindirku lewat status WA. Aku datangi dia tidak berani nongol! Maunya apa? Kenapa dia bersikap seperti itu padaku? Padahal aku merasa tidak pernah punya salah pada dia.Bukankah seharusnya jika sudah mengenalku dari kecil, menganggapku teman, dan sekarang kami bertetanggaan, sikapnya harusnya lebih baik padaku bahkan menganggapku lebih dari saudara. Seperti aku menganggapnya begitu. Dasar saja Novi ternyata sifatnya sejak dulu tidak pernah berubah.Aku telusuri jalanan di depan rumahku dengan perasaan dongkol dan kesal. Astagfirullah pagi-pagi aku tidak boleh beg
Astaghfirullahaladzim ... kubaca status WA-nya Novi.“Pagi-pagi buta sudah ada orang datang ke rumah pinjam uang. Kelihatannya sih, kaya raya, rumahnya gede, bagus, ke mana-mana naiknya mobil ternyata pagi-pagi sudah pinjam uang. Yaa, elah, berarti dia lebih miskin dari aku, dong!”Aku geram sekali membaca status WA-nya Novi. Kenapa dia memutarbalikkan fakta seperti itu? Ini orang pagi-pagi sudah membuat kepalaku mendidih.Apa iya, aku harus mengikuti saran Mbak Fitri untuk melabrak dia, tapi meskipun Novi nulis status WA begitu itu, tapi tidak ada orang yang percaya dengan status dia buktinya Mbak Fitri malah marah-marah pada dia. Kalau meladeni Novi tidak akan pernah habisnya dan itu sangat buang-buang waktuku.Hidupku bukan hanya untuk mengurusi urusan orang lain. Lebih dari itu, tapi kalau dia tidak dikasih pelajaran dia bakalan selamanya menginjak-nginjak harga diriku. Salah apa aku ini pada Novi? Perasaan aku sudah selalu berbuat baik padanya, tapi masih saja dia menjelek-jelek
“Mas, sepertinya dia ini manusia benar-benar tidak punya pekerjaan. Bayangkan saja dia meneror kita setiap hari, setiap waktu dengan kata-kata serupa, tapi dia tidak berani menunjukkan actionnya selain mengirimi kita makhluk-makhluk halus begitu ya, enggak sih, Mas?” ucapku kepada Mas Danu.“Iya, betul, Dik, itulah kenapa Mas, selalu berpesan padamu dan juga yang lainnya agar selalu hati-hati karena lawan kita tidak kasat mata. Jika manusia di depan kita hendak mencelakai, kita, bisa melawannya, tapi kalau makhluk halus begitu kita tidak melihat bagaimana kita akan melawan mereka selain dengan doa dan kehati-hatian kita. Kamu paham kan, maksudku?” ujar Mas Danu.“Iya, Mas, aku paham, maka dari itu aku pun selalu mewanti-wanti Ibu, Mama, Ibumu, untuk selalu waspada. Apalagi Mbak Asih kan, sekarang dia sudah bertaubat memperbaiki diri, menutup, aurat, banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah. Intinya yang pasti sudah tidak ada lagi media yang bisa digunakan untuk menteror kita dengan m
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau
Paginya saat aku baru saja membuka pintu rumah tepatnya setelah salat subuh tiba-tiba Novi datang ke tergopoh-gopoh menghampiriku.Tumben sekali dia datang sepagi ini.“Ita! Boleh aku minta tolong padamu sekali ini saja,” tanya Novi. Aku mengangguk meskipun sedikit ragu.“Ada apa, ya, Nov? Tumben sekali kamu subuh-subuh datang ke sini,” jawabku balik bertanya.“Itu, Suamiku belum ngambil uang di ATM dan kebetulan uangku juga habis. Hari ini susu anakku habis ini dia lagi nangis karena minta susu enggak aku buatin ditambah lagi listriku tokennya sudah bunyi. Kasih aku pinjam uang satu juta saja Ita, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti langsung aku ganti,” jawab Novi.“Oh, mau pinjam uang Nov? Pagi-pagi begini memang ada minimarket buka,” tanyaku lagi.“Ya, enggak, ada sih, Ta, tapi kan, setelah ini aku mau langsung ke minimarket mau beli susu sekalian mau beli token listrik. Kamu tahu kan, Ta, rumahku itu besar pemakainya banyak jadi boros sekali listriknya,” jawab Novi.“Kalau gitu
“Barusan ada kok. Cepat sekali mereka pergi. Kenapa kalau pulang tidak pamitan? Dasar manusia hutan tidak punya etika!” gerutu Mbak Wulan.“Sebentar, ya, aku lihat ke depan, barangkali dia ngobrol dengan Mas Danu dan yang lainnya," kataku seraya menghampiri suamiku yang sedang duduk di depan.Loh, kok tidak ada juga, ke mana, ya? Di sana hanya ada suaminya yang ikut ngobrol dengan Mas Danu. Apa Novi pulang mengantarkan anak-anak, ya?“Ti—dak kok, Nyah, semuanya aman terkendali, Nyonya di sana baik-baik, ya, pokoknya nanti pas pulang ke sini semuanya sudah beres dan nyonya pasti terkejut sama rumah barunya.” Aku mendengar suara Novi di teras, aku tengok rupanya dia sedang menerima telepon. Pantas saja aku cari ke mana-mana tidak ada. “Oh, yang taman depan rumah tenang saja, Nyah, itu juga sedang dikerjain sama suamiku. Pokoknya beres terkendali. Nyonya di sana jaga kesehatan, baik-baik pokoknya. Aku di sini akan menjaga amanah Nyonya,” ucap Novi lagi.Aku sedikit terkejut dengar ob
Kata Rasulullah saudara yang terdekat dengan kita adalah tetangga kita. Itu artinya kita harus bersikap baik kepada tetangga kita agar berikatan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong satu sama lain, tidak mungkin kan kita mati dikubur sendiri? Tidak mungkin juga kita dalam keadaan sakit pergi ke rumah sakit sendiri itu sebabnya kita diwajibkan selalu berbuat baik kepada orang lain terutama tetangga kita.Kalau kasusnya seperti Novi ini aku bisa apa? Dibaikin seenaknya sendiri, tidak dibaikin juga seenaknya sendiri, jadi serba salah.Jadi satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan adalah jika dia tanya aku jawab, jika tidak, ya, sudah diam saja yang penting jika, Novi memiliki kesusahan aku harus pasang badan untuk menolong walaupun dia sangat menyebalkan, tapi Novi tetangga dekatku dan juga temanku dari kecil.Aku mengamati Novi sejak tadi terus saja berbicara mengeluarkan unek-uneknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.Salahku
“Nov, langit itu tidak perlu memberitahukan bahwa dirinya tinggi karena tanpa diberitahu semua orang pun sudah tahu. Begitu juga dengan kehidupan kita, tak perlu lagi kita memberitahu kebahagiaan kita, harta-harta kita, kalau memang itu ada pasti nampak, kalau memang itu benar semua orang akan tahu dengan sendirinya, Nov.” Nasihatku kepadanya.“Alah kamu itu, Ta, sok, bijak! Padahal aslinya kamu juga kepo kan, sama kehidupanku? Kamu, kan, dari kecil dulu memang sudah terbiasa di bawahku, jadi ketika kamu hidup kaya, kamu terus mengepoin aku karena merasa tersaingi, ya, kan? Jujur aja, Ta. Enggak apa-apa kok, kita kan memang sudah teman sejak kecil jadi aku tahu betul loh, gimana sifat kamu," jawab Novi lagi.“Ita, ngepoin hidup kamu? Noh, kalau menurutku sih, kebalikannya. Kamu yang selalu mengepoin hidupnya Ita, kalau Ita mah udah mode kalem, mode tidak pernah memamerkan hartanya, dan juga mode dermawan sedangkan kamu kebalikannya," sahut Wulan kesal.“Iya, deh iya, Nov, memang aku