Hilda duduk di hadapan Danny dengan pandangan tidak sabar. Beberapa kali tangannya saling meremas ketika melihat dahi pria itu berkerut, bahkan rasanya dia ingin tahu apa yang sedang pria itu baca hingga membuat ekspresinya berubah-ubah; dari mengernyitkan dahi hingga tersenyum samar.
Hati wanita itu bertanya-tanya, mungkinkah artikel buatannya tidak sebaik itu? Apakah pria itu puas akan hasilnya?
Untuk memenuhi rasa pensaran, Krista pun berdehem dan menarik perhatian Danny dari kertas dalam genggaman.
Mendapat perhatian pria itu sepenuhnya, akhirnya dia pun bertanya dengan rasa gugup yang kentara, membuat senyum samar Danny semakin mengulas di wajah.
“Bagimana?” Jelas sekali wanita itu ingin diberi pujian.
Kembali Danny melirik tulisan di atas kerta dalam genggaman. Dan lama dia berpikir, sebelum akhirnya berkata; “Tidak buruk.”
Seketika Hilda terdiam. Dia berharap tidak sedang salah dengar, tapi ketika melihat pria
5 Hari Kemudian, Los AngelesHilda mengikuti salah satu artis muda yang sedang naik daun di sekitar Rodeo Drive, Distrik Baverly Hills. Dia menunggu dengan tenang di dalam mobil saat salah satu dari artis sekaligus model berparas cantik itu masuk ke dalam sebuah butik.Ketika kameranya siap untuk mengambil gambar, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi dan nama Gamal muncul di layar.Dengan dahi mengernyit, Hilda pun mengangkat panggilan tersebut. Sejujurnya dia sedang tidak ingin menerima panggilan itu, dikarenakan akhir-akhir ini Gamal menjadi sangat bossy yang suka menyuruh Hilda sesuka hati saat mengikuti artis tertentu.“Ada apa kau memanggil?” tanyanya, terdengar tidak suka dinterupsi di tengah-tengah pekerjaan. “Aku sedang sibuk mengikuti Christina Ravilia.”Terdengar suara gumaman keributan serta bunyi puluhan kamera dari seberang yang membuat Hilda segera bangun dari bangku mobil tempatnya bersandar. Bahkan, dia juga men
Setelah mengeringkan rambut dan memakai piyama, Hilda pun duduk di atas ranjang sembari menarik satu buah foto yang lama tersembunyi di dalam lemari. Tatapan gadis itu tampak sendu ketika melihat lekat pada sosok remaja laki-laki yang berdiri di sebelahnya bersama dengan belasan anak-anak lain.Jika dilihat baik-baik, seluruh anak-anak itu memiliki rentang usia yang berbeda. Mulai dari balita sampai remaja tanggung mendekati tujuh belasan. Dan mereka memiliki satu kesamaan; berada dalam penampungan sistem foster sebelum akhirnya berpisah di rumah keluarga yang telah ditentukan.Tangan Hilda mengelus permukaan kaca pembingkai yang menunjukkan sosok pria remaja. Setelah puas memperhatikan foto-foto tersebut, dia pun berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menuju lemari untuk menyembunyikan bingkai foto penuh kenangan masa lalu yang sangat ingin dia lupakan.“Sekarang apa yang kau inginkan, Hilda?” gumam gadis itu sembari menutup pintu di hadapan.
Hilda turun ke lantai bawah dengan langkah terburu-buru. Untungnya Gamal tidak bertanya ke mana dia akan pergi, dikarenakan pria itu sangat sibuk menonton pertunjukan di televisi. Bahkan,Hilda ragu Gamal mendengar kepergiannya tadi.Dan saat dia tiba di parkiran, Xavier yang awalnya menyandar pada badan mobil akhirnya berdiri dan menunggu kedatangannya. Kepala pria itu menoleh ke balik bahu Hilda, seolah mencari-cari sosok lain yang mungkin mengikuti dari belakang.“Aku hanya sendirian,” kata gadis itu yang menarik perhatian Xavier kembali. “Dia sedang menonton pertandingan.”Pria itu tersenyum dan membukakan pintu mobil yang membuat Hilda terpaku.Jelas sekali, wanita itu tampak ragu-ragu untuk mengikuti instruksi tersirat barusan, sehingga Xavier mencoba menjelaskan.“Aku hanya tidak ingin seseorang mendengar pembicaraan ini,” katanya yang membuat Hilda pada akhirnya mengikuti.Dan setelah mereka duduk d
“Apa dia sudah gila?” sungut Hilda sembari berjalan menaiki tangga menuju lantai apartemennya.Dan baru saja dia membuka pintu, saat tiba-tiba matanya menangkap keberadaan Gamal yang tampak menunggu kedatangannya. Alis pria itu bertaut saat mendapati Hilda masuk ke dalam bersama amplop kuning di tangan.“Apa itu?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.“Bukan apa-apa,” jawab Hilda sembari melewati pria itu.“Kupikir kau pergi ke toko di seberang jalan,” ucap Gamal yang hanya mendapat kedikan bahu. “Apa kau tidak mau kembali lagi ke luar dan membelikanku sesuatu?”Seketika langkah Hilda terhenti dan dia tergoda untuk memecahkan kepala pria itu dengan menggunakan vas di meja.Mendapati kemarahan gadis itu yang terarah padanya, Gamal pun menelan saliva sembari mengangkat dua tangan ke udara sembari berjalan mundur menuju pintu.“Aku paham, dan aku akan membelinya sendir
Hilda baru saja turun ke lantai bawah, saat tiba-tiba dia mendengar suara ketukan yang datang dari pintu depan. Dengan langkah malas, dia pun membukakan pintu, hanya untuk mendapati Xavier berdiri di sana dengan sebuket bunga dalam genggaman.Kedua alis gadis itu bertaut bingung, karena seingatnya dia tidak sedang merayakan sesuatu.“Ulang tahunku tujuh bulan lagi,” ucap Hilda dengan tangan terlipat di depan dada, sedang matanya sesekali melirik ke arah kumpulan kembang di hadapan.Sebuah senyum terulas di wajah pria itu, dan dengan sangat kasual dia berkata; “Aku tahu, Miss Wallice. Tetapi, Mr. Johanson ingin memberikan ini untuk membuat pagimu menjadi lebih menyenangkan.”Bukannya menerima bunga-bunga itu, Hilda malah menyuruh Xavier untuk menaruhnya di sebuah meja yang terletak di sudut ruangan.“Apa kau tidak ingin menyentuhnya?” tanya pria itu dengan tatapan bingung.Namun, gadis itu hanya membe
Kepala Danny terasa berat saat melihat pesan yang Xavier kirimkan.Dengan tangan memijit pelipis, dia menggeram pelan, membuat beberapa kepala menoleh ke arahnya.“Apa lagi kali ini?” tanya Rey yang duduk di sofa sebelah kiri.Setelah menarik napas panjang, Danny pun mengangkat kepala dan menggeleng lemah.“Tidak ada,” jawabnya sembari melihat layar ponsel yang lagi-lagi membuatnya ingin membenturkan kepala ke meja.Merasa penasaran, Nicko yang sejak tadi duduk di sofa sebelah kanan akhirnya mencondongkan tubuh dan melihat apa yang sebenarnya Danny baca. Dan tidak lama setelahnya, dia pun terkekeh pelan yang mengakibatkan teman-temannya menatap penasaran.Kini, ada tiga pasang mata yang menatap Nicko dan Danny bergantian.Setelah puas menghabiskan kuota tertawa, Nicko pun menjawab wajah-wajah bertanya yang duduk di hadapannya.“Dia mendapat sebuah daftar jawaban yang seluruh isinya adalah ‘Ti
Selama seharian Hilda berkeliling di sekitar Rodeo Drive, namun lagi-lagi dia tidak menemukan apa yang dicari, sehingga gadis itu memilih untuk secepatnya kembali ke apartemen tanpa mengambil gambar satu pun selebriti yang berbelanja di sana. Kali ini, dia hanya membidik kamera untuk menangkap pesona jalanan di Baverly Hills yang dipenuhi pejalan kaki.Rasanya, sudah lama sekali dia tidak menggunakan kamera untuk menciptakan sebuah seni. Dan bila diingat-ingat lagi, Hilda memilih untuk menjadi paparazzi dikarenakan itu adalah cara tercepat untuk menjual setiap hasil jepretan kamera yang dia punya.Dan kini, keinginan untuk menikmati pekerjaan sebagai photographer hanya sejengkal tangan. Bila saja Danny Johanson mengabulkan keinginannya, maka tidak lama lagi dia akan lepas dari Gamal.Semakin hari, teman serumahnya itu jadi semakin menuntut, sehingga mereka butuh jarak untuk kembali ke tujuan semula; bertahan di tengah kerasnya kehidupan. Dan sepertinya, ini adal
“Aku mengirimi pesan, seharusnya kau membalas chatku bukan langsung menghubungi,” sungut Hilda begitu dia menekan tombol hijau di layar. “Dan aku tidak suka berbicara denganmu saat ini! Seharusnya kau dapat membaca situasinya dari nada pesan yang kukirim,” tambahnya lagi sembari diselipi kekesalan, dan ketika dia mendengar pria itu hendak mengatakan sesuatu, Hilda pun menyela. “Hari ini aku memaafkan, tapi tidak ada lain kali.”Terdengar suara berdehem dari seberang diikuti hembusan napas yang berat. Tidak lama kemudian, Danny Johanson yang dilabeli sebagai Tuan Mesum menjawab; “Halo juga Sunshine. Malam yang indah untuk mendapat nasihat menusuk kalbu.”Seketika Hilda menjauhi ponsel dari telinga, dan dia mendelik tajam pada benda itu, seolah saat ini dia berhadapan langsung dengan pria tersebut.“Jangan bersikap sarkas,” geramnya gusar yang dijawab Danny dengen batuk kecil.“Hmm … t