Davin berkaca di cermin. Dia memandangi raut gagahnya yang tidak membosankan. Seperti yang sering dibilang maminya. Tangannya lantas mengusap rahangnya yang tegas yang juga selalu dipuji-puji maminya karena terpahat dengan begitu sempurna. Hal besar tercipta hari ini. Sepanjang usia dewasanya, selain dirinya sendiri dan maminya, baru kali ini ada yang menyentuh pipinya. Dan itu pun dengan tamparan keras, bukan usapan yang halus apalagi lembut dan penuh cinta.Tidak terbayang betapa malu dirinya saat orang-orang memandanginya dengan tatapan aneh dan menertawainya. Belum lagi rasa sakit yang diterimanya atas ulah perempuan yang sudah jelas-jelas bersalah tapi malah playing victim. Lihat saja nanti, Davin akan membalasnya. Sejarah luar biasa sudah terukir hari ini. Ditampar seorang perempuan atas kesalahan yang tidak dilakukannya. Dan Davin akan mengingat sepanjang sisa hidupnya. Davin kemudian beranjak ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Mata dan kepalanya yang sama-sama b
Sepanjang perjalanan pikiran Davin tidak jauh-jauh dari Angelica. Gadis itu menghuni pikirannya dan mengisinya sampai penuh. Tidak hanya pikirannya tapi matanya juga. Meski berkali-kali Davin menggantinya dengan muka Vivian, tapi wajah Angelica selalu hadir lagi dan lagi membayangi dan menghantuinya terus-terusan.Seharusnya Davin tidak perlu mengkhawatirkannya, namun yang terjadi malah sebaliknya. Di ujung kegelisahannya, Davin kemudian mensugesti dirinya sendiri.‘Dave, kamu nggak boleh gini. Kamu jangan lemah sama cewek. Apalagi cewek kayak dia. Dia udah nyakitin kamu dan bikin kamu nggak punya harga diri. Kamu harus balas dia, Dave. Kamu harus bisa kayak papi. Kamu harus bikin dia bertekuk lutut dan ngejar-ngejar kamu. Ingat, Dave, kamu itu laki-laki. Dan laki-laki nggak boleh cemen.’“Kita sudah sampai, Dave.” Suara Daichi memberitahu Davin.“Eh, iya.” Davin tersentak. Hampir sepanjang perjalanan ini Davin terus melamun hingga tidak sadar kalau sudah sampai di kediaman keluarga
Di sebelah wanita berhati malaikat, Angel duduk sambil termenung. Sorot matanya jauh dan kosong menatap jalanan melalui kaca mobil di sebelahnya. Rasa resah kian menguasai hatinya. Bagaimana hidupnya setelah ini? Apa yang harus dilakukannya tanpa uang di tangan? Sampai detik ini Angel masih menyesali kebodohannya. Entah mengapa dia sampai seceroboh itu, di negeri orang pula.“Sudahlah, jangan dipikirkan.” Akina—sang wanita penolong itu menepuk lembut paha Angel.Angel tersenyum kikuk. Bagaimana mungin dia tidak memikirkannya. Ini adalah masalah besar pertama dalam hidupnya yang membuatnya kelimpungan. Memangnya siapa yang tidak akan hilang akal kalau tidak memegang uang sepeser pun?“Di sini semuanya bersaudara, jadi jangan sungkan kalau ada apa-apa.” Akina menambahkan kalimatnya. Angel memang sudah bercerita bahwa dia orang Indonesia juga.Kata-kata Akina menyejukkan hati Angel. Ternyata ada orang sebaik wanita itu terhadap orang asing. Padahal mereka tidak saling kenal sebelumnya.
Sepeninggal Davin, Akina masih duduk di tempatnya. Perempuan itu merasa ada yang janggal dengan tingkah cucunya. Davin tidak pernah bersikap begini sebelumnya. Davin itu anak yang baik walaupun pada orang yang tidak dikenal. Lalu kenapa sekarang dia jadi aneh?Akina jadi kebingungan sendiri. Apa yang harus dilakukannya? Dia sungguh tidak tega. Apalagi saat membayangkan kondisi Angel saat ini. Berada di negara orang, jauh dari keluarga, serta tidak punya uang sepeser pun. Perempuan pula. Anggap saja Angel akan meminta bantuan ke KBRI, tapi bagaimana caranya dia pergi ke sana tanpa uang di tangan?Ah, Dave, kamu sungguh tidak berperasaan!Akina tidak peduli lagi pada larangan Davin tadi. Wanita itu kemudian berdiri dan bergegas melangkah ke luar. Semoga saja Angel belum jauh dan masih di sekitar di sini.Sepertinya Akina terlambat karena dia tidak menemukan Angel. Bayang-bayangnya pun tidak. Mungkin dia sudah pergi. Akina hanya berharap akan ada orang baik yang membantu gadis itu. Aki
‘Aku di mana sekarang? Tempat apa ini? Kenapa aku bisa berada di sini?’Hal itu yang ingin diketahui Angel begitu mendapatkan kembali kesadaran diri yang sempat pergi.Perempuan seperempat abad itu mengerjapkan mata. Kemudian mengamati sekelilingnya dan mencoba mengenali tempatnya berada sekarang. Tempat tidur beralas putih tempatnya membaringkan tubuh, gorden, serta dinding berwarna senada dengan gradasi coklat sama sekali bukan tempat yang familiar dengannya. Ini juga bukan hotel tempatnya menginap selama berada di Tokyo. Jadi di mana dia sekarang?Angel berusaha mengingat-ingat kejadian apa yang sudah menimpanya sehingga dia bisa berada di ruangan ini sendirian.Tadi saat Davin mengusirnya Angel langsung pergi dengan membawa air mata kesedihan. Angel tidak tahu harus ke mana tanpa uang dan tanpa seorang pun yang dikenalnya di negara sakura itu. Di tengah-tengah kebingungannya, tiba-tiba saja dia tumbang ke jalan. Untung saja tadi tidak sepenuhnya jatuh karena Angel masih bisa menya
Angel melepaskan pelukan dengan tiba-tiba yang membuat Davin terkesiap. Davin segera pasang sikap waspada. Dia sudah siap untuk menerima risiko terburuk sekali pun. Termasuk dihujani tamparan bertubi-tubi atas sikap lancangnya barusan.Ternyata dia salah. Angel tidak menamparnya atau menghadiahinya dengan bogem mentah. Gadis itu justru merasa malu. Mukanya merona.“Sorry, Dave, aku terlalu kebawa perasaan.”Davin tersenyum lega begitu mendapati dugaannya yang meleset. Dan lengkungan bibirnya semakin melebar saat Angellah yang meminta maaf terlebih dulu padanya. Dia tidak menghitung dengan jari. Dari tadi entah sudah berapa kali ucapan itu meloncat keluar melalui bibir tipis gadis cantik di hadapannya.“Memangnya kamu kebawa perasaan apa?” Davin mulai berani menggoda. Entah datang dari mana namun intuisi itu muncul tiba-tiba.Angel menjadi gugup seketika. Kulit putih terangnya yang memerah membuatnya terlihat sangat manis. Melihat Angel malu-malu seperti ini adalah keajaiban dunia kese
Davin membasuh mukanya di kamar mandi. Aliran air dingin terasa menyejukkan tubuhnya yang panas. Bersentuhan secara intense dengan Angel seperti tadi membuatnya panas dingin. Kalau berada lebih lama lagi bersamanya Davin tidak bisa menjamin kalau mereka tetap berada dalam koridor yang seharusnya.Hingga detik ini Davin masih berusaha memercayai apa yang sudah dilakukannya. Semua mengalir seperti air. Tanpa ada niat dan direncanakan. Nalurinya sebagai lelakilah yang mendorong untuk melakukan hal tersebut. Menyadari terlalu lama berada di kamar mandi, Davin lantas keluar. Biasanya saat sedang turn on seperti ini Davin biasanya mengalihkan pada hal-hal positif seperti bertemu dengan orang banyak atau mencari kesibukan lainnya. Yang penting dia tidak boleh sendiri. Namun sekarang, dia hanya sendiri di kamarnya. Daripada berpikiran yang macam-macam, satu-satunya pilihan baginya adalah tidur. Davin berharap, bangun dari tidur nanti tubuhnya jauh lebih segar. Namun sebelum terlelap Davin m
Hari ketiga di Tokyo, Davin menghabiskan waktu mereka di Taman Shinjuku Gyoen yang merupakan spot wisata populer di Shinjuku. Taman kekaisaran yang dibangun sejak seratus tahun yang lalu itu dibagi menjadi 3 taman luas, yaitu taman ala Jepang, taman ala Inggris, dan taman ala Prancis. Sejak bertahun lalu hingga sekarang, taman ini selalu ramai dikunjungi oleh banyak wisatawan. Di dalam area taman ini dihiasi oleh lebih dari 10.000 tanaman, termasuk tanaman sakura dan maple, serta bunga mawar dan camelia yang selalu berbunga tergantung dengan musimnya. Kebetulan saat ini adalah musim semi, jadi momennya sangat tepat untuk menikmati Hanami atau ohanami. Yaitu, tradisi Jepang dalam menikmati keindahan bunga, khususnya bunga sakura. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura. Angel dan Davin memilih berjalan-jalan di tengah-tengah taman Jepang. A