Davin menyimpan kembali gawainya, tapi kali ini bukan di saku celana seperti tadi.“Papi bilang apa, Dave?” tanya Angel penasaran.“Kata papi, tadi mami suruh nanyain kadonya udah dibuka apa belum, terus katanya disuruh pake langsung,” ujar Davin menyampaikan apa yang didengarnya dari Kiano tadi.“Ooo… iya sih aku belum buka.” Angel mendekati tumpukan kado di dekat tempat tidur dan memeriksanya satu demi satu. Matanya berlarian ke sana kemari mencari bingkisan dari Adizty. Davin ikut duduk di sebelahnya mengamati satu demi satu kado itu. Mata bulat Angel melebar seiring dengan senyumnya yang merekah saat melihat bingkisan dengan pita berwarna pink di antara bingkisan-bingkisan lainnya.“Ini dia kado dari Mami,” gumamnya.“Langsung buka aja yuk, Dek, aku penasaran apa isinya,” kata Davin pura-pura tidak tahu.Pelan-pelan Angel membuka bungkus kotak berbentuk love itu. Pertama kali yang didapatinya adalah secarik kartu ucapan. Bibir tipis Angel mengeja kata demi kata yang tertera di s
Angel dan Davin terkulai lemas setelah pelepasan panjang tadi. Walaupun masih amatir tapi ternyata keduanya mampu saling memuaskan satu sama lain. Dan yang paling penting, mereka tidak perlu minta tutorial atau nyontek step by step di internet. Setidaknya tidak ada acara telepon menelepon orang tua masing-masing.Keduanya memang berbaring dengan tubuh bertutupkan selimut. Tapi di balik selimut putih itu tangan Davin terus menempel di dada Angel. Jari-jarinya bermain lincah di sana. Memelintir puncak dada sang istri dan sesekali Davin menyelingi dengan menariknya pelan-pelan.“Kamu capek, Dek?” tanya Davin yang memandang Angel mesra. Tangan kanannya di dada Angel, sedangkan tangan kirinya membelai halus kepala sang istri.“Dikit sih, tapi sakitnya yang banyak.” Angel meringis lagi.“Boleh aku lihat?”“Hah?” Angel hampir saja lupa kalau mereka sudah menikah dan Davin baru saja melihat dan mengeksplor tiap inci lekuk tubuhnya. “Iya, Dave.”Davin melepaskan tangannya dari dada Angel lalu
Davin menggeliat perlahan saat gendang telinganya menangkap suara Gerard Way yang berteriak-teriak seolah ingin membangunkannya. Pelan-pelan kelopak matanya terbuka. Namun hanya sesaat karena terasa begitu berat seolah ada yang menggantung dan mengganjalnya agar tetap terpejam. Bibirnya menyunggingkan senyum saat mengetahui pagi itu dia terbangun dengan memeluk seorang perempuan cantik. Dan yang paling disyukurinya adalah karena perempuan cantik itu adalah perempuan halalnya. Bukan gadis jalanan apalagi perempuan jalang.Davin menyibak selimut dan mengintip ke dalam dengan matanya yang redup. Tidak ada apa pun yang melekat di tubuh polosnya selain selimut putih besar yang menutup tubuhnya dan sang istri. Senyumnya semakin lebar.Davin memutar kembali ingatan atas peristiwa semalam. Dirinya dan Angel baru tidur beberapa jam setelah menutup percintaan mereka dengan sesi ketiga dini hari tadi. Masih terasa olehnya halusnya kulit Angel yang bergesekan di atas kulitnya. Juga aroma khas t
Davin tersentak saat mendengar gedoran keras di pintu kamar. Entah sudah berapa lama dirinya dan Angel tertidur.Dengan nyawa yang belum terkumpul, Davin melirik ke pintu kamar.“Dave… buka pintunya, Dave!” Itu suara Kiano.“Angel..., kalian nggak apa-apa kan?” Suara Kiano kini berganti dengan panggilan Bian. Dari nadanya mereka terdengar cemas.Davin buru-buru duduk, mengambil kaos oblong hitam demi menutupi dadanya yang polos. Sambil menahan kantuk dan menutup kuap Davin menyeret langkah berat menuju pintu.“Ya ampun, Dave, kalian masih tidur?” Suara Adizty yang pertama kali Davin dengar begitu pintu terbuka.“Hmm, iya, Mi.” Davin menggaruk leher belakangnya. Bingung menghadapi orang tua serta mertuanya yang kini berkumpul di depannya.“Angel mana, Dave?” Bian menatap Davin tajam sambil mencuri pandang ke arah kamar.“Ada, Pi, di dalam masih tidur.” Davin menjadi tidak enak hati.“Bukannya tadi mami kamu udah telepon suruh sarapan?” Kiano ikut sumbang suara.“Iya, Pi, tadi habis man
“Ternyata kamu di sini, Dave.”Davin dan Kiano sama-sama mengemas suara saat Adizty masuk ke kamar tanpa memberi aba-aba. Tanpa mengetuk pintu atau pun memberi sapaan.Adizty menatap bergantian anak tersayang dan suaminya tercinta. Perempuan itu jadi curiga karena keduanya menunjukkan gelagat aneh. Pasti tadi ada yang Davin dan Kiano bicarakan, tapi keduanya mendadak membungkam mulut saat dia menampakkan diri.“Lagi ngomongin apa sih kalian?” tanyanya curiga.“Nggak ngomong apa-apa kok, Yang.” Kiano yang menjawab.“Tapi tadi pas aku lagi di luar rame banget suaranya.” Tadi Adizty memang mendengar gelak tawa Davin dan Kiano sebelum masuk ke kamar. Dan saat pintu dibuka suara-suara itu pun lenyap seketika.“Kamu salah dengar kali, Yang, aku sama Davin ngomong biasa aja kok, nggak ada yang aneh-aneh, nggak rame juga.”Meskipun tidak percaya, tapi Adizty tidak bicara lagi. Mungkin tadi Kiano dan Davin sedang membahas masalah laki-laki dan tidak penting untuk diketahuinya. Palingan keduan
Mereka sudah berada kembali di Indonesia setelah penerbangan panjang yang melelahkan. Saat ini Angel dan Davin menetap di rumah Bian dan Tatiana. Seharusnya mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi kedua orang tua Angel belum memberikan izin.Hari itu keduanya masih sama-sama mendekam di kamar. Sisa-sisa kelelahan akibat penerbangan kemarin masih melekat di tubuh mereka. Davin dan Angel leye-leye di pembaringan yang empuk. Keduanya berbaring miring dengan muka saling menatap. Saat iris coklat mereka bertemu, bibir keduanya pun beradu. Beberapa hari sudah berlalu tapi hingga hari ini Angel masih merasa ada yang tidak beres di bagian selangkangannya. Caranya berjalan pun masih terlihat aneh meskipun tidak separah hari-hari pertama setelah Angel melepas keperawanannya.“Dek, gimana, masih sakit?” tanya Davin setelah melepas kecupan.“Dikit sih, Dave. Amy katanya dulu juga kayak gini, malah amy sampai harus ke rumah sakit.” Dengan menyingkirkan rasa malu, akhirnya Angel memberanikan
Pesta telah usai. Bulan madu selesai. Euforia pun berakhir.Perjalanan mereka mengarungi Australia hingga New Zealand dengan kapal pesiar mewah Heaven Cruise menyisakan kenangan indah dan begitu membekas di memori Angel dan Davin. Di kapal pesiar nan mewah lagi megah itu mereka merangkai cerita dan mengukir sejarah besar. Hampir setiap hari mereka bercinta, bermesraan hingga berbagi kebahagiaan. Mereka memang tidak pergi berdua, tapi membawa keluarga besar dari kedua belah pihak. Tapi sedikit pun kehadiran keluarga tidak membuat keduanya merasa terganggu.Angel dan Davin masih berada di rumah orang tua Angel. Dan kali ini Davin menuntut Angel agar merealisasikan ucapannya saat itu.“Dek, kamu masih ingat nggak, waktu itu kamu pernah bilang kalo kita pindah rumahnya kalo udah pulang honeymoon. Jadi aku mohon nggak ada lagi alasan lain,” tegas Davin pagi itu pada Angel yang sedang membantunya memasang kancing kemeja satu demi satu. Hari ini Davin dan Angel memang sudah mulai kembali bek
Di hari pertamanya kembali kerja setelah menikah, Davin pulang agak malam karena harus menyelesaikan pekerjaannya yang terbengkalai selama cuti kemarin.Pukul delapan malam lewat sepuluh menit. Itu yang dinyatakan penunjuk waktu digital di gawainya. Sementara tumpukan berkas di atas meja yang harus dianalisa dan membutuhkan approval masih menggunung tinggi.“Dave, masih lama ya pulangnya? Aku kangen, Dave!”Davin tersenyum saat membaca deret demi deret kata di gawainya. Ini entah sudah pesan ke berapa yang dikirim Angel padanya. Tadi Davin memang sudah mengabari pada istrinya itu kalau akan terlambat pulang. Tapi Davin belum mengatakan tentang perintah Kiano padanya.“Sebentar lagi ya, Dek, tapi aku mampir ke rumah papi dulu. Mami lagi sakit.” Davin segera membalas pesan itu agar Angel tidak terus-terusan merisaukannya.“Jangan-jangan lama ya, Dave, aku kangen…” Senyum Davin terkembang lagi. Dalam waktu kurang dari dua menit sudah dua kali Angel bilang kangen.“Iya, Sayang, i’ll be th