“Diam dan dengarkan aku secara seksama, Raellyn!” Titah Arnav seraya menggigit-gigit kecil bibir Raellyn yang berada dalam jangkauannya. “Kau masuk ke dalam hidupku begitu saja, menjungkirbalikan seluruh kestabilan yang ada ketika sesungguhnya aku sedang mencari seorang istri penurut yang bisa memberikan aku seorang putra.”Mendengar hal itu harapan yang baru saja tumbuh dari dalam diri Raellyn mulai menguap begitu saja bersama udara yang keluar dari dalam mulutnya. Sisanya hanyalah segenggam gumaman penuh derita yang dia gaungkan berikut sebuah kalimat umpatan.Arnav tidak mencintainya, dan dia tidak memiliki intensi untuk mengubah hubungan mereka menjadi cinta secara murni. Pria itu juga sepertinya tidak punya pikiran untuk memberinya sebuah balasan yang sepadan atas perasaan. Tapi memang bukankah sudah jelas akan begitu? Hanya Raellyn saja disini yang oleng hingga memutar balik jalannya yang pertama berdasarkan amarah menjadi sesuatu yang bernama cinta. Itu adalah hal yang tidak di
Arnav menyeringai ketika raut muka Raellyn sedikit berubah menjadi agak tegang, semua otot Raellyn mengencang termasuk bagian bawahnya. Hal tersebut tentu saja mengirim getaran nikmat pada bukti gairahnya yang masih terbenam di dalam. Raellyn sedikit menggeliat, dia berusaha untuk bangkit dan menjauh. Tapi Arnav tentu akan menjadi penghalang terbesar bagi perempuan itu. “Jangan bergerak!” Arnav menggeram, jari-jarinya kontan menancap pada pinggul sang istri dan membawanya kembali ke pada posisi terduduk kembali. Dia memangku Raellyn dalam kondisi miliknya masih berada di dalam. Sangat protektif. “Tidak! Aku—” Arnav menggelengkan kepala. “Dengarkan saja aku!” Dia mengerang ketika Raellyn bergerak-gerak, semakin nyaman di atas pangkuannya, menyukai sensasi yang mengalir deras dari Raellyn, memberinya sebuah gagasan baru dan juga pemahaman soal betapa dirinya teramat menginginkan Raellyn tanpa batas waktu. Meski sangat di sayangkan, sebab dia masih perlu menuntaskan pembicaraan seriu
Rombongan tamu yang terdiri dari seorang pria dan dua orang wanita di persilakan masuk oleh Mrs. Maddy ke dalam rumah. Mereka tampak diam-diam mencela ketika langkah kakinya di injakan di sebuah ruang makan yang berwarna hitam dan gold. Tamu pria, yang berusia kurang lebih memasuki kepala lima dengan tubuh yang cenderung gemuk, tampaknya merasakan ketidaksukaan penuh kepada Mrs. Maddy selaku kepala pelayan di kediaman Arnav. Sebab begitu Mrs. Maddy mengatakan pada mereka bahwa Arnav sedang tidak di rumah dia sedikit melemparkan lirikan protes. Sekalipun bukan selayaknya seorang tuan yang berani memperlakukan bawahan dengan kehinaan, tapi lebih pada seseorang yang tidak berdaya dan memohon pengertian. Dengan nada yang sedikit memohon pria itu kembali melirik ke arah istrinya yang adalah ibu kandung dari sang pemilik rumah. “Nah, jika benar yang dikatakan oleh kepala pelayan tidak-kah menurutmu sebaiknya kita pulang saja? maksudku, kita barangkali hanya akan mengganggu putramu karena ke
Pintu mendadak terbuka lebar di ambangnya, seorang pria dengan dandanan necis berdiri sambil mengamati para tamu yang telah duduk di kursi masing-masing dengan wajah yang sinis. “Mohon maaf semuanya,” ucap pria itu dengan cara yang sopan tapi nada yang bosan santer terdengar dan begitu jelas di telinga semua orang yang ada di dalam ruangan. “Saya tidak mengira bahwa saya akan memiliki tamu saat sedang pergi ke luar rumah, jadi apa lagi yang bisa saya dengar dari anda, Nyonya? George malang, apa kabar? Dan nona yang tidak saya kenal salam hangat. Ah, yang terpenting dari semua itu apakah saya melupakan sesuatu? Apa saya mengundang kalian kemari?”“Nona tak di kenal? Undangan?!” bentak Louisa selaku putri bungsu dari Nyonya Chyntia. Dia terlihat tidak suka dengan penerimaan yang di lakukan oleh kakak tertuanya.“Tidak, kami ke sini memang bukan karena di undang. Lebih tepatnya, Ibumu berinisiatif untuk kemari, sedangkan aku tidak bisa menghentikan keinginannya,” sahut George yang mendud
“Jangan di gubris, Nyonya Chyntia. Arnav hanya senang bergurau saja. Dia tidak bermaksud buruk. Dan Nona, tolong tenangkan dirimu. Saya harap tidak ada keributan yang terjadi di rumah ini.” Tanpa siapapun menduga, pintu yang tertutup rapat kini terbuka lebar oleh satu eksistensi. Ya, Raellyn yang tidak kuat mendengar segalanya dari luar menganggap bahwa sudah cukup baginya untuk hanya berdiam diri di luar. Dia tidak bisa membiarkan situasi yang seharusnya berakhir damai malah kian berlarut-larut.Arnav yang melihat istrinya kembali melanggar perintahnya sedikit mengerutkan kening, tapi di depan semua tamu yang dia anggap sebagai musuhnya secara alami pria itu tidak bereaksi lebih dan hanya berdiam diri. Raellyn memanfaatkan momentum tersebut untuk mengambil alih kendali.“Maaf terlambat untuk bergabung. Sebelumnya perkenalkan saya adalah Raellyn istri dari Arnav. Saya yakin sudah memperkenalkan diri kepada Anda Nyonya Chyntia. Selamat datang di kediaman kami. Saya yakin sekali suami s
“Mendobrak pintu masuk ruangan yang sudah kularang, tentu saja,” kata Arnav dengan nada menyindirnya yang kental.“Wah, pandai sekali kau mempersalahkan aku. Kini aku tahu dari mana kau mendapatkan kepandaian yang satu itu,” tegas Raellyn. “Tapi berkat pertemuan ini, kini aku bisa mengerti situasimu. Aku tidak membayangkan bahwa dia akan seperti itu. Maksudku kesan pertamanya dengan kesaksian yang aku lihat beberapa saat yang lalu sangat berbeda. Aku sampai tidak bisa mengatakan apapun karena tercengang dengan kepribadiannya yang terlalu berbeda. Pasti situasimu sulit sekali, demi Tuhan!”“Begitulah, mendampingi aku tidaklah semenyenangkan saat membuka isi dompetku untuk mereka,” kata Arnav terdengar lebih sinis.Raellyn hanya geleng-geleng kepala. Baginya itu sangat bisa di pahami. Bisa di mengerti bila Nyonya Chyntia datang kemari dengan dirinya sendiri untuk memperbaiki situasi terlebih dahulu. Tapi mengundang suami dan putrinya yang tidak seayah dengan Arnav. Raellyn rasa merupaka
Arnav bisa merasakan betapa hangat sekaligus dinginnya kulit porselen yang baru saja dia sentuh tatkala dia mengusapnya. Gerakannya memang pelan namun tentu saja Arnav memberikan tekanan yang sedikit lebih intens pada beberapa bagian yang bisa dia raih dengan tangannya. Sepasang mata menatapnya, sang istri telah di buai dan tenggelam dalam hasrat keinginan, tangan yang membalas sentuhannya diam tanpa ada niatan untuk menghentikan. Mulutnya bergetar, terlihat ingin memohon seperti bagaimana tubuhnya tersentak setiap kali Arnav memasukan jarinya ke dalam diri dan menariknya keluar berulang-ulang dengan sangat perlahan.“Arnav….”Raellyn berusaha semaksimal mungkin membuat setiap nada yang keluar dari bibirnya jelas terdengar seperti sebuah peringatan. Tapi tidak butuh waktu lama sampai suara tersebut mulai kehilangan ketegasan dan ketajaman.Tubuhnya terasa seperti jelly ketika Arnav berhasil menyentuhnya, dan mendominasi tubuhnya sendiri. Menggapai titik sensitif tubuhnya dengan sangat
Arnav tidak berkomentar, dia hanya menuruti gestur tubuh istrinya tanpa melepaskan pegangan tangannya di bagian dada wanita itu. Dia tetap menggerakan tangannya disana untuk meremas sesekali memilin puncaknya. Arnav menerima bibir Raellyn dan langsung melumatnya. Tautan alis Raellyn langsung pecah begitu Arnav kembali mendominasi dirinya dengan sangat mudah. Kepalanya terasa sangat pegal lantaran terus menerus menoleh ke arah pasangannya, namun dia sendiri tidak bisa benar-benar menarik dirinya.Tangan Arnav akhirnya menjauh dari dada Raellyn lalu meraih punggung tangannya. Raellyn pikir kegiatan mereka telah berakhir lantaran Arnav menarik dirinya untuk menjauh. Namun pikiran itu tidak berlangsung lama karena Arnav langsung membalikan tubuhnya sehingga dia terbaring di atas ranjang. Raellyn tidak sempat menahan ketika pria itu mulai membuka kedua kakinya dan kembali menjejalkan dirinya masuk ke dalam sana dengan cepat. Akhirnya yang bisa wanita itu lakukan adalah mendongakan kepala—