Seminggu menjelang pernikahan, Angel dan Davin semakin sibuk menyiapkan pernikahan mereka. Lokasi cek, undangan cek, catering cek, foto-foto pre wedding cek, pokoknya semua sudah fix dan hanya menunggu eksekusi. Keduanya juga sudah mengurangi aktivitas dunia perkantoran dan lebih fokus dalam menyiapkan diri baik secara fisik maupun mental.Persiapan yang sudah matang itu dan awalnya diyakini membuat tenang keduanya, nyatanya malah tetap menyisakan kekhawatiran. Sama seperti para pasangan muda lainnya yang baru pertama menikah, keduanya khawatir kalau acara mereka nanti tidak akan berjalan lancar. Sehingga keduanya perlu memastikan berkali-kali kalau semuanya sudah matang.“My, yakin kan kalo semua yang ada di list sudah diundang?” tanya Angel malam itu pada Tatiana. Matanya berlarian menyusuri nama para sahabat, kerabat, saudara, serta kolega yang ada di dalam list.“Iya, Ngel, udah kok. Amy udah periksa berkali-kali, dan semuanya udah nyampe ke mereka.”“Syukurlah.” Angel tersenyum l
The day comes to us.Hari bahagia itu akhirnya datang. Seperti yang sudah disepakati sebelumnya, untuk akad nikahnya sendiri diselenggarakan secara private dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat.Pagi itu kedua keluarga sudah berkumpul di bandara. Sebuah pesawat pribadi milik Delta Group dengan tipe British Aerospace BAe 146 buatan Inggris sudah stand by sejak tadi. Pesawat yang pada mulanya berkapasitas seratus dua belas orang itu setelah dimodifikasi menjadi beberapa ruang seperti ruang tidur, ruang makan, ruang santai serta ruang lainnya, akhirnya hanya muat untuk dua puluh orang penumpang dan kru.Mereka tidak pergi ke mana-mana, hanya mengelilingi langit Madrid. Sudah sejak dua hari yang lalu mereka sampai di sana. Tapi penerbangan kali ini bukanlah penerbangan biasa. Di dalam pesawat nanti akan dilaksanakan pernikahan Angel serta Davin. Mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, tapi keduanya ingin menciptakan momen mereka sendiri yang akan menjadi sejarah dan kenangan pa
Tempat tidur itu dipenuhi kelopak mawar merah yang wangi yang menyebar ke segala arah. Lilin-lilin aromaterapi yang menguarkan aroma lavender turut andil membangun suasana romantis malam itu. Mereka tahu Angel dan Davin akan melewati malam pertama yang akan menorehkan sejarah dan akan dikenang sebagai kisah indah di masa depan. Dan mereka ingin memberi pelayanan terbaik untuk sang tamu istimewa.Pasangan pengantin baru itu baru saja pulang dari makan malam romantis yang diselenggarakan keluarga Danner di sebuah restoran mewah sebagai bentuk perayaan atas pernikahan Davin dan Angel. Siang tadi Jamie Danner dan Camila memang tidak sempat menyaksikan langsung prosesi pengikatan halalnya cucu mereka karena Camila dirawat di rumah sakit. Tekanan darah tinggi yang menghinggapinya beberapa tahun ini belakangan kambuh lagi. Saat mengetahui ada special dinner malam ini, Camila memaksa untuk ikut dan tentunya setelah dokter memberi izin. Yang sangat disesalinya, dia tidak bisa menghadiri peri
Davin menyimpan kembali gawainya, tapi kali ini bukan di saku celana seperti tadi.“Papi bilang apa, Dave?” tanya Angel penasaran.“Kata papi, tadi mami suruh nanyain kadonya udah dibuka apa belum, terus katanya disuruh pake langsung,” ujar Davin menyampaikan apa yang didengarnya dari Kiano tadi.“Ooo… iya sih aku belum buka.” Angel mendekati tumpukan kado di dekat tempat tidur dan memeriksanya satu demi satu. Matanya berlarian ke sana kemari mencari bingkisan dari Adizty. Davin ikut duduk di sebelahnya mengamati satu demi satu kado itu. Mata bulat Angel melebar seiring dengan senyumnya yang merekah saat melihat bingkisan dengan pita berwarna pink di antara bingkisan-bingkisan lainnya.“Ini dia kado dari Mami,” gumamnya.“Langsung buka aja yuk, Dek, aku penasaran apa isinya,” kata Davin pura-pura tidak tahu.Pelan-pelan Angel membuka bungkus kotak berbentuk love itu. Pertama kali yang didapatinya adalah secarik kartu ucapan. Bibir tipis Angel mengeja kata demi kata yang tertera di s
Angel dan Davin terkulai lemas setelah pelepasan panjang tadi. Walaupun masih amatir tapi ternyata keduanya mampu saling memuaskan satu sama lain. Dan yang paling penting, mereka tidak perlu minta tutorial atau nyontek step by step di internet. Setidaknya tidak ada acara telepon menelepon orang tua masing-masing.Keduanya memang berbaring dengan tubuh bertutupkan selimut. Tapi di balik selimut putih itu tangan Davin terus menempel di dada Angel. Jari-jarinya bermain lincah di sana. Memelintir puncak dada sang istri dan sesekali Davin menyelingi dengan menariknya pelan-pelan.“Kamu capek, Dek?” tanya Davin yang memandang Angel mesra. Tangan kanannya di dada Angel, sedangkan tangan kirinya membelai halus kepala sang istri.“Dikit sih, tapi sakitnya yang banyak.” Angel meringis lagi.“Boleh aku lihat?”“Hah?” Angel hampir saja lupa kalau mereka sudah menikah dan Davin baru saja melihat dan mengeksplor tiap inci lekuk tubuhnya. “Iya, Dave.”Davin melepaskan tangannya dari dada Angel lalu
Davin menggeliat perlahan saat gendang telinganya menangkap suara Gerard Way yang berteriak-teriak seolah ingin membangunkannya. Pelan-pelan kelopak matanya terbuka. Namun hanya sesaat karena terasa begitu berat seolah ada yang menggantung dan mengganjalnya agar tetap terpejam. Bibirnya menyunggingkan senyum saat mengetahui pagi itu dia terbangun dengan memeluk seorang perempuan cantik. Dan yang paling disyukurinya adalah karena perempuan cantik itu adalah perempuan halalnya. Bukan gadis jalanan apalagi perempuan jalang.Davin menyibak selimut dan mengintip ke dalam dengan matanya yang redup. Tidak ada apa pun yang melekat di tubuh polosnya selain selimut putih besar yang menutup tubuhnya dan sang istri. Senyumnya semakin lebar.Davin memutar kembali ingatan atas peristiwa semalam. Dirinya dan Angel baru tidur beberapa jam setelah menutup percintaan mereka dengan sesi ketiga dini hari tadi. Masih terasa olehnya halusnya kulit Angel yang bergesekan di atas kulitnya. Juga aroma khas t
Davin tersentak saat mendengar gedoran keras di pintu kamar. Entah sudah berapa lama dirinya dan Angel tertidur.Dengan nyawa yang belum terkumpul, Davin melirik ke pintu kamar.“Dave… buka pintunya, Dave!” Itu suara Kiano.“Angel..., kalian nggak apa-apa kan?” Suara Kiano kini berganti dengan panggilan Bian. Dari nadanya mereka terdengar cemas.Davin buru-buru duduk, mengambil kaos oblong hitam demi menutupi dadanya yang polos. Sambil menahan kantuk dan menutup kuap Davin menyeret langkah berat menuju pintu.“Ya ampun, Dave, kalian masih tidur?” Suara Adizty yang pertama kali Davin dengar begitu pintu terbuka.“Hmm, iya, Mi.” Davin menggaruk leher belakangnya. Bingung menghadapi orang tua serta mertuanya yang kini berkumpul di depannya.“Angel mana, Dave?” Bian menatap Davin tajam sambil mencuri pandang ke arah kamar.“Ada, Pi, di dalam masih tidur.” Davin menjadi tidak enak hati.“Bukannya tadi mami kamu udah telepon suruh sarapan?” Kiano ikut sumbang suara.“Iya, Pi, tadi habis man
“Ternyata kamu di sini, Dave.”Davin dan Kiano sama-sama mengemas suara saat Adizty masuk ke kamar tanpa memberi aba-aba. Tanpa mengetuk pintu atau pun memberi sapaan.Adizty menatap bergantian anak tersayang dan suaminya tercinta. Perempuan itu jadi curiga karena keduanya menunjukkan gelagat aneh. Pasti tadi ada yang Davin dan Kiano bicarakan, tapi keduanya mendadak membungkam mulut saat dia menampakkan diri.“Lagi ngomongin apa sih kalian?” tanyanya curiga.“Nggak ngomong apa-apa kok, Yang.” Kiano yang menjawab.“Tapi tadi pas aku lagi di luar rame banget suaranya.” Tadi Adizty memang mendengar gelak tawa Davin dan Kiano sebelum masuk ke kamar. Dan saat pintu dibuka suara-suara itu pun lenyap seketika.“Kamu salah dengar kali, Yang, aku sama Davin ngomong biasa aja kok, nggak ada yang aneh-aneh, nggak rame juga.”Meskipun tidak percaya, tapi Adizty tidak bicara lagi. Mungkin tadi Kiano dan Davin sedang membahas masalah laki-laki dan tidak penting untuk diketahuinya. Palingan keduan