Jam Pulang telah tiba, seperti biasa Anya akan mengirimkan pesan kepada kedua orang tuanya bahwa ia akan pulang kerja. Setelah mengirim kabar terkini, Anya menaruh ponselnya ke dalam tas yang berukuran mini. Ia beranjak dari tempat duduk menunjuk ke arah pintu keluar.Saat membuka pintu tiba-tiba... Anya melihat rekan kerja seniornya tepat di hadapan wajahnya. Sontak hal itu mengagetkan Anya namun untungnya Anya dapat mengatur dirinya untuk tidak terlihat terkejut.“Hai, Anya!” sapa pria berbadan atletis itu dengan ramah ke arah Anya.“Hai juga” balas Anya sambil tersenyum kecil.“Kamu mau pulang?” tanyanya.“Iya, aku mau pulang” balas Anya.Pria itu bernama Rangga, Rangga merupakan model majalah pria yang cukup populer. Banyak kaum hawa yang kepincut dengan aura ketampanannya tersebut. Banyak juga desas-desus negatif mengenai Rangga yang telah tidur dengan berbagai kalangan wanita. Rangga menggigit bibir bawahnya saat melihat bentuk tubuh Anya yang semok. Rasa gejolaknya sebagai lak
“Sayang... Kamu sudah pulang?” tanya seorang wanita paruh baya. Wanita yang sudah berumur namun wajahnya tetap terlihat cantik. Ia duduk di sofa empuk sambil cipika-cipiki sesama emak-emak yang notabenenya bukan kaleng-kaleng.Rangga yang baru pulang itu memberhentikan laju jalannya tepat dihadapan para emak-emak. Lalu Rangga menolehkan kepalanya ke arah mamanya sambil tersenyum dan berkata dengan sopan.“Iya Ma, Rangga izin ke kamar dulu permisi” ujar Rangga yang kini melangkahkan kakinya menjauh dari kerumunan emak-emak tersebut. Melihat kesopanan dari putra sematang wayangnya, Dian begitu di puji oleh teman-temannya. Banyak yang merasa iri karena Dian memiliki putra yang terlihat begitu sempurna.“Wahhh jeng Dian, aku iri banget nih sama jeng Dian. Punya putra yang tampan ditambah lagi begitu sopan dan pintar. Seandainya saja putriku belum menikah, pasti aku jodohkan sama putra jeng Dian” ujar Wardani.“Betul tuh! Aku juga pengen punya calon menantu seperti putra jeng Dian. Ganteng
Samar-samar Anya mulai membuka kedua bola matanya. Terasa pusing yang saat ini Anya rasakan. Anya yang setengah sadar itu menatap atap langit dengan tatapan bingung lalu tanpa sadar ia mulai melirik seseorang disampingnya. “Tidak mungkin!” Anya menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tidak menyangka telah menodai ikatan suci pernikahannya dengan begitu mudahnya.Anya menatap Rangga tanpa berpakaian sedang tertidur disampingnya. Anya pun kembali terkejut ketika mendapati dirinya sendiri juga tidak menggunakan sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang saat ini melindungi tubuhnya yang mulus itu.“Apa yang aku perbuat tuhan? Aku... Aku benar-benar menjijikan!” gumam Anya dalam hati.Rangga yang tadinya tidur kini mulai bangun dan membuat Anya menjadi gelagapan. Ingin rasanya melarikan diri namun Rangga belum membayarnya. Sehingga mau tidak mau ia mesti menunggu Rangga untuk bangun dan memberikan bayaran yang setimpal. Saat Rangga bangun, Rangga menatap wajah Anya dan ia kembali t
Keesokan harinya Anya yang sudah merasa tidak sabar menyambut pembebasan Dirga dengan ditemani oleh Eleanor di ruang kantor polisi. Dalam pagi hari itu, suasana berkecamuk dengan rasa haru yang tak dapat Anya definisikan.“Saudara Dirga, anda kami bebaskan hari ini juga” suara polisi yang berwibawa itu mengalihkan pandangan Dirga yang tengah duduk merenung dipojokkan.Dirga merasa ini hanyalah mimpi ataupun ilustrasi akan bayangan kerinduan. Ia menggelengkan kepalanya dan mencoba mengatakan bahwa itu hanyalah mimpi. Namun, suara polisi tampak begitu jelas terdengar ditelinganya. Yang membuat Dirga yakin bahwa apa yang ia dengar memang benar adanya.“Jadi saya bebas Pak polisi?” tanya Dirga dengan mata penuh haru.“Iya, istri anda telah melunasi hutang korban” ujar polisi.Setelah sel penjara telah dibuka Dirga pun langsung dituntun oleh polisi menuju ke ruangan yang didalamnya sudah ditunggu oleh Anya dan Eleanor. Dirga yang bebas memiliki rasa bercampur aduk pada otak dan hati keciln
Semenjak ancaman itu, Anya menjadi kepikiran. Baru saja merasakan kebahagiaan kini masalah baru kembali menghantuinya. Dalam kesendirian itu ia hanya merenung memikirkan hutang yang begitu besar akibat keteledoran suaminya.“Rasanya aku ingin tenggelam saja!” gumam Anya dalam hati.TOKTOKTOK“Anya, buka pintunya” teriak Dirga dari luar pintu.Anya tidak bergeming dan lebih memilih mengacuhkan suara suaminya tersebut. Beberapa detik Dirga mulai mencoba membuka pintu secara hati-hati karena ia menyadari pintu kamar tidur tersebut sedang tidak terkunci.KREAGSuara pintu terdengar begitu pelan. Dirga masuk dan menghampiri Anya yang sedang duduk mengarah ke jendela. Langkah kakinya terhenti saat sudah berada dekat dengan Anya. “Anya” Dirga memanggil istrinya dengan sangat hati-hati. Ia ingin sekali menceritakan tentang kejadian kemarin bahwa bukan dirinyalah yang mesti bertanggungjawab atas kesalahannya tersebut.Memang, sampai saat ini Dirga belum menceritakan kejadian tersebut kepada
Natasya menghampiri anak-anak panti asuhan yang masih makan nasi kotak. Dengan entengnya ia merampas beberapa nasi kotak tersebut dengan paksa. Sontak beberapa anak-anak kebingungan dan ada yang ketakutan melihat aksi Natasya yang seperti itu.Mendengar suara kegaduhan, Bu Susi dan beberapa pengurus panti asuhan pun datang mendekati Natasya. Alih-alih terpancing, Bu Susi malah masih bertanya baik-baik kepada Natasya.“Maaf, ada apa anda tiba-tiba membuat keonaran di tempat ini?” tanya Bu Susi dengan nada rendah. Menunjukkan jati diri sebagai ketua yayasan yang bergerak sebagai dermawan tentu harus bersikap tenang dan tegas.“Eh nenek peot! Jangan berani-berani ya anda memanfaatkan calon suami saya! Saya tidak suka kalau kalian para orang asing memoroti harta kekayaan dari calon suami saya!” bentak Natasya dengan menggebu-gebu sambil matanya menatap tajam ke arah anak-anak.Anak-anak yang ada disana ketakutan dan tidak berani mendekati Natasya. Bu Susi masih belum mengerti maksud dari
Di tengah teriknya matahari tak membuat Dirga goyah pada keteguhan hatinya. Selama beberapa hari ini berbagai cara ia lakukan demi bisa mengumpulkan uang yang tak seberapa. Saat ini ia tengah berjualan ember dengan keliling jalan. Berharap akan ada orang yang membeli barang jualannya tersebut.“Uh... Terik matahari ini serasa membakar tubuhku. Tapi aku tidak boleh menyerah! Aku harus kuat demi mendapatkan rezeki” gumamnya.Keringat dingin mulai mengucur. Rasa haus dan lapar tak luput menyerang. Dirga memutuskan untuk mencari tempat berteduh sambil makan siang ditempat yang dituju. Sambil berjualan dan mencari tempat untuk beristirahat, Dirga mencoba menghubungi Anya. Bukan tanpa alasan, ia ingin memastikan keadaan Anya.“Sayang... Ayolah angkat telepon aku” Namun Anya tak mengangkat teleponnya sampai Dirga menemukan pohon besar untuk tempat ia berteduh. Terlihat Dirga menghela nafas agar tidak merasa gelisah. Ia hanya tidak ingin pikirannya akan mengacaukan pekerjaannya tersebut. Terl
“Sayang, aku berangkat dulu. Kamu jaga diri kamu dan tutup pintu bila aku tidak ada di rumah” ujar Dirga.“Iya, Sayang... Kamu juga hati-hati ya. Jangan kecapean” Anya memeluk tubuh Dirga dengan hangat. Tak lupa ia juga memberikan bekal makan malam untuk suaminya agar tidak kelaparan saat bekerja.Dirga merasa senang dan bersyukur karena memiliki istri seperti Anya. Yang tetap sabar meskipun badai setiap saat bisa menggoyangkan prahara rumah tangga mereka. Dirga mengecup kening istrinya lalu pergi meninggalkan Anya seorang diri.Dirga datang ke tempat kerjanya dengan menggunakan motor baru. Hasil dari kerja ngebut semalam yang dilakukan oleh Anya satu hari yang lalu. Tak terbesit rasa curiga yang Dirga pikirkan pada Anya. Yang ia percayai adalah Yeng tersebut hasil dari meminjam di kedua mertuanya. Motor yang ia kendarai pun bukan kaleng-kaleng. Sebab Dirga saat ini tengah merasakan betapa gagahnya motor gede yang ia kendarai tersebut.“Apa disana tempat kuriner nya Rafael?” gumamnya