Home / Rumah Tangga / Wanita Tangguh / Pertengkaran di Sekolah

Share

Pertengkaran di Sekolah

Author: Naily L
last update Last Updated: 2022-09-01 15:37:15

Suara keduanya begitu kentara terdengar di telinga Syifa dan Rachel.

Dua wanita muda itu saling bertatapan sejenak dengan langkah yang terus di pijaki.

Saat kedua netranya menatap kedepan, tiba-tiba bola matanya tercengang melihat sosok laki-laki yang sangat ia kenal keluar dari ruangan TU dan melenggang menuju gerbang depan.

Sontak Rachel menepuk lengan Syifa perlahan, akan tetapi wanita bersuami di sampingnya telah lebih dulu menangkap kehadiran sang suami di sana.

“Suamimu habis ngapain Syif? Bawa map segala,” seloroh Rachel melihat laki-laki memakai kemeja putih lengkap dengan celana dan sepatu hitam.

“Nggak tau,” balas Syifa. Kedua netranya tak lepas dari tubuh suaminya yang melangkah pergi.

Tak lama kemudian tanpa menunggu lama lagi Syifa berlari kecil mengejar tubuh suaminya yang menghilang di pandangan matanya. 

“Syif, mau kemana?” teriak Rachel memanggilnya. Namun, Syifa tak menghiraukan panggilannya.

Ia segera menghampiri sang suami dengan ayunan kaki yang di percepat. 

“Mas Hamzah!” serunya untuk menghentikan langkah sang suami.

Seketika tubuh laki-laki itu berhenti dan menoleh kepadanya.

“Dek,” ucapnya singkat saat sang istri tengah menghampirinya.

Syifa mengantur pola nafasnya yang masih terengah-engah, lalu dengan satu tarikan nafas ia mulai mengeluarkan kata-kata.

“Mas ngapain disini?” tanya Syifa seraya memperhatikan penampilan Hamzah yang begitu rapi tak seperti biasanya.

Hamzah bergeming, raut wajahnya nampak lesu dan tak bersemangat. Sesekali ia menatap kebawah dan terlihat ragu mengucapkan kalimat dari mulutnya.

“Kenapa Mas? Kok nggak jawab?” tuntut Syifa.

Hamzah masih tetap diam.

Dari jarak yang tak jauh dari tempat mereka berdiri nampak dua laki-laki berjas hitam terlihat mendekat. Namun, bukan untuk menghampiri keduanya.

Halaman depan sekolah swasta ini cukup luas, sehingga seringkali di manfaatkan para guru untuk memarkirkan mobilnya.

“Permisi Bu Syifa dan Pak Hamzah,” ujar Pak Hasan selaku wakil kepala sekolah. Ia terlihat mengawal kepala sekolah menuju mobil bersamanya.

Syifa terkejut mendengar ucapan Pak Hasan yang menyebut nama suaminya tersebut.

“Dari mana Pak Hasan kenal Mas Hamzah?” pikir Syifa dalam benaknya.

Pak Amin yang menjabat sebagai kepala sekolah nampak masuk kedalam mobil lebih dulu.

“Ohya Pak Hamzah, hmmm ... maaf, saran saya sebaiknya Bapak kuliah terlebih dahulu baru bisa melamar kerja disini. Punya ilmu tanpa ijazah memang agak susah Pak,” tuturnya sembari menepuk bahu Hamzah dengan memberikan energi semangat terlihat dari senyumnya yang mengembang.

“Insyaallah, terima kasih banyak Pak,” balas Hamzah.

“Sama-sama, maaf saya permisi, ya?” ucap Pak Hasan sembari memasuki mobilnya di sisi bagian kemudi.

Syifa dan Hamzah menepi guna memberi jalan kepadanya.

Tak lama kemudian Syifa segera melempar pertanyaan kepada suaminya.

“Mas habis melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya Syifa menatap lekat wajah suaminya. 

"Sekolah aja nggak lulus, gimana mau kerja di dunia akademisi?" protes Syifa dalam hatinya.

Hamzah bungkam, ia menoleh dan menatap sisi yang lain. Apa saja asal bukan wajah sang istri yang membuatnya merasa terintimidasi.

“Mas kok nggak jawab?” ulang Syifa. Namun, Hamzah tetap saja diam.

Sejenak Syifa menarik nafas panjangnya, lalu menghempaskannya dengan kasar.

“Mas mau bicara tidak? Atau aku akan pergi dari sini,” pungkas Syifa dengan hati yang mulai kesal. Tanpa menunggu jawaban dari suaminya, Syifa segera melangkahkan kaki untuk meninggalkan Hamzah. 

Tiba-tiba sebuah tangan besar menahannya, sontak Syifa berbalik dan menatap laki-laki yang menahannya tersebut.

“Kebutuhan kita semakin banyak Dek, mas butuh penghasilan yang lebih,” ungkap Hamzah lirih.

Syifa kembali mendekat dan mengurungkan niatnya untuk meninggalkan sang suami di sana. 

“Aku harus menafkahimu, apalagi ibu yang mengeluhkan banyaknya kebutuhan kepadaku,” tutur Hamzah tanpa di minta.

Ia pikir dengan mengungkapkan rasa gundah akan mampu mengurangi keresahan di hatinya, apalagi Syifa adalah istrinya sendiri.

“Ibu lagi, ibu lagi, ibu lagi ... kapan sih kita bisa hidup mandiri, Mas?” sergah Syifa dengan suara yang cukup tegas membuat Hamzah terbelalak melihat reaksi sang istri yang jauh dari prediksi.

“Ibu ‘kan tanggung jawabnya mas, Dek,” sanggah Hamzah.

“Mas, sadar nggak sih? Ibu itu terlalu berlebihan. Ia sudah melewati batas wajar, apalagi tuntutannya kepadaku, huh!” keluh Syifa, wajahnya telah merah padam.

“Dek, kenapa bilang seperti itu? Apa selama ini kamu marah dengan sikap ibu?” ujar Hamzah menatap kedua netra sang istri seraya menuntut penjelasan yang pasti.

“Apa menurut Mas selama ini aku tidak terganggu, hah?” Syifa semakin naik pitam.

“Bukankah selama ini Mas sudah minta maaf kepadamu, Dek? Apa itu nggak cukup?”

“Nggak! Mas kira maaf itu bisa membuat aku bahagia? Membuat aku nggak tertekan hidup di sana? Mas salah! Cobalah mengerti keadaanku Mas!”

Emosi Syifa semakin tak terkontrol. Telunjuknya mengarah ke dada bidang Hamzah, membuat laki-laki itu geleng-geleng kepala melihat aksinya. 

“Istighfar Dek! Setan dan hawa nafsu merasukimu. Bahkan kamu lupa kita sedang dimana, nggak baik kita bertengkar seperti ini,” ujar Hamzah berusaha meredam emosi istrinya.

“Asal Mas tau, ya? Aku tuh tertekan, kepikiran. Ternyata kehidupan rumah tangga bisa serumit ini, apalagi hidup bersama mertua.” Syifa meluapkan semua emosinya. 

“Cukup Dek!” Hamzah menekan kedua bahu Syifa.

Hamzah berusaha kuat menahan emosi sang istri yang entah sejak kapan ia pendam sehingga saat ini semuanya meletup tak berkesudahan.

Seketika Syifa menghentikan aksinya, kedua tangannya telah menekan kedua kepala yang terasa berat seperti hendak meledak saja.

Hamzah menarik nafasnya dalam-dalam hingga terdengar hembusan nafasnya yang bergemuruh.

Sejenak kemudian Syifa menoleh, akan tetapi betapa terkejutnya dirinya. Beberapa orang telah berdiri menyaksikan adu mulut dirinya dengan sang suami.

Tak jauh dari sana satu, dua, tiga bahkan terhitung lebih dari lima orang terpaku menatap dirinya. 

Syifa terfokus pada gadis muda yang hendak mengeluarkan motornya di parkiran depan sana.

Syifa segera menghampirinya.

“Hel, kamu mau pulang? Sekolah sudah selesai kah?” tanya Syifa seraya berdiri di samping motornya. Beberapa detik kemudian terdengar bunyi bel tanda pulang. 

“Besok lusa ulangan para siswa, jadi setelah bersih-bersih mereka bisa istirahat pulang,” terang Rachel sembari mendaratkan tubuhnya di jok motor dan memasang kunci untuk menyalakan motor.

“Rachel tunggu!” Syifa menahan setir motornya. Sontak Rachel menoleh kepadanya.

“Apa kamu dan lainnya mendengar semuanya sejak tadi?” tanya Syifa menuntut penjelasan dari sahabatnya ini.

Rachel diam membisu, sejenak ia tersenyum canggung di sudut bibirnya. 

“Maafkan aku, ya? Semoga kamu bisa selalu sabar dan tabah menjalani hidup, Syif.” Rachel mengelus lembut lengan sahabatnya.

“Aku akan selalu mendukung kamu dan siap membantu kapanpun jika kamu mau,” sambungnya seraya tersenyum simpul. 

Binar bahagia tergambar pada raut wajah Syifa, sudut matanya mengembun.

Tangannya bergegas mengusap apapun yang akan mengalir dari sana.

Related chapters

  • Wanita Tangguh   Menemukan Hamzah di Masjid.

    “Aku malu Hel,” ungkap Syifa merunduk malu. “Santai aja, kamu kaya sama siapa aja,” ujar Rachel sembari tersenyum riang, ia berusaha mencairkan suasana canggung pada diri Syifa.“Kamu pulang sama aku nggak?” lanjut Rachel menawarinya. “Hmmmm.” Syifa melirik tempat kosong tepat dimana sang suami berdiri sebelumnya.Bahkan ia melihat beberapa guru telah mondar-mandir di tempat itu seperti biasa layaknya suasana pulang sekolah.Ada yang menatap dirinya sekilas, lalu mengalihkan pandangannya tanpa menegur sapa. Syifa menghempaskan nafasnya kasar.“Kamu pulang aja Hel,” ujar Syifa datar.“Kamu pulang sama siapa?” Rachel mengernyitkan dahinya.“Biasa, di jemput suami.” Syifa menyunggingkan senyumnya. Sejurus kemudian ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Emmm ... paling Mas Hamzah udah nungguin aku di jalan, Hel,” sambung Syifa sekenanya.“Kamu yakin?” ulang Rachel meyakinkan.Syifa manggut-manggut meresponsnya, sesaat kemudian kedua sudut bibirnya melengkung menampilkan deretan gigi

    Last Updated : 2022-09-01
  • Wanita Tangguh   Berdamai Dengan Keadaan

    “Hamzah! Gimana ini? Ibu tungguin sampe kamu pulang belum di beli juga token listriknya. Mati listrik tuh!” pekik suara wanita yang tak asing dan memekakan telinga.Seketika rona keindahan bunga memudar dalam pandangan Syifa, ia berbalik menatap tubuh suaminya yang hendak masuk ke dalam rumah.“Kamu tuh, ya? Bilangnya mau keluar sekalian beli token, nyatanya sampe sore begini,” ujar Bu Santi merutuki sang anak, wanita separuh baya itu telah berdiri seraya berkacak pinggang seolah menyambut kedatangan sang anak dengan kemarahannya.Syifa membuntuti langkah Hamzah di belakang, sekilas ia melihat jelas wajah geram sang ibu kepada anaknya. Sejurus kemudian Hamzah berbalik menatap sang istri dan memberi isyarat untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu.Sontak Syifa mengangguk pelan merespons sang suami.“Gini Bu, Hamzah jelasin dulu, ya?” Hamzah merangkul pundak sang ibu dan menuntunnya menuju ke dapur.Di dalam kamar bernuansa pink itu ia menatap sekeliling, apa saja. Namun, hanya hening ya

    Last Updated : 2022-09-01
  • Wanita Tangguh   Berbagi Nafkah

    “Kenapa Bu?” tutur Hamzah saat pintu terbuka yang menampakkan ibunya berdiri tepat di ambang pintu.“Kasih ibu uang belanja!" pinta Bu Santi seraya menengadahkan tangan di depan sang anak. Tanpa banyak berkata Hamzah segera berbalik melangkahkan kakinya mendekati sang istri. Ia mengulurkan tangannya mengambil salah satu uang hijau dua puluh ribuan yang berjumlah dua lembar di atas meja rias itu. Sontak Syifa menatap wajah suaminya dengan heran. “Adek nggak jadi beli handbody, Mas?” ucap Syifa saat Hamzah mengambil uang yang sebelumnya ia berikan saat Syifa meminta hand body baru karena telah habis.“Belinya nanti aja, ya, Sayang? Hari ini mas akan mencari pekerjaan tambahan buat menghasilkan uang lebih,” jelas Hamzah membuat Syifa terpaksa menganggukan kepalanya pelan. Lalu dengan langkah sigap Hamzah memberikan lembaran kertas rupiah itu kepada sang ibu. “Ya Allah gusti! Cuman di kasih segini? Sekali-kali di tambahin lah Hamzah! Jaman sekarang uang segini cuman bisa beli tahu te

    Last Updated : 2022-09-03
  • Wanita Tangguh   Cibiran

    Rachel nampak memikirkan sesuatu seraya terdiam sejenak. Di sela-sela waktu sahabatnya berfikir, Syifa menggunakan kesempatan itu untuk memperhatikan pepohonan rindang yang di tanam sekitar taman. Semilir angin yang menggoyangkan dedaunan menghipnotis fikirannya. Perlahan kenangan masa kecil saat ia berlibur bersama abi dan uminya itu muncul kembali dalam benaknya. Keduanya seringkali mengajak Syifa bermain di alam bebas, melihat pemandangan, taman bunga, bahkan sang abi seringkali mengenalkan Syifa nama-nama tanaman di sekitarnya. Moment yang masih tergambar di pikirannya menjadi kenangan yang sangat berharga bagi Syifa. Saat menikmati suasana alam, dirinya merasa bahwa kedua orang tuanya masih hidup bersamanya. Di sisi lain Rachel mulai membuka kembali mulutnya untuk berbicara.“Yang pertama baru lulus kuliah tapi belum kerja, otomatis belum mapan.” Rachel menjelaskan. “Yang kedua lagi lanjut S2 dan punya perusahaan, tapi agak tuaan, aku kurang sreg sama yang tua-tua,” lanjut

    Last Updated : 2022-09-03
  • Wanita Tangguh   Dilarang Hamil

    Beberapa waktu kemudian Hamzah datang. “Assalamuallaikum.” Ia memasuki rumah dengan wajah lesu. “Wa’allaikumussalam.” Sang ibu yang sedang duduk santai seraya menonton tv itu segera menghampirinya. “Dari mana kamu Hamzah?” tanya Bu Santi terlontar. “Dari luar Bu,” sahut Hamzah datar, ia bergegas menuju pintu kamar, akan tetapi sang ibu menghentikan langkahnya saat tangan Hamzah sudah memegang handle pintu. “Hamzah dengerin ibu!” pinta Bu Santi dengan suara lantang, sontak Hamzah berbalik dan menatap wajah sang ibu. Ia sebenarnya sedang malas merespon siapapun, lantaran rasa lelah di raga dan pikirannya saat ini. Namun, baginya perintah sang ibu adalah sebuah kewajiban yang pantang di bantah. “Iya, kenapa Bu?” balas Hamzah datar. Wanita yang berada di balik ruangan itu mengerjapkan mata, lagi-lagi Syifa terjaga dari tidurnya lantaran suara keras yang berasal persis di depan pintu kamar. Perlahan Syifa bangkit dan beranjak untuk memeriksa keadaan di luar sana. “Bu Ratna d

    Last Updated : 2022-09-04
  • Wanita Tangguh   Berdamai

    Syifa hanya duduk terpaku dan membiarkan air matanya mengalir untuk meluapkan semua emosi yang membuncah di dada, perlahan ia pun mengatur perasaan serta menata hatinya kembali. Tak lama berselang terdengar suara adzan maghrib di kumandangkan, lantunan penanda sholat itu menyerbu relung hati Syifa dan mendamaikan apapun yang ada di dalamnya. Apalagi suara laki-laki yang menjadi bilal itu tak asing di telinganya, dialah sang suami. Tiba-tiba hati Syifa merasa terenyuh, ada perasaan iba serta penyesalan saat teringat dirinya telah beradu mulut dengan sang suami. “Astaghfirullahal adzim, sangat besar dosaku membuat Mas Hamzah marah dan keluar rumah,” gumam Syifa meratapi diri. Sekilas ia menoleh ke sebuah gelas berisi es susu yang telah mencair dan menjatuhkan butiran-butiran embun yang membasahi nakas tepat di samping ranjangnya. “Bahkan Mas Hamzah nggak minum sama sekali, padahal mungkin saja dia sangat lapar setelah seharian di luar,” lanjut Syifa bermonolog sendiri. Sejurus

    Last Updated : 2022-09-05
  • Wanita Tangguh   Mensyukuri Rezeki

    ***** Tak lama kemudian Syifa menyusul sang suami di dalam kamar. Saat pintu di buka Syifa mendapati suaminya yang duduk di tepi ranjang dengan wajah gelisah, perasaan bersalah kembali muncul di benak Syifa. “Apa mungkin Mas Hamzah masih memikirkan ucapanku tadi? Apa dia begitu tersinggung hingga terlihat murung begini?” benak Syifa dalam hati.Perlahan ia berjalan mendekati ranjang. Syifa tidak ingin mengusik keadaan sang suami, tujuannya saat kini mendaratkan diri di atas kasur dan merehatkan badan.Namun, sebelum selimut berhasil Syifa tarik untuk menutupi dirinya, Hamzah bergerak dan menoleh kepadanya.Seketika Syifa menatap sang suami dengan tatapan bingung sekaligus kikuk.“Sini duduk dengan mas, Dek!” pinta Hamzah berujar. Syifa menghela nafasnya lega mendengar penuturan dan permintaan Hamzah yang terlihat tenang. Pikiran buruk mengenai sang suami sebelumnya kini kembali jernih. Syifa menggeser tubuhnya hingga terduduk di samping sang suami. Ia menatap lekat wajah Hamzah

    Last Updated : 2022-09-07
  • Wanita Tangguh   Jatah Yang Tak Tersisa

    Syifa meraup wajahnya, sejenak ia terpaku, lalu hitungan detik kemudian tangannya mengambil kembali uang yang sempat ia simpan di dalam laci nakas itu. Syifa memberikan dua lembar kepada Hamzah dan menaruh tiga lembar sisanya di atas kasur tepat di depan suaminya.Laki-laki berkumis tipis yang tengah berdiri menatapnya itu menelan ludah, perasaannya mulai gusar melihat gelagat sang istri.“Sisanya simpan saja Dek,” ucapnya pelan. Syifa bungkam dan tak bereaksi apapun.“Jangan sampe lupa, Adek simpan, ya?” ulang Hamzah berusaha memastikan jika sang istri tidak mendengar ucapan sebelumnya tadi. “Dek ...!” Hamzah melangkah mendekat, akan tetapi seketika itu juga Syifa menoleh dan melemparkan senyum manisnya.“Iya Mas, biarkan saja! Nanti bakal aku kasih ke Bu Minah setelah ini,” jelas Syifa datar.Hamzah manggut-manggut.“Ya udah.” Hamzah berjalan keluar. Namun, sesekali ia menoleh kepada sang istri dengan bimbang.“Ini Bu! Maaf aku hanya mampu kasih segitu saat ini,” jelas Hamzah men

    Last Updated : 2022-09-08

Latest chapter

  • Wanita Tangguh   Ketahuan

    “Eh bentar! Ini dia nelpon mulu! Mau aku blokir dulu nomornya.” Rahel menepikan motornya di trotoar jalan.Sialnya mereka berdua berhenti tepat di samping genangan air. Sehingga mereka basah kuyup saat sebuah mobil putih melewati jalan itu.“Ya salam!” Syifa berkeluh sembari menatap mobil yang berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Perlahan mobil itu mundur hingga sejajar dengan tubuhnya.“Maaf Kak saya nggak sengaja!” Wanita berkaca mata hitam itu menyembulkan kepalanya dari balik kaca mobil.“Lain kali liat-liat Mba kalau nyetir,” tutur Rahel kesal sembari mengibaskan bajunya yang telah basah.“Iya Kak nggak papa,” sahut Syifa mengulas senyum sekilas. Wanita itu membalas senyumnya, sesaat kemudian mobil itu berjalan kembali seiring rasa yang mengganjal di hati Syifa.“Kaya pernah liat orang itu dimana, ya?” “Siapa? Yang nyetir? Apa ibu-ibu di sampingnya?” ujar Rahel bola matanya menatap mobil yang beranjak meninggalkan mereka.Syifa mengangkat bahunya. “Nggak tau, aku nggak be

  • Wanita Tangguh   Bertemu Ibu Mertua

    “Kamu serius mau cari jodoh lewat aplikasi?” tanya Syifa tak percaya.Sesaat kemudian keduanya keluar saat lift berhenti di lantai tiga tempat food court.“Coba-coba. Dia usia 20 tahun, selain mahasiswa merangkap jadi dkm masjid,” jawab Rahel dengan santai seraya berkutat dengan layar ponselnya, seketika langkah Syifa terhenti.Ia diam terpaku menatap sahabatnya dengan mata membola.“Kenapa? Kamu nggak kemasukan jin ‘kan?” Rahel melambaikan tangannya di depan wajah Syifa yang masih melongo.Sekilas Syifa menggelengkan kepalanya.“Ya salam Rahel, kamu nggak salah? Usia dia dibawah kamu, masih mahasiswa juga?” ulang Syifa memastikan lagi.Rahel manggut-manggut mengiyakan.“Beberapa laki-laki yang di tawarkan abahmu sebelumnya lebih menjanjikan kali dari pada yang ini kamu belum kenal, terus masih muda juga,” cetus Syifa masih tak percaya.“Namanya juga coba-coba, lagian yang kemarin nggak cocok. Mereka terlalu dewasa,” tutur Rahel.Dering benda pipih dalam genggaman tangannya berbunyi,

  • Wanita Tangguh   Meet Up Cari Jodoh

    Perlahan hati Syifa luluh, semarah apapun dirinya jika sudah di sebutkan kekuasaan Allah Yang Maha Besar dan tak terukur itu jiwanya seakan meleleh, mengingat kesulitan hidup di dunia ini tidak ada apa-apanya, di banding kesusahan nanti di akhirat.Syifa menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan.“Ayo Mas anterin Adek berangkat,” tukasnya dengan lemah lembut.Sontak Hamzah bangkit dan menatap wajah sang istri yang terukir senyum manis di sudut bibirnya.Cup!Hamzah mengecup bibir Syifa sekilas, sejurus kemudian ia bangkit mengambil jaket dan kunci.“Ayo Sayang berangkat!” Hamzah memberikan tangannya untuk di rangkul Syifa dengan menyunggingkan senyuman.Seketika Syifa bangkit, lalu memasukkan tangannya di antara tangan Hamzah yang terbuka.Alhamdulillah, hati Hamzah tak berhenti bersyukur mendapat anugerah seorang istri sang sangat luar biasa. Sholehah, pendiam, penyabar dan tidak pendendam.******Syifa berjalan memasuki ruangan kantor dengan senyum simpul y

  • Wanita Tangguh   Perkara Makanan

    Beberapa saat kemudian telor balado dan krupuk siap tersaji di atas meja makan. Syifa juga telah selesai mengerjakan pekerjaan lainnya.“Wah istri mas rajin sekali, mas jadi tambah sayang deh.” Hamzah memeluk tubuh Syifa dari belakang saat sang istri tengah mencuci piring di depan wastafel.“Mas udah bangun? Jam berapa ini?” tanya Syifa terlontar sembari terus melanjutkan pekerjaannya selagi sang ibu mertua belum terjaga.“Jam setengah tujuh,” balas Hamzah dengan kepalanya yang melendot di bahu Syifa.“Ehem!” Bu Santi berdehem ketika melihat penampakan anak laki-lakinya sedang bermanja-manja dengan sang istri.“Masih mending Jamilah dari pada Syifa, Hamzah! Ngapain kamu tergila-gila sama wanita kampung itu,” cibir Bu Santi dalam hati.Wajah masam tergambar saat melihat aksi mesra anaknya itu, seketika ia terduduk di depan meja makan dan mengalihkan netranya dari pandangan yang membuat hatinya kesal.Baginya Syifa hanya pembawa sial dan kesengsaraan dalam hidupnya yang menjadikan jatah

  • Wanita Tangguh   Hamzah Merapel Dalam Satu Malam

    Hamzah tersenyum simpul menatap sang istri yang dengan cerdas membantunya memberi edukasi kepada sang ibu.“Ah sudahlah ibu mau istirahat!” Bu Santi membanting kipas kain yang digunakannya di atas kursi seraya berdiri.“Ohya enak banget, ya, sekarang. Pergi sendiri, pulang di jemput kaya tuan putri. Pakai mobil lagi. Hamzah emang terlalu baik orangnya,” pungkasnya sembari berlalu masuk ke dalam.“Ibu!” sergah Hamzah dengan segera, ia berusaha menghentikan ucapan sang ibu yang bisa melukai hati sang istri, apalagi mengingatkannya dengan kejadian buruk yang pernah terjadi.Bu Santi terus melajukan kakinya masuk ke dalam kamar.Krep! Ia membanting pintu hingga menimbulkan suara yang nyaring.Syifa mengempaskan nafasnya kasar untuk menetralisir perasaannya yang kacau.Hubungan kekeluargaan apa ini? Bisa-bisanya anak, menantu dan mertua saling sindir dan mencibir berdebat satu sama lain.Di tambah ucapan Bu Santi benar-benar menyudutkan keluarganya yang berprofesi sebagai petani, seolah-s

  • Wanita Tangguh   Merendahkan Keluarga Syifa

    Hamzah fokus menatap jalan karena pada dasarnya ia masih belum begitu mahir mengendarai mobil, hanya bermodalkan latihan berkendara selama beberapa pekan dan SIM A yang berhasil di kantongi, Hamzah memberanikan diri untuk menyetir.Tentu semua biaya itu gratis, alias Jamilah yang telah menanggungnya.“Ibu pasti senang, ya, Mas?” cetus Syifa dengan bola matanya yang masih menatap kedepan. Entah, sejak Hamzah mengungkapkan kondisinya sekarang, pikiran Syifa terus berputar mengingat kata demi kata yang Hamzah ucapkan dan berujung mengaitkan kebahagiaan sang ibu mertua dengan kondisi Hamzah sekarang.“Iya Sayang.” Hamzah tersenyum sekilas sembari melirik ke arah sang istri, sesaat kemudian dalam benaknya kembali di hinggapi rasa khawatir atas sikap sang ibu yang bersikap sedikit berlebihan mengenai kebaikan Jamilah.Hamzah agak khawatir jika sang ibu lama-lama mendekatkan dirinya dengan janda itu. Seketika Hamzah menggelengkan kepala pelan untuk menepis pikirannya yang melayang jauh.“O

  • Wanita Tangguh   Penjelasan Hamzah

    Sang bibi berjalan mendekat saat Lala sudah keluar dari kamarnya.Syifa meneguhkan tubuhnya dengan pikiran yang di penuhi tanda tanya.“Kamu jaga diri baik-baik, ya, disana!” Sejurus kemudian sang bibi memeluk tubuhnya erat.“Kalau ada apa-apa cerita sama paman dan bibi. Kami ini keluargamu, orang tuamu,” lanjutnya dengan suara terisak. Ia teringat ucapan dari sang suami yang menceritakan bahwa keponakannya telah menyiapkan teh hangat serta pisang goreng untuk berkumpul dengan keluarga, tapi semua itu tidak terlaksana karena dirinya, sang suami dan Lala sibuk bercanda di kamar hingga terlelap bersama saat lusa.“Insyaallah Bi, do’akan Syifa selalu.” Tenggorokan Syifa tercekat karena terbawa suasana.“He’em! Sudah selesai salam perpisahannya?” Paman Aris berdehem di depan pintu yang membuat kedua wanita yang tengah berpelukan itu tersentak kaget sembari melepas pelukan, sesekali keduanya mengusap air mata yang tak terasa menetes begitu saja.“Lihat Hamzah! Istrimu kaya anak mau di kir

  • Wanita Tangguh   Hamzah Menjemput Syifa

    “Hey! Kenapa? Kok ngomong sendiri?” sergah Paman Aris tiba-tiba, membuat tubuh Syifa tersentak dan ponsel dalam genggaman tangannya hampir saja terjatuh.“Astaghfirullahal adzim Paklik, ngagetin aku aja,” balas Syifa dengan ekspresi terkejut.“Hehehe, loh ini ada pisang goreng sama teh manis! Hmmm ... tapi udah dingin,” ucapnya setelah mencicipi teh yang telah dingin sedari tadi.“Hmmm ... ini udah dari tadi, Paklik. Niatnya mau ngeteh sama makan pisang goreng bareng, tapi Paman sama Bibi kayanya lagi sibuk, jadi ini nganggur deh,” ungkap Syifa seraya menunjuk teh dan pisang goreng yang tergeletak itu.“Oh, itu Bibi sama Lala mau tidur. Maaf, ya, kamu jadi repot begini tapi malah nggak sesuai harapan,” ujar Paman Aris dengan sungkan.“Nggak papa Paman,” balas Syifa tersenyum simpul.“Ya udah paman makan aja, udah dingin juga nggak papa.” Paman Aris mengambil satu pisang goreng, lalu memakannya.Kemudian Syifa ikut duduk bersamanya dengan melakukan hal yang sama.“Kalau di makan kaya g

  • Wanita Tangguh   Berbaikan

    Selang beberapa waktu kemudian ...Syifa menatap jam di pergelangan tangannya dengan gusar, sudah lewat tiga puluh menit tapi mereka tak kunjung keluar. Beringsut ia melangkahkan kaki dengan perlahan. Syifa mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, akan tetapi ia kembali menarik diri. Bimbang, ragu dan tak enak hati jika kehadirannya mengganggu kebersamaan mereka.Syifa menghembuskan nafasnya pasrah.Ia sadar tak selamanya sang paman akan selalu di sampingnya, ia sudah memiliki keluarga dan kehidupan baru yang ia punya. Dirinya hanya seorang keponakan yang menumpang hidup sejak kecil hingga sekarang. Sesaat Syifa melirik ke arah jendela, terlihat rintik-rintik hujan itu telah berhenti. Langkahnya mendekat, lalu menatap di luar sana yang terbentang pemandangan sawah yang hijau.Dulu ia sering bermimpi ingin memanen padi di sawah bersama suami dan anak-anaknya, dalam pikiran yang terbatas ia berkhayal sekonyol itu.Tanpa sadar ia terkekeh sendiri mengingat impiannya dulu. Namun, s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status