Ganesha keluar dari mobilnya, kemudian membuka pintu mobil di sisi kiri. Ia membantu Geisha untuk turun dari sana. Setelahnya, pria itu berjongkok di hadapan gadis tersebut. "Cepat, naik ke punggungku!"
Geisha ingin menolak tawaran pria tersebut. Namun, tubuhnya benar-benar lemas dan pandangannya sedikit berkunang-kunang. Akhirnya, meski dengan perasaan ragu, ia naik ke punggung Ganesha.Pria itu berdiri dengan menggendong tubuh Geisha. Ia menutup pintu mobil dengan kakinya, kemudian sedikit berlari masuk ke dalam ruang IGD. Hujan sudah berhenti. Namun, rasa panik yang disebabkan oleh gadis ini belum juga reda."Dokter, tolong!" pekik Ganesha saat ia telah mencapai ruang IGD.Beberapa orang yang tampak berjaga di dalam area tersebut pun lantas mendekati pria itu dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ada apa, Tuan?""Ada apa, ada apa! Kau tidak lihat, aku membawa orang sakit?!" ketus Ganesha, antara kesal bercampur panik."B-baringkan di sini." Seorang pria berpakaian serba putih menunjuk pada sebuah brankar di salah satu bilik yang kosong.Ganesha menurunkan tubuh Geisha perlahan, dibantu oleh seorang perawat wanita. Ia memerhatikan bagaimana dokter tersebut mengeluarkan stetoskopnya, kemudian menempelkannya pada area dada dan perut Geisha yang terbalut kaos kebesaran milik Ganesha.Seorang perawat memeriksa suhu tubuh Geisha dengan termometer digital. "Tiga puluh delapan koma enam derajat.""Suhu tubuhnya cukup tinggi," ucap sang dokter."Dia sakit apa?" tanya Ganesha masih dengan raut wajah khawatirnya."Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan. Kami akan memeriksa sampel darahnya. Tuan bisa melakukan pendaftaran di bagian pendaftaran," saran dokter tersebut.Ganesha mengangguk. Ia pun segera menuju tempat yang dimaksud oleh dokter tadi. Meninggalkan Geisha yang selanjutnya akan diambil sampel darahnya."Aku ingin mendaftarkan pasien." Ganesha berdiri di depan loket pendaftaran."Baik, Tuan. Ada tanda pengenal?" tanya petugas di sana.Ganesha menepuk keningnya karena baru menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki tanda pengenal milik Geisha. Dirinya bahkan tidak tahu nama lengkap gadis itu."Tulis saja namanya. Geisha Adventius." Adventius adalah nama panjang Ganesha."Tempat dan tanggal lahir?" tanya petugas itu lagi."Astaga. Apa itu penting?! Kau akan mengucapkan selamat ulang tahun padanya nanti?" Ganesha kembali dibuat kesal. Ia sedang panik, kenapa orang-orang di rumah sakit tidak bisa melontarkan pertanyaan yang lebih berbobot?"Ini prosedur, Tuan.""Aku tidak tahu!"Petugas wanita itu menghela napas. "Apa hubungan Anda dengan pasien?""Dia pelayanku! Maksudku– dia bekerja di tempatku! Sudahlah! Cukup sebutkan berapa yang harus kubayar!" dengus pria itu.Kemudian, petugas tadi mencatat data pasien seadanya. Itu karena Ganesha terus-terusan mengatakan tidak tahu. Jika ini bukan soal kemanusiaan, tentu saja Ganesha akan diusir dari tempat ini.Ganesha menyodorkan beberapa lembar uang untuk biaya pendaftaran. Ia meninggalkan loket pendaftaran begitu saja, tanpa menunggu kembalian uangnya. Pria kaya itu tidak peduli. Yang terpenting, ia harus segera mengetahui kondisi terkini dari Geisha."Dokter! Apa dia sudah diperiksa?" tanya pria itu kepada dokter yang baru saja selesai memasangkan jarum infus ke tangan Geisha."Sudah. Tapi, kami sarankan untuk rawat inap sembari menunggu hasil laboratorium keluar.""Kira-kira, dia sakit apa?""Kemungkinannya adalah febris.""Apa itu? Apa berbahaya?" Ganesha melotot tajam memandangi dokter tersebut."Hanya demam, Tuan."Seorang perawat mendorong brankar yang ditempati oleh Geisha. Membawa gadis itu ke sebuah bangsal rawat inap, diikuti oleh Ganesha dari samping ranjang pasien tersebut.Ganesha dan perawat tadi sedikit bercakap-cakap sebelum akhirnya perawat wanita itu keluar meninggalkannya bersama Geisha di dalam kamar rawat inap. Pria itu memandangi wajah gadis yang sudah kembali tertidur tersebut. Ia lantas menghela napas panjang. Sedikit perasaan lega menelusup relung hatinya."Gadis ini ... benar-benar menyusahkanku."***Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Geisha sudah diizinkan pulang oleh dokter. Keadaan gadis itu sudah jauh lebih baik sejak kemarin sore Ganesha menjenguknya.Selama tiga hari ini, Ganesha meminta seseorang untuk menjaga Geisha di rumah sakit. Ia tidak mungkin dua puluh empat jam penuh menjaga gadis itu. Dirinya memiliki kesibukan lain.Siang ini, Ganesha baru saja tiba di rumah sakit setelah mendapat kabar dari anak buahnya, bahwa Geisha sudah boleh pulang. Pria itu berjalan melewati lorong rumah sakit yang akan membawanya menuju ruang rawat inap Geisha.Di tengah perjalanannya, ia melihat sosok wanita yang tak asing baginya. "Sandra?"Ganesha masih mencoba meyakinkan dirinya, apakah itu benar kekasihnya atau bukan. Lalu, melihat seorang pria yang duduk di samping wanita tersebut, membuat Ganesha yakin bahwa wanita itu adalah Sandra. Ia sedang bersama Ray, yang dikenal Ganesha sebagai sahabatnya."Kurang ajar," gumam Ganesha seraya berniat menghampiri kedua orang yang tengah duduk di dekat ruang pemeriksaan kandungan itu. Tangannya terkepal kuat. Ia melangkah dengan kasar, hingga tak sengaja menabrak seseorang."Oh!" pekik orang tersebut."Maafkan aku," ucap Ganesha. Melihat orang itu baik-baik saja, ia lantas berniat untuk kembali mendekat ke bangku yang ditempati oleh Sandra dan Ray. Namun, ketika Ganesha kembali melihat ke arah bangku tersebut, kedua orang yang dikenalnya itu sudah tidak berada di sana.Hal itu membuat emosi Ganesha meluap. Kemudian, karena mengingat tujuannya datang ke rumah sakit adalah untuk menjemput Geisha, maka ia putuskan untuk segera menuju kamar gadis itu.Ganesha sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun ketika bertemu dengan Geisha. Ia sibuk bergelut dengan pikirannya yang sangat yakin bahwa kekasihnya berselingkuh di belakangnya.Pria itu segera membawa Geisha pulang dengan mobilnya, setelah sebelumnya menyelesaikan segala administrasi kepulangan dari rumah sakit. Ganesha bahkan berkali-kali hampir menabrak kendaraan di depannya karena ia menyetir dengan penuh emosi.Geisha berkali-kali memekik dan ketakutan dengan cara menyetir Ganesha. Namun, pria itu sama sekali tidak memedulikannya.Sesampainya di apartemen, Ganesha melepaskan jas yang sejak tadi dikenakannya. Ia melemparnya dengan kasar ke atas sofa."Apa ... kau kesal karena aku merepotkanmu?" tanya Geisha dengan pelan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya saat mendapati tatapan tajam dari Ganesha yang tertuju padanya."Aku minta maaf," lirih Geisha dengan kepala tertunduk karena takut.Kemudian, dalam satu gerakan yang cepat, Ganesha sudah berhasil meraih tubuh Geisha ke dalam dekapannya. Gadis itu meronta dalam gendongannya. Namun, pria tersebut tak peduli. Ia membawa Geisha masuk ke dalam kamarnya."I-ini bukan kamarku," ucap Geisha setelah pria itu menurunkannya."Memang." Ganesha menanggalkan satu per satu kancing kemejanya sembari melangkah mendekati Geisha yang beringsut mundur perlahan."Kau mau apa?" Gadis itu mulai bergemetar ketakutan."Kau tahu, bukan, betapa aku membenci pengkhianatan?"Geisha menatap tak mengerti pada pria yang kini sudah memenjarakan tubuhnya dengan lemari pakaian di belakang punggungnya. "Tapi, aku tidak–"Terlambat. Ganesha sudah mencium bibir merah itu dengan begitu kasar. Pria tersebut membutuhkan pelampiasan atas luapan emosinya saat ini."Lagi?" Geisha menatap nanar pada langit-langit kamar tempatnya berbaring. Perasaan déjà vu menghampirinya. Ia pernah mengalami ini sebelumnya. Tepat satu minggu yang lalu. Ketika seorang pria menerobos masuk ke dalam hotel, kemudian menggaulinya tanpa ampun.Ganesha tidak akan menanggapi teriakan memohonnya. Pria itu hanya peduli pada usahanya dalam mencapai puncak kenikmatan itu sendiri. Meski Geisha meraung dan memakinya dari bawah."Aku akan melaporkanmu ke polisi!" sergah Geisha seraya berusaha bangun dari posisinya yang semula masih berbaring telentang di atas ranjang."Atas dasar apa?" Ganesha yang berdiri di samping ranjang itu pun melirik sekilas kepada gadis yang kini terlihat duduk bersandar pada kepala ranjang tersebut. Pria itu bahkan belum sempat memakai kausnya. Hanya celananya saja yang sudah ia pakai kembali."Kau memerkosaku! Sialnya aku! Aku sempat menganggapmu berhati malaikat karena mau mengurusku selama aku terbaring sakit kemarin! Tidak ku sangka, kau justru mela
Ganesha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia berkejaran dengan waktu saat ini. Dirinya tidak boleh sampai kehilangan jejak Geisha. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang mungkin merugikannya di masa depan.Bila menelaah dari informasi yang diberikan oleh orang-orang suruhannya tadi, mereka mengatakan bahwa Geisha sudah lepas dari pengawasan mereka sejak setengah jam yang lalu. Itu tandanya, ada kemungkinan bila gadis itu sudah berada cukup jauh dari lokasi kontrakannya. Jadi, datang ke kontrakan bukanlah solusi yang tepat."Sial. Bagaimana bisa gadis seperti Geisha melumpuhkan pengawal yang aku perintahkan untuk menjaganya?!" geram Ganesha seraya memukul roda kemudinya.Pria itu mencoba berpikir keras di tengah kegiatan menyetirnya. Ke mana kira-kira seorang gadis yatim piatu akan pergi? Lagi pula, Geisha tidak memegang uang sama sekali. Dompet serta ponsel, juga benda-benda berharga lain kini sudah berada di tangan anak buah Ganesha yang tadi mengantarkan gadis
"Apakah masih sakit?"Gadis itu mengangkat wajahnya untuk menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. "Maksudmu?"Ganesha menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Geisha. "Apa ...." Pria itu melirik pada kaki Geisha yang tersilang duduk di sofa ruang tamu apartemennya. "... rasanya masih sakit?""Apa yang terasa sakit? Aku tidak mengerti maksudmu." Geisha kesulitan membuka penutup botol mineral yang masih baru tersebut. Membuat Ganesha kembali merebut botol itu, lalu membukanya untuk Geisha."Genitalmu."Geisha yang tengah menenggak air mineral itu pun hampir tersedak mendengar ucapan Ganesha. Gadis itu terbatuk-batuk. Membuat sebagian air yang masih ada di dalam mulutnya tersembur dan membasahi pakaiannya."Dasar ceroboh," komentar Ganesha seraya meraih tisu di meja untuk membantu mengusap dagu, leher, serta pakaian Geisha yang basah. Ia berlutut di hadapan gadis itu."Menyingkir!" Geisha memekik kala tangan Ganesha bergerak mengusap pakaiannya di area dada. Ia bahkan menampik tan
"Siapa gadis ini, Ganesh?" Nyonya Clarissa yang sudah duduk di sofa itu pun kembali bertanya kepada putranya. Ia menatap Ganesha yang kini duduk bersebelahan dengan Geisha."Saya ....""Dia sekretaris baruku di kantor!" sela Ganesha dengan cepat, memotong ucapan Geisha."Oh .... Ibu pikir, dia kekasih barumu." Wanita paruh baya itu menitikkan pandangannya ke arah gadis yang duduk di samping putranya.Geisha menundukkan kepalanya. Ia merasa kurang nyaman dengan tatapan intens yang Nyonya Clarissa layangkan pada dirinya.Ganesha tersenyum sinis tatkala memalingkan wajahnya ke samping."Bagaimana kondisi kantor, Nona ...?" Nyonya Clarissa masih menatap Geisha yang masih enggan terlibat kontak mata dengannya.Geisha tergagap mendengar pertanyaan dari ibunya Ganesha. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa, sebab dirinya tidak tahu menahu perihal dunia kerja. Ia hanyalah mahasiswi semester lima sebelum ini. Sebelum dirinya dikeluarkan sebab tak bisa membayar tunggakan biaya."Untuk apa Ibu be
Dua bulan sudah berlalu semenjak Ganesha membawa Geisha berkunjung ke rumahnya. Kini, kondisi gadis itu sudah jauh lebih baik. Ia juga tidak takut lagi pada Ganesha. Mungkin, Geisha sudah sedikit lebih terbiasa dengan hari-hari baru yang kini tengah ia jalani.Sore itu, Ganesha membawa Geisha pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Pria itu hanya berniat menyenangkan hati Geisha saja. Biasanya, perempuan akan senang bila diajak berbelanja, bukan?"Kenapa kau diam saja? Cepat pilih!" desak Ganesha pada gadis yang masih termangu di sampingnya. Mereka tengah berada di salah satu store pakaian bermerek yang cukup ternama. Ganesha berniat membelikan beberapa potong pakaian untuk Geisha. Namun, gadis itu justru tak kunjung memutuskan untuk mengambil pakaian yang akan ia beli.Geisha menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Ia sejak tadi hanya membolak-balik jajaran pakaian yang menggantung di gantungan baju. Belum apa-apa, ia dibuat ciut saat melihat label harga yang tergantung pada label merek pak
Geisha menatap pada layar ponselnya yang terus saja berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Gadis itu menghela napas dengan gusar. Terhitung sudah tujuh kali ia mendapat panggilan dari nomor yang sama, yaitu Ganesha. Namun, dirinya masih enggan untuk menjawab panggilan pria itu.Entah untuk alasan apa, Geisha sungguh merasa suasana hatinya memburuk sejak terakhir kali ia melihat tuannya bersama dengan wanita lain. Seharusnya, Geisha tak perlu marah ataupun kesal karena hal tersebut. Namun, gadis itu juga tak paham dengan apa yang ia rasakan saat ini. Ia merasa tertipu."Ahh!" Gadis itu kembali mendesah frustrasi seraya menyenderkan punggungnya pada sebuah pohon beringin besar di belakangnya.Beberapa saat setelah mengetahui bahwa Ganesha berjalan mesra bersama wanita lain, ia segera meninggalkan area mall. Gadis itu pergi ke sebuah taman, di mana sebuah danau kecil menjadi ikonnya."Kalau dia punya kekasih, kenapa harus tidur denganku?" gerutu Geisha dengan suara pelan. Ia menatap kos
"Eungh ...." Lenguhan panjang itu mengiringi kedua insan yang baru saja mencapai puncak nirwana."Geisha ...," bisik Ganesha dengan suara beratnya. Sementara, gadis itu masih terengah dengan napas tak beraturan di bawah tubuhnya."Katakan padaku .... Kau milik siapa?" tanya pria itu."M–Master Ganesha," lirih Geisha dengan mata yang terpejam. Pria di atasnya itu tersenyum puas."Good girl." Ganesha mengusap peluh di kening Geisha, kemudian mengecupnya sekilas. Setelahnya, pria itu segera membaringkan dirinya di samping tubuh sang gadis.Ganesha menarik selimut di ujung ranjang dengan menggunakan kakinya untuk menutupi tubuh polos keduanya. "Jangan sampai aku melihatmu menemui pria lain secara diam-diam, atau kau akan tahu akibatnya."***Pagi itu, Ganesha sudah berpakaian rapi, serta bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Ia sudah duduk di kursi meja makan, berhadapan dengan Geisha."Kau mau ikut ke kantor, hari ini?" tanya pria itu seraya menyendok makanannya.Geisha menggeleng sebag
Ganesha menghampiri meja yang ditempati oleh Geisha dan Samuel. Tangannya lantas menggebrak meja tersebut begitu ia sampai di sana. Membuat kedua orang yang duduk tersebut tersentak kaget. Beberapa orang yang berada di sekitar pun sontak memandang ke arah mereka bertiga."Kakak?" Samuel bangkit dari posisinya. Pria itu berhadapan dengan Ganesha.Geisha terkejut kala pria jangkung itu memanggil Ganesha dengan sebutan 'Kakak'. Jika dia benar-benar adik Ganesha, maka tamatlah riwayatnya. Ganesha pasti berpikir bahwa Geisha sudah menggoda adiknya, atau lain sebagainya."Apa yang kau lakukan di kantorku?" desis Ganesha dengan tatapan tajam ke arah Samuel, sementara Geisha mengatupkan mulutnya rapat-rapat, tanpa berani menyela."Aku bertemu dengan gadis ini," tunjuk Samuel pada Geisha.Gadis itu terbelalak."Oh .... Jadi, kau yang menghubunginya kemarin?" Ganesha menatap berang pada Samuel. Kemudian, ia melirik sekitarnya. Orang-orang di sana masih menatap ke arah mereka bertiga.Pria itu me
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik