Davin mendominasi dan memenjarakan Angel di bawahnya. Tubuh mereka yang bersimbah peluh melebur menjadi satu. Semilir angin yang berembus dan menerobos masuk melalui jendela kamar yang dibiarkan terbuka tidak akan berpengaruh apa-apa bagi keduanya karena tubuh mereka jauh lebih panas.Davin yang bergerak liar perlahan melambat dan membalikkan Angel yang tadi berada di bawah dan memosisikan di atasnya tanpa melepas penyatuan.Baru saja Angel akan mengambil alih dominasi Davin, terdengar pintu diketuk dari luar. Angel dan Davin saling berpandangan, mengira-ngira siapa yang datang.“Lanjutin aja, Dek,” desis Davin dan meminta Angel agar tidak memedulikan gangguan dari setan manapun di luar sana.Angel mencengkram pinggul Davin, membentuk pertahanan dan mengembalikan ritme seperti semula. Gerakan aestheticnya seperti berpacu dengan ketukan di depan pintu yang tak kunjung berhenti.“Mas Davin, ini saya, Mas, Nilam.”Raut keduanya mencetak kesal karena merasa terganggu. “Mas Davin, bisa b
Keluar dari bungalow, Davin dan Angel mendatangi bungalow di sebelahnya untuk menemui Ganda dan mengajaknya pergi.Di sebelah Davin, Angel bergayut erat dan tidak melepaskannya sedikit pun. Davin sih senang-senang saja. Tapi mungkin orang yang melihat mereka yang akan merasa risih.Seorang perempuan separuh baya yang Davin kira istri Ganda membuka pintu. Senyumnya terkembang lebar saat melihat tamunya adalah atasan sang suami.“Eh, Mas Davin, ayo silakan masuk dulu!”“Makasih, Bu, Pak Ganda ada?”“Ada, tapi sedang mandi, ditunggu sebentar ya!” Amira—istri Ganda memberi jalan agar Davin dan Angel bisa lewat.Davin pun mengayun langkah ke dalam. Angel mengekor di belakangnya.“Bu, ini tempat makanannya, terima kasih ya,” ucap Angel sambil meletakkan kotak makanan di atas meja.“Gimana rasanya, Mbak Angel? Apa enak?”“Enak, Bu, saya suka.”“Eh, ada Mas Davin.“ Sosok Nilam tiba-tiba muncul dari arah dalam.Wajah Angel seketika berubah. Perempuan itu kembali mengaitkan tangannya yang semp
Malam itu Angel berbaring di pangkuan Davin yang mengusap-usapnya serta menelusupkan jari ke tiap helai rambutnya. Sejak sore tadi tidak ada yang mereka lakukan selain mengurung diri di dalam bungalow. Seharusnya mereka bisa menikmati sunset, tapi mood keduanya terlanjur memburuk.“Aku bosan di kamar terus, Dave,” keluh Angel lantas bangun dari paha Davin yang dijadikannya bantal. Ini baru hari pertama dan mereka akan berada di sana empat hari lagi. Semestinya pulau itu menjadi tempat yang menyenangkan bagi keduanya. Tapi Nilam si pengacau membuat semua berantakan. Angel rasa tidak ada yang lebih menyebalkan dari perempuan itu. Mungkin Nilam tidak jahat tapi tingkah dan kelakuannya nggak banget.“Ayo, Dek!” Davin lalu berdiri mengikuti Angel. Mereka berjalan berangkulan menuju pantai. Malam itu lumayan cerah. Bintang-bintang bertaburan indah di langit.Keduanya duduk beralaskan sandal di atas hamparan pasir putih. Suasana pulau itu benar-benar pas bagi pengantin baru seperti mereka.
Angel masih bermalas-malasan di bawah selimut. Sedangkan Davin sudah keluar dari bungalow sejak tadi. Seperti yang sudah dijanjikannya pada Angel kemarin malam, hari ini Davin mengurus segala sesuatunya agar besok sudah bisa pulang.Sambil menutup mulut yang menguap, Angel menjangkau gawainya. Dia mengesah kecewa saat tidak melihat sebaris pun garis sinyal di sana. Memang iya, hanya ada satu provider di sana dan itu pun sering hilang timbul seperti saat ini.Angel tersenyum sendiri saat membayangkan pasti nan jauh di sana kedua orang tuanya mengkhawatirkan keadaannya karena Angel tidak bisa dihubungi. Apalagi Bian. Angel bisa membayangkan seperti apa raut wajah sang ayah serta kerutan di dahinya saat memikirkan dirinya.Angel bangkit dari tempat tidur. Dilihatnya isi kotak makanan yang tidak lagi utuh, mungkin karena Davin sudah memakannya sebagian.Nasi goreng dengan taburan aneka seafood membuat perutnya yang keroncongan semakin lapar. Selama di sini setiap hari mereka mengonsumsi m
Angel yang memeluk Davin perlahan melepaskan dekapannya saat menyadari ada orang selain mereka berdua di sana. Perasaannya yang tadi mengharu biru sontak berubah saat melihat Nilam. Perempuan itu sudah keterlaluan. Angel ingin memberi pelajaran pada mulutnya yang sepertinya tidak tamat sekolah.“Nilam, kayaknya kamu butuh piknik deh. Saya khawatir lama-lama di sini bukan hanya pikiran kamu yang mumet, tapi hati kamu juga busuk.” Kata-kata Angel memang diucapkan dengan nada biasa dan teramat santai, tapi jelas terasa sangat menusuk. Nilam hanya diam memandangi punggung Angel dan Davin yang menjauh. “Benar kan apa yang aku bilang? Dia itu suka sama kamu, jadinya pas ada kesempatan dia nyuri-nyuri buat narik perhatian kamu,” oceh Angel saat mereka sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Nilam.“Biarin aja, Dek, yang penting aku nggak suka sama dia,” balas Davin ringan merespon kata-kata Angel.“Sekali lagi dia godain kamu, aku tarik-tarik rambutnya sampe botak, aku cakar mukanya
Sampai di bungalow, Angel dan Davin sama-sama tepar. Hari ini sangat melelahkan bagi keduanya. Setelah acara bercinta tadi, keduanya berenang di laut, dan diakhiri dengan makan-makan. Mereka tidak hanya mendatangi satu pulau tapi tiga pulau. Di dua pulau yang lain Angel dan Davin bertemu dengan traveller lain yang juga island hopping seperti mereka. Untung saja Davin sudah menyalurkan hasratnya di pulau pertama. Lelah tapi bahagia karena mendapat pengalaman baru. Tidak hanya pengalaman mengarungi laut lepas, tapi juga experience bercinta di alam bebas.“Dave, makasih ya kamu udah bikin aku bahagia hari ini,” lirih Angel pada Davin yang melingkarkan kaki di pinggangnya.“Sudah tugas aku bikin kamu bahagia.” Davin membelai kepala Angel dan menyisipkan anak rambutnya yang jatuh menutupi dahi ke belakang telinga.Angel mengulas senyum lalu memejamkan mata saat Davin mendekatkan muka dan mengecup bibirnya lembut.Baru saja Davin akan membalikkan badan Angel dan berniat memosisikan di ata
“Miang betul dikau ni!” Nilam menunduk mendengar tudingan Ganda padanya. Kalau Ganda sudah mengeluarkan bahasa daerah, itu artinya dia sedang marah. Saat ini mereka baru saja masuk ke bungalow dan sedang duduk di kursi rotan ruang depan. Ganda dan Amira mengelilingi Nilam yang merasa diperlakukan seperti seorang pesakitan.“Bapak tak suka cara kamu, Nilam. Bapak tak pernah mengajarkan kamu menggoda laki-laki. Apa kamu tahu, Mas Davin itu adalah orang yang memberi kita makan.”“Yang memberi kita makan Tuhan, Pak, bukan manusia,” tukas Nilam menyanggah kata-kata Ganda yang sedang menasihatinya. “Iya, memang Tuhan yang memberi kita makan, tapi semua itu melalui Mas Davin. Bapak tak habis pikir bagaimana bisa kamu seberani itu apalagi terang-terangan di depan istrinya.” Ganda menggeleng-gelengkan kepala tidak mengerti dan tidak habis pikir oleh tingkah laku putri bungsunya.“Di keluarga kita tak seorang pun yang pernah merusak rumah tangga orang,” imbuh Amira. Walaupun di depan Angel da
Keduanya sama-sama terbangun saat Tatiana mengetuk pintu kamar dan mengatakan kalau hari sudah malam. Saking lelahnya Angel dan Davin tidak sadar waktu hingga ketiduran sampai malam.“Masih tidur? Capek banget ya? Amy kira kamu sakit karena nggak keluar kamar dari tadi,” ujar Tatiana saat Angel membuka pintu dan menunjukkan muka bantalnya.Angel menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku. “Iya, My, capek banget.”“Papi udah pulang, temui dulu gih! Dia nanyain kamu terus dari tadi.”Menutup pintu kamar yang tadi memberi celah, Angel keluar menuju kamar Bian. Di belakangnya Tatiana berjalan mengiringi. Angel tidak menemukan Bian di kamar. Ditolehkannya kepala ke belakang dan bertanya. “My, Papi mana?”“Tadi sih ada di sini, atau mungkin di ruang kerjanya.”Kedua perempuan itu lantas berjalan ke ruangan di samping kamar Bian dan Tatiana. Ternyata benar, ada Bian di sana. Lelaki itu tampak serius di depan laptop.“Papi!” Mendengar suara putri yang dirindukannya, Bian menoleh lalu me