Desiran angin kencang dimalam hari dengan disertai hujan deras membuat suasana hati Anya ikut terombang-ambing. Anya menatap jendela tanpa tertutup tirai jendela. Terlihat, jendela tersebut dibasahi oleh aliran air hujan hingga berembun.
Huf....Suara nafas panjang kini terdengar. Anya menangis sesenggukan. Suasana rumah yang sederhana tidak membuatmu merasa minder asalkan ia merasa bahagia bersama Dirga. Namun apalah daya? Dirga tidak ada, hatinya pun terluka dengan rasa di balut kerinduan.“Mengapa ini bisa terjadi pada pernikahan aku?” lirih Anya sambil matanya tetap tertuju ke arah jendela.Pernikahan yang baru seumur jagung yang hanya merasakan menjadi istri selama dua hari kini seperti belum sempurna merasakan momen pernikahan itu. Dalam kesendiriannya, ia pun teringat sesuatu.“Ah... Apa aku curhat saja sama teman agar aku bisa melegakan hati aku?” Anya meraih ponsel yang sedari tadi ada di atas meja rias. Lalu ia mulai mencari kontak yang bisa di hubungi.“Aku telepon Eleanor saja... Aku yakin dia bisa membantu aku” gumamnya.Beberapa detik menghubungi Eleanor, dengan cepat teleponnya pun tersambung. Anya langsung mencurahkan isi hatinya itu pada teman dekatnya tersebut. Dalam tangisan itu, Eleanor pun merasa iba.Eleanor menawarkan dirinya untuk menginap di rumah Anya. Mendengar perkataan itu, Anya pun langsung senang. Karena saat ini ia juga butuh untuk ditemani agar mengurangi rasa kesedihannya. Eleanor menutup teleponnya karena ia akan menuju ke rumah Anya yang jarak tempuh tidak terlalu jauh.Sementara Anya, ia tidak ingin Eleanor datang secara cuma-cuma. Karena itu, Anya berinisiatif untuk memasak agar ketika Eleanor telah tiba mereka bisa makan malam bersama. Anya memilih menyiapkan hidangan nasi goreng karena baginya membuat nasi goreng tidak akan menguras waktu yang lama.“Akhirnya selesai juga” gumam Anya pelan. Ia menaruh hidangan itu ke meja makan. Setelah semuanya sudah siap, Anya memilih untuk mandi sebentar saja. Ia ingin terlihat rapih, wangi dan segar di mata orang lain. Meskipun, ia telah menangis seharian.***“Dasar menantu kurang ajar! Dia benar-benar mempermalukan kita!!!” gerutu Puji saat pulang dari arisan.Broto yang sedang bersandar di sofa sambil menonton acara hiburan di salah satu televisi itu pun hanya bisa diam mendengar ocehan istrinya yang mengomel secara tiba-tiba. Tidak ingin didiamkan begitu saja, Puji pun memintanya untuk berpendapat.“Pa... Kita mesti bagaimana ini? Mama malu Pa!” seru Puji.Broto menghela nafasnya lalu ia mulai mengatur pikirannya agar tidak salah bicara. Setelah dirasa sudah tenang, Broto mulai angkat bicara.“Memangnya ada apa Ma? Kena kamu merasa malu dan marah-marah seperti ini? Bukannya pulang arisan biasanya kamu sumringah sekali” ujar Broto.“Tadi teman-teman arisan Mama mendengar kabar si menantu miskin itu sedang ke tangkap polisi! Kata mereka, Mama ini kok bisa mengizinkan Anya menikah dengan dia! Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan ke Mama. Padahal Mama berusaha mungkin untuk menjaga image agar terlihat di segani di deretan ibu-ibu sosialita!” seru puji.“Mungkin Dirga adalah jodoh Anya. Kita sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka” ujar Broto.PLAKPuji menampar pipi kanan Broto dengan keras. Ia merasa Broto sama sekali tidak memahami isi hatinya dan cenderung lemah. “Kamu itu memang tidak berguna! Mama nyesel mau menikah sama kamu! Padahal dulu banyak yang mengantri ingin melamar Mama tapi Mama terlalu bodoh malah memilih kamu. Andai saja waktu bisa Mama putar, aku tidak akan memilih kamu!!!” Puji melontarkan kata-kata menyakitkan hati Broto.Puji beranjak dari tempat duduk dan panjang pergi begitu saja membiarkan Broto merasa sakit hati akan perkataan istrinya tersebut. Broto merenung sejenak, ia memang tidak garang namun ia telah menjadi seorang suami menurut versinya sendiri. Baginya yang terpenting adalah menjaga orang tua yang tidak toxic. Selama Anya kecil, Broto lah yang mengasuh dan menyayangi Anya dengan kasih sayang yang lembut.Sementara Puji, ia lebih berfoya-foya bersama teman-teman sosialita. Yah.... Sedari dulu Puji memang wanita karir dan suka berlibur dengan circle kalangan atas. Puji merasa jabatannya lebih tinggi daripada sang suami, oleh karena itu ia boleh bertindak sesuka hati untuk mengatur segala urusan rumah tangga.“Puji, aku tidak tahu apa kamu memilih rasa cinta pada diriku. Atau aku memang terlalu banyak membuat kamu emosi. Puji, asal kamu tahu.... Aku tetap mencintaimu seperti waktu pertama kali aku mengenalmu” gumam Broto dalam hati.Sementara itu, hujan mulai mereda. Eleanor pun telah sampai parkiran. Anya menghampirinya sambil membawakan payung untuk Eleanor. Anya hanya takut Eleanor jatuh sakit karena terkena air hujan. Eleanor tersenyum lalu meraih payung itu.“Terimakasih ya!” seru Eleanor dengan sumringah.“Sama-sama. Ayo kita masuk ke dalam!” seru Anya dengan ramah.Mereka masuk secara berbarengan. Anya menaruh payung yang ia bawa dan yang ia berikan pada Eleanor ke sampo tembok. Lalu Anya mengajak Eleanor ke ruang tamu. Dengan ramah Anya pun memberikan minuman jus jeruk pada Eleanor yang telah ia siapkan baru saja.“Tidak perlu repot-repot” ujar Eleanor.“Tidak kok... Aku hanya ingin memberikan es agar kamu tidak kehausan” ujar Anya lembut.Eleanor membalasnya dengan memberikan gelang bewarna merah muda. Sebenarnya ada dua pasang gelang, satu untuk Anya dan satunya lagi untuk Eleanor sendiri.“Aku memberikan gelang ini karena gelang ini sebagai bukti persahabatan kita Anya. Aku senang sekali mempunyai sahabat seperti kamu” ujar Eleanor.Anya terharu dengan hadiah gelang tersebut. Meskipun bukan gelang yang mahal, namun gelang pemberian sahabatnya sangatlah berharga. Bahkan baginya, gelang pemberian Eleanor tidak ternilai harganya.“Aku harap kamu mau memakainya ya he he.. Maaf bila aku hanya bisa memberikan gelang murahan ini sama kamu” ujar Eleanor.Anya menggelengkan kepalanya lalu ia tersenyum sambil berkata, “Gelang ini sangat cantik dan aku menyukainya. Terimakasih banyak Eleanor, dari dulu cuma kamu yang selalu mengerti apa yang aku rasakan baik suka maupun duka. Aku janji, aku tidak akan melupakan kebaikan kamu Eleanor. Mempunyai sahabat yang tulus memang tidak semua orang memilikinya” ujar Anya.Mereka berpelukan dengan erat. Eleanor mengelus rambut panjang Anya lalu kembali menyemangatinya. “Aku yakin masalah yang saat ini kamu hadapi akan ada solusinya. Yang terpenting kamu harus bisa mengontrol emosi”“Tapi masalah ini berat bagiku Eleanor. Selama aku tinggal bersama kedua orang tuaku, aku hidup serba berkecukupan. Kini aku harus merasakan betapa mengerikannya berhutang itu. Aku tidak habis pikir, mengapa ada orang yang menaruh bunga yang melampaui batas logika” ujar Anya, ia dengan refleks mengingat rentenir yang telah memenjarakan suaminya.Anya menatap gedung yang begitu megah. Wajahnya yang cantik namun seperti tidak terlihat aura bahagia. Memang mana mungkin seorang istri bisa berbahagia ketika suaminya dalam masalah? Anya menarik nafas dalam-dalam sebelum ia memutuskan untuk masuk ke dalam gedung.“Hi Anya!” teriak seorang wanita yang berparas blasteran. Putih kemerahan dan juga tinggi semampai. Ia merupakan salah satu model senior di pekerjaan baru Anya.“Hi Myeline!” sapa Anya seramah mungkin.“Nanti jam istirahat kita nongkrong yuk di kafe!” seru myeline.Sebenarnya Anya tidak berpikir untuk ke kafe. Selain itu, ia juga tidak menegang banyak uang di dalam dompetnya. Mungkin uang yang ada di dompet Anya sekitar tiga puluhan ribu rupiah. Dengan wajah polosnya Anya pun berkata dengan jujur.“Maaf Myeline, aku tidak punya uang untuk singgah ke kafe” ujar Anya sambil menundukkan kepalanya yang mungkin sedang menyembunyikan rasa malunya.Myeline sempat terprlongo mendengar pengakuan Anya yang terlalu jujur. Lalu kemudia
Anya yang sudah ditangani oleh dokter hanya bisa menunggu untuk sadar. Wajahnya yang memucat menunjukkan bahwa ia sedang dalam tidak baik-baik saja. Myeline menatap Anya dalam tatapan kasihan. Dalam benaknya iya berkata, “Ini semua salahku”Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Myeline sedikit terkejut. Lalu Myeline menyuruhnya untuk membuka pintu tersebut dan pria yang telah membuat Anya terbaring di rumah sakit itu pun mendekati Anya.“Kata dokter dia hanya syok dan pasti sebentar lagi akan sadarkan diri” ujar pria itu dengan suara lembut.Anya menghela nafas lalu ia berpikir bahwa pria itu tidak mengakui kesalahannya. Hal itu dapat dibuktikan saat pria itu mendekatinya tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Beberapa detik kemudian, ponsel pria itu berdering hingga pria itu mengangkat teleponnya dengan santai. Myeline tidak dapat mendengar obrolan apa yang saat ini pria itu katakan yang jelas Myeline merasa pria itu dapat menganggu istirahat Anya.Saat sudah selesai menelpon, Myel
“Eh... Ehhh Bu Puji!” sapa tetangga Puji yang kebetulan berpapasan dengan Puji saat hendak pulang ke rumah.Puji yang biasanya disegani orang kini mulai di olok-olok oleh tetangga sekitar lantaran putrinya yang menikah dengan suami miskin ditambah lagi sekarang sudah tersebar kasus menantunya sudah di penjara karena terbelit hutang. Puji berusaha bersikap ramah dan membalas sapaan tetangganya tersebut dengan sebuah senyuman.“Hai Buk Dinda!” seru Puji ke arah tetangganya yang bernama Dinda.“Loh mau kemana Bu Puji? Eh... Aku dengar-dengar ya menantu Bu Puji lagi di penjara ya?” tanya Dinda dengan nada suara mengejek.“Maaf, mungkin salah dengar!” seru Puji yang berusaha untuk mengelak. Datanglah tetangga yang lain yang juga melihat Bu Puji dan Bu Dinda sedang berbincang-bincang di pinggir jalan. Tetangganya ini bernama Desi, yang terkenal julid.“Lohhh... Kok Bu Puji enggak tahu sih? Bukannya banyak yang lagi ngomongin menantu mu loh” ujar Dinda.“Betul itu! Katanya menantu kamu meren
Anya kebingungan untuk membantu Dirga bebas dari penjara. Ia tidak memiliki banyak uang untuk mengurusi permasalahan itu. Dalam kesendirian, Anya menangis sesenggukan meratapi nasibnya yang malang.“Aku bingung harus berbuat apa untuk menolong suamiku hiks” dalam kesedihan itu, Anya tidak menyadari bahwa Eleanor datang ke rumahnya.Eleanor menatap wajah Anya dengan tatapan prihatin. Ia sengaja tidak memanggil Anya karena ingin Anya melampiaskan kesedihannya itu dengan merenung. Hingga Anya menoleh ke arah belakang dan Anya baru menyadari kehadiran sahabatnya itu.“Eleanor?” Anya terkejut dan berusaha untuk menghapus air matanya di kedua pipi chubby nya.“Menangislah Anya... Kalau memang air mata bisa meringankan beban yang kamu rasakan” ujar Eleanor.“Eleanor, menurutmu aku harus bagaimana? Aku... Aku sangat mencintai suamiku dan aku tidak tega bila suamiku dikurung di jeruji besi” lirihnya.Eleanor berpikir sejenak lalu ia mendapatkan ide. Eleanor menarik nafas dalam-dalam sebelum me
Jam Pulang telah tiba, seperti biasa Anya akan mengirimkan pesan kepada kedua orang tuanya bahwa ia akan pulang kerja. Setelah mengirim kabar terkini, Anya menaruh ponselnya ke dalam tas yang berukuran mini. Ia beranjak dari tempat duduk menunjuk ke arah pintu keluar.Saat membuka pintu tiba-tiba... Anya melihat rekan kerja seniornya tepat di hadapan wajahnya. Sontak hal itu mengagetkan Anya namun untungnya Anya dapat mengatur dirinya untuk tidak terlihat terkejut.“Hai, Anya!” sapa pria berbadan atletis itu dengan ramah ke arah Anya.“Hai juga” balas Anya sambil tersenyum kecil.“Kamu mau pulang?” tanyanya.“Iya, aku mau pulang” balas Anya.Pria itu bernama Rangga, Rangga merupakan model majalah pria yang cukup populer. Banyak kaum hawa yang kepincut dengan aura ketampanannya tersebut. Banyak juga desas-desus negatif mengenai Rangga yang telah tidur dengan berbagai kalangan wanita. Rangga menggigit bibir bawahnya saat melihat bentuk tubuh Anya yang semok. Rasa gejolaknya sebagai lak
“Sayang... Kamu sudah pulang?” tanya seorang wanita paruh baya. Wanita yang sudah berumur namun wajahnya tetap terlihat cantik. Ia duduk di sofa empuk sambil cipika-cipiki sesama emak-emak yang notabenenya bukan kaleng-kaleng.Rangga yang baru pulang itu memberhentikan laju jalannya tepat dihadapan para emak-emak. Lalu Rangga menolehkan kepalanya ke arah mamanya sambil tersenyum dan berkata dengan sopan.“Iya Ma, Rangga izin ke kamar dulu permisi” ujar Rangga yang kini melangkahkan kakinya menjauh dari kerumunan emak-emak tersebut. Melihat kesopanan dari putra sematang wayangnya, Dian begitu di puji oleh teman-temannya. Banyak yang merasa iri karena Dian memiliki putra yang terlihat begitu sempurna.“Wahhh jeng Dian, aku iri banget nih sama jeng Dian. Punya putra yang tampan ditambah lagi begitu sopan dan pintar. Seandainya saja putriku belum menikah, pasti aku jodohkan sama putra jeng Dian” ujar Wardani.“Betul tuh! Aku juga pengen punya calon menantu seperti putra jeng Dian. Ganteng
Samar-samar Anya mulai membuka kedua bola matanya. Terasa pusing yang saat ini Anya rasakan. Anya yang setengah sadar itu menatap atap langit dengan tatapan bingung lalu tanpa sadar ia mulai melirik seseorang disampingnya. “Tidak mungkin!” Anya menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tidak menyangka telah menodai ikatan suci pernikahannya dengan begitu mudahnya.Anya menatap Rangga tanpa berpakaian sedang tertidur disampingnya. Anya pun kembali terkejut ketika mendapati dirinya sendiri juga tidak menggunakan sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang saat ini melindungi tubuhnya yang mulus itu.“Apa yang aku perbuat tuhan? Aku... Aku benar-benar menjijikan!” gumam Anya dalam hati.Rangga yang tadinya tidur kini mulai bangun dan membuat Anya menjadi gelagapan. Ingin rasanya melarikan diri namun Rangga belum membayarnya. Sehingga mau tidak mau ia mesti menunggu Rangga untuk bangun dan memberikan bayaran yang setimpal. Saat Rangga bangun, Rangga menatap wajah Anya dan ia kembali t
Keesokan harinya Anya yang sudah merasa tidak sabar menyambut pembebasan Dirga dengan ditemani oleh Eleanor di ruang kantor polisi. Dalam pagi hari itu, suasana berkecamuk dengan rasa haru yang tak dapat Anya definisikan.“Saudara Dirga, anda kami bebaskan hari ini juga” suara polisi yang berwibawa itu mengalihkan pandangan Dirga yang tengah duduk merenung dipojokkan.Dirga merasa ini hanyalah mimpi ataupun ilustrasi akan bayangan kerinduan. Ia menggelengkan kepalanya dan mencoba mengatakan bahwa itu hanyalah mimpi. Namun, suara polisi tampak begitu jelas terdengar ditelinganya. Yang membuat Dirga yakin bahwa apa yang ia dengar memang benar adanya.“Jadi saya bebas Pak polisi?” tanya Dirga dengan mata penuh haru.“Iya, istri anda telah melunasi hutang korban” ujar polisi.Setelah sel penjara telah dibuka Dirga pun langsung dituntun oleh polisi menuju ke ruangan yang didalamnya sudah ditunggu oleh Anya dan Eleanor. Dirga yang bebas memiliki rasa bercampur aduk pada otak dan hati keciln