Baru saja Hilda tiba di kamar penginapan, saat dia merasakan beberapa letak benda di sana ada yang berubah.
Dengan sangat hati-hati wanita itu melangkah ke dalam sembari mengedarkan pandangan ke segala arah. Dan seketika matanya tertuju pada beberapa tempat. Termasuk jam dinding yang seingatnya tadi tidak ada, serta televisi yang bentuknya sudah berubah.
Padahal tadi, benda itu jauh lebih kecil beberapa inci.
Menyadari bahwa Danny bisa saja melakukan semua ini, kedua tangan wanita itu pun mengepal di sisi tubuh. Suara geraman kekesalannya menggema di dalam ruangan.
“Aku tidak percaya dia sampai melakukan semua ini!” umpat wanita itu sembari melempar tas ke atas ranjang.
Dia segera melintasi ruangan dan memperhatikan sekitar lebih teliti. Mencari-cari benda asing lain yang ditanam pria itu dalam kamar penginapan.
Untungnya tidak ada benda berharga atau mencurigakan yang dia simpan di sana, sehingga Hilda sedikit lega.
&ldqu
Suara ketukan di depan pintu kamar membuat Hilda mengalihkan tatapan ke sana.“Miss Wallice?” panggil suara feminim dari luar yang seketika membuat Hilda menjadi lega. “Kami mendapat laporan bahwa kau sedang berada dalam masalah,” lanjut suara itu, mengatakan alasan kedatangan mereka.Merasa seolah Tuhan menyelematkannya dari laba-laba yang mencoba mengajak berteman dengan berdiam di atas lantai kamar, Hilda pun merapalkan pujian.“Aku tahu kau memang pencipta yang menyayangi setiap hambanya, Tuhan,” ucap wanita itu sembari berjalan dengan menempelkan diri ke dinding. Berharap Buddy si laba-laba tidak mengejar ke tempat Hilda saat ini.“Hey, Bud,” katanya pada laba-laba yang mengangkat satu kaki ke udara sedang kepala menoleh kanan-kiri seakan-akan mengawasi gerak-geriknya dan juga mengajak High Five, membuat Hilda menelan saliva dan terus berjalan pelan hingga kedua kaki menuruni ranjang. “Aku tidak i
Mata Hilda mengerjap-ngerjap dengan fokus ke arah pria di hadapan.Rasanya dia ingin memukul pria itu atau mencubit pipi bekas cukuran tadi pagi, karena jelas sekali otot wajah maskulinnya berkedut, seolah menahan tawa.Dan begitu satu alis pria itu naik sedikit mendekati dahi, Hilda pun berdehem sembari mengangkat wajah ke udara.“Kalau begitu aku ingin pindah kamar,” ucapnya, tanpa sekali pun mengalihkan tatapan dari pria di hadapan.“Mmm … maaf kan kami, tapi sepertinya anda tidak bisaꟷ”Belum sempat pria pelayan menyelesaikan ucapan, saat tiba-tiba Hilda menggeram di antara kedua telapak tangan yang berada di depan wajah, dan seketika menjeda penjelasan pria di sebelah.Wanita pelayan yang masih ada di sana melihat kesempatan untuk memisahkan diri, dan pada akhirnya dia pun berpamitan karena masih ada tugas menunggu di bagian resepsionis, walau Hilda tau itu bukan alasan sebenarnya.Salahkan sa
“Aku tidak memakai sepatu,” kata Hilda tiba-tiba yang seketika membuat langkah Danny terhenti.Pria itu memutar tubuh ke arahnya, dan dengan tatapan datar dia tampak seakan hendak melobangi wajah wanita di sebelah.Mata pria itu beralih ke kaki telanjang Hilda yang jenjang.“Kau tidak perlu menggunakan itu,” ujarnya dengan nada monoton yang membuat Hilda menjadi gemas.“Aku tidak mau melintasi parkiran tanpa sepatu!” protes wanita itu yang ditanggapi dengan kedikan bahu. “Bagaimana bila aku tidak sengaja menginjak ubin bekas ludah seseorang? Dan tidak menutup kemungkinan ada orang mabuk yang muntah sembarangan di parkiran, lalu—”Seketika Hilda menjerit saat Danny mengangkat
Mobil yang membawa Hilda pun tiba di mansion.Begitu lajunya melambat, wanita itu pun membuka pintu begitu saja yang membuat Danny nyaris berteriak untuk memintanya tidak keluar secara tiba-tiba di saat mobil masih melaju.“Apa kau ingin mati!” hardik pria itu ketika Hilda melompat keluar sebelum mobil benar-benar berhenti.Bukannya merasa bersalah, wanita itu hanya mengangkat jari tengah ke udara yang seketika membuat Danny menggeram menggunakan suara dalam dari diafraghma.“Gadis gila,” umpat pria itu sembari menyusul Hilda yang lagi-lagi mengganggu para pengawal pintu.Gadis itu bahkan dengan sengaja menyentuh dada bidang pria yang ada di beranda. Dari suaranya yang bergumam lembut, Danny dapat mendengar bahwa gadis itu sedang memuji-muji salah satu pengawal pribadinya. Dan entah mengapa, dia sangat tidak suka mendengar hal itu.“Berhenti mengusik orang-orangku,” ucap Danny sedikit kesal sembari menarik
Kepala Hilda terkantuk-kantuk dengan posisi duduk di atas sofa perpustakaan. Beberapa kali wanita itu terkejut sendiri hingga matanya terbuka sedang kepala menatap segala arah, namun tidak lama setelahnya, dia kembali berada di posisi yang sama.Buku yang tadi Hilda baca pun terjatuh dari genggaman yang regang, namun kepala wanita itu lebih dulu menyandar kepala sofa dan hilang kesadaran hanya dalam waktu beberapa detik saja. Tapi, wanita itu tersadar kembali dan mengambil sembarangan buku di atas meja dan membacanya secara terbalik.Susah payah Hilda membuka mata, namun tampaknya rasa kantuk tidak dapat diajak kompromi sehingga dia pun tertidur kembali.Hal itu terjadi sudah beberapa kali, membuat Danny yang awalnya tenang di tempat duduk dengan fokus membaca buku di pangkuan akhirnya menjadi tertarik untuk melihat kelakuan wanita yang hanya berjarak satu meja di hadapan.Dia hendak memanggil Hilda yang lagi-lagi tertidur dengan posisi seperti sebelum-se
Seharusnya dia membungkam mulutnya saja saat menawarkan kamar pribadinya pada si gadis keras kepala. Namun, nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin tiba-tiba merubah ucapan yang telah terlontar.Dan dengan pasrah, Danny hanya menatap ke arah wanita yang kini mengacak-acak isi lemari.Dia berusaha keras untuk tidak memijit pelipis ketika gadis itu tidak sengaja menjatuhkan beberapa kemeja bersih di atas lantai. Bahkan, Danny berusaha menulikan telinga di saat dia mendengar Hilda mengkritik pakaian di sana.“Bagaimana caramu membedakan semua kemeja ini?” tanya wanita itu sembari memperhatikan satu per satu kemeja putih yang di mata orang lain berbentuk sama. “Serta … apa kau tidak punya style selain hitam dan putih?”Ketika kepala Hilda menoleh ke arahnya, Danny hanya mengedikkan bahu. Karena baginya itu bukan pertanyaan yang perlu dijawab.“Dan lihatlah ini.” Tunjuk wanita itu pada jajaran dasi dalam laci.
Tangan Hilda mengepal keras saat mengingat malam yang mereka lewati. Gadis itu berjanji akan memusuhi laba-laba mulai hari ini.Dia bahkan melempar tatapan tajam pada pria yang tampak tenang memakai pakaian di hadapan, seolah tidak peduli telah memamerkan tubuh setengah telanjangnya hingga memperlihatkan punggung sexy itu ke depan wajah Hilda dengan sengaja.Ugh! Tiba-tiba saja tangan Hilda gatal hendak menyentuh kulit pria itu. Belum lagi abs dan V-line yang dengan seakan menggoda kewarasannya.Bisa-bisa dia gila dikarena Danny tidak punya rasa malu saat keluar dari kamar mandi hanya dengan sehelai handuk melilit di pinggang.Masih dalam posisi duduk di atas ranjang, mata Hilda terus mengawasi pergerakan pria di hadapan yang berpindah dari satu lemari ke lemari lainnya.Sejak bangun pagi, tidak ada satu patah kata yang keluar dari bibir maskulin itu. Membuat Hilda bertanya-tanya, mungkinkah si pria batu menjadi bisu setelah melewati malam bersama
Malam TadiRasanya mata Danny baru saja terpejam ketika tiba-tiba sebuah tangan bertekstur selembut sutra menamparnya keras di wajah yang seketika membangunkannya saat itu juga, dan dengan sangat cepat dia melirik ke samping; pada seorang wanita yang tertidur di sebelah.“Shit,” ringisnya ketika merasakan nyeri yang perlahan memenuhi bekas tamparan barusan.Pelan dia mengusap pipi yang terlihat memerah sembari melotot gemas pada tubuh wanita di sebelah, namun mendapati perempuan itu tertidur pulas dengan wajah bercahaya bagai dewi yang tersesat di dunia manusia, darah Danny berdesir seketika. Sehingga membuat tangannya berpindah untuk meraba di mana jantung berada. Yaitu, dada bagian kiri yang berdetak hendak keluar rangka.Dia terkesima, tidak hanya karena sihir dari wajah rupawan wanita di samping, tetapi juga dikarenakan perempuan itu nyaris telanjang!Kemeja putih yang dijadikan piyama tampak tersingkap, hingga memamerkan paha berku