Hati resah mengkhawatirkan suami yang sangat ia cintai. Dalam kesedihan itu akhirnya ia sampai di depan kantor polisi. Dengan cepat Anya memberikan selembaran uang hijau pada tukang ojek pengkolan tersebut. Sebelum pergi, Toyib menyemangatinya namun Anya tidak membalas dan langsung masuk ke dalam.
“Permisi Pak, saya ingin bertemu dengan Dirga atas pelaporan x” ujar Anya pada salah satu polisi.Polisi tersebut mengajaknya bertemu dengan Dirga yang sudah di kurung ke sel penjara. Anya menangis dan kedua tangannya memegang besi dingin yang dengan tega menghalanginya lebih dekat dengan Dirga.“Sayang hiks... Mengapa kamu menjadi seperti ini? Apa yang terjadi Sayang hiks” Isak tangis Anya tidak bisa ia bendung. Karena saat ini yang diutamakan adalah suaminya harus bebas dari sana.Meskipun Andra berada didalam sel tahanan namun ia berusaha mungkin untuk tidak terlihat lemah apalagi berhadapan dengan istri tercinta. Andra berusaha mungkin terlihat tenang yang seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada hatinya. Sambil tersenyum, ia berusaha meraih salah satu tangan Anya dengan lembut.“Kamu jangan menangis Anya, aku yakin Tante Tantri pasti akan membebaskan aku” ujar Andra.Anya menatap wajah suaminya. Ia ingin apa yang suaminya katakan akan menjadi kenyataan . Dirga meminta istrinya untuk pulang karena ia tahu Anya pasti sedang kecapean. Dengan berat hati Anya pun mengiyakan karena ia mesti harus tidur lebih awal karena besok subuh-subuh sekali harus berangkat ke tempat ia bekerja.“Aku akan pulang sekarang tapi kamu janji besok harus pulang dan kita tidur sama-sama” ujar Anya sambil tersenyum manis.Dirga membalasnya dengan senyuman juga. Ada rasa ingin melumat bibir mungil istrinya namun ia sadar saat ini bukanlah waktu yang pas untuk bermesraan. Akhirnya, Andra hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk melampiaskan rasa itu.“Iya Sayang” balas Dirga.Anya pun pergi meninggalkan Andra di kantor polisi. Sebelum pulang, Anya menyewa ojek yang kali ini ia pilih dari ojek online. Tidak membutuhkan waktu lama, ojek online pun datang. Ojek itu menghampirinya untuk memastikan apakah Anya adalah orang yang ingin diantarkannya atau tidak.“Permisi, saya ingin bertanya kak? Apa kakak ini atas nama Anya Gerlandin?” tanyanya dengan sopan.“Iya, saya Anya” balas Anya dengan ramah.Anya memberikan alamat rumah Tantri kepada si tukang ojek. Karena ia perlu untuk bertatap empat mata kepadanya. Anya berharap suaminya akan dibebaskan. Karena bagaimanapun, pelapor berhak menarik laporannya sebelum resmi di pengadil.Jarak rumah Tantri dengan kantor polisi tidak terlalu jauh sekitar beberapa menitan saja. Yang membuatnya tidak perlu berlama-lama untuk mencari ke lokasi. Saat sampai di lokasi, ia turun dari motor dan meminta ojek tadi untuk menunggunya. Ia tidak ingin tiga kali menyewa ojek yang berbeda-beda wajahnya. Setelah memberikan arahan pada si tukang ojek, Anya pun mengetuk pintu pagar secara berulang kali.“Tunggu!!!” teriak seseorang dari dalam rumah. Anya dapat memastikan bahwa sumber suara tersebut tidak lain adalah suara Tante.Beberapa detik kemudian,pintu gerbang di buka secara perlahan dan memperlihatkan wajah wanita paruh baya dengan memakai banyak aksesoris. Dia adalah Tantri yang telah menjebloskan Dirga ke kantor polisi.“Kamu mau mengembalikan uang saya?” tanya Tantri dengan mata melotot.Anya mengangguk pelan lalu ia memberikan amplop coklat yang berisi beberapa uang. Tantri meraihnya dan mulai menghitung jumlah uang tersebut. Saat dirasa uang yang Anya berikan masih kurang, Tantri pun berkata ceplas-ceplos.“Ini masih kurang” ujar Tantri dengan suara datar.Anya membelalakkan bola matanya. Setahu dirinya, uang itu sudah mencapai dengan jumlah uang pinjaman dan sekaligus bunga-bunganya. Merasa sudah lunas, Anya pun angkat bicara.“Itu sudah melebihi hutang suamiku. Jadi, apanya yang kurang?” tanya Anya kebingungan.Tantri mengernyitkan dahinya dan ia berkata, “Kamu pikir saya datang ke kantor polisi tidak menggunakan modal? Hei... Bensin saya habis, uang saya kepotong buat beli materai, kertas, pulpen. Belum lagi bunga yang terus mengalir belum kalian hitung!” serunya dengan nada meninggi.Anya yang saat ini berhadapan dengannya merasa geregetan. Baginya, Tantri begitu perhitungan dengan sesuatu hal yang tidak perlu di ungkapkan juga. Namun karena posisinya yang memang berhutang, Anya berusaha untuk tenang.“Sekarang kurang berapa ribu lagi?” tanya Anya memastikan.Tantri menggelengkan kepalanya lalu dengan tegas berkata, “Enak saja ribuan... Yang ada jutaan! Total yang masih harus kamu bayar adalah lima juta!” seru Tantri.DEGMerasa apa yang ia dengar tidaklah wajar membuat Anya merasa geregetan. Anya tidak terima di peras seperti itu dengan wanita yang sudah berumur kepala empat itu. Bukannya meminta maaf, Tantri pun meminta uang tersebut untuk dikembalikan hari ini juga. Tantri juga mengancam bila tidak dilunasi hari ini maka hutangnya akan mendapatkan bunga yang tinggi di setiap harinya.“Sekarang juga mana lima juta?” tanya Tantri dengan entengnya.“Tidak bisa seperti ini! Saya sudah membayarkan dengan lunas dan anda ingin uang lagi? Anda punya otak atau tidak!” bentak Anya.Tukang ojek yang awalnya hanya duduk di motor kini ikut menghampiri mereka dan mencoba menenangkan Anya. “Mbak sudah Mbak, ngalah aja biar masalahnya kelar” ujar si tukang ojek.“Tidak bisa seperti itu!” tolak Anya dengan tegas.“Mau atau tidak itu terserah kamu saja... Yang penting suami kamu sudah masuk penjara!” seru Tantri yang mulai menutup pintu gerbang.Anya berusaha memanggil-manggil Tantri namun tidak dibukakan pintu. Si tukang ojek pun memberikan saran untuk pulang saja. Anya yang kesal namun juga tidak tahu harus berbuat apa? Ia hanya ingin suaminya di bebaskan namun bukan seperti ini juga.“Ayo Mbak... Pulang saja. Kayaknya dia benar-benar tidak memperdulikan suami Mbak. Kalau bisa, Mbak kasih yang lima juta sama dia habis itu Mbak jangan lagi berhutang. Mbak bisa menilai sendiri kalau meminjam uang ke rentenir itu kayak memiskinkan diri sendiri” ujarnya panjang kali lebar.Anya mengangguk pelan lalu si tukang ojek pun bertanya, “Mau saya antar dimana sekarang Mbak?” Anya menghela nafas panjang sambil berusaha untuk menenangkan hatinya yang sudah kacau. “Antarkan saya ke alamat ini” ujar Anya.“Baik Mbak” sahut si tukang ojek.Anya kembali memakai helm yang sudah disediakan oleh si tukang ojek tersebut yang bertujuan untuk memudahkan orang-orang yang ingin diantarkan pulang atau kemanapun. Memang ojek apalagi Ojek Online benar-benar menguntungkan bagi masyarakat dalam beraktivitas. Karena seperti yang terjadi, tidak semua masyarakat mempunyai kendaraan apalagi ada juga yang tidak bisa mengendarai sepeda motor.“Aku harus bagaimana sekarang? Untuk urusan uang aku masih ada dengan tarif lima juta namun aku juga tidak mau diperas olehnya. Tuhan... Tolonglah aku, tolong berikan aku petunjuk jalan keluar” gumam Anya dari dalam hati.Desiran angin kencang dimalam hari dengan disertai hujan deras membuat suasana hati Anya ikut terombang-ambing. Anya menatap jendela tanpa tertutup tirai jendela. Terlihat, jendela tersebut dibasahi oleh aliran air hujan hingga berembun.Huf....Suara nafas panjang kini terdengar. Anya menangis sesenggukan. Suasana rumah yang sederhana tidak membuatmu merasa minder asalkan ia merasa bahagia bersama Dirga. Namun apalah daya? Dirga tidak ada, hatinya pun terluka dengan rasa di balut kerinduan.“Mengapa ini bisa terjadi pada pernikahan aku?” lirih Anya sambil matanya tetap tertuju ke arah jendela.Pernikahan yang baru seumur jagung yang hanya merasakan menjadi istri selama dua hari kini seperti belum sempurna merasakan momen pernikahan itu. Dalam kesendiriannya, ia pun teringat sesuatu.“Ah... Apa aku curhat saja sama teman agar aku bisa melegakan hati aku?” Anya meraih ponsel yang sedari tadi ada di atas meja rias. Lalu ia mulai mencari kontak yang bisa di hubungi.“Aku telepon Eleanor
Anya menatap gedung yang begitu megah. Wajahnya yang cantik namun seperti tidak terlihat aura bahagia. Memang mana mungkin seorang istri bisa berbahagia ketika suaminya dalam masalah? Anya menarik nafas dalam-dalam sebelum ia memutuskan untuk masuk ke dalam gedung.“Hi Anya!” teriak seorang wanita yang berparas blasteran. Putih kemerahan dan juga tinggi semampai. Ia merupakan salah satu model senior di pekerjaan baru Anya.“Hi Myeline!” sapa Anya seramah mungkin.“Nanti jam istirahat kita nongkrong yuk di kafe!” seru myeline.Sebenarnya Anya tidak berpikir untuk ke kafe. Selain itu, ia juga tidak menegang banyak uang di dalam dompetnya. Mungkin uang yang ada di dompet Anya sekitar tiga puluhan ribu rupiah. Dengan wajah polosnya Anya pun berkata dengan jujur.“Maaf Myeline, aku tidak punya uang untuk singgah ke kafe” ujar Anya sambil menundukkan kepalanya yang mungkin sedang menyembunyikan rasa malunya.Myeline sempat terprlongo mendengar pengakuan Anya yang terlalu jujur. Lalu kemudia
Anya yang sudah ditangani oleh dokter hanya bisa menunggu untuk sadar. Wajahnya yang memucat menunjukkan bahwa ia sedang dalam tidak baik-baik saja. Myeline menatap Anya dalam tatapan kasihan. Dalam benaknya iya berkata, “Ini semua salahku”Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Myeline sedikit terkejut. Lalu Myeline menyuruhnya untuk membuka pintu tersebut dan pria yang telah membuat Anya terbaring di rumah sakit itu pun mendekati Anya.“Kata dokter dia hanya syok dan pasti sebentar lagi akan sadarkan diri” ujar pria itu dengan suara lembut.Anya menghela nafas lalu ia berpikir bahwa pria itu tidak mengakui kesalahannya. Hal itu dapat dibuktikan saat pria itu mendekatinya tanpa meminta maaf terlebih dahulu. Beberapa detik kemudian, ponsel pria itu berdering hingga pria itu mengangkat teleponnya dengan santai. Myeline tidak dapat mendengar obrolan apa yang saat ini pria itu katakan yang jelas Myeline merasa pria itu dapat menganggu istirahat Anya.Saat sudah selesai menelpon, Myel
“Eh... Ehhh Bu Puji!” sapa tetangga Puji yang kebetulan berpapasan dengan Puji saat hendak pulang ke rumah.Puji yang biasanya disegani orang kini mulai di olok-olok oleh tetangga sekitar lantaran putrinya yang menikah dengan suami miskin ditambah lagi sekarang sudah tersebar kasus menantunya sudah di penjara karena terbelit hutang. Puji berusaha bersikap ramah dan membalas sapaan tetangganya tersebut dengan sebuah senyuman.“Hai Buk Dinda!” seru Puji ke arah tetangganya yang bernama Dinda.“Loh mau kemana Bu Puji? Eh... Aku dengar-dengar ya menantu Bu Puji lagi di penjara ya?” tanya Dinda dengan nada suara mengejek.“Maaf, mungkin salah dengar!” seru Puji yang berusaha untuk mengelak. Datanglah tetangga yang lain yang juga melihat Bu Puji dan Bu Dinda sedang berbincang-bincang di pinggir jalan. Tetangganya ini bernama Desi, yang terkenal julid.“Lohhh... Kok Bu Puji enggak tahu sih? Bukannya banyak yang lagi ngomongin menantu mu loh” ujar Dinda.“Betul itu! Katanya menantu kamu meren
Anya kebingungan untuk membantu Dirga bebas dari penjara. Ia tidak memiliki banyak uang untuk mengurusi permasalahan itu. Dalam kesendirian, Anya menangis sesenggukan meratapi nasibnya yang malang.“Aku bingung harus berbuat apa untuk menolong suamiku hiks” dalam kesedihan itu, Anya tidak menyadari bahwa Eleanor datang ke rumahnya.Eleanor menatap wajah Anya dengan tatapan prihatin. Ia sengaja tidak memanggil Anya karena ingin Anya melampiaskan kesedihannya itu dengan merenung. Hingga Anya menoleh ke arah belakang dan Anya baru menyadari kehadiran sahabatnya itu.“Eleanor?” Anya terkejut dan berusaha untuk menghapus air matanya di kedua pipi chubby nya.“Menangislah Anya... Kalau memang air mata bisa meringankan beban yang kamu rasakan” ujar Eleanor.“Eleanor, menurutmu aku harus bagaimana? Aku... Aku sangat mencintai suamiku dan aku tidak tega bila suamiku dikurung di jeruji besi” lirihnya.Eleanor berpikir sejenak lalu ia mendapatkan ide. Eleanor menarik nafas dalam-dalam sebelum me
Jam Pulang telah tiba, seperti biasa Anya akan mengirimkan pesan kepada kedua orang tuanya bahwa ia akan pulang kerja. Setelah mengirim kabar terkini, Anya menaruh ponselnya ke dalam tas yang berukuran mini. Ia beranjak dari tempat duduk menunjuk ke arah pintu keluar.Saat membuka pintu tiba-tiba... Anya melihat rekan kerja seniornya tepat di hadapan wajahnya. Sontak hal itu mengagetkan Anya namun untungnya Anya dapat mengatur dirinya untuk tidak terlihat terkejut.“Hai, Anya!” sapa pria berbadan atletis itu dengan ramah ke arah Anya.“Hai juga” balas Anya sambil tersenyum kecil.“Kamu mau pulang?” tanyanya.“Iya, aku mau pulang” balas Anya.Pria itu bernama Rangga, Rangga merupakan model majalah pria yang cukup populer. Banyak kaum hawa yang kepincut dengan aura ketampanannya tersebut. Banyak juga desas-desus negatif mengenai Rangga yang telah tidur dengan berbagai kalangan wanita. Rangga menggigit bibir bawahnya saat melihat bentuk tubuh Anya yang semok. Rasa gejolaknya sebagai lak
“Sayang... Kamu sudah pulang?” tanya seorang wanita paruh baya. Wanita yang sudah berumur namun wajahnya tetap terlihat cantik. Ia duduk di sofa empuk sambil cipika-cipiki sesama emak-emak yang notabenenya bukan kaleng-kaleng.Rangga yang baru pulang itu memberhentikan laju jalannya tepat dihadapan para emak-emak. Lalu Rangga menolehkan kepalanya ke arah mamanya sambil tersenyum dan berkata dengan sopan.“Iya Ma, Rangga izin ke kamar dulu permisi” ujar Rangga yang kini melangkahkan kakinya menjauh dari kerumunan emak-emak tersebut. Melihat kesopanan dari putra sematang wayangnya, Dian begitu di puji oleh teman-temannya. Banyak yang merasa iri karena Dian memiliki putra yang terlihat begitu sempurna.“Wahhh jeng Dian, aku iri banget nih sama jeng Dian. Punya putra yang tampan ditambah lagi begitu sopan dan pintar. Seandainya saja putriku belum menikah, pasti aku jodohkan sama putra jeng Dian” ujar Wardani.“Betul tuh! Aku juga pengen punya calon menantu seperti putra jeng Dian. Ganteng
Samar-samar Anya mulai membuka kedua bola matanya. Terasa pusing yang saat ini Anya rasakan. Anya yang setengah sadar itu menatap atap langit dengan tatapan bingung lalu tanpa sadar ia mulai melirik seseorang disampingnya. “Tidak mungkin!” Anya menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tidak menyangka telah menodai ikatan suci pernikahannya dengan begitu mudahnya.Anya menatap Rangga tanpa berpakaian sedang tertidur disampingnya. Anya pun kembali terkejut ketika mendapati dirinya sendiri juga tidak menggunakan sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang saat ini melindungi tubuhnya yang mulus itu.“Apa yang aku perbuat tuhan? Aku... Aku benar-benar menjijikan!” gumam Anya dalam hati.Rangga yang tadinya tidur kini mulai bangun dan membuat Anya menjadi gelagapan. Ingin rasanya melarikan diri namun Rangga belum membayarnya. Sehingga mau tidak mau ia mesti menunggu Rangga untuk bangun dan memberikan bayaran yang setimpal. Saat Rangga bangun, Rangga menatap wajah Anya dan ia kembali t