"Kami sudah kehilangan kesabaran! Kau selalu bersembunyi jika kami datang! Bayar dengan uang, atau dengan tubuhmu?!"
Geisha membelalakkan mata begitu mendengar gertakan bernada keras dari salah satu di antara dua orang pria yang kini berdiri di depan pintu kamar kontrakannya. "B-beri aku waktu–""Waktumu sudah habis! Kami sudah memberimu waktu cukup lama! Kau bahkan sama sekali tidak berniat membayar tagihan bunganya!" gertak pria itu lagi. Tubuhnya tinggi besar, berkulit sawo matang, dengan tato naga di lengannya yang kekar.Geisha menelan ludahnya dengan susah payah. "Kalau begitu, aku ...." Gadis itu mundur dua langkah sebelum akhirnya meraih gagang pintu dan berniat menutup pintu kayu tersebut. Namun, pria-pria tadi dengan cepat menahannya.Geisha berusaha mati-matian mendorong pintu dengan kekuatannya yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan kedua pria yang ia kenal sebagai penagih hutang tersebut.BRAK!Gadis itu terpelanting dan jatuh membentur lantai ketika pria-pria tadi berhasil mendorong pintu. Ia meringis kala merasakan ngilu di sekujur tubuhnya, terutama pada kepalanya yang sempat terantuk ke lantai.Sebelum Geisha benar-benar kehilangan kesadaran, ia melihat salah seorang pria itu mendekati tubuhnya. Lalu, semua menjadi gelap dan mati rasa baginya.Saat terbangun, Geisha mendapati suasana yang asing dari kamar kontrakannya. Ia mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan yang tampak luas tersebut. Tangannya sedikit menekan kasur empuk yang menjadi alasnya berbaring. Tidak. Ini bukanlah kamar kontrakannya. Tempat ini jelas jauh lebih mewah.Geisha meringis pelan ketika kepalanya terasa berdenyut saat ia mencoba untuk duduk. "Di mana ini?" gumam gadis itu dengan kebingungan."Sial. Apa penagih hutang tadi benar-benar menculikku?" Geisha kembali memijat pelipisnya yang masih terasa sedikit pening.Gadis itu mencoba menginjakkan kakinya ke lantai. Ia sedikit limbung dan memerlukan pegangan agar tubuhnya tak terjatuh. Kepalanya sungguh pusing. Dirinya ingat tentang kejadian di kamar kontrakannya tadi. Kepalanya terbentur cukup keras saat terjatuh.Cklek!Seseorang membuka pintu. Membuat Geisha lantas menolehkan kepala ke ambang pintu, di mana seorang wanita berambut sebahu dengan gaun merah seksi terlihat mendekat ke arahnya."Sudah sadar?" Wanita itu tersenyum."S-siapa, kau?" tanya Geisha dengan terbata-bata.Wanita itu mencengkeram dagu Geisha dengan lembut, memerhatikan wajah gadis itu dengan saksama dari sisi kanan dan kirinya. Lalu, ia kembali tersenyum. "Aku Felly. Dan Tuan Black ingin agar aku membantunya untuk menjualmu."Geisha terperanjat mendengarkan penuturan wanita bernama Felly itu. "M-menjual? Apa salahku? Siapa Tuan Black? Kenapa dia harus menjualku?"Tubuh Geisha bergemetar ketakutan kala pikirannya dipenuhi oleh bayang-bayang dirinya yang dijual untuk dijadikan budak seks atau penyumbang organ dalam, mungkin?"Bukankah kau sudah tahu, jika mendiang orang tuamu memiliki hutang yang nominalnya tidak sedikit pada rentenir kondang itu?" Felly melipat kedua lengannya di depan dada seraya memerhatikan penampilan Geisha mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala."Aku sudah katakan sebelumnya. Aku akan membayarnya. Hanya perlu sedikit waktu saja," ucap Geisha dengan tatapan mengiba.Felly memberikan gesture yang mengisyaratkan kepada gadis di hadapannya itu untuk diam. Lalu, dengan sebuah tepukan tangan yang ia buat, datang dua orang wanita berpakaian pelayan. Di tangan pelayan itu terdapat sebuah benda yang mirip dengan bentuk gaun berwarna hitam."Segera rias gadis ini. Ada panggilan yang menunggu," ucap Felly kepada kedua pelayan wanita yang kemudian membungkuk hormat padanya tersebut.Felly berjalan keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Geisha bersama dua orang pelayan yang kini mulai menggiring gadis itu ke depan meja rias.Geisha berkali-kali melakukan perlawanan ketika para pelayan itu berniat menggantikan pakaiannya dengan gaun yang mereka bawa tadi. "Biar aku pakai sendiri! Jangan menyentuhku!" serunya seraya berusaha menutupi bagian tubuhnya yang kini hanya terbalut pakaian dalam.Salah satu dari kedua pelayan itu segera menyerahkan pakaian yang sebelumnya memang mereka siapkan untuk dipakai oleh Geisha.Gadis itu segera memakai pakaian yang berupa gaun mini seksi tersebut. Gaun itu sangat ketat dan terlihat mencetak bentuk lekuk tubuh si pemakai. Gaun tanpa lengan tersebut juga memiliki model punggung yang cukup terbuka. Membuat Geisha mau tak mau juga menanggalkan branya, dan menggantinya dengan sepasang nipple cover pad yang diberikan oleh pelayan tadi."Silakan duduk, Nona," titah pelayan itu. Wanita tersebut menunjuk pada sebuah kursi di depan meja rias dengan cermin besar.Geisha segera mendudukkan diri di sana. Membiarkan kedua pelayan wanita tadi merias wajah dan rambutnya. Gadis itu sempat sedikit takjub melihat pantulan wajahnya yang cukup cantik. Namun, rasa takjubnya sirna sudah begitu ia kembali sadar bahwa dirinya hendak dijual oleh orang-orang ini."Sudah selesai?" tanya Felly yang baru saja kembali masuk ke dalam ruangan tadi.Wanita itu bergumam. "Good job." Ia tersenyum puas melihat hasil kerja para pelayannya."Kau akan bertemu dengan seorang tamu sebentar lagi. Jangan lupa melayaninya dengan sepenuh hati. Biaya sewa untuk seorang virgin cukup untuk melunasi tagihan hutang orang tuamu." Felly mengerling ke arah Geisha yang kini terlihat mendelik ketakutan.Tak lama setelahnya, dua orang pria bertubuh menyeramkan kembali menyeret Geisha untuk masuk ke dalam mobil. Mereka membawa gadis itu ke sebuah hotel, di mana tamu mereka sudah menyewanya."Tunggu! Tunggu! Jangan menarikku! Akh!" pekik Geisha saat dua pria itu mencekal lengannya dan menyeretnya dengan paksa untuk masuk ke dalam kamar yang sudah dipesan sebelumnya."Hei, tunggu!"BRAK!Pintu di depan Geisha itu pun tertutup dengan suara berdebum yang cukup keras. Ia sudah berusaha membukanya. Namun, sepertinya orang-orang tadi menguncinya dari luar.Geisha mendesah pasrah. Kemudian, ia duduk di tepi ranjang dengan perasaan tak menentu.Di tengah-tengah rasa gugup yang melandanya dengan hebat, Geisha mendengar suara pintu hotel yang kembali terbuka. Lalu, ia segera berlari mendekati seorang pria yang baru saja masuk ke dalam kamar yang sama dengan tempatnya berada tersebut. "Tuan! Tuan, tolong aku! Mereka menculik–""Oh .... Kebetulan sekali." Pria itu merengkuh pinggang Geisha. Membuat gadis tersebut terbelalak menerima perlakuannya. Bau alkohol menyeruak memenuhi indra penciuman Geisha."T-Tuan, apa Anda sedang mabuk?"Pria itu tak menjawab. Ia justru menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Geisha, dan menghirup dalam-dalam aroma parfum yang menguar dari tubuh gadis itu.Geisha menggigit bibir bawahnya kala sebuah lenguhan hampir saja lolos darinya. Ia merasakan suhu tubuh dari pria itu yang agaknya cukup tinggi. Entah karena demam atau apa. Wajah pria itu memerah, tatapannya sayu saat menatap Geisha."Tolong aku," bisik pria itu tepat di telinga Geisha."M-maksud Tuan?""Aku membutuhkan tubuhmu.""Ap–" pekikan Geisha tertahan begitu pria itu menyambar bibirnya dengan penuh nafsu. Pria asing tersebut seperti bergerak di luar kendali.Geisha merintih perlahan, seiring dengan kelopak matanya yang mulai terbuka. Gadis itu menyapukan pandangannya sejenak. Kemudian, ia teringat akan aktivitas panasnya semalam bersama seorang pria asing yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar hotel ini.Gadis itu menoleh ke samping. Namun, tak mendapati siapa pun di sana, kecuali ruang kosong. Ia pun menyadari bahwa tubuhnya masih polos tanpa sehelai pakaian. Hanya sebuah selimut tebal yang menutupinya."Argh! Sial!" umpatnya seraya mencoba untuk bangun. Ia dapat merasakan ngilu yang teramat dalam kala mencoba menggerakkan tubuh bagian bawahnya. Noda darah terlihat mengotori sprei putih dari kasur yang menjadi alas tidurnya. Gadis tersebut menggigit bibir bawahnya.Geisha kembali meringis saat dirinya berhasil turun dari atas ranjang. Ia memungut pakaiannya, kemudian membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Dirinya butuh mandi."Seharusnya, setelah ini hutang-hutang itu sudah lunas, bukan? Jadi, orang-orang sialan itu tidak akan menggangg
Sore itu, Ganesha baru saja selesai dengan urusan pekerjaan. Pria itu mengemudikan mobilnya seorang diri, hendak menuju rumah kekasihnya. Ia baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya ke Jepang, dan memutuskan untuk menemui kekasihnya tanpa mengabari wanita itu terlebih dahulu. Dirinya ingin memberi kejutan pada kekasihnya.Beberapa meter sebelum tiba di rumah kekasihnya, pria itu justru melihat sang kekasih sedang berjalan memasuki area minimarket bersama seorang pria lain. Ganesha tidak dapat melihat dengan jelas siapa pria itu. Namun, ia sangat mengenali sosok kekasihnya. Mereka bergandengan mesra, dengan kepala wanita itu yang menggelayuti lengan sang pria.Ganesha berdecak. "Sialan!" makinya pada angin. Ia meremas roda kemudinya, lalu kembali menginjak pedal gas. Tujuannya bukan lagi ke rumah sang kekasih, melainkan sebuah hotel bar.Pria itu duduk di sebuah kursi kosong yang ada di dalam bar. Ia menghubungi sebuah nomor milik temannya. Berharap temannya bersedia menemaninya minum
"Sayang? Kau sudah pulang?" Wanita itu memeluk tubuh pria yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya.Ganesha. Pria itu tersenyum tipis saat mengurai pelukan mereka. "Aku merindukanmu.""Ayo, masuk," ajak wanita tersebut. Ia membawa Ganesha ke ruang tamu rumahnya. "Biar aku buatkan minum–""Tidak usah," cegah Ganesha. Pria itu menarik tangan wanita tadi untuk kembali duduk di sampingnya. Ia lantas menatap wanita yang merupakan kekasihnya itu dengan tatapan serius."Ada apa?" tanya Sandra dengan wajah bingung."Kau tidak merindukanku?" Ganesha menatap ke dalam mata wanita itu, yang berusaha menghindari kontak dengan dirinya."Tentu saja aku rindu." Sandra sedikit memalingkan wajahnya."Aku sudah pulang sejak kemarin. Aku berniat menemuimu di rumahmu saat itu," ucap Ganesha.Sandra terlihat sedikit terkejut. Meskipun wanita itu dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya, tetapi Ganesha tetap menyadarinya. "Kau ke rumahku? Maafkan aku. Kemarin aku sedang pergi bersama temanku," ucap Sandra d
"Tidak mau!" jerit Geisha. Gadis itu lantas memekik saat pria bertubuh tinggi besar itu merengkuh tubuhnya dan mulai menciumi pundaknya."Sayang sekali. Ada bekas kissmark lain di tubuhmu. Tapi tidak masalah. Aku bisa menggantinya nanti." Pria dewasa berusia empat puluh lima tahunan itu berucap dengan suara beratnya."Jangan, Tuan. Aku ... berjanji akan melunasinya," ucap Geisha dengan suara bergetar. Seluruh tubuhnya bergemetar sebab ketakutan.Bayangan tentang kegiatan semalam bersama Ganesha kembali menghampiri ingatannya. Sakit di bagian bawah tubuhnya masih terasa begitu ngilu setiap ia berjalan atau berlari. Tidak mungkin jika pria dewasa ini akan memaksa dirinya kembali seperti yang dilakukan Ganesha semalam."Kau sama seperti orang tuamu. Hanya berjanji, tanpa memberi bukti nyata," ucap pria itu dengan nada sinis. Ia lantas meraih sisi wajah Geisha. Menangkup pipi gadis itu dengan tangan besarnya. Geisha terlihat begitu mungil di hadapan pria bertubuh kekar itu."Aku baru saja
Ganesha membawa Geisha keluar dari mansion. Di luar hujan deras. Ia memerhatikan tubuh gadis yang hanya terbalut sebuah gaun malam seksi tersebut. Gadis itu bergemetar. Mungkin Geisha merasa kedinginan. Jadi, Ganesha memutuskan untuk melepaskan jas yang dikenakannya, kemudian memakaikannya pada gadis itu. Geisha terkejut menerima perlakuan Ganesha. Ia menatap pria itu dengan ekspresi wajah yang lugu. "Di luar hujan deras. Kau bisa sakit jika hanya memakai pakaian seperti ini," ucap Ganesha yang seakan mengerti dengan maksud tatapan gadis itu. Pria itu lantas menuntun tubuh Geisha untuk masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan. Setelah itu, ia sendiri menyusul masuk melalui pintu seberang. "Lukamu harus diobati. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Ganesha seraya menyalakan mesin mobilnya. "Tidak perlu," sahut Geisha. Ia merasa tidak nyaman bila harus pergi ke rumah sakit hanya dengan pakaian seperti ini. "Hanya luka kecil. Akan sembuh dengan sendirinya." "Baiklah. Te
Ganesha keluar dari mobilnya, kemudian membuka pintu mobil di sisi kiri. Ia membantu Geisha untuk turun dari sana. Setelahnya, pria itu berjongkok di hadapan gadis tersebut. "Cepat, naik ke punggungku!" Geisha ingin menolak tawaran pria tersebut. Namun, tubuhnya benar-benar lemas dan pandangannya sedikit berkunang-kunang. Akhirnya, meski dengan perasaan ragu, ia naik ke punggung Ganesha. Pria itu berdiri dengan menggendong tubuh Geisha. Ia menutup pintu mobil dengan kakinya, kemudian sedikit berlari masuk ke dalam ruang IGD. Hujan sudah berhenti. Namun, rasa panik yang disebabkan oleh gadis ini belum juga reda. "Dokter, tolong!" pekik Ganesha saat ia telah mencapai ruang IGD. Beberapa orang yang tampak berjaga di dalam area tersebut pun lantas mendekati pria itu dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ada apa, Tuan?" "Ada apa, ada apa! Kau tidak lihat, aku membawa orang sakit?!" ketus Ganesha, antara kesal bercampur panik. "B-baringkan di sini." Seorang pria berpakaian serba putih menunj
"Lagi?" Geisha menatap nanar pada langit-langit kamar tempatnya berbaring. Perasaan déjà vu menghampirinya. Ia pernah mengalami ini sebelumnya. Tepat satu minggu yang lalu. Ketika seorang pria menerobos masuk ke dalam hotel, kemudian menggaulinya tanpa ampun.Ganesha tidak akan menanggapi teriakan memohonnya. Pria itu hanya peduli pada usahanya dalam mencapai puncak kenikmatan itu sendiri. Meski Geisha meraung dan memakinya dari bawah."Aku akan melaporkanmu ke polisi!" sergah Geisha seraya berusaha bangun dari posisinya yang semula masih berbaring telentang di atas ranjang."Atas dasar apa?" Ganesha yang berdiri di samping ranjang itu pun melirik sekilas kepada gadis yang kini terlihat duduk bersandar pada kepala ranjang tersebut. Pria itu bahkan belum sempat memakai kausnya. Hanya celananya saja yang sudah ia pakai kembali."Kau memerkosaku! Sialnya aku! Aku sempat menganggapmu berhati malaikat karena mau mengurusku selama aku terbaring sakit kemarin! Tidak ku sangka, kau justru mela
Ganesha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia berkejaran dengan waktu saat ini. Dirinya tidak boleh sampai kehilangan jejak Geisha. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang mungkin merugikannya di masa depan.Bila menelaah dari informasi yang diberikan oleh orang-orang suruhannya tadi, mereka mengatakan bahwa Geisha sudah lepas dari pengawasan mereka sejak setengah jam yang lalu. Itu tandanya, ada kemungkinan bila gadis itu sudah berada cukup jauh dari lokasi kontrakannya. Jadi, datang ke kontrakan bukanlah solusi yang tepat."Sial. Bagaimana bisa gadis seperti Geisha melumpuhkan pengawal yang aku perintahkan untuk menjaganya?!" geram Ganesha seraya memukul roda kemudinya.Pria itu mencoba berpikir keras di tengah kegiatan menyetirnya. Ke mana kira-kira seorang gadis yatim piatu akan pergi? Lagi pula, Geisha tidak memegang uang sama sekali. Dompet serta ponsel, juga benda-benda berharga lain kini sudah berada di tangan anak buah Ganesha yang tadi mengantarkan gadis
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik