Masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin, Davin tidak langsung pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Davin mengambil gawai dan mencari nama Dylan di daftar kontak. Begitu menemukannya Davin segera men-dial. Setelah mengetahui perasaan Gendiz tadi Davin merasa ingin bicara dengan Dylan. Siapa tahu dia bisa membantu.Tapi percuma. Meski sudah meredial beberapa kali, Dylan tidak bisa dihubungi. Mungkin dia sudah mengganti nomornya dan memutus komunikasi dengan siapapun yang mengenalnya.Dengan rasa kecewa, Davin menyimpan kembali gawainya lalu pergi. Dia harus pulang sekarang.Ingatan tentang Dylan dan perasaan kasihannya pada Gendiz terus menghantui Davin. Namun tidak ada yang bisa dilakukannya selain berharap sang adik akan segera bertemu jodoh yang jauh lebih baik.Dari dalam mobil, Davin melihat Angel sedang duduk menunggunya di beranda. Wajahnya yang resah tersorot jelas oleh cahaya lampu mobil. Saat mengetahui Davin yang datang, senyumnya merekah. Angel lalu bangkit dari dudukn
Setelah menempuh penerbangan sekitar dua jam empat puluh menit, akhirnya Davin dan Angel mendarat dengan selamat di Delta Island. Pulau milik pribadi yang masih perawan itu hanya bisa ditempuh dengan pesawat pribadi serta kapal. Tidak ada transportasi publik yang disengaja ke sana maupun sekitarnya kecuali carteran yang biasanya digunakan oleh wisatawan maupun penduduk lokal.Di sekitar Delta Island masih banyak pulau kecil dan terluar lain yang rata-rata adalah kepunyaan pribadi dan dijadikan sebagai destinasi wisata.Pembangunan resort di Delta Island baru mencapai 80%. Meskipun begitu sudah terlihat geliatnya. Kalau sudah rampung nanti pulau ini akan menjadi destinasi wisata para kaum borjuis atau setidaknya bagi mereka yang ingin menikmati indahnya surga dunia.Hamparan pasir putih di sepanjang pesisir pantai serta air laut berwarna biru cenderung turquoise menyapa dan memenuhi ruang mata keduanya begitu mereka menginjakkan kaki setelah turun dari pesawat.“Ya ampun, Dave, ini sih
Davin mendominasi dan memenjarakan Angel di bawahnya. Tubuh mereka yang bersimbah peluh melebur menjadi satu. Semilir angin yang berembus dan menerobos masuk melalui jendela kamar yang dibiarkan terbuka tidak akan berpengaruh apa-apa bagi keduanya karena tubuh mereka jauh lebih panas.Davin yang bergerak liar perlahan melambat dan membalikkan Angel yang tadi berada di bawah dan memosisikan di atasnya tanpa melepas penyatuan.Baru saja Angel akan mengambil alih dominasi Davin, terdengar pintu diketuk dari luar. Angel dan Davin saling berpandangan, mengira-ngira siapa yang datang.“Lanjutin aja, Dek,” desis Davin dan meminta Angel agar tidak memedulikan gangguan dari setan manapun di luar sana.Angel mencengkram pinggul Davin, membentuk pertahanan dan mengembalikan ritme seperti semula. Gerakan aestheticnya seperti berpacu dengan ketukan di depan pintu yang tak kunjung berhenti.“Mas Davin, ini saya, Mas, Nilam.”Raut keduanya mencetak kesal karena merasa terganggu. “Mas Davin, bisa b
Keluar dari bungalow, Davin dan Angel mendatangi bungalow di sebelahnya untuk menemui Ganda dan mengajaknya pergi.Di sebelah Davin, Angel bergayut erat dan tidak melepaskannya sedikit pun. Davin sih senang-senang saja. Tapi mungkin orang yang melihat mereka yang akan merasa risih.Seorang perempuan separuh baya yang Davin kira istri Ganda membuka pintu. Senyumnya terkembang lebar saat melihat tamunya adalah atasan sang suami.“Eh, Mas Davin, ayo silakan masuk dulu!”“Makasih, Bu, Pak Ganda ada?”“Ada, tapi sedang mandi, ditunggu sebentar ya!” Amira—istri Ganda memberi jalan agar Davin dan Angel bisa lewat.Davin pun mengayun langkah ke dalam. Angel mengekor di belakangnya.“Bu, ini tempat makanannya, terima kasih ya,” ucap Angel sambil meletakkan kotak makanan di atas meja.“Gimana rasanya, Mbak Angel? Apa enak?”“Enak, Bu, saya suka.”“Eh, ada Mas Davin.“ Sosok Nilam tiba-tiba muncul dari arah dalam.Wajah Angel seketika berubah. Perempuan itu kembali mengaitkan tangannya yang semp
Malam itu Angel berbaring di pangkuan Davin yang mengusap-usapnya serta menelusupkan jari ke tiap helai rambutnya. Sejak sore tadi tidak ada yang mereka lakukan selain mengurung diri di dalam bungalow. Seharusnya mereka bisa menikmati sunset, tapi mood keduanya terlanjur memburuk.“Aku bosan di kamar terus, Dave,” keluh Angel lantas bangun dari paha Davin yang dijadikannya bantal. Ini baru hari pertama dan mereka akan berada di sana empat hari lagi. Semestinya pulau itu menjadi tempat yang menyenangkan bagi keduanya. Tapi Nilam si pengacau membuat semua berantakan. Angel rasa tidak ada yang lebih menyebalkan dari perempuan itu. Mungkin Nilam tidak jahat tapi tingkah dan kelakuannya nggak banget.“Ayo, Dek!” Davin lalu berdiri mengikuti Angel. Mereka berjalan berangkulan menuju pantai. Malam itu lumayan cerah. Bintang-bintang bertaburan indah di langit.Keduanya duduk beralaskan sandal di atas hamparan pasir putih. Suasana pulau itu benar-benar pas bagi pengantin baru seperti mereka.
Angel masih bermalas-malasan di bawah selimut. Sedangkan Davin sudah keluar dari bungalow sejak tadi. Seperti yang sudah dijanjikannya pada Angel kemarin malam, hari ini Davin mengurus segala sesuatunya agar besok sudah bisa pulang.Sambil menutup mulut yang menguap, Angel menjangkau gawainya. Dia mengesah kecewa saat tidak melihat sebaris pun garis sinyal di sana. Memang iya, hanya ada satu provider di sana dan itu pun sering hilang timbul seperti saat ini.Angel tersenyum sendiri saat membayangkan pasti nan jauh di sana kedua orang tuanya mengkhawatirkan keadaannya karena Angel tidak bisa dihubungi. Apalagi Bian. Angel bisa membayangkan seperti apa raut wajah sang ayah serta kerutan di dahinya saat memikirkan dirinya.Angel bangkit dari tempat tidur. Dilihatnya isi kotak makanan yang tidak lagi utuh, mungkin karena Davin sudah memakannya sebagian.Nasi goreng dengan taburan aneka seafood membuat perutnya yang keroncongan semakin lapar. Selama di sini setiap hari mereka mengonsumsi m
Angel yang memeluk Davin perlahan melepaskan dekapannya saat menyadari ada orang selain mereka berdua di sana. Perasaannya yang tadi mengharu biru sontak berubah saat melihat Nilam. Perempuan itu sudah keterlaluan. Angel ingin memberi pelajaran pada mulutnya yang sepertinya tidak tamat sekolah.“Nilam, kayaknya kamu butuh piknik deh. Saya khawatir lama-lama di sini bukan hanya pikiran kamu yang mumet, tapi hati kamu juga busuk.” Kata-kata Angel memang diucapkan dengan nada biasa dan teramat santai, tapi jelas terasa sangat menusuk. Nilam hanya diam memandangi punggung Angel dan Davin yang menjauh. “Benar kan apa yang aku bilang? Dia itu suka sama kamu, jadinya pas ada kesempatan dia nyuri-nyuri buat narik perhatian kamu,” oceh Angel saat mereka sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Nilam.“Biarin aja, Dek, yang penting aku nggak suka sama dia,” balas Davin ringan merespon kata-kata Angel.“Sekali lagi dia godain kamu, aku tarik-tarik rambutnya sampe botak, aku cakar mukanya
Sampai di bungalow, Angel dan Davin sama-sama tepar. Hari ini sangat melelahkan bagi keduanya. Setelah acara bercinta tadi, keduanya berenang di laut, dan diakhiri dengan makan-makan. Mereka tidak hanya mendatangi satu pulau tapi tiga pulau. Di dua pulau yang lain Angel dan Davin bertemu dengan traveller lain yang juga island hopping seperti mereka. Untung saja Davin sudah menyalurkan hasratnya di pulau pertama. Lelah tapi bahagia karena mendapat pengalaman baru. Tidak hanya pengalaman mengarungi laut lepas, tapi juga experience bercinta di alam bebas.“Dave, makasih ya kamu udah bikin aku bahagia hari ini,” lirih Angel pada Davin yang melingkarkan kaki di pinggangnya.“Sudah tugas aku bikin kamu bahagia.” Davin membelai kepala Angel dan menyisipkan anak rambutnya yang jatuh menutupi dahi ke belakang telinga.Angel mengulas senyum lalu memejamkan mata saat Davin mendekatkan muka dan mengecup bibirnya lembut.Baru saja Davin akan membalikkan badan Angel dan berniat memosisikan di ata
Tokyo pagi itu lebih dingin dari biasanya. Gerimis yang turun sejak tadi menimbulkan rasa sejuk yang menembus hingga ke tulang. Membuat sebagian orang enggan keluar dari rumah. Jangankan dari rumah, bahkan Davin terlalu malas keluar dari selimut dan memilih meringkuk di dalamnya bersama wanita tercintanya.Sudah satu tahun belakangan Davin memboyong Angel dan anak-anak ke negara sakura itu. Sesuai dengan keinginan opinya—Delta Mahendra, yang mewariskan seluruh aset padanya. Maka Davin pun menggantikan Delta yang sudah sepuh menjalankan tugas sebagai pemimpin perusahaan dan pemilik berbagai usaha.Si kembar tiga saat ini sudah berusia sembilan tahun, disusul dengan El yang tahun ini menginjak delapan tahun. Sedangkan Romeo, ini adalah tahun ketiga hidupnya di dunia. Repot? Itu pasti. Pusing apalagi. Sering kali terdengar keributan di rumah itu. Semakin bertambah usia anak-anak rumah itu semakin ramai dan ricuh. Setiap hari ada saja yang diributkan. Yang besar suka mengganggu, sedangka
Lima tahun kemudian.Davin mondar-mandir sepanjang lorong rumah sakit. Sudah sejak tadi dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau balau. Hatinya resah dan gelisah memikirkan seseorang yang berada di dalam ruangan sana. Seharusnya Davin mendampinginya, menemaninya dan tetap berada di sisinya sambil membisikkan kata-kata cinta dan semangat, serta sesekali mengecup lembut keningnya dengan tangan saling menggenggam. Namun semua itu hanya ada di dalam angan-angannya. Karena…Sembilan bulan yang lalu.Saat itu Angel dan Davin sedang bercengkerama di suatu sore di teras belakang rumah mereka. Sementara itu El dan si kembar yang sudah bersekolah di bangku taman kanak-kanak sedang bermain di taman belakang rumah yang sudah mereka modifikasi menjadi mini playground lengkap dengan kolam renang.Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas membuat keduanya bahagia. Pelan-pelan mereka mulai menunjukkan bakat, minat, serta hobi masing-masing. Si kecil El mewarisi nyaris seratus
Angel dan Davin sama-sama menghempaskan badan ke kasur begitu mereka sampai di kamar hotel. Nyaris sembilan puluh menit tayangan film di bioskop, dan keduanya tidak tahu apa-apa. Mereka ikut keluar ketika para penonton lain juga keluar saat film sudah selesai.“Duh, capek banget…,” keluh Angel sambil mengembuskan nafas.“Nggak ngapa-ngapain kenapa capek?”Mereka mungkin hanya duduk saja, tapi tingkah Davin yang terus menggerayanginya membuat Angel lelah. “Capeknya kerena kamu.”“Memangnya aku ngapain?” tanya Davin pura-pura bodoh dengan ekspresi yang membuat Angel gemas. Angel mendekat, melingkari pundak Davin dengan tangannya lalu mengecup lembut bibirnya yang hangat.“Dave, kira-kira anak-anak sekarang lagi ngapain ya?” tanyanya kemudian. Seharian ini mereka sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan para buah hati mereka.“Mungkin udah tidur,” jawab Davin mengira-ngira sambil melirik arloji mahalnya yang limited edition itu.“Kita telfon yuk, aku kangen.”“Nggal usah, Dek, katanya
Seperti rencana yang sudah tersusun di kepalanya, Davin membawa Angel ke hotel paling mewah di kota mereka. The Sun, namanya. Hotel itu teletak di pinggir kota dan jauh dari kawasan pemukiman penduduk. Namun sengaja dibangun dengan konsep all in one building. Semuanya ada di sana. Mulai dari pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebugaran tubuh dan kecantikan hingga playground. Tempat itu memang dirancang bagi orang-orang yang ingin menghilangkan penat dan beristirahat sejenak, namun tetap bisa memanjakan diri dengan hal-hal apapun yang mereka butuhkan.Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar hotel, Davin mengajak Angel ke pusat perawatan kecantikan. Davin memang paling mengerti perempuan dan memahami istrinya. Mereka akan melakukan perawatan tubuh di sana. Berpasang-pasang mata tertuju pada pasangan ideal tersebut ketika tangan Davin membuka pintu kaca dan mempersilakan Angel masuk terlebih dahulu. Untuk sesaat mata keduanya menyapu sekitar. Menyaksikan resepsionis dan
“Kita mau ngobrolin apa, Dave?” tanya Angel di atas pangkuan Davin. Embusan nafas hangat Davin menggelitik lehernya. Membuat sekujur tubuhnya meremang. Memanggil-manggil jiwa terdalamnya untuk datang.“Aku rasa kita perlu honeymoon lagi, Sayang…,” bisik Davin dari belakang. Tangannya melingkari Angel dengan erat dan rapat.“Maksudnya mau nambah anak lagi?” sahut Angle seperti tersentak.“Lho, kok nambah anak? Memangnya orang yang pergi honeymoon itu mau nambah anak?”“Tapi biasanya kan gitu. Aku nggak mau lagi lho, Dave, udah cukup El yang terakhir,” ucap Angel sambil memberengut.Davin tersenyum kecil. Dikecupnya pundak Angel yang membuatnya gemas. “Anak itu kan rezeki. Rezeki nggak boleh ditolak kan? Aku ngajak kamu honeymoon tapi kapan-kapan, kalo El udah bisa ditinggal lama-lama. Sekarang honeymoon-nya di sini aja dulu.”Bisikan Davin di telinganya membuat Angel kian meremang. Pasti sebentar lagi Davin akan mengeksekusinya.Davin membalikkan tubuh Angel mengarah padanya sehingga s
Jujur saja selama ada Gendiz sedikit banyak meringankan Angel dan Davin. Hampir setiap hari Gendiz bermain ke rumahnya, atau memboyong anak-anak ke rumah orang tua mereka. Saking sayangnya pada para bocah, Gendiz juga menahan si kembar agar menginap bersamanya dan tidak mengantarnya pulang. Sesekali Davin dan Angel membiarkan si kembar tidur bersama Gendiz di rumah Kiano dan Adizty. Mereka yakin dan percaya sepenuhnya kalau adiknya itu bisa menjaga ketiganya dengan baik. Meskipun sepanjang malam keduanya tidak bisa memejamkan mata karena tidak terbiasa berpisah dengan anak-anak mereka.“Kalian kalo mau kencan, pergi aja, biar anak-anak aku yang urus,” ucap Gendiz pada suatu hari. Melihat keseharian Angel yang disibukkan dengan mengasuh, menjaga, merawat dan mengurus anak-anaknya membuat Gendiz merasa kasihan. Begitu pula dengan Davin yang terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Kadang sampai senja atau malam. Pasti keduanya butuh waktu untuk hanya berdua saja tanpa direcoki anak-
“Halo, Mbak Angel, masih ingat sama saya?” Suara Nilam mengagetkan Angel yang berdiri di tempatnya dan belum bergeming sejak berdetik-detik yang lalu.Angel maju beberapa langkah mendekati Gendiz dan Nilam. “Tentu saja aku ingat. Kamu yang dulu resek kan? Yang suka menggoda suamiku?” sahut Angel tidak suka. Kehadiran Nilam membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan karena dia takut akan kehilangan Davin, tapi tingkah Nilam begitu meresahkan.“Hehe…” Nilam tertawa canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “maaf ya, Mbak Angel, tapi Mbak Angel jangan salah sangka dulu sama saya. Maksud saya baik kok. Saya hanya ingin menguji kadar cinta Mbak Angel sama mas Davin. Dan ternyata Mbak Angel cemburu sama saya. Hehehe…,” ucap Nilam penuh percaya diri.Angel tidak mengerti dengan gadis di hadapannya. Setelah minta maaf, eh bisa-bisanya bicara sesantai itu. Tidak ingin ambil pusing, Angel beralih pada Gendiz dan memeluk adik iparnya itu. Wangi vanila dari tubuh dan rambut Gendiz me
“Halo, Mas Davin, masih ingat siapa saya?” Nilam memamerkan senyum lebar pada Davin yang termangu saat beradu mata dengannya. Nilam harap pemuda tampan yang menawan hatiya sejak awal perkenalan itu tidak melupakannya.Davin membalas senyum Nilam sekenanya dan berbasa-basi sekadarnya. “Hai, apa kabar?”“Baik, Mas, bapak sama ibu juga sehat. Mereka titip salam buat Mas Davin.”“Terima kasih,” jawab Davin singkat, lalu segera menarik tangan Gendiz menjauh dari sana diiringi tatapan penuh tanda tanya Kiano, Adizty serta Nilam. Sedangkan anak-anak sibuk bermain dengan bonekanya.“Ada apa sih, Dave?” tanya Gendiz tidak mengerti karena Davin menarik tangannya tiba-tiba.“Ndiz, kenapa kamu bawa dia ke sini?” Suara Davin setengah berbisik. Meskipun saat itu mereka berada di ruangan yang terpisah, tapi bisa saja dinding mempunyai telinga dan menyampaikannya.“Maksudnya Nilam?”“Iya, siapa lagi kalo bukan dia,” jawab Davin kesal. D
“Dave, jangan lupa nanti jemput anak-anak di rumah mami,” kata Angel mengingatkan saat menelepon Davin melalui panggilan video sore itu, meskipun dia tahu kalau Davin tidak akan pernah melupakan hal tersebut.Davin tersenyum sambil merebahkan kepala ke sandaran kursi. Mendengar suara Angel mengusir penat yang menderanya.“Iya, Dek, aku nggak akan lupa kok. Mana mungkin aku bisa lupa. Kamu pasti modus kan?”“Modus apa?”“Bilang aja kalo sebenarnya kamu lagi kangen sama aku, pengen dengar suara aku terus pake alasan mengingatkan aku biar nggak lupa jemput anak-anak.”“Ih, apaan sih, Dave?” Angel tertawa saat merasakan pipinya menghangat digoda Davin.“Jadi serius kamu nelfon aku cuma buat kasih tahu jemput anak-anak?”“Kangen juga sih sebenarnya.”“Tuh kan ngaku akhirnya.” Davin tertawa karena berhasil menggoda Angel dan membuatnya mengakui perasaannya. “Aku juga kangen kamu, suara kamu itu bagai candu buat aku. Kamu nelfon kayak gini udah bikin aku bersemangat dan ngilangin semua rasa