“Ita, tunggu! Kita berangkat bareng,” teriak Novi dari teras rumahnya saat melihatku. Hari ini kami menghadiri pengajian rutin mingguan.“Ta, kita ngajinya yang ceramah Ustazah atau Ustaz?” tanya Novi.“Ustazah Fatimah. Kenapa memangnya?”“Enggak apa-apa sih, kalau sama ustazah lebih nyaman aja gitu. Soalnya sekarang ngeri Ta, banyak Ustaz modus,” jawab Novi.“Maksudnya?” tanyaku tak paham.“Ya modus. Pura-pura ngajar ngaji nanti ujung-ujungnya poligami sama jama’ahnya, kayak yang di TV itu.”“Astaghfirullah ... Novi, kamu tidak boleh suudzhon begitu. Tidak semua ustaz seperti yang kamu tuduhkan.”“Iya, aku tahu, tapi kan, ustaz-ustaz kondang di TV begitu.”“Urusan rumah tangga orang kita jangan sok tahu dan jangan sesuka hati menghakimi, Nov. Kita ambil baiknya buang buruknya.”“Iya, sih, Ta. Aku paham, tapi kadang kesel aja gitu, jadi was-was aku sama suamiku. Sekarang pelakor itu merajalela.”“Kita berdoa aja, Nov. Semoga dijauhkan dari hal seperti itu.”“Aamiin ... ngomong-ngomon
“Kamu itu kebiasaan, Jum! Kalau udah selesai baru tanya!” sahut Bu Sarah. Kulihat ibu makin tertunduk. Pasti beliau malu.“Iya, benar itu termasuk zina. Semoga kita dan keluarga kita dijauhkan dari hal-hal yang membuat kita rugi dunia akhirat,” jawab ustazah Fatimah.Bu Jum mau menyela lagi, tapi Ustazah Fatimah menutup kajian hari ini.~k~u🌸🌸🌸Sampai rumah aku terkejut karena ada mobil polisi terparkir di halaman rumahku.Aku dan ibu saling berpandangan. Aku takut terjadi sesuatu sama suamiku. Gegas kami masuk. Semua orang sudah berkumpul di ruang tamu termasuk dua orang polisi. Mas Danu dan bapak sedang berbincang dengan polisi itu.“Ada apa, Mah?” tanyaku penasaran. Hatiku diselimuti rasa takut.“Maya, dianiaya orang, Ta. Ditemukan warga dalam keadaan tidak sadarkan diri di sawah kecamatan sebelah dan juga dalam keadaan setengah telanjang, rambutnya juga digunduli,” jelas Mamah Atik setengah berbisik.Aku kaget sekali. Bagaimana bisa bukankah tadi pagi Maya pergi dari rumah in
“Mas apa kamu yakin kita akan datangi mantan suaminya Maya?” tanyaku pada Mas Danu.“Yakin, dia juga harus tahu. Maya memang sudah bercerai, tapi tidak ada salahnya kalau mantan suami dan anak-anaknya tahu.”“Kalau menurutku kita datang ke rumah ibunya dulu, Mas. Alamatnya sudah jelas dan kamu sudah tahu. Kalau rumah mantan suaminya kita kan, tidak tahu,” usulku.“Baik, Dik, Mas terserah kamu saja. Mas lebih baik fokus pada toko saja. Tadi sewaktu Mas dan Joko mengecek barang di gudang ada beberapa item yang hilang. Tidak banyak hanya 1 pcs dan 1 renteng saja setiap kardusnya. Itu pun lebih dari 10 barang berbeda, tapi kalau dibiarkan lama-lama akan hilang semua.”Aku kaget mendengar cerita Mas Danu pasalnya selama ini toko kami aman-aman saja jangankan barang di gudang duit tergeletak di atas meja aja tidak diambil orang lain.“Mas sudah pastikan dengan benar?”“Sudah Dik. Mas dan Joko sudah memeriksa sampai dua kali. Hasilnya sama gudang kecolongan.”“Rupanya tempat kita sudah tidak
Benar juga apa yang dikatakan Maya, kalau dia sampai hamil pasti akan menambah susah dia dan orang-orang di sekitarnya.“Ita, teri—makasih sudah mau menolongku dan membiayai rumah sakitku.”“Iya, sama-sama. Semua ini tidak gratis May, semua potong gaji,” jawabku seraya tersenyum semanis mungkin. Maya melongo.“Hari gini tidak ada yang gratis, May. Apa lagi kamu sudah banyak ditolong oleh Ita dan Danu. Kalau digratiskan lagi nanti kamu malah keenakan dan keterusan,” timpal Mamah Atik sedang Maya diam saja.“Aku bingung setelah ini mau ke mana. Uangku raib diambil penjahat tadi pagi,” ucapnya lirih.“Tenang saja nanti ada dari pihak kepolisian yang mendampingi kamu dan ada komunitas yang akan membantumu. Kamu bisa dikasih tempat tinggal sementara mungkin di dinas sosial itu hanya sementara loh, karena status kamu kan, tunawisma,” terangku. Sebenarnya aku sendiri tidak yakin karena kami ada di kampung dan biasanya kasus seperti ini jika penjahatnya sudah ditemukan maka korban akan dipul
Kehidupan menyimpan banyak makna, terkadang kita lupa melihat indahnya hidup karena terlalu sering mengeluh. Kita lupa bahwa rumus hidup itu, jika kita bersyukur maka nikmat akan ditambah. ****“M—mbak Ita?!” Wira dan Dina kaget mendapatiku sudah di belakang mereka.“Mm ... kenapa? Kayak lihat setan aja,” jawabku santai. Sebenarnya aku lelah sekali ingin segera meluruskan pinggang, tapi demi manusia benalu seperti mereka aku harus kuat.“Em, itu, tadi ....” Wira terlihat bingung dia memilin-milin ujung kaus oblongnya sementara Dina terus saja menunduk.“Wira ... sudah kukatakan padamu jadilah pribadi baik hati yang tidak menyimpan hal-hal busuk di hatimu. Tadinya aku sudah berpikir untuk menyuruh Mas Danu meng-acc pinjamanmu, tapi ... sepertinya aku harus berpikir ulang.”“Mbak, tolong ... Mbak, ini penting banget aku ingin buka usaha sendiri Mbak. Aku ingin mandiri. Tolong bantu aku,” rengek Wira.“Apa Mbak, tidak kasihan pada calon anakku? Sebentar lagi Dina akan melahirkan kalau a
Aku tidak boleh percaya begitu saja padanya, meski sebenarnya aku merasa Dina berkata jujur.“Lalu rencana apa yang akan kalian lakukan tadi?”“Em ... itu, Mas Wira menyuruhku mengambil beberapa perhiasan Mbak Ita dan menjualnya.”Astaghfirullah ... Wira, dia benar-benar sudah kelewatan!“Apa aku harus percaya padamu?”“Terserah Mbak mau percaya atau tidak, tapi aku mohon jangan kasih pinjaman pada Mas Wira. Aku bisa menahan jika dipukuli Mas Wira, tapi aku tidak bisa menanggung hutang banyak Mbak. Malu, selalu jadi gunjingan tetangga.”“Hapus air matamu. Itu suamimu memanggil.” Buru-buru Dina ke kamar mandi mencuci muka dan menyisir rambutnya lalu ke luar dari kamarku tanpa berkata apa pun.Kalau itu benar kasihan sekali Dina. Apa yang harus aku lakukan. Ck, waktu istirahatku jadi terganggu gara-gara Wira.Dari kecil memang Wira temperamen, tapi aku tidak menyangka kalau dia akan bertindak sejauh ini. Dina itu istrinya dan sedang hamil kenapa dia tega sekali.“Nak, ini Kia cariin kam
Kebaikan sikap menentukan kebaikan hidup. Itulah mengapa kita harus dituntut untuk selalu berbuat baik. Jika perbuatan baik kita tidak dibalas oleh orang-orang yang telah kita baikin sekarang percayalah ada Tuhan yang membalasnya. Kita tidak tahu kebaikan yang mana yang akan membawa kita ke syurga, jadi teruslah berbuat baik meski sebesar biji sawi.🌸🌸🌸[Ita, kamu itu ya, jadi orang kok, pelit banget. Adik sendiri pinjam duit untuk usaha enggak kamu kasih! Aku do’akan miskin lagi kamu!]Baru saja mata ini mau terpejam sudah ada WA dari Mbak Ning. Ah, Mbak Ning selalu saja begitu. Memanjakan Wira. Aku tidak tahu apa reaksinya andai Mbak Ning tahu bahwa Wira berhutang bukan untuk buka usaha melainkan untuk bayar hutan judinya.[Ingat ya, Ta! Harta itu tidak dibawa mati kecuali kamu sedekahkan dan kamu kasih untuk bantu orang lain!][Besok kamu kasih uang ke Wira kasihan dia mau buka usaha biar hidupnya sedikit enaklah. Kamu itu takut sekali kalah saing dengan adik sendiri!][Uang 10
“Semoga beneran diganti. Ya sudah nanti aku belikan. Aku berangkat dulu ya, Dik, Mbak,”“Ta, kamu nanti tolong WA Danu ya, biar tidak lupa pesananku.”“Iya, Mbak nanti aku bilang ke Mas Danu.”“Ta, rasanya orang hamil itu menyenangkan, ya?”“Tentu saja, apalagi kalau ada suami kita.” Duh, aku keceplosan ngomong semoga saja Mbak Asih tidak tersinggung.“I—ya, sih, tapi gimana ya? Mas Roni tidak bisa ke sini dan menemaniku 24 jam penuh. Istrinya bisa marah,” jawab Mbak Asih.“Mbak ... maaf aku mau tanya, apa itu beneran anak Mas Roni?”“Lah, ya, iya! Memang anak siapa! Orang aku melakukannya hanya dengan dia. Memang sih, ada beberapa lelaki yang merayuku untuk tidur di hotel dengan imbalan uang banyak apa lagi kan, aku cantik gini, Ta. Tapi, ya, itu tadi aku tidak mau. Aku bukan perempuan gampangan. Lebih baik aku dengan Mas Roni saja,” jelas Mbak Asih.“Kalau Ibu tahu beliau bisa marah, Mbak?”“Ibu Sudah tahu karena aku sudah jujur padanya, tapi dari aku memberi tahunya, Ibu malah jadi
[Aku tidak peduli, pokoknya cepat kembalikan uangku! Aku sudah benar-benar marah padamu, aku sudah tidak percaya lagi padamu. Terserah kamu masih mau berteman denganku atau tidak karena itu sama sekali tidak membuatku rugi.][Iyalah baik, aku ke sana, tunggu!]Dengan senang hati aku menunggu kedatangan Novi, semoga saja kali ini dia tidak berbohong dan tidak banyak alasan. Kalau sampai dia tidak datang ke sini maka aku yang akan datang menghampiri ke rumahnya. Dia yang memulai, dia pun yang harus mengakhiri.Brak! tiba-tiba saja kacaku kembali dilempar oleh seseorang dengan batu yang sangat besar, kami yang sedang asyik bersantai di ruang TV pun bergegas lari ke depan.Tidak ada siapa-siapa hanya ada batu bata besar dengan bungkusan plastik hitam. Bapak lari ke jalan dan celingak-celinguk mencari apakah ada orang yang patut dicurigai.“Mbak Asih dari mana?" tanyaku pada Mbak Asih. Dia sepertinya dari minimarket karena menenteng plastik berlogo minimarket terkenal dengan segala isinya
Setelah selesai sarapan aku segera beres-beres rumah. Hari ini rencananya akan berbelanja untuk acara esok yang akan kami adakan 5 hari lagi.Ting!WA dari Novi.[Ita maksudmu apa nulis status begitu, kamu menyindirku?Kamu tidak ikhlas menolongku. Oke, aku, kembalikan uang kamu, tapi tolong dong, kamu nggak usah bikin status-status begitu! Kamu merendahkan sekali. Jadi manusia baru kaya begitu saja sudah sombong.][Sepertinya kamu harus berkaca pakai kaca yang besar, kalau tidak ada datanglah ke rumahku sini. Berkaca di sini kamu kan, yang memulainya duluan, Nov! Kamu update status menyinggung aku bahwa aku ini berutang padamu subuh-subuh padahal kan, kamu yang hutang sama aku, jadi manusia itu jangan suka memutarbalikkan fakta. Ingat dosa, ingat mati, memangnya aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku? Banyak orang yang laporan padaku.] balasku berapi-api, kalau dia benar-benar mengajak perang maka aku akan ladeni.[Eh, fitnah itu, siapa yang bilang begitu. Aku tidak ada u
“Iya, Mah, Bu. Terima kasih sudah mengingatkan aku, tapi aku sudah kadung bikin status unek-unek di story WA.”“Ya, sudah tidak apa-apa biar kamu merasa puas kali ini Ibu maklum, tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi, ya, Nak? Ibu tidak mau loh anak Ibu yang Ibu banggakan ini terpengaruh oleh lingkungan yang kotor.”“Astaghfirullahaladzim ... Iya, Bu, insya Allah aku tidak akan mengulangi lagi. Terima kasih Mama dan Ibu sudah selalu mmenasihatiku.”“Iya, kan, ini memang sudah tugas orang tua untuk selalu mengingatkan anaknya jika anaknya tersesat di jalan yang salah. Sudah kamu makan saja dulu. Lupakan masalahmu kalau kamu makan sambil mengingat-ingat kejadian yang bikin kamu emosi tidak akan pernah jadi daging makanan yang kamu telan itu,” jawab mamah Atik.“Iya, Mah. Terima kasih, ya, sudah masakin nasi goreng yang super enak ini kalau kita buka restoran dan ada menu nasi gorengnya, Mama wajib yang masak, rasanya enak banget. Pasti laris dan keuntungannya juga banyak,” pujiku pada
[Dasar manusia tidak tahu diri, tidak bersyukur tidak tahu diuntung, sudah dibantu malah memutar balikan fakta. Semoga saja kamu tidak bertemu dengan orang yang sifatnya sama denganmu. Pagi-pagi datang memohon-mohon meminjam uang setelah dapat bukanya mengucapkan terima kasih malah mengatakan yang tidak-tidak tentang aku.]Kutulis status di WA-ku panjang lebar agar semua orang-orang yang ada di sini, tetangga-tetanggaku bisa membacanya. Aku sudah benar-benar gerah dengan sikap Novi Yang keterlaluan padaku.Kutinggalkan ponselku di atas nakas lalu membantu Mama Atik dan ibuku untuk masak. Sebentar lagi pasti Mas Danu akan pulang.“Kamu kenapa, Ta, kok senyum-senyum begitu?” tanya ibu penuh selidik.“Tidak apa-apa, Bu, hanya ingat kejadian lucu tadi di warung,” jawabku.“Kejadian apa itu? Ibu, jadi kepo, nih! Duh bahasanya sudah kayak Si Nopi saja kepo,” ujar ibu.“Jadi ceritanya, Bu, tadi pagi subuh-subuh Novi itu datang ke sini pinjam uang sama aku satu juta katanya uangnya untuk be
“Wak, aku, bukan tipe orang yang suka melupakan jasa orang lain. Ya, terserah awak saja mau percaya atau tidak. Yng jelas aku tidak ada uutang dengan Novi," jawabku kesal lalu ikut mengantri untuk belanja.“Nih, Wak, dimakan! Biar itu mulut nggak pedes kayak cabe setan!" sahut Ibuku lalu memasukkan segenggam cabe caplak jawa yang kata orang cabe setan ke mulut Wak Jum yang sedang menganga karena menertawakanku.“Apa-apaan sih, kamu, Wak, jelek-jelekin menantuku! Bibirmu itu lama-lama nanti double dan dosamu menumpuk. Ingat, dosa woi! Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Menantuku itu orang baik tidak mungkin dia berhutang kepada orang lain," bela ibu mertuaku.“Iya, betul tuh masih aja ada yang percaya sama mulutnya Novi. Dia itu kan, ember dan juga mulut comberan. PAgi-pagi sudah bikin orang ribut saja!" sahut Mbak Fitri yang ternyata dia ada di sini belanja sayuran juga.“Sudah jangan ribut perkara uutang orang lain nggak baik. Dasar itu aja mulutnya comberan mau ikut campur aja u
“Assalamualaikum permisi! Assalamualaikum permisi! berkali-kali kuulangi panggilan dan menggedor pintu Novi, tetapi tetap juga tidak dibukakan olehnya. Benar-benar memang dia sudah keterlaluan! Oke baiklah Novi aku akan pakai caramu!Dia benar-benar sudah tidak menghormati aku sebagai tetangga dan tidak menganggapku teman lagi. Padahal tadi pagi subuh-subuh dia memohon-mohon padaku untuk meminjamkan uang padanya. Lalu dia menyindirku lewat status WA. Aku datangi dia tidak berani nongol! Maunya apa? Kenapa dia bersikap seperti itu padaku? Padahal aku merasa tidak pernah punya salah pada dia.Bukankah seharusnya jika sudah mengenalku dari kecil, menganggapku teman, dan sekarang kami bertetanggaan, sikapnya harusnya lebih baik padaku bahkan menganggapku lebih dari saudara. Seperti aku menganggapnya begitu. Dasar saja Novi ternyata sifatnya sejak dulu tidak pernah berubah.Aku telusuri jalanan di depan rumahku dengan perasaan dongkol dan kesal. Astagfirullah pagi-pagi aku tidak boleh beg
Astaghfirullahaladzim ... kubaca status WA-nya Novi.“Pagi-pagi buta sudah ada orang datang ke rumah pinjam uang. Kelihatannya sih, kaya raya, rumahnya gede, bagus, ke mana-mana naiknya mobil ternyata pagi-pagi sudah pinjam uang. Yaa, elah, berarti dia lebih miskin dari aku, dong!”Aku geram sekali membaca status WA-nya Novi. Kenapa dia memutarbalikkan fakta seperti itu? Ini orang pagi-pagi sudah membuat kepalaku mendidih.Apa iya, aku harus mengikuti saran Mbak Fitri untuk melabrak dia, tapi meskipun Novi nulis status WA begitu itu, tapi tidak ada orang yang percaya dengan status dia buktinya Mbak Fitri malah marah-marah pada dia. Kalau meladeni Novi tidak akan pernah habisnya dan itu sangat buang-buang waktuku.Hidupku bukan hanya untuk mengurusi urusan orang lain. Lebih dari itu, tapi kalau dia tidak dikasih pelajaran dia bakalan selamanya menginjak-nginjak harga diriku. Salah apa aku ini pada Novi? Perasaan aku sudah selalu berbuat baik padanya, tapi masih saja dia menjelek-jelek
“Mas, sepertinya dia ini manusia benar-benar tidak punya pekerjaan. Bayangkan saja dia meneror kita setiap hari, setiap waktu dengan kata-kata serupa, tapi dia tidak berani menunjukkan actionnya selain mengirimi kita makhluk-makhluk halus begitu ya, enggak sih, Mas?” ucapku kepada Mas Danu.“Iya, betul, Dik, itulah kenapa Mas, selalu berpesan padamu dan juga yang lainnya agar selalu hati-hati karena lawan kita tidak kasat mata. Jika manusia di depan kita hendak mencelakai, kita, bisa melawannya, tapi kalau makhluk halus begitu kita tidak melihat bagaimana kita akan melawan mereka selain dengan doa dan kehati-hatian kita. Kamu paham kan, maksudku?” ujar Mas Danu.“Iya, Mas, aku paham, maka dari itu aku pun selalu mewanti-wanti Ibu, Mama, Ibumu, untuk selalu waspada. Apalagi Mbak Asih kan, sekarang dia sudah bertaubat memperbaiki diri, menutup, aurat, banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah. Intinya yang pasti sudah tidak ada lagi media yang bisa digunakan untuk menteror kita dengan m
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau