***
Dokter Kinan memeriksa keadaan Andra agar semua persiapan perjalan dengan lancar. Tampak senyum lega menghiasi bibir dokter muda tersebut. “Syukurlah semua baik-baik saja,” ucapnya pada Senja yang juga ada di sana.
Senja ikut tersenyum. “Alhamdulillah. Terima kasih, dok,” ucapnya.
“Semua sudah siap, Bu. Kita hanya perlu memindahkan Andra ke rumah sakit yang baru besok malam,” ucap dokter muda itu.
Senja mengangguk. “Baik dok, saya dan Andra ikut arahan dokter Kinan saja,” balasnya.
“Nanti saya akan beritahu Bu Senja apa saja yang perlu dipersiapkan!”
“Terima kasih, dok.”
“Saya permisi dulu, Bu.” Dokter Kinan meninggalkan ruang rawat Andra setelah memastikan sekali lagi kondisi Andra.
Senja mengiringi langkahnya lalu masuk lagi ke kamar rawat anaknya.
“Bu, peluk Andra!” ujar bocah lelaki itu.
Senja tersenyum sambil m
***Dengan jantung yang semakin berdetak kencang Senja menghampiri dokter Kinan. “Apa yang terjadi pada Andra dok?” tanyanya.“Andra tiba-tiba mengalami kritis Bu,”“Apa?”“Tapi tadi dia baik-baik saja, dok. Kami bahkan sempat bercanda sebelum saya pulang ke kontrakan,”Dokter Kinan juga tak bisa menahan kesedihannya. “Seperti yang saya katakan, kondisi Andra sewaktu-waktu memang bisa drop seperti ini Bu,” terangnya.“Tapi dokter tadi Andra masih tersenyum denganku!” Senja terlihat tidak terima.Dokter Kinan hanya bisa menepuk bahu Senja. “Sabar Bu, temui dulu Andra. Kita lihat apakah Andra sanggup melewati masa kritisnya. Setelah itu kita putuskan apakah harus mempercepat kepindahan Andra malam ini juga!” tegasnya.Senja tak bisa menahan tangisnya lagi. Pedih hatinya melihat kondisi Andra saat ini. Padahal Dua jam yang lalu mereka masih bersahu
***Keluarga kyai Ahmad juga sedang dilanda duka yang dalam. Adnan pun telah dinyatakan meninggal dunia oleh tenaga medis yang menanganinya. Nyai Laila terus menangis tersedu karena pada akhirnya ia harus merelakan anak bungsunya tersebut.“Relakan Adnan, Umi. Ini jalan terbaik untuknya,” ucap Isam yang tak henti memeluk dan mengusap punggung Uminya yang sedang rapuh.Nyai Laila mengangguk. Isam benar, ini adalah jalan terbaik untuk Adnan. Kini Adnan tak perlu tersiksa lagi akibat luka yang tak kunjung bisa terobati pada tubuhnya. Anak itu telah tenang di sisi Allah.Sudah menjadi jalan takdir bagi Adnan harus kembali pada Sang Maha Pencipta secepat ini.“Kita jangan terlalu sedih ya Umi agar Adnan tenang di sana,”“Iya Isam. Maafkan Umi yang masih saja belum sepenuhnya rela Adnan tiada,” ucap Umi Laila.Kyai Ahmad pun menangis, tapi ia telah merelakan kepergian putra keduanya itu. Kyai Ahmad sadar
***Adit menatap Senja dengan tatapan iba miliknya. Wanita itu belum juga bicara sejak pulang dari pemakaman Andra dua hari yang lalu. Asal Senja tahu saja, begitu mendengar kabar dari Tika, Adit langsung terbang dari luar Kota meninggalkan pekerjaannya.Entahlah, saat itu yang ia pikirkan hanya Senja. Tak peduli rasa kehilangan yang Senja miliki adalah berasal dari Andra. Adit hanya ingin berada di sisi wanita itu, menghiburnya kalau bisa.Namun, lihatlah, hingga detik ini Adit tak bisa melakukan apa-apa. Senja tak juga bicara.“Nja, kamu belum makan? Tika bilang … ”“Pulanglah Mas, aku ingin sendiri,” Akhirnya Senja bicara juga, tapi ia justru meminta Adit untuk meninggalkannya.“Tapi, Nja … ”“Aku nggak apa-apa. Mas Adit nggak perlu ke sini terus. Kita nggak sedekat itu,” ucap Senja kembali memotong ucapan Adit.Mendengar pernyataan itu membuat Adit terhenyak. Nam
***Adit benar-benar bingung kenapa Senja tak ingin ditemui. “Wanita itu membuatku gila!” ujarnya. Kesal bukan main perasaannya, karena sejak melarangnya datang ke kontrakan, Senja lantas menghilang.Wanita itu tak bisa dihubungi. Membuat Adit yang terlanjur mencandu tubuhnya pun uring-uringan. Ia sudah meminta Tika untuk memaksa Senja menemuinya. Namun, tentu saja Tika tak sudi melakukan itu. Tika memahami perasaan kehilangan yang sedang memenjarakan Senja.“Aku sudah bilang akan memberimu tips kalau bisa membuatku dan Senja bertemu, Tika, tapi kenapa kamu membuatku kecewa?” tanya Adit ketika ia menemui Tika di sebuah bar bergengsi di tengah Kota.“Mas Adit ini aneh! Senja belum ingin ditemui, Mas. Jangan dipaksa. Cobalah mengerti perasaannya sedikit saja. Mas tahu kan dia baru saja kehilangan anak semata wayangnya? Anak yang ia perjuangkan mati-matian kesembuhannya!” ujar Tika membalas kekesalan Adit.Jujur saj
***Nayra duduk di samping kursi kemudi, kursi yang diduduki oleh Adit. Senyumnya semanis madu, tapi tak membuat Adit merasa istimewa. Baginya semua itu palsu. Adit terlanjur kecewa pada tingkah istri yang sangat amat dicintainya itu.“Mas Adit terima kasih ya sudah antarin kami ke butik. Harusnya nggak usah repot-repot. Aku jadi merasa nggak enak,”Adit menoleh ke kursi belakang yang ditempati oleh adik sepupu istrinya itu. “Nggak apa-apa. Sesekali. Kamu juga jarang kan keluar dari pesantren untuk belanja,” ucapnya menyahuti. Kali ini sudut bibirnya membentuk senyum tulus sebab menghargai adik sepupu istrinya itu.“Hafa terlanjur bentah di sana, Mas,”“Betah karena ada gus Isam ya, Fa?” goda Nayra. Iya, sepupu yang beberapa kali disebut Nayra adalah ustadzah Hafa. Perempuan yang mengabdi di pesantres milik kyai Ahmad.Hafa tampak malu mendengar ucapan sepupunya tersebut. Ia tak menjawab, tapi
***Senja terkejut saat pintu buti terbuka dan menampakan sosok Aditya Praja Wirata dengan senyum khasnya. “Mas Adit?” ucapnya tak percaya.Iya, dia Adit, lelaki yang ingin Senja lupakan sepenuhnya. Bukan karena ia memiliki perasaan untuk lelaki itu, tapi karena Adit mengingatkan Senja pada dosa besar yang pernah dirinya lakukan.“Hai,” sapa Adit tanpa sadar akan perasaan takut yang Senja miliki.Senja trauma asal tahu saja.“Untuk apa Mas ke sini? Butik ini khusus menjual pakaian wanita,” tanya Senja. Tanpa mendengar jawaban Adit pun Senja tahu tujuan Adit masuk ke tempat ini. Tak lain dan tak bukan lelaki itu ingin bertemu dengannya.Senja sudah mendengar beberapa hal dari Tika tentang Adit yang terus mencari keberadaannya.“Ahh, aku nggak sengaja melihatmu di sini, Nja. Apa kabar?”Senja tak ingin menjawab tanya itu, tapi ia harus bersikap sopan. “Aku baik, tapi maaf Mas
***Hafa menatap Nayra kasihan. “Mbak Nay lihat kan sikap Mas Adit sekarang? Dulu dia tak pernah bersikap seperti itu pada Mbak. Dia sangat menyayangi dan menghargai Mbak Nay di masa lalu,” ucapnya.Mereka masih berada di luar gerbang pesantren lantaran menunggu taksi datang.Sial! Nayra memaki dalam hati. Kenapa ucapan Hafa terdengar masuk akal?“Apa yang terjadi?” tanya Nayra curiga akan sikap Adit yang aneh. “Apa dia juga selingkuh?” tuduhnya.“Astagfirullah jangan sampai Mbak!” ujar Hafa. “Tapi nggak aneh juga kalau Mas Adit akhirnya ikut melakukan hal yang sama seperti yang pernah Mbak Nay lakukan,” ucapnya sembari melirik kakak sepupunya itu perihatin.Tck! Nayra berdecak kesal. Akan sangat rumit hubungan ini kalau sampai Mas Adit juga selingkuh. “Masa iya Mas Adit selingkuh, Fa? Dia sangat mencintaiku!” ujarnya percaya diri.“Tapi sikap Mas Adit menun
***Adit baru saja keluar dari kamar mandi saat mendapati Nayra sedang memegang ponselnya. “Apa yang kamu lakukan, Nay?” tanyanya sambil merebut benda yang kini haram disentuh oleh Nayra tersebut.Jangan tanya bagaimana dulu, tentu Adit tak pernah melarang Nayra menyentuhnya. Namun, justru Nayra yang tidak peduli. Tak pernah wanita itu memeriksa isi ponselnya seperti kebanyakan para istri yang protektif terhadap suami.Nayra tidak begitu. Adit pikir karena Nayra mempercayainya, tapi ternyata karena Nayra tidak peduli pada apapun yang ada di dalam ponselnya. Lalu malam ini Nayra mendadak tertarik. Membuat Adit kesal saja.“Kamu memeriksa ponselku?” tanya Adit dengan wajah yang tak ada santai-santainya.“Kenapa Mas marah? Aku istrimu Mas! Berhak cek barang pribadimu itu, atau jangan-jangan ada yang kamu rahasiakan dariku sekarang?”Decakan kasar terdengar dari mulut Adit. Entahlah, menatap wajah Nayra membua