Kepala Hilda terkantuk-kantuk dengan posisi duduk di atas sofa perpustakaan. Beberapa kali wanita itu terkejut sendiri hingga matanya terbuka sedang kepala menatap segala arah, namun tidak lama setelahnya, dia kembali berada di posisi yang sama.
Buku yang tadi Hilda baca pun terjatuh dari genggaman yang regang, namun kepala wanita itu lebih dulu menyandar kepala sofa dan hilang kesadaran hanya dalam waktu beberapa detik saja. Tapi, wanita itu tersadar kembali dan mengambil sembarangan buku di atas meja dan membacanya secara terbalik.
Susah payah Hilda membuka mata, namun tampaknya rasa kantuk tidak dapat diajak kompromi sehingga dia pun tertidur kembali.
Hal itu terjadi sudah beberapa kali, membuat Danny yang awalnya tenang di tempat duduk dengan fokus membaca buku di pangkuan akhirnya menjadi tertarik untuk melihat kelakuan wanita yang hanya berjarak satu meja di hadapan.
Dia hendak memanggil Hilda yang lagi-lagi tertidur dengan posisi seperti sebelum-se
Seharusnya dia membungkam mulutnya saja saat menawarkan kamar pribadinya pada si gadis keras kepala. Namun, nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin tiba-tiba merubah ucapan yang telah terlontar.Dan dengan pasrah, Danny hanya menatap ke arah wanita yang kini mengacak-acak isi lemari.Dia berusaha keras untuk tidak memijit pelipis ketika gadis itu tidak sengaja menjatuhkan beberapa kemeja bersih di atas lantai. Bahkan, Danny berusaha menulikan telinga di saat dia mendengar Hilda mengkritik pakaian di sana.“Bagaimana caramu membedakan semua kemeja ini?” tanya wanita itu sembari memperhatikan satu per satu kemeja putih yang di mata orang lain berbentuk sama. “Serta … apa kau tidak punya style selain hitam dan putih?”Ketika kepala Hilda menoleh ke arahnya, Danny hanya mengedikkan bahu. Karena baginya itu bukan pertanyaan yang perlu dijawab.“Dan lihatlah ini.” Tunjuk wanita itu pada jajaran dasi dalam laci.
Tangan Hilda mengepal keras saat mengingat malam yang mereka lewati. Gadis itu berjanji akan memusuhi laba-laba mulai hari ini.Dia bahkan melempar tatapan tajam pada pria yang tampak tenang memakai pakaian di hadapan, seolah tidak peduli telah memamerkan tubuh setengah telanjangnya hingga memperlihatkan punggung sexy itu ke depan wajah Hilda dengan sengaja.Ugh! Tiba-tiba saja tangan Hilda gatal hendak menyentuh kulit pria itu. Belum lagi abs dan V-line yang dengan seakan menggoda kewarasannya.Bisa-bisa dia gila dikarena Danny tidak punya rasa malu saat keluar dari kamar mandi hanya dengan sehelai handuk melilit di pinggang.Masih dalam posisi duduk di atas ranjang, mata Hilda terus mengawasi pergerakan pria di hadapan yang berpindah dari satu lemari ke lemari lainnya.Sejak bangun pagi, tidak ada satu patah kata yang keluar dari bibir maskulin itu. Membuat Hilda bertanya-tanya, mungkinkah si pria batu menjadi bisu setelah melewati malam bersama
Malam TadiRasanya mata Danny baru saja terpejam ketika tiba-tiba sebuah tangan bertekstur selembut sutra menamparnya keras di wajah yang seketika membangunkannya saat itu juga, dan dengan sangat cepat dia melirik ke samping; pada seorang wanita yang tertidur di sebelah.“Shit,” ringisnya ketika merasakan nyeri yang perlahan memenuhi bekas tamparan barusan.Pelan dia mengusap pipi yang terlihat memerah sembari melotot gemas pada tubuh wanita di sebelah, namun mendapati perempuan itu tertidur pulas dengan wajah bercahaya bagai dewi yang tersesat di dunia manusia, darah Danny berdesir seketika. Sehingga membuat tangannya berpindah untuk meraba di mana jantung berada. Yaitu, dada bagian kiri yang berdetak hendak keluar rangka.Dia terkesima, tidak hanya karena sihir dari wajah rupawan wanita di samping, tetapi juga dikarenakan perempuan itu nyaris telanjang!Kemeja putih yang dijadikan piyama tampak tersingkap, hingga memamerkan paha berku
Masih Malam Tadi“Mengapa kau ada di luar di jam selarut ini?”Xavier yang mendengar suara Danny dari arah belakang pun menoleh. Dia mendapati atasannya itu baru saja turun dari lantai dua. Seketika mata Xavier menatap ke arah celana Danny yang sedikit menggembung.Kedua pria itu saling tatap dalam waktu yang cukup lama.Mata Danny seolah menantangnya untuk mengatakan sesuatu, sehingga Xavier yang sebelah alisnya naik sedikit mendekati dahi, lebih memilih bungkam.Mendapati wajah masam Danny dan mood pria itu yang berubah pekat, Xavier tahu bahwa atasannya itu pasti sedang mengalami sesuatu berkaitan dengan wanita yang pastinya sedang tertidur pulas saat itu. Rasanya dia ingin menertawai Danny yang tidak biasanya membiarkan seseorang mengacak-acak area teritorinya. Tidak hanya itu, pria tersebut bahkan membiarkan seorang wanita asing tidur di ranjang terlarang miliknya.“Apa wanita itu sangat mengganggu?” ucap Xavier
Saat IniHilda menarik dasi yang melingkar di leher Danny agar pria itu lebih menunduk lagi.“Seharusnya kubawakan saja bangku agar tidak menyakiti leher saat menatapmu,” gumam wanita itu yang ditujukan lebih pada diri sendiri.Jelas sekali, perbedaan tinggi mereka membuat Hilda sering mendongakkan kepala. Ditambah lagi, frame tubuh pria itu cukup besar sehingga menjadikan Hilda tampak lebih kecil bila mereka berdekatan seperti ini.Mendengar suara feminim dari wanita di hadapannya, Danny pun tersadar dari lamunan. Dia hanya tersenyum samar dan membiarkan wanita itu memakaikan dasi yang sebenarnya bisa Danny lakukan sendiri. Lagi pula, ini pengalaman pertama dimana seseorang memakaikannya dasi.Memanfaatkan fokus gadis itu, dengan wajah datar tanpa ekspresi Danny meraba pinggul Hilda menggunakan gerakan tidak kentara, seolah yang baru saja dilakukannya bukan sesuatu disengaja. Tapi tampaknya, semua tidak semulus rencana, karena wanita i
Hilda mengambil selembar kertas yang baru saja Danny taruh di atas meja. Dahinya berkerut heran saat mendapati bahwa ada banyak coretan dan koreksi di setiap kata dari artikel yang dia buat.“Apa dia menyuruhku untuk merevisi ini semua?”Ada dua lembar kertas berisi artikel tentang hubungan Sean Reviano dan Viania Harper yang Hilda selesaikan malam tadi, dan dengan percaya diri dia memberikan artikel singkat tersebut pada Danny. Namun, Hilda tidak mengira pria itu sendiri yang mengoreksi.“Kapan dia melakukan ini? Seingatku, dia berada dalam kamar semalaman,” gumam gadis itu sembari membawa kertas tersebut bersamanya menuju ke perpustakaan yang kemarin.Baru saja Hilda hendak melintasi ruang tengah, saat tiba-tiba salah satu pelayan mendekat dengan gerakan ragu-ragu.“Ada apa?” tanya Hilda sedikit acuh sembari terus melangkah ke tempat tujuan.“Mmm … Miss,” panggil pelayan wanita itu den
“Bagaimana dia bisa tahu tentang … ukuran pembalut?” tanya Hilda kebingungan sembari menyusul Danny yang telah tiba di lantai bawah.Langkah gadis itu terhenti di tangga teratas, dan dia menatap dengan pandangan terpaku pada punggung pria itu yang menjauh.Mata Hilda memicing tajam, kali ini dia yakin kemesuman Danny sudah melewati batas.Bila tidak, bagaimana mungkin pria itu sampai tahu ukuran serta brand pembalut wanita. Bahkan, Gamal saja tidak pernah repot-repot mengingat barang-barang milik wanita secara detail.Xavier yang kebetulan berada di tangga terbawah mendongakkan kepala dan menatap Hilda dengan pandangan keheranan. Untuk sesaat keduanya pun bertabrak pandang, yang membuat perempuan itu memberanikan diri untuk turun ke lantai bawah.“Ada yang bisa dibantu, Miss Wallice?” tanya Xavier dengan keramahan yang sama sekali tidak membuatnya terkesan.Hilda pun mendekati pria itu, hanya ingin memastikan a
Hilda duduk di hadapan Danny dengan pandangan tidak sabar. Beberapa kali tangannya saling meremas ketika melihat dahi pria itu berkerut, bahkan rasanya dia ingin tahu apa yang sedang pria itu baca hingga membuat ekspresinya berubah-ubah; dari mengernyitkan dahi hingga tersenyum samar.Hati wanita itu bertanya-tanya, mungkinkah artikel buatannya tidak sebaik itu? Apakah pria itu puas akan hasilnya?Untuk memenuhi rasa pensaran, Krista pun berdehem dan menarik perhatian Danny dari kertas dalam genggaman.Mendapat perhatian pria itu sepenuhnya, akhirnya dia pun bertanya dengan rasa gugup yang kentara, membuat senyum samar Danny semakin mengulas di wajah.“Bagimana?” Jelas sekali wanita itu ingin diberi pujian.Kembali Danny melirik tulisan di atas kerta dalam genggaman. Dan lama dia berpikir, sebelum akhirnya berkata; “Tidak buruk.”Seketika Hilda terdiam. Dia berharap tidak sedang salah dengar, tapi ketika melihat pria