The day comes to us.Hari bahagia itu akhirnya datang. Seperti yang sudah disepakati sebelumnya, untuk akad nikahnya sendiri diselenggarakan secara private dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat.Pagi itu kedua keluarga sudah berkumpul di bandara. Sebuah pesawat pribadi milik Delta Group dengan tipe British Aerospace BAe 146 buatan Inggris sudah stand by sejak tadi. Pesawat yang pada mulanya berkapasitas seratus dua belas orang itu setelah dimodifikasi menjadi beberapa ruang seperti ruang tidur, ruang makan, ruang santai serta ruang lainnya, akhirnya hanya muat untuk dua puluh orang penumpang dan kru.Mereka tidak pergi ke mana-mana, hanya mengelilingi langit Madrid. Sudah sejak dua hari yang lalu mereka sampai di sana. Tapi penerbangan kali ini bukanlah penerbangan biasa. Di dalam pesawat nanti akan dilaksanakan pernikahan Angel serta Davin. Mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, tapi keduanya ingin menciptakan momen mereka sendiri yang akan menjadi sejarah dan kenangan pa
Tempat tidur itu dipenuhi kelopak mawar merah yang wangi yang menyebar ke segala arah. Lilin-lilin aromaterapi yang menguarkan aroma lavender turut andil membangun suasana romantis malam itu. Mereka tahu Angel dan Davin akan melewati malam pertama yang akan menorehkan sejarah dan akan dikenang sebagai kisah indah di masa depan. Dan mereka ingin memberi pelayanan terbaik untuk sang tamu istimewa.Pasangan pengantin baru itu baru saja pulang dari makan malam romantis yang diselenggarakan keluarga Danner di sebuah restoran mewah sebagai bentuk perayaan atas pernikahan Davin dan Angel. Siang tadi Jamie Danner dan Camila memang tidak sempat menyaksikan langsung prosesi pengikatan halalnya cucu mereka karena Camila dirawat di rumah sakit. Tekanan darah tinggi yang menghinggapinya beberapa tahun ini belakangan kambuh lagi. Saat mengetahui ada special dinner malam ini, Camila memaksa untuk ikut dan tentunya setelah dokter memberi izin. Yang sangat disesalinya, dia tidak bisa menghadiri peri
Davin menyimpan kembali gawainya, tapi kali ini bukan di saku celana seperti tadi.“Papi bilang apa, Dave?” tanya Angel penasaran.“Kata papi, tadi mami suruh nanyain kadonya udah dibuka apa belum, terus katanya disuruh pake langsung,” ujar Davin menyampaikan apa yang didengarnya dari Kiano tadi.“Ooo… iya sih aku belum buka.” Angel mendekati tumpukan kado di dekat tempat tidur dan memeriksanya satu demi satu. Matanya berlarian ke sana kemari mencari bingkisan dari Adizty. Davin ikut duduk di sebelahnya mengamati satu demi satu kado itu. Mata bulat Angel melebar seiring dengan senyumnya yang merekah saat melihat bingkisan dengan pita berwarna pink di antara bingkisan-bingkisan lainnya.“Ini dia kado dari Mami,” gumamnya.“Langsung buka aja yuk, Dek, aku penasaran apa isinya,” kata Davin pura-pura tidak tahu.Pelan-pelan Angel membuka bungkus kotak berbentuk love itu. Pertama kali yang didapatinya adalah secarik kartu ucapan. Bibir tipis Angel mengeja kata demi kata yang tertera di s
Angel dan Davin terkulai lemas setelah pelepasan panjang tadi. Walaupun masih amatir tapi ternyata keduanya mampu saling memuaskan satu sama lain. Dan yang paling penting, mereka tidak perlu minta tutorial atau nyontek step by step di internet. Setidaknya tidak ada acara telepon menelepon orang tua masing-masing.Keduanya memang berbaring dengan tubuh bertutupkan selimut. Tapi di balik selimut putih itu tangan Davin terus menempel di dada Angel. Jari-jarinya bermain lincah di sana. Memelintir puncak dada sang istri dan sesekali Davin menyelingi dengan menariknya pelan-pelan.“Kamu capek, Dek?” tanya Davin yang memandang Angel mesra. Tangan kanannya di dada Angel, sedangkan tangan kirinya membelai halus kepala sang istri.“Dikit sih, tapi sakitnya yang banyak.” Angel meringis lagi.“Boleh aku lihat?”“Hah?” Angel hampir saja lupa kalau mereka sudah menikah dan Davin baru saja melihat dan mengeksplor tiap inci lekuk tubuhnya. “Iya, Dave.”Davin melepaskan tangannya dari dada Angel lalu
Davin menggeliat perlahan saat gendang telinganya menangkap suara Gerard Way yang berteriak-teriak seolah ingin membangunkannya. Pelan-pelan kelopak matanya terbuka. Namun hanya sesaat karena terasa begitu berat seolah ada yang menggantung dan mengganjalnya agar tetap terpejam. Bibirnya menyunggingkan senyum saat mengetahui pagi itu dia terbangun dengan memeluk seorang perempuan cantik. Dan yang paling disyukurinya adalah karena perempuan cantik itu adalah perempuan halalnya. Bukan gadis jalanan apalagi perempuan jalang.Davin menyibak selimut dan mengintip ke dalam dengan matanya yang redup. Tidak ada apa pun yang melekat di tubuh polosnya selain selimut putih besar yang menutup tubuhnya dan sang istri. Senyumnya semakin lebar.Davin memutar kembali ingatan atas peristiwa semalam. Dirinya dan Angel baru tidur beberapa jam setelah menutup percintaan mereka dengan sesi ketiga dini hari tadi. Masih terasa olehnya halusnya kulit Angel yang bergesekan di atas kulitnya. Juga aroma khas t
Davin tersentak saat mendengar gedoran keras di pintu kamar. Entah sudah berapa lama dirinya dan Angel tertidur.Dengan nyawa yang belum terkumpul, Davin melirik ke pintu kamar.“Dave… buka pintunya, Dave!” Itu suara Kiano.“Angel..., kalian nggak apa-apa kan?” Suara Kiano kini berganti dengan panggilan Bian. Dari nadanya mereka terdengar cemas.Davin buru-buru duduk, mengambil kaos oblong hitam demi menutupi dadanya yang polos. Sambil menahan kantuk dan menutup kuap Davin menyeret langkah berat menuju pintu.“Ya ampun, Dave, kalian masih tidur?” Suara Adizty yang pertama kali Davin dengar begitu pintu terbuka.“Hmm, iya, Mi.” Davin menggaruk leher belakangnya. Bingung menghadapi orang tua serta mertuanya yang kini berkumpul di depannya.“Angel mana, Dave?” Bian menatap Davin tajam sambil mencuri pandang ke arah kamar.“Ada, Pi, di dalam masih tidur.” Davin menjadi tidak enak hati.“Bukannya tadi mami kamu udah telepon suruh sarapan?” Kiano ikut sumbang suara.“Iya, Pi, tadi habis man
“Ternyata kamu di sini, Dave.”Davin dan Kiano sama-sama mengemas suara saat Adizty masuk ke kamar tanpa memberi aba-aba. Tanpa mengetuk pintu atau pun memberi sapaan.Adizty menatap bergantian anak tersayang dan suaminya tercinta. Perempuan itu jadi curiga karena keduanya menunjukkan gelagat aneh. Pasti tadi ada yang Davin dan Kiano bicarakan, tapi keduanya mendadak membungkam mulut saat dia menampakkan diri.“Lagi ngomongin apa sih kalian?” tanyanya curiga.“Nggak ngomong apa-apa kok, Yang.” Kiano yang menjawab.“Tapi tadi pas aku lagi di luar rame banget suaranya.” Tadi Adizty memang mendengar gelak tawa Davin dan Kiano sebelum masuk ke kamar. Dan saat pintu dibuka suara-suara itu pun lenyap seketika.“Kamu salah dengar kali, Yang, aku sama Davin ngomong biasa aja kok, nggak ada yang aneh-aneh, nggak rame juga.”Meskipun tidak percaya, tapi Adizty tidak bicara lagi. Mungkin tadi Kiano dan Davin sedang membahas masalah laki-laki dan tidak penting untuk diketahuinya. Palingan keduan
Mereka sudah berada kembali di Indonesia setelah penerbangan panjang yang melelahkan. Saat ini Angel dan Davin menetap di rumah Bian dan Tatiana. Seharusnya mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi kedua orang tua Angel belum memberikan izin.Hari itu keduanya masih sama-sama mendekam di kamar. Sisa-sisa kelelahan akibat penerbangan kemarin masih melekat di tubuh mereka. Davin dan Angel leye-leye di pembaringan yang empuk. Keduanya berbaring miring dengan muka saling menatap. Saat iris coklat mereka bertemu, bibir keduanya pun beradu. Beberapa hari sudah berlalu tapi hingga hari ini Angel masih merasa ada yang tidak beres di bagian selangkangannya. Caranya berjalan pun masih terlihat aneh meskipun tidak separah hari-hari pertama setelah Angel melepas keperawanannya.“Dek, gimana, masih sakit?” tanya Davin setelah melepas kecupan.“Dikit sih, Dave. Amy katanya dulu juga kayak gini, malah amy sampai harus ke rumah sakit.” Dengan menyingkirkan rasa malu, akhirnya Angel memberanikan
Tokyo pagi itu lebih dingin dari biasanya. Gerimis yang turun sejak tadi menimbulkan rasa sejuk yang menembus hingga ke tulang. Membuat sebagian orang enggan keluar dari rumah. Jangankan dari rumah, bahkan Davin terlalu malas keluar dari selimut dan memilih meringkuk di dalamnya bersama wanita tercintanya.Sudah satu tahun belakangan Davin memboyong Angel dan anak-anak ke negara sakura itu. Sesuai dengan keinginan opinya—Delta Mahendra, yang mewariskan seluruh aset padanya. Maka Davin pun menggantikan Delta yang sudah sepuh menjalankan tugas sebagai pemimpin perusahaan dan pemilik berbagai usaha.Si kembar tiga saat ini sudah berusia sembilan tahun, disusul dengan El yang tahun ini menginjak delapan tahun. Sedangkan Romeo, ini adalah tahun ketiga hidupnya di dunia. Repot? Itu pasti. Pusing apalagi. Sering kali terdengar keributan di rumah itu. Semakin bertambah usia anak-anak rumah itu semakin ramai dan ricuh. Setiap hari ada saja yang diributkan. Yang besar suka mengganggu, sedangka
Lima tahun kemudian.Davin mondar-mandir sepanjang lorong rumah sakit. Sudah sejak tadi dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau balau. Hatinya resah dan gelisah memikirkan seseorang yang berada di dalam ruangan sana. Seharusnya Davin mendampinginya, menemaninya dan tetap berada di sisinya sambil membisikkan kata-kata cinta dan semangat, serta sesekali mengecup lembut keningnya dengan tangan saling menggenggam. Namun semua itu hanya ada di dalam angan-angannya. Karena…Sembilan bulan yang lalu.Saat itu Angel dan Davin sedang bercengkerama di suatu sore di teras belakang rumah mereka. Sementara itu El dan si kembar yang sudah bersekolah di bangku taman kanak-kanak sedang bermain di taman belakang rumah yang sudah mereka modifikasi menjadi mini playground lengkap dengan kolam renang.Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas membuat keduanya bahagia. Pelan-pelan mereka mulai menunjukkan bakat, minat, serta hobi masing-masing. Si kecil El mewarisi nyaris seratus
Angel dan Davin sama-sama menghempaskan badan ke kasur begitu mereka sampai di kamar hotel. Nyaris sembilan puluh menit tayangan film di bioskop, dan keduanya tidak tahu apa-apa. Mereka ikut keluar ketika para penonton lain juga keluar saat film sudah selesai.“Duh, capek banget…,” keluh Angel sambil mengembuskan nafas.“Nggak ngapa-ngapain kenapa capek?”Mereka mungkin hanya duduk saja, tapi tingkah Davin yang terus menggerayanginya membuat Angel lelah. “Capeknya kerena kamu.”“Memangnya aku ngapain?” tanya Davin pura-pura bodoh dengan ekspresi yang membuat Angel gemas. Angel mendekat, melingkari pundak Davin dengan tangannya lalu mengecup lembut bibirnya yang hangat.“Dave, kira-kira anak-anak sekarang lagi ngapain ya?” tanyanya kemudian. Seharian ini mereka sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan para buah hati mereka.“Mungkin udah tidur,” jawab Davin mengira-ngira sambil melirik arloji mahalnya yang limited edition itu.“Kita telfon yuk, aku kangen.”“Nggal usah, Dek, katanya
Seperti rencana yang sudah tersusun di kepalanya, Davin membawa Angel ke hotel paling mewah di kota mereka. The Sun, namanya. Hotel itu teletak di pinggir kota dan jauh dari kawasan pemukiman penduduk. Namun sengaja dibangun dengan konsep all in one building. Semuanya ada di sana. Mulai dari pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebugaran tubuh dan kecantikan hingga playground. Tempat itu memang dirancang bagi orang-orang yang ingin menghilangkan penat dan beristirahat sejenak, namun tetap bisa memanjakan diri dengan hal-hal apapun yang mereka butuhkan.Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar hotel, Davin mengajak Angel ke pusat perawatan kecantikan. Davin memang paling mengerti perempuan dan memahami istrinya. Mereka akan melakukan perawatan tubuh di sana. Berpasang-pasang mata tertuju pada pasangan ideal tersebut ketika tangan Davin membuka pintu kaca dan mempersilakan Angel masuk terlebih dahulu. Untuk sesaat mata keduanya menyapu sekitar. Menyaksikan resepsionis dan
“Kita mau ngobrolin apa, Dave?” tanya Angel di atas pangkuan Davin. Embusan nafas hangat Davin menggelitik lehernya. Membuat sekujur tubuhnya meremang. Memanggil-manggil jiwa terdalamnya untuk datang.“Aku rasa kita perlu honeymoon lagi, Sayang…,” bisik Davin dari belakang. Tangannya melingkari Angel dengan erat dan rapat.“Maksudnya mau nambah anak lagi?” sahut Angle seperti tersentak.“Lho, kok nambah anak? Memangnya orang yang pergi honeymoon itu mau nambah anak?”“Tapi biasanya kan gitu. Aku nggak mau lagi lho, Dave, udah cukup El yang terakhir,” ucap Angel sambil memberengut.Davin tersenyum kecil. Dikecupnya pundak Angel yang membuatnya gemas. “Anak itu kan rezeki. Rezeki nggak boleh ditolak kan? Aku ngajak kamu honeymoon tapi kapan-kapan, kalo El udah bisa ditinggal lama-lama. Sekarang honeymoon-nya di sini aja dulu.”Bisikan Davin di telinganya membuat Angel kian meremang. Pasti sebentar lagi Davin akan mengeksekusinya.Davin membalikkan tubuh Angel mengarah padanya sehingga s
Jujur saja selama ada Gendiz sedikit banyak meringankan Angel dan Davin. Hampir setiap hari Gendiz bermain ke rumahnya, atau memboyong anak-anak ke rumah orang tua mereka. Saking sayangnya pada para bocah, Gendiz juga menahan si kembar agar menginap bersamanya dan tidak mengantarnya pulang. Sesekali Davin dan Angel membiarkan si kembar tidur bersama Gendiz di rumah Kiano dan Adizty. Mereka yakin dan percaya sepenuhnya kalau adiknya itu bisa menjaga ketiganya dengan baik. Meskipun sepanjang malam keduanya tidak bisa memejamkan mata karena tidak terbiasa berpisah dengan anak-anak mereka.“Kalian kalo mau kencan, pergi aja, biar anak-anak aku yang urus,” ucap Gendiz pada suatu hari. Melihat keseharian Angel yang disibukkan dengan mengasuh, menjaga, merawat dan mengurus anak-anaknya membuat Gendiz merasa kasihan. Begitu pula dengan Davin yang terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Kadang sampai senja atau malam. Pasti keduanya butuh waktu untuk hanya berdua saja tanpa direcoki anak-
“Halo, Mbak Angel, masih ingat sama saya?” Suara Nilam mengagetkan Angel yang berdiri di tempatnya dan belum bergeming sejak berdetik-detik yang lalu.Angel maju beberapa langkah mendekati Gendiz dan Nilam. “Tentu saja aku ingat. Kamu yang dulu resek kan? Yang suka menggoda suamiku?” sahut Angel tidak suka. Kehadiran Nilam membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan karena dia takut akan kehilangan Davin, tapi tingkah Nilam begitu meresahkan.“Hehe…” Nilam tertawa canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “maaf ya, Mbak Angel, tapi Mbak Angel jangan salah sangka dulu sama saya. Maksud saya baik kok. Saya hanya ingin menguji kadar cinta Mbak Angel sama mas Davin. Dan ternyata Mbak Angel cemburu sama saya. Hehehe…,” ucap Nilam penuh percaya diri.Angel tidak mengerti dengan gadis di hadapannya. Setelah minta maaf, eh bisa-bisanya bicara sesantai itu. Tidak ingin ambil pusing, Angel beralih pada Gendiz dan memeluk adik iparnya itu. Wangi vanila dari tubuh dan rambut Gendiz me
“Halo, Mas Davin, masih ingat siapa saya?” Nilam memamerkan senyum lebar pada Davin yang termangu saat beradu mata dengannya. Nilam harap pemuda tampan yang menawan hatiya sejak awal perkenalan itu tidak melupakannya.Davin membalas senyum Nilam sekenanya dan berbasa-basi sekadarnya. “Hai, apa kabar?”“Baik, Mas, bapak sama ibu juga sehat. Mereka titip salam buat Mas Davin.”“Terima kasih,” jawab Davin singkat, lalu segera menarik tangan Gendiz menjauh dari sana diiringi tatapan penuh tanda tanya Kiano, Adizty serta Nilam. Sedangkan anak-anak sibuk bermain dengan bonekanya.“Ada apa sih, Dave?” tanya Gendiz tidak mengerti karena Davin menarik tangannya tiba-tiba.“Ndiz, kenapa kamu bawa dia ke sini?” Suara Davin setengah berbisik. Meskipun saat itu mereka berada di ruangan yang terpisah, tapi bisa saja dinding mempunyai telinga dan menyampaikannya.“Maksudnya Nilam?”“Iya, siapa lagi kalo bukan dia,” jawab Davin kesal. D
“Dave, jangan lupa nanti jemput anak-anak di rumah mami,” kata Angel mengingatkan saat menelepon Davin melalui panggilan video sore itu, meskipun dia tahu kalau Davin tidak akan pernah melupakan hal tersebut.Davin tersenyum sambil merebahkan kepala ke sandaran kursi. Mendengar suara Angel mengusir penat yang menderanya.“Iya, Dek, aku nggak akan lupa kok. Mana mungkin aku bisa lupa. Kamu pasti modus kan?”“Modus apa?”“Bilang aja kalo sebenarnya kamu lagi kangen sama aku, pengen dengar suara aku terus pake alasan mengingatkan aku biar nggak lupa jemput anak-anak.”“Ih, apaan sih, Dave?” Angel tertawa saat merasakan pipinya menghangat digoda Davin.“Jadi serius kamu nelfon aku cuma buat kasih tahu jemput anak-anak?”“Kangen juga sih sebenarnya.”“Tuh kan ngaku akhirnya.” Davin tertawa karena berhasil menggoda Angel dan membuatnya mengakui perasaannya. “Aku juga kangen kamu, suara kamu itu bagai candu buat aku. Kamu nelfon kayak gini udah bikin aku bersemangat dan ngilangin semua rasa