Laksa kembali melanjutkan pekerjaannya, hari dia memang sengaja pulang lebih lambat karena banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Keberhasilannya tadi menggaet investor membuat semangat kerjanya melambung tinggi, lagi pula dia juga sudah mengirim pesan pada Luna kalau akan pulang terlambat. Ketukan pintu membuatnya mendongak sebentar sebelum berteriak. “Masuk.”Dan sang asisten masuk dengan terburu-buru. “Maaf, Pak. Apa bisa saya pulang lebih dulu. Ibu saya masuk rumah sakit,” katanya dengan wajah khawatir. Laksa mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Tentu saja, kamu bisa pulang lebih dulu aku hanya akan menyelesaikan laporan ini.” “Terima kasih, Pak.” “Semoga ibumu baik-baik saja.” Sang asisten menggangguk dan mengaminkan sebelum pamit pergi. Laksa sedikit meregangkan tangannya mengusir rasa kaku karena terlalu lama duduk. Pekerjaannya hampir selesai lagi pula dia sudah berjanji pada Luna ak
“Maaf, sayang aku terlambat pulang,” kata Laksa pada Luna yang menyambutnya di teras depan. Luna tersenyum mencoba memahami kalau suaminya memang punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, bukan untuk yang lain. Meski tak bisa dipungkiri ada resah yang dia rasakan hari ini. “Kakak sudah makan malam?” Ya Tuhan bagaimana dia bisa makan malam dalam keadaan seperti ini, pikirannya penuh dengan rasa bersalah dan khawatir pada Luna. “Kamu sendiri sudah makan?” Luna menggeleng yang membuatnya menghela napas panjang. Dia menatap arloji di tangannya. Jam setengah sembilan malam, belum terlalu malam memang meski tetap saja terlambat. “Kalau begitu kita makan sekarang.” “Tapi kalau kakak sudah makan, jangan dipaksakan nanti perutnya sakit.” Laska tersenyum dan membelai lembut kepala sang istri. “Aku juga belum makan, tadi ada masalah sedikit dan langsung pulang.” “Baiklah, aku siapkan makan malam dul
Laksa membalikkan sendok makannya tanda kalau dia sudah selesai makan. “Kakak masih marah tentang aku yang ngobrol dengan kak Vano? Kami hanya-“ “Aku mengerti. Maaf aku hanya takut kamu lebih nyaman ngobrol dengannya daripada denganku.” “Kenapa kakak mikir begitu?” Laksa menggelengkan kepalanya itu tidak penting lagi untuk sekarang. “Kamu percayakan kalau aku sayang kamu dan tidak akan menyakitimu secara sengaja?” Luna mengangguk. “Setelah hubungan kita membaik dan aku putus dengan Raya lima bulan yang lalu aku tidak pernah bertemu dengannya sampai minggu lalu.”“Aku tahu, dia ada di luar negeri dan kakak selalu pulang tepat waktu jadi tidak mungkin menemuinya.” “Benar.” “Lalu?” “Dia tadi mengajakku bertemu di restoran, maaf aku tidak mengatakannya padamu tadi,” kata Laksa pelan dengan kepala masih menunduk dalam, dia tidak ingin terjadi kesalahpahaman. Raya dan keluarganya pasti akan
Suasana langsung heboh begitu sang mama berteriak panik saat Luna langsung ambruk di pangkuannya. Sang papa yang memang duduk di sebelah sang mama sigap menopang tubuh menantunya itu dan mengangkatnya. Sedangkan sang kakek sigap berteriak memanggil sopir supaya menyiapkan mobil. Sedangkan Laks hanya mampu berdiri di sana, menatap nanar tubuh istrinya dalam gendongan sang papa, dia ingin segeraa menghampiri Luna tapi kakinya seolah tak mampu bergerak, tubuhnya lemas seolah tak bertulang, apalagi saat mendengar teriakan sang mama kalau Luna pendarahan. Tidak... Luna akan baik-baik saja. Ini Hanya kesalapahaman. Demi TUhan dia memang bersalah telah menemui Raya di belakang LUna, tapi sungguh tidak ada niatan Laksa untuk mencurangi Luna sedikit pun. "Apa yang kamu lakukan bantu papamu!" teriak sang kakek sambil melempar Laksa dengan segelas air mineral yang memang ada di dekatnya. Mendapat bentakan itu tulang di tubuh Laksa seolah kembali, dia berlaari lintang pukang mendekati Luna
Luna mengeratkan rangkulannya di lengan sang ayah. Dia perlu pegangan agar tidak terjatuh karena gugup, dadanya berdebar sangat kencang, sampai dia takut sewaktu-waktu akan jatuh ke tanah. Pesta malam ini begitu meriah, lampu-lampu yang tertata apik menambah semarak suasana. Ini bukan kali pertama Luna menemani sang ayah ke sebuah pesta, tapi ini pertama kalinya Luna akan bertemu lagi dengan Laksamana Sanjaya. Laki-laki yang sangat dikaguminya dan selalu menghiasi setiap mimpi-mimpi indahnya.Luna ingat sekali saat sang ayah memberikan selembar foto padanya.Dia menatap foto itu dengan tak percaya. Luna mencubit lengannya sekedar meyakinkan diri, bahwa ini semua nyata. Rasanya dia ingin tertawa bahagia saat dirasakannya sakit di lengannya. Ini memang nyata dan matanya masih cukup normal untuk mengenali foto laki-laki tampan yang menjadi bunga-bunga tidurnya, yang membuatnya seolah terbang ke awan meski hanya melihat kelebat bayangnya. “Bagaimana, Nak, apa kamu mau? Ayah tidak ak
"Wanita murahan! Rendahan! Apa yang kamu lakukan padaku!" Luna hanya bisa menatap wajah laki-laki yang dikaguminya itu dengan mata terbelalak.Laksa baru saja terbangun dari tidurnya, dan memandang Luna penuh kebencian saat melihat kondisi mereka berdua. Luna tak tahu apa yang sedang terjadi, Laksa yang memperkosanya, dan sekarang laki-laki itu malah meneriakinya seolah Luna hanya seekor anjing yang tak punya perasaan.Tapi Luna terlalu takut untuk membuka suara, seumur hidup dia belum pernah mendapatkan bentakan sekasar itu. Luna bergeming, tubuhnya menggigil oleh semua rasa yang hinggap dalam tubuhnya, dia bahkan berharap saat ini Tuhan mencabut nyawanya saja.Dengan memegang erat selimut yang menyelubungi tubuh polosnya, dia duduk meringkuk dipojokan dengan menyedihkan. Sedangkan laki-laki di depannya masih meneriakkan sumpah serapah. Luna terlonjak saat suara bantingan pintu memenuhi ruangan. Sungguh Luna tak mengerti apa yang terjadi bukankah seharusnya dia yang marah, dia ya
Luna keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos Laksa dan gaunya yang sudah sobek dibeberapa bagian, dia tak punya pilihan lain selain menerima sedikit kebaikan laki-laki itu. Ayahnya masih setia menunggunya dengan wajah menunduk. Duduk di atas ranjang. Sejanak Luna ragu untuk menghampiri ayahnya. Tapi sang ayah segera menoleh padanya membuat Luna tak punya pilihan lain selain mendekat. “Kita pulang.” Luna hanya bisa mengikuti langkah kaki ayahnya, percuma juga mengatakan kebenarannya sekarang, ayahnya sudah terlanjur kecewa. Pesta sudah berakhir beberapa jam yang lalu meninggalkan kekacauan di sana-sini termasuk pada Luna. Beberapa orang sedang sibuk membereskan semuanya, tapi kesibukan itu berhenti oleh teriakan seorang laki-laki yang membahana. Luna hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya satu sama lain, dia terlalu malu untuk menggandeng ayahnya setelah apa yang terjadi. “Siapkan mobil cepat!” teriak suara itu entah ditujukan pada siapa. Tapi tak lama keluar Ayah Laksa y
Pagi harinya Luna bangun dengan badan yang seperti remuk, setelah pembicaraan penuh emosi dengan sang ayah, Luna memilih mengistirahatkan dirinya, meski matanya berkhianat tak mau terpejam, sampai menjelang subuh. Praktis dia hanya bisa tidur sekitar dua jam saja. Kepalanya terasa berat tapi di pagi hari banyak hal yang harus dia lakukan, hidup berdua saja dengan sang ayah tanpa ibu membuat Luna terbiasa mengambil semua pekerjaan rumah. Luna menatap ke arah cermin, wajahnya begitu pucat dan matanya sembab efek dari menangis tadi malam. Sekarang dia bukan lagi Luna yang sama seperti kemarin, seorang gadis perawan dengan aktifitas monoton antara rumah, sanggar dan kantor saja. Luna memang pernah mengeluhkan kemonotonan hidupnya, tapi sepertinya sekarang Tuhan terlalu cepat mengabulkan semua keinginannya. Hidupnya yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat, bahkan mungkin lebih seru dari sinetron yang sering ditonton ibu-ibu tetangganya. Kadang Tuhan memang punya cara sendiri
Suasana langsung heboh begitu sang mama berteriak panik saat Luna langsung ambruk di pangkuannya. Sang papa yang memang duduk di sebelah sang mama sigap menopang tubuh menantunya itu dan mengangkatnya. Sedangkan sang kakek sigap berteriak memanggil sopir supaya menyiapkan mobil. Sedangkan Laks hanya mampu berdiri di sana, menatap nanar tubuh istrinya dalam gendongan sang papa, dia ingin segeraa menghampiri Luna tapi kakinya seolah tak mampu bergerak, tubuhnya lemas seolah tak bertulang, apalagi saat mendengar teriakan sang mama kalau Luna pendarahan. Tidak... Luna akan baik-baik saja. Ini Hanya kesalapahaman. Demi TUhan dia memang bersalah telah menemui Raya di belakang LUna, tapi sungguh tidak ada niatan Laksa untuk mencurangi Luna sedikit pun. "Apa yang kamu lakukan bantu papamu!" teriak sang kakek sambil melempar Laksa dengan segelas air mineral yang memang ada di dekatnya. Mendapat bentakan itu tulang di tubuh Laksa seolah kembali, dia berlaari lintang pukang mendekati Luna
Laksa membalikkan sendok makannya tanda kalau dia sudah selesai makan. “Kakak masih marah tentang aku yang ngobrol dengan kak Vano? Kami hanya-“ “Aku mengerti. Maaf aku hanya takut kamu lebih nyaman ngobrol dengannya daripada denganku.” “Kenapa kakak mikir begitu?” Laksa menggelengkan kepalanya itu tidak penting lagi untuk sekarang. “Kamu percayakan kalau aku sayang kamu dan tidak akan menyakitimu secara sengaja?” Luna mengangguk. “Setelah hubungan kita membaik dan aku putus dengan Raya lima bulan yang lalu aku tidak pernah bertemu dengannya sampai minggu lalu.”“Aku tahu, dia ada di luar negeri dan kakak selalu pulang tepat waktu jadi tidak mungkin menemuinya.” “Benar.” “Lalu?” “Dia tadi mengajakku bertemu di restoran, maaf aku tidak mengatakannya padamu tadi,” kata Laksa pelan dengan kepala masih menunduk dalam, dia tidak ingin terjadi kesalahpahaman. Raya dan keluarganya pasti akan
“Maaf, sayang aku terlambat pulang,” kata Laksa pada Luna yang menyambutnya di teras depan. Luna tersenyum mencoba memahami kalau suaminya memang punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, bukan untuk yang lain. Meski tak bisa dipungkiri ada resah yang dia rasakan hari ini. “Kakak sudah makan malam?” Ya Tuhan bagaimana dia bisa makan malam dalam keadaan seperti ini, pikirannya penuh dengan rasa bersalah dan khawatir pada Luna. “Kamu sendiri sudah makan?” Luna menggeleng yang membuatnya menghela napas panjang. Dia menatap arloji di tangannya. Jam setengah sembilan malam, belum terlalu malam memang meski tetap saja terlambat. “Kalau begitu kita makan sekarang.” “Tapi kalau kakak sudah makan, jangan dipaksakan nanti perutnya sakit.” Laska tersenyum dan membelai lembut kepala sang istri. “Aku juga belum makan, tadi ada masalah sedikit dan langsung pulang.” “Baiklah, aku siapkan makan malam dul
Laksa kembali melanjutkan pekerjaannya, hari dia memang sengaja pulang lebih lambat karena banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Keberhasilannya tadi menggaet investor membuat semangat kerjanya melambung tinggi, lagi pula dia juga sudah mengirim pesan pada Luna kalau akan pulang terlambat. Ketukan pintu membuatnya mendongak sebentar sebelum berteriak. “Masuk.”Dan sang asisten masuk dengan terburu-buru. “Maaf, Pak. Apa bisa saya pulang lebih dulu. Ibu saya masuk rumah sakit,” katanya dengan wajah khawatir. Laksa mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Tentu saja, kamu bisa pulang lebih dulu aku hanya akan menyelesaikan laporan ini.” “Terima kasih, Pak.” “Semoga ibumu baik-baik saja.” Sang asisten menggangguk dan mengaminkan sebelum pamit pergi. Laksa sedikit meregangkan tangannya mengusir rasa kaku karena terlalu lama duduk. Pekerjaannya hampir selesai lagi pula dia sudah berjanji pada Luna ak
Laksa duduk dengan punggung tegak. Di depannya seorang laki-laki paruh baya yang rencananya akan melakukan investasi pada salah satu program yang akan diadakan hotelnya. Setelah hampir dibuat gila karena kelakukan mantan pacarnya, Laksa harus memacu mobilnya gila-gilaan untuk mengejar waktu yang sudah sangat mepet, dia bahkan tak peduli dengan umpatan yang dia terima dari pengguna jalan lainnya. Untungnya sang investor juga datang sedikit terlambat, jadi dia masih punya waktu untuk sekedar membaca ulang apa yang akan dia presentasikan nanti, meski dia yakin sudah hapal betul dengan apa yang akan dia katakan nanti tapi dalam keadaan setengah gila karena mantan pacarnya yang lagi-lagi berulah, otaknya bisa melenceng kemana-mana dan Laksa tak mau investor yang telah lama dia incar akan lepas begitu saja karena ketidakprofesionalannya. “Terima kasih bapak sudah bersedia datang,” kata Laksa membuka percakapan dengan basa-basi. “Sama-sama, pak. Saya sangat tertarik dengan beberapa progr
Akhirnya Laksa hanya bisa menanyakan kegiatan sang istri hari ini, tanpa menyatakan dimana dirinya sekarang berada, tapi dia berjanji akan mengatakan semuanya setelah sampai di rumah, banyak hal yang harus mereka bicarakan tapi Laksa butuh suasana yang tenang. Saat seorang perawat memangil keluarga Raya serempak dia dan sang manager restoran berdiri, mereka lalu diarahkan untuk menemui dokter paruh baya yang sangat dikenal Laksa. “Apa anda berdua keluarganya?” “Saya manager restoran tempat ibu Raya pingsan, saya hanya ingin memastikan kalau pingsannya ibu Raya ada sangkut pautnya dengan restoran kami atau tidak.” Sang dokter mengangguk mengerti meski begitu dia melirik pada Laksa yang hanya berdiri diam di depannya. “Saya bisa memastikan kalau ibu Raya pingsan bukan karena makanan dan minuman yang dia makan tapi karena stress dan tertekan, syukurlah untuk janin yang dia kandung baik-baik saja.” “Jadi dia benar hamil, Dok?”
Laksa langsung mendekati Raya, dia memang tidak tahu apapun tentang pertolongan pertama pada orang sakit , jadi yang bisa dia lakukan adalah memastikan Raya masih bernapas dengan tangannya yang gemetar. Bagaimanapun Raya pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya dan juga sebagai sesama manusia tentu saja Laksa tak bisa meninggalkannya begitu saja. “Tolong segera kirim ambulance, seorang wanita tiba-tiba pingsan.” Laksa lalu menyebutkan alamat restoran ini. Tak lama kemudian manager restoran tiba-tiba muncul entah siapa yang memberitahunya, tapi kemunculan sang menager berhasil meredam kehebohan yang ada. “Apa yang terjadi, pak?” tanya sang manager ramah dan berusaha tenang meski Laksa tahu ada getar dalam suara laki-laki itu. “Saya juga tidak tahu kami baru saja selesai bicara dan saya sudah akan pergi tapi tiba-tiba saja dia terjatuh,” kata Laksa menjelaskan sesingkat mungkin. Seorang pelayan wanita masuk dan meletakkan
“Sudahlah yang penting aku menemuinya hanya untuk menyelesaikan masalah saja.” Laksa tak menyadari kalau keputusan yang dia ambil kini akan berdampak besar pada kehidupan pernikahannya kelak. “Aku akan keluar sebentar,” kata Laksa pada asistennya. “Tapi pak jam tiga kita ada pertemuan dengan seorang investor.” “Aku akan kembali sebelum itu.” Asisten itu terlihat bimbang, tapi tak mungkin dia melarang bosnya apalagi Laksa sudah masuk ke dalam lift. “Semoga bapak bisa kembali tepat waktu dan tidak ada masalah lagi kedepannya,” gumam sang asisten entah mengapa dia memiliki firasat buruk. Laksa memasuki restoran jepan yang dulu menjadi favorit Raya setiap kali mereka bertemu. Seorang pelayan memakai pakaian tradisional jepang menyambut Laksa di depan pintu setelah Laksa mengatakan akan bertemu dengan Raya. “Akhirnya kamu datang juga.” Laksa melirik jam tangannya mengisyaratkan kalau dia
Tidak banyak waktu yang tersisa untuk Laksa dalam meyiapkan event besar yang akan diadakan di hotelnya. Tanda tangan kontrak memang sudah dilakukan dan pihak penyelenggara memberikan beberapa syarat yang harus manageman hotel penuhi terkait dengan sarana dan prasarana yang akan digunakan. Tumpukan dokumen laporan berserakan di meja kerjanya menunggu untuk dikerjakan. Bukan tanpa aasan dia bekerja sekeras ini, dia hanya ingin membuktikan pada semua orang dia bukan hanya beruntung mewarisi semua kekayaan ini, tapi dia juga punya kemampuan untuk membawa kemajuan usaha yang telah dirintis kakeknya dan juga Laksa ingin membuktikan meski dia lahir dari rahim wanita yang gila harta, tapi dia berbeda dengan ibunya. Itu juga salah satu alasan dia akan tetap setia pada istrinyaa, di samping rasa yang mulai tumbuh subur di hatinya. "Maaf, pak. Ada telepon untuk bapak," suara asistennya terdengar dari interkom yang terhubung antar ruangan. "Dari siapa?" Sang asisten terdengar menghela napas