Sejak dulu suara Zack memang selalu tajam dan dingin, tapi baru kali ini Rania mendengar nada yang seperti itu. Seolah lelaki itu sedang menegaskan bahwa Rania dan kehamilannya hanyalah seperti serangga pengganggu yang akan menghadang langkahnya.
Rania merekam ekspresi serta sorot mata tajam lelaki itu di kepala. Betapa pun dadanya terasa sangat sesak seperti ditimpa batu ratusan ton, dia tetap memberanikan diri. Dia menarik napas untuk menegarkan bahu. Biar bagaimana pun, anak yang sedang dia kandung adalah anak Zack.“Aku hamil.” Dilemparkannya fakta itu meskipun Zack sudah mendengarnya dari mulut Huges.“Lalu?” Satu alis Zack terangkat tidak peduli.“Dan kau bertunangan dengan perempuan lain.” Remuk redam hati Rania mendapati ekspresi dingin di wajah rupawan dari lelaki yang sangat dia sayangi di hadapan.“Katakan dengan singkat dan padat, Rania. Kau tahu aku sangat sibuk,” tekan Zack, acuh.“Kau pasti tahu kaitan kedua berita itu!” jawab Rania, kesulitan menelan saliva akibat sesak menahan tangisan.“Lalu apa yang akan kau lakukan? Mau menuntutku? Kenapa tidak kau gugurkan kandungan itu?” Mata tajam Zack menghunjam perut Rania, seolah-olah apa yang ada di dalamnya adalah kesalahan yang harus diperbaiki.Lagi-lagi dada Rania terasa nyeri mendengar perkataan dingin lelaki di hadapan. “Aku tidak tahu kau seberengsek ini, Zack,” gumam Rania dengan bibir bergetar dan suara lemah.Napas gadis itu mulai tersengal. Dia membalas tatapan Zack dengan nanar.“Apa?” Rahang tajam itu mengeras. Lelaki itu bangkit dari duduknya lalu melangkah perlahan mendekati Rania.“Aku sudah mengatakannya tadi, kau berengsek,” ulang Rania, dengan ekspresi sama seperti ucapan pertama.“Aku membelikan pil pencegah hamil, apa yang kau lakukan dengan obat-obat itu sampai kau bisa hamil? Jelas-jelas kesalahan ada padamu, Rania. Jangan melimpahkannya padaku! Bahkan kau datang tanpa rasa malu ke sini lalu menuntutku! Seharusnya kau tahu, aku tidak suka wanita yang serakah.”Rania terkesiap dengan kedua tangan menyentuh bibir. Seketika, sekujur tubuhnya gemetar. Rasa pedih, kecewa, amarah dan terhina melebur di hati.Inikah wajah asli Zack yang sebenarnya? Mengapa baru sekarang dia melihatnya?“Ini anakmu! Darah dagingmu!”“Dengar, Rania Camerry. Kau mungkin berpikir bisa memanfaatkan janin itu untuk menjebak dan menguasaiku, tapi kau salah. Aku tidak butuh anak yang menjadi alat untuk keserakahan ibunya.”Bibir pucat Rania bergetar. “Jadi kau menganggapku begitu selama ini? Lalu untuk apa kau menjadikanku kekasihmu?” Mata itu menunduk nanar, berkaca-kaca dan siap menumpahkan tangis.“Jangan salah paham, Rania. Kau bukan kekasihku, kau hanya simpanan yang kupelihara sampai aku bosan.”Simpanan.Seketika hati Rania remuk redam. Dadanya terasa begitu nyeri tersayat-sayat.Segitu hinakah arti dirinya bagi Zack?“Keluar! Aku punya banyak kerjaan.” Tunjuk Zack Lawson pada pintu sembari menatap tajam wanita di hadapannya. “Pergilah selagi aku bisa mengontrol emosiku.”Rania mengigit bibir. Tak membiarkan setetes pun air matanya jatuh di hadapan seorang Zack Lawson. Lelaki itu sudah menghinanya seperti sampah, tidak pantas disodorkan air mata.“Aku tidak pernah menuntutmu, Zack. Kau yang datang padaku dan memintaku menjadi kekasihmu, dan kau juga yang membuangku dengan tega. Laki-laki sepertimu tidak pantas ….”Rasa-rasanya Rania tidak sanggup melanjutkan bahwa Zack sama sekali tidak pantas mendapatkan dirinya.Dia tatap wajah angkuh itu sekali lagi sebelum memutar tubuh dan berlari keluar dari ruangan luas namun terasa sesak bagi mereka berdua.Hati Rania hancur berkeping-keping. Rasa pedih merajam dada. Dia tidak pernah membayangkan Zack akan melemparkan semua kalimat-kalimat menyayat tersebut padanya. Dengan sisa-sisa tenaga dan perasaan yang rapuh, Rania berlari menyusuri koridor yang sepi dan dingin, keluar dari hotel sembari diikuti oleh tatapan para staf yang memandanginya aneh.Di sepanjang perjalanan melewati trotoar, di tengah-tengah pusat bisnis Kota Manhattan, yang Rania lihat hanya berita tentang pertunangan Zack bersama seorang perempuan bernama Amanda Harlot di layar besar pada dinding gedung pencakar langit.Orang-orang membicarakan pertunangan mereka di sepanjang jalan, seolah Tuhan sedang menyuruhnya untuk tahu diri, karena dirinya bukan siapa-siapa.“Jangan salah paham, Rania. Kau bukan kekasihku, kau hanya simpanan yang kupelihara sampai aku bosan.”Bagi Zack, Rania hanyalah simpanan yang bahkan tidak sebanding dengan Amanda. Wanita itu adalah putri tunggal dari kolega perusahaannya sekaligus seorang influencer ternama. Mereka sangat serasi di mata publik.Entah sudah kali keberapa Rania mengusap air mata yang terus jatuh tanpa berhenti itu. Rasanya luar biasa sesak. Dia sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk saat mengizinkan Huges memberitahukan kehamilannya kepada Zack.Namun, ini adalah yang terburuk dari semua yang terburuk. Kemungkinan yang tidak pernah dia bayangkan bahwa Zack akan menyuruhnya menggugurkan kandungan dengan cara yang sangat kejam.Ponselnya terus bergetar di dalam tas sejak satu menit yang lalu, tetapi Rania begitu malas mengangkatnya. Dia takut, Zack ataupun Huges menghubungi.Tanpa melihat siapa yang menghubungi, Rania pun menggeser tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinga dengan diam.“Halo? Kau di mana? Aku berada di depan apartemenmu, kau bilang kemarin ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan. Bagaimana hasilnya? Apa kau baik-baik saja?”Rania tercekat saat mendengar suara yang begitu familiar.Jennie, satu-satunya sahabat yang Rania punya.“Aku membawakanmu sup untuk sarapan, karena aku yakin si Lawson tidak akan peduli dan akan meneruskan cumbuannya pada pekerjaan. Si gila kerja itu bisa membunuhmu perlahan-lahan jika hubungan kalian terus seperti ini.”Rania menggigit bibir. Tak ingin isaknya terdengar, meski air mata itu terus berjatuhan tanpa henti.“Halo, Nia? Kau baik-baik saja?”“Hm?” Rania membekap mulut begitu suaranya terdengar parau.“Ada apa, Rania? Kau ada di apartemenmu atau tidak? Aku sudah ada di lobi. Jika kau malas untuk turun dari ranjang, aku sendiri yang akan naik ke unitmu.” Suara itu terdengar sedikit cemas.“Aku … aku baik-baik saja.” Lagi-lagi Rania tak mampu menyembunyikan suara parau dan tarikan napas berbeda.Dia berdehem berkali-kali, namun tetap saja tidak bisa membohongi diri di hadapan sahabatnya.“Kau tidak baik-baik saja! Demi Tuhan, Aku mengenalmu dengan baik, Rania. Kau berbohong. Apa Lawson menyakitimu? Katakan padaku kau ada di mana sekarang!”Rania membiarkan beberapa bulir air mata jatuh membasahi ujung sepatu. Dengan wajah sedikit tertunduk, dia berbisik, “Dekat Moon Light Hotel.”“Sialan, aku akan segera ke sana. Tunggu aku dan jangan bergerak!”…….Jennie sampai cukup cepat. Buru-buru dia keluar mobil dan berlari menghampiri Rania yang berdiri dengan pandangan kosong di tepi jalan. Diraihnya kedua bahu Rania.“Ada apa, Rania? Apa yang terjadi?”Mata memerah dan sembab itu kembali berair ketika Rania memutuskan membalas tatapan cemas Jennie. Bibirnya terbuka pelan, bergetar dan nyaris tidak mengeluarkan suara.“Aku … hamil.”“Apa? Kau … hamil?”Lagi-lagi Rania membekap mulut untuk menahan gelombang emosi yang melanda. Rasa marah, kecewa, dan sedih yang amat sangat berpadu untuk membuatnya semakin berantakan.“Biar kutebak, Zack tidak menyambut janin ini dengan baik.” Jennie menunduk menatap perut Rania. “Lalu, dia malah bertunangan dengan wanita lain.” Kepala wanita itu mendongak, memandang tajam layar besar di dinding gedung pencakar langit yang berada tepat di hadapan mereka.“Kita ke tempatku. Laki-laki bajingan itu tidak pantas untuk air matamu yang terlalu berharga.”………Zack masih bersandar di tepi meja. Bersedekap angkuh dan menatap lurus pintu yang baru saja berdebum cukup keras itu. Rahangnya mengeras dengan tangan mengepal.Dia pikir Rania adalah wanita yang berbeda. Karena itu, Zack mengambil langkah besar dan memutuskan untuk mempersiapkan wanita itu menjadi kekasihnya.Sikap Rania yang tidak banyak menuntut dan begitu memuaskan di atas ranjang, begitu lugu dan lembut adalah apa yang membuatnya tertarik.Namun, selama ini dia salah sangka. Itu hanyalah topeng untuk menjebak dirinya. Rania tidak berbeda dari prempuan sampah lainnya yang pernah dia temui. Selalu memandang uang dan uang.“Beraninya dia menggunakan cara yang kotor untuk menjebakku!”Zack mengusap sebagian wajah. Dia nyaris tersulut emosi.Rasa kecewa yang luar biasa menyerangnya. Lebih daripada amarah, Zack sungguh tidak pernah memprediksi bahwa laporan yang dia dapatkan dari Huges adalah laporan kehamilan Rania.“Nona Camerry hamil.”Dua puluh empat jam yang lalu, Zack masih berkutat pada pekerjaannya ketika Huges datang dan memberikan laporan yang tidak pernah Zack bayangkan. Dia menghentikan aktivitas dan menatap Huges tajam.“Nona Camerry meminta Anda agar segera menikahinya.”Kening Zack mengernyit seketika. Kabar kehamilan Rania saja sudah mengagetkan, wanita itu malah minta dinikahi? Rania yang tidak pernah menuntut apa-apa itu menginginkan pernikahan?“Di mana wanita itu sekarang?” tanya Zack datar.“Sepertinya di klinik aborsi, Sir,” jawab Huges tenang, namun ada sedikit nada kecewa terselip di baliknya.Jantung Zack seolah berhenti berdetak saat itu juga. “Aborsi katamu?”Huges mengangguk dalam, “Jika Anda tidak ingin menikahinya, maka dia akan menggugurkan bayi itu.”Zack bangkit dari kursi kebesarannya. Tubuh jangkungnya menegak dengan mata menyipit tidak percaya.“Aku ingin bicara dengannya.” Zack hendak mengambil ponsel ketika Huges mengulurkan selembar kertas dengan cepat.“Ini bukti pendaftaran Nona Camerry di klinik aborsi. Dia meminta saya membuat janji dengan dokter secepatnya.”Zack mengambil bukti pendaftaran itu dan menemukan nama Rania sebagai pendaftar yang akan melakukan aborsi dalam dua hari ke depan. Rasa kecewa, amarah dan juga perasaan jijik menyatu di hati Zack.“Rania Camerry,” geramnya.Bisa-bisanya dia salah sangka dan mengira Rania adalah perempuan lugu yang tidak tertarik pada status dan harta.Rania adalah penipu ulung dan Zack sudah terjebak dalam tipuannya selama ini. Keluguan gadis itu sangat meyakinkan hingga memperdayanya begitu mudah.Dengan tangan meremas sisi-sisi kertas dalam genggaman, Zack mengatakan, “Sampaikan padanya. Gugurkan saja bayi itu, aku tidak peduli.”Zack tidak butuh bayi yang dijadikan sebagai alat keserakahan ibunya. Lagi pula siapa yang tahu bahwa anak itu adalah darah dagingnya sendiri. Mungkin saja Rania juga menipunya dan bermain-main dengan lelaki lain.Mereka memiliki banyak waktu terpisah, dan hal itu mungkin saja terjadi. Ditambah, fokus perhatiannya selalu habis tersita untuk pekerjaan, Zack selalu mengandalkan Huges untuk melaporkan setiap kegiatan Rania.Bahkan, beberapa kali Huges juga melaporkan bahwa Rania sering keluar-masuk apartemen saat dirinya sibuk meeting dan dinas keluar kota.Dia sudah menghabiskan waktu satu tahun untuk memanjakan wanita yang salah.Ingatan dua puluh empat jam yang lalu itu berakhir dengan berita pertunagannya dengan Amanda Harlot, putri tunggal dari pemilik XG Company, perusahaan mitra yang menjadi supplier untuk barang-barang perlengkapan Moon Light Hotel.Dari mana datangnya berita itu?Namun, Zack tidak terlalu peduli untuk menyangkal atau mengenyahkan berita omong kosong itu. Berita palsu itu sepertinya cukup berguna untuk mematahkan keserakahan Rania.Tidak bisa Zack pungkiri, bahwa Rania adalah wanita yang mampu mengimbanginya di atas ranjang dan dirinya membutuhkan wanita itu. Dia bisa saja memaafkan keserakahan Rania dan membuatnya kembali menjadi kekasih simpanan seperti dulu.Dengan syarat, wanita itu tidak menuntut apa-apa lagi.……………..“Dia menyuruhmu menggugurkan kandunganmu? Dengan perkataan kejam itu?” Jennie membelalak sejak tadi,Rania mengangguk. Lidahnya kelu dan dia tidak punya tenaga walaupun hanya membuka mulut.“Sialan! Berengsek! Tidak cukup dia menjadikanmu seperti wanita simpanan dan sekarang dia menyuruhmu menggugurkan kandungan? Dia malah bertunangan dengan perempuan lain! Dasar laki-laki bejat!”Rania juga tidak pernah menyangka Zack sanggup berkata seperti tadi dan memperlakukannya bagai wanita murahan.“Dia laki-laki yang tidak bertanggung jawab!”Rania mengangguk lemah, menyetujui.Zack menyuruhnya menggugurkan kandungan dengan cara yang tidak pernah dirinya pikirkan, dan begitu cepat bertunangan dengan perempuan lain. Itu adalah perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab.“Tinggalkan saja dia. Zack Lawson tidak pantas untukmu, Rania. Kau terlalu berharga untuk menghabiskan waktumu bersama lelaki brengsek seperti dia.”Rania menghela napas dalam. Sebuah keraguan mencoba menggoyangkan hatinya yang telah rapuh, dan hal itu disadari oleh Jennie.“Coba telaah lagi. Apa dia pernah bilang jika dia mencintaimu?”Rania menggeleng lemah, karena Zack memang tidak pernah mengatakan kalimat cinta selama mereka bersama.“Tidak ‘kan? Rania, dengarkan aku. Dia memintamu menjadi kekasih simpanan alih-alih menjadikanmu kekasih yang sesungguhnya. Menidurimu setiap malam lalu memberimu barang-barang mewah. Saat kau hamil, dia bahkan menyuruhmu menggugurkan kandungan lalu dia sendiri akan bertunangan dengan perempuan lain. Aku yakin kau tidak sebodoh itu untuk kembali dengan pria sebrengsek Zack Laswon.”Mata Rania kembali basah. Tangisnya semakin deras dan penuh kepedihan. Dia mungkin sudah tahu selama ini, tapi Rania enggan mengakui, bahwa hubungan mereka tidak memiliki masa depan.“Jika kau berpikiran untuk kembali padanya setelah ini, itu adalah pemikiran yang sangat bodoh, Rania. Dia sudah menyakitimu dan merendahkanmu habis-habisan.”Zack pernah dijodohkan beberapa kali tetapi pria itu menolak. Rania selalu bertanya kala itu mengapa dia selalu menolak perjodohan yang ditetapkan orang tuanya. Saat itu, Rania diam-diam berharap Zack akan mengatakan ‘untuk apa aku menerima perjodohan itu di saat aku sudah memilikimu, Rania’.Namun, Zack memberikan jawaban berbeda.“Terikat dengan seorang wanita lalu memiliki anak. Itu sangat merepotkan. Mereka akan menuntut waktuku dan menghabiskan uangku. Banyak wanita yang menginginkanku hanya karena memandang status dan kekayaan yang kumiliki, Rania.”Sekarang Rania yakin bahwa Zack tidak menginginkan anak ini. Jennie benar. Zack hanya butuh pelampiasan nafsu. Meski sejak dulu dia sudah tahu, tapi Rania masih mencoba menyangkal sebisanya. Berharap suatu saat nanti Zack akan menyadari bahwa dirinya wanita yang tulus.Namun, dia terlalu berharap sehingga lupa bahwa Zack adalah lelaki dingin yang tidak membutuhkan cinta. Pria itu masih terjebak dengan trauma masa lalu dengan wanita-wanita yang tidak tulus.Setelah mengusap air mata yang sejak tadi membasahi wajah, Rania menegakkan bahu dan kepalanya kembali.Dia tersenyum getir dengan bibir sedikit bergetar.Suaranya terdengar tegas saat menjawab, “Tidak. Aku tidak akan kembali padanya.”“Lalu apa yang akan kau lakukan? Mau menuntutku? Kenapa tidak kau gugurkan kandungan itu?”“Aku membelikan pil pencegah hamil, apa yang kau lakukan dengan obat-obat itu sampai hamil? Ini salahmu, Rania. Jangan datang tanpa rasa malu ke sini dan menuntut apa pun padaku. Aku tidak suka wanita yang serakah.”“Jangan salah paham, Rania. Kau bukan kekasihku, kau hanya simpanan yang kupelihara sampai aku bosan.”Rania terbangun. Dengan dada yang naik turun dan napas tidak beraturan, dia mencoba duduk, berharap segala ketakutan itu bisa enyah dari pikiran. Peluh menetes deras dari wajah hingga ke lehernya, membuat Rania sesak dan gelisah.Ini adalah mimpi ke tujuh sejak ia memutuskan untuk meninggalkan Zack. Perlakuan kejam yang Zack lakukan padanya tujuh hari yang lalu selalu saja terbayang dalam mimpi dan membuatnya tak mampu tertidur nyenyak. Bahkan, Rania tidak sanggup saat mendengar suara khas pria itu walau lewat mimpi. Tatapan tajam dan ucapannya yang dingin begitu sulit untuk
Betapa mudahnya Rania mengenali sosok yang berada di hadapan. Pada Tubuh jangkung dan tegap yang berdiri di celah antrean itu, hingga kemeja pas badan yang mencetak jelas otot-otot liat di baliknya, serta rambut blonde yang ditata rapi dan juga garis-garis wajah yang maskulin itu. Sungguh, Rania mengenal Zack dengan sangat baik.Laki-laki yang hanya memakai kemeja hitam tersebut masih berdiri memesan sesuatu, sedangkan wanita yang bersamanya adalah perempuan yang dikabarkan bertunangan dengannya. Wanita itu sungguh cantik dengan kaki jenjang dan penampilan layaknya seorang putri konglomerat. Keduanya benar-benar sangat serasi.Bagaimana mungkin Rania dapat bersaing dengan wanita seperti itu. Dirinya bahkan tidak mungkin bisa memasuki pergaulan elit yang wanita itu miliki.Rasa rindu teramat sangat pun menyeruak dengan hebatnya. Dia benar-benar merindukan dekapan laki-laki itu. Bibir Rania bergetar menahan diri agar tidak bersuara. Entah bagaimana membendung serbuan emosi yang d
“Kenapa kau malah repot-repot mau menyingkirkan berita pertunangan itu?” Amanda duduk menyilangkan kaki pada sofa di ruangan kerja Zack. Sorot matanya diam-diam menggoda Zack yang saat itu tengah sibuk di meja kerja, memandangi kertas berisikan projek baru. Nadanya terdengar datar saat menjawab. “Karena itu berita palsu.”Dahi Amanda mengernyit seketika. Dia menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, seolah terusik akan jawaban yang baru saja Zack berikan.“Berita palsu yang memberimu keuntungan,” balas Amanda, diiringi sedikit deheman. “Akui saja. Dengan adanya berita itu, banyak perempuan yang mundur mendekatimu karena merasa takut padaku. Karena, hanya aku yang sepadan denganmu.” Amanda sengaja bersolek habis-habisan demi menemui Zack. Berharap kali ini, pria itu melihatnya dengan cara yang berbeda. Lagipula, lelaki itu sendiri yang mengundangnya untuk bertemu dan membahas masalah ini. Tanpa disuruh pun, Amanda rela datang walau hanya dengan merangkak ke pangkuan pria itu.
Dua minggu berlalu sejak Rania keluar dari rumah sakit. Ia hanya berdiam diri di rumah Jennie. Tak pernah punya niat melakukan apa pun. Namun, ada hal yang terus mendesak di hatinya. Dorongan untuk mengabarkan semua ini kepada Zack, mulai dari rasa sakit kejadian waktu lalu, dan keadaan bayi mereka yang sangat lemah. Semuanya. Dia ingin bercerita pada pria yang perlahan membuat rindu akan sosoknya.Rania menggigit bibir, lalu berlari secepat kilat untuk mengambil ponsel di kamar. Dia mencoba untuk menghubungi Zack dan lagi-lagi teleponnya tidak tersambung. Seolah ada tembok penghalang yang tak mampu Rania tembus. Sembari berdiri gelisah, dia pun beralih menelepon Huges. Saat suara dingin Huges menjawab dari seberang, Rania pun berusaha bersikap tenang. “Di mana Zack?” Rania tidak repot-repot berbasa-basi.“Kenapa Anda mencari Mr. Lawson Kembali? Bukankah semua sudah sangat jelas, Nona Camerry”“Saya ingin bertemu Zack.”“Untuk apa?”“Ini maslaah pribadi kami, Mr. Andreas. Per
Tiga tahun kemudian. Blue Island, pulau kecil di pesisir Amerika.Angin membawa wangi khas roti yang manis di sepanjang jalan pada pusat wisata Pantai Blue Island. Di sebuah toko roti dengan bangunan bercat cokelat tua, terlihat pengunjung berdatangan setiap sepuluh menit sekali. Meja-meja minimalis dengan desain yang manis itu pun tampak penuh. Berbagai jenis roti berjejeran di etalase. Di Tengah-tengah keriuhan pengunjung yang memadati toko roti, Jennie masuk sedikit tergesa dengan peluh bercucuran. Kedua tangan wanita itu tampak penuh dengan berbagai buku dalam dekapan. Napasnya berembus lelah ketika dia menyerobot antrean di meja pemesanan, membuat beberapa orang mengernyit dan melirik gusar.“Oh, maaf. Aku bukan pelanggan di sini.” Ia meletakkan buku di atas meja tinggi di samping meja pemesanan. “Jangan khawatir, pesananku sudah selesai sebelum aku tiba.”Dia memberi senyuman lebar pada orang-orang yang mengernyitkan dahi akibat aksi barusan.Perhatian Jennie pun beralih k
Dua hari yang lalu, Di Manhattan, Moon Light Hotel.“Tidak ada untungnya kau ikut.”Amanda tampak bergerak gelisah mengikuti tiap Langkah Zack yang berpindah dari lemari ke tempat tidur. Pria itu sibuk menyusun kemeja-kemejanya ke dalam sebuah koper hitam besar.Dengan sedikit acuh dan tangan yang penuh, jelas sekali mood Zack tidak dalam keadaan yang baik.Mendengar perkataan Zack yang dingin, tentu saja Amanda sedikit tidak terima. “Memangnya kenapa? Sekarang aku adalah tunanganmu.” Zack mengernyit ketika lagi-lagi Amanda bergelayut di lengannya. Hal yang paling tidak disukai Zack. Terutama pada wanita yang manja dan sedikit memaksa.“Aku tidak ke sana untuk berlibur. Ini soal pekerjaan.” Dengan sedikit mendorong tubuh Amanda untuk memberi jarak, Zack pun menepis wanita yang bergelayut manja di lengannya.Tanpa peduli akan gestur penolakan dari Zack, Amanda terus saja menempelkan diri. “Aku tidak ingin kita berpisah terlalu lama. Akan banyak gossip yang beredar di luar sana
Suara dering ponsel yang berada di atas kasur menarik Zack dari lamunan. Sejak tadi dia tanpa sadar diam mematung di depan cermin. Dasi yang setengah rapi di lehernya menandakan dirinya tengah melamun terlalu lama.Laki-laki itu menarik napas dalam-dalam dengan mata terpejam sesaat.“Well, Damn!” desisnya diikuti geraman pelan. Tangannya menarik dasi yang masih setengah jadi itu, dan dengan perasaan kesal melemparkan benda bermotif garis-garis biru tersebut ke lantai.Setelah menghembuskan napas, Zack berjalan cepat dan mengambil ponselnya dari Kasur.Tanpa melihat siapa yang menghubungi, dia mengangkat panggilan itu begitu saja. “Hallo, Honey. Aku―”Begitu mendengar suara feminim di ujung sambungan, rasa marah yang tadinya reda pun seolah hendak menyeruak kembali.“Aku tidak ada waktu untuk sekedar basa-basi!” Seketika saja Zack memutus sambungan tersebut.Dia tidak peduli dengan pembicaraan selanjutnya. Jemari Zack bergerak cepat mencari nama asistennya yang baru, Cinty
“Rania,” panggilan lembut itu menyadarkan Rania seketika.Matanya mengedip beberapa kali, hingga akhirnya dia pun bisa menguasai diri dan berpaling ke sumber suara.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jennie yang masuk ke dalam toko dengan terburu-buru.Wanita itu bergegas ke sana setelah mendengar adanya pertengkaran di depan toko.Mendapati wajah pucat pasih Rania dan tangannya yang gemetar, seketika Jennie pun mendekat.“Ed, aku titip toko padamu,” ujar Jennie sembari membawa Rania menjauhi konter.Dia menuntun sahabatnya itu ke lantai dua, dimana Rania selama ini tinggal. Toko berlantai dua itu memiliki fungsi yang berbeda, dimana lantai bawah adalah tempat bisnis sementara lantai dua difungsikan sebagai tempat tinggal Rania.“Apa kau mendengar keributan di luar?” tanya Jennie setelah mereka melewati sebuah ruangan yang dipenuhi oleh sofa. “Sebaiknya kau tetap di sini sampai aku menginvestigasi apa yang sebenarnya terjadi.”Kedua wanita itu saling tatap, dan Jennie mendapati
Hari-hari terasa berlalu sangat lambat di Blue Island, membuat Rania selalu dilanda kecemasan. Pikirannya seakan berkelana kemana-mana. Para pegawai yang bekerja dengannya pun teramat sering mendapati dirinya melamun dengan tatapan kosong menghadap ke pintu atau jalanan. Seolah-olah, wanita itu menunggu antisipasi akan kedatangan seseorang.“Tidak terasa ya perayaan Tora Flora akan segera tiba.”Suara lembut Sofia yang datang dari arah belakang, mengejutkan Rania seketika. Dengan memegangi dada, Rania pun berpaling kea rah bawahannya tersebut.“Aku sampai lupa dengan perayaan itu. Astaga, rasanya kepalaku sangat penuh,” ringis Rania yang kembali berbalik menatap pintu seperti sedia kala.Sofia hanya bisa menggeleng pelan. Dia yakin, kedatangan pria asing beserta keberadaan hotel baru di depan mereka adalah sumber dari berisiknya kepala Rania.“Sayang sekali, Miss Kendrick tidak bisa melihat perayaan Tora Flora tahun ini,” desah Sofia, mencoba membawa topik pembicaraan untuk men
“Bagaimana?” Tidak sekalipun Zack mengangkat kepalanya dari tumpukan dokumen yang sedang dirinya pelajari. Pertanyaan yang baru saja ia lontarkan pada sekretarisnya itu bahkan terdengar seperti angin lalu.Sementara itu, Cintya yang sejak setengah jam lalu berdiri diam di dekat pintu memberikan jawaban seadanya. Diikuti oleh senyum tipis, wanita itu melirik jam yang melingkar di lengan.“Seperti yang anda katakana, Sir. Nona Camerry menolak keras bingkisan-bingkisan tersebut.”Cukup lama Cintya memandangi jarum jam yang berputar. Sikapnya yang tidak biasa itu mengundang perhatian Zack yang sejak tadi berfokus pada lembaran-lembaran file di meja.Sebelah alis pria itu naik mendekati dahi, dan bibirnya membentuk garis tipis dengan tatapan sedikit penasaran.“Katakan apa yang ada dalam pikiranmu saat ini.”Mendengar perintah tersebut, Cintya mengangkat sedikit kepala dan seketika pandangannya pun bertabrakan dengan manik sebiru Samudra yang kini berfokus hanya padanya. Sangat l
“Rania, apa ini?” Jennie memandang penasaran pada bingkisan dan tas belanja yang tergeletak di atas sofa. “Apa kau baru saja berbelanja?” Dengan penuh rasa ingin tahu, Jennie pun berjalan cepat menuju kumpulan benda-benda yang tergeletak sembarangan tersebut. Melihat segel yang masih terpasang, firasatnya sedikit janggal. Dia merasa familiar dengan lambang di bingkisan yang terbungkus rapi. Mendengar pertanyaan dari sahabatnya, Rania yang baru saja menidurkan Oliver di kamar pun bergegas untuk melihat benda yang Jennie pertanyakan. Begitu tersadar kemana arah pertanyaan tersebut, langkah Rania pun semakin cepat dan secara tiba-tiba dia menarik bingkisan yang hendak Jennie pegang. Hal itu membuat Jennie melemparkan tatapan aneh padanya.Sedikit gugup, Rania pun berusaha mengangkut seluruh pemberian Zack ke dalam kamarnya sendiri.“Ini bukan apa-apa,” jawab Rania, dimana suaranya terdengar bergetar sementara napasnya nyaris tersengal. “Hanya titipan dari Mrs. Mallory.”Kebohongan
“Mommy!”Begitu mendengar suara manis yang ruang itu memanggilnya, ekspresi Rania yang tadinya gusar berubah menjadi berseri-seri dengan senyuman lebar menghiasi wajah. Dia bahkan lupa akan bingkisan beserta tas belanjaan yang menjadi sumber amarah. “Hai Baby!”Segera Rania angkat tubuh mungil yang berlari-lari kecil ke arah pelukannya itu. Dan seketika suara tawa anak batita itu pun pecah, hingga mengisi ruangan toko yang mulai sepi. “Mom, mom! Mrs. Mallory bilang aku tambah besar! Lihat! Aku sangat tinggi Mommy!” celoteh batita itu dengan bahasa yang berlepotan, namun jernih terdengar di telinga Rania. Melihat tingkah menggemaskan putranya, Rania pun mencium gemas pipi gempal batita itu. Dan lagi-lagi tawanya yang renyah menggema hingga memenuhi langit-langit toko roti. “Benarkah? Mrs. Mallory bilang begitu? Coba ibu periksa,” ucap Rania, berpura-pura membuka baju putranya itu. “Oh Tuhan, kau benar-benar semakin besar!”Pujian yang Rania lontarkan semakin membuat batita i
Wajah Rania begitu pucat saat dia memasuki toko, dan hal ini menarik perhatian Sofia. Namun, pegawai wanitanya itu hanya diam tanpa banyak bertanya. “Miss Kendrick baru saja kembali ke hotel. Dia bilang akan kembali lagi besok.”Rania yang sejak tadi hening hanya menjawab dengan anggukan pelan. Jelas sekali, wanita itu tampak lebih murung dari biasanya. Sofia yang tidak tahu cara menghibur orang lain hanya bisa membiarkan Rania sendirian. “Aku ada di section depan jika kau butuh bantuanku,” ucap Sofia, pamit ke tempatnya semula. Tanpa melihat sekitar, Rania pun bergegas ke balik konter dan melayani para pelanggan dengan memasang senyum palsu. “Selamat siang, selamat datang di Toko Kami,” ujarnya ramah sembari menyodorkan menu pada pelanggan baru. Sebisa mungkin dia melupakan kejadian sebelum ini, dan bersikap seolah-olah semua baik-baik saja. ***Dua jam setelah pertemuan, satu per satu pelanggan pun mulai meninggalkan toko. Jam-jam sibuk di toko itu pun mulai sepi, dan
“Selamat Da … tang,” sambut Rania terbata.Mata Rania membulat seketika, dan pelipisnya basah akan cucuran keringat yang muncul tiba-tiba. Raut wajahnya yang tadi tenang berubah menjadi sedikit gusar.“Kami tidak menerima tamu seperti anda, Tuan. Pergilah ke tempat lain yang menyambutmu dengan ramah,” tutur Rania dengan nada sedikit tajam.Penolakan itu sangat jelas terlihat, terutama ketika matanya menyipit tajam dengan bibir berubah menjadi segaris tipis. Tidak ada keramahan maupun senyuman.Pria yang berdiri di hadapannya hanya memandang datar sembari mengedarkan pandangan ke segala arah. Begitu mata pria itu mendapati Jennie yang berjalan dengan senampan penuh roti menuju ruangan belakang toko, raut datarnya berubah sinis. Kini, mata itu berbalik menghunus ke arah Rania yang berupaya menyembunyikan kegelisahan dari tempatnya berdiri.“Aku tidak datang sebagai pelanggan, tetapi aku datang hanya ingin menyampaikan sesuatu.” Dia sengaja memandang wajah Rania terang-terangan, mem
Pertemuannya dengan Jennie membuat Zack sedikit marah. Dia tidak mengira Rania akan sepengecut itu untuk menyuruh temannya untuk menemui dirinya. Benar kata Huges, Rania adalah wanita oportunis yang suka memanfaatkan orang lain demi kepentingannya. “Dasar wanita licik,” desis Zack yang berjalan cepat menuju ruang kerja.Tidak lagi dia pedulikan orang-orang di sekitar. Pandangannya gelap akan kejadian barusan. Dan rasa kesal bercampur amarah masih menyelimuti.“Sir?” Suara Cintya yang mengejar dengan sepatu heels-nya tidak membuat Zack sadar.Pria itu semakin berjalan cepat, membuat siapapun yang menghalangi jalan pun menyingkir seketika.“Sir!” Panggil Cintya kembali, kali ini dengan nada lebih tinggi dan mendesak, membuat Zack akhirnya mendengar nada panik yang tersembunyi di baliknya.“Ada apa?”Saat Zack berbalik, tubuhnya seketika menjadi kaku. Matanya fokus menatap pada sosok laki-laki yang berjalan di samping Cintya.Seketika Zack melemparkan pandangan masam pada Cintya
Bagi seorang Zack Lawson, Moon Light Hotel adalah segalanya. Laki-laki itu ikut membangun hotel ini dengan susah payah. Dari sebuah hotel kecil di tengah-tengah persaingan Kota Manhattan, menjadi sebuah jaringan hotel raksasa dengan ribuan cabang yang tersebar di penjuru dunia.Dia tidak menampik, berkat koneksi dan kekayaan keluarganyalah Moon Light Hotel bisa sampai sejauh ini. Dan posisinya sebagai CEO Moon Light Hotel diberikan padanya sebagai pemegang jabatan sementara. Keluarganya masih memegang kendali atas hotel ini. Itu sebabnya dia masih tidak bisa berbuat bebas dalam mengelola Moon Light Hotel.“Hhhh … benar-benar hari yang melelahkan,” gumam Zack sembari menyugar rambut.Wajahnya tampak sedikit letih. Dia hendak berdiri dari kursi untuk menyeduh kopi yang baru, saat tiba-tiba pintu ruang kerjanya diketuk pelan.“Ada apa?” ucap Zack dengan nada acuh.Dia hendak menyuruh siapapun yang berada di luar sana untuk meninggalkannya sendiri. Namun, suara feminim Cintya men
Tangan Jennie gemetar menahan amarah, hingga tanpa sadar surat dalam genggamannya pun berkerut membentuk buntelan bola kertas.“Bajingan! Berani-beraninya dia mengajak Rania ke hotel? Apa dia mengira semua wanita itu murahan?”Tanpa bisa menahan emosi, Jennie berjalan cepat menuruni tangga hingga tiba ke lantai dasar. Namun, melihat pelanggan yang masih memenuhi toko, dia pun merubah wajahnya seketika.“Arrgh … pria itu membuatku sakit kepala,” desisnya sembari mengurut pelipis.Jennie melewati beberapa meja dan tidak lupa dia memasang senyuman ramah saat menyapa pelanggan tetap di sana. Begitu melewati pintu keluar, pandangan mata Jennie langsung menyipit tajam pada bangunan menjulang belasan lantai di seberang.***“Anda tidak perlu terlibat dengan kejadian barusan, Mr. Lawson. Aku bisa mengatasi masalah ini.”Seorang pria pertengahan tiga puluhan mengikuti Zack dengan Langkah terburu-buru. Sejak di depan tadi, dia sengaja mengejar atasannya tersebut sembari meminta maaf berk