Tiga hari di tanah air membuat Mama Raymond tersentuh, sikap hangat serta perhatian Rara membuat hati keras wanita itu melunak, hingga pagi sekali dia memutuskan untuk kembali. "Kenapa buru-buru ma, baru juga tiga hari." Rara nampak tidak setuju dengan keputusan mama mertua yang ingin kembali secepat ini. "Gak papa sayang, biar saja mama pulang." Rara menatap suaminya dengan ekspresi kesal, sikap Raymond ini bisa membuat sang mama malah ingin cepat-cepat pulang padahal Rara berusaha mencegahnya. Tanpa berkata apa-apa, Mama Raymond dan asistennya keluar, sang asisten menunduk hormat kepada Rara dan Raymond. "Jaga mama ya," teriak Rara. Berita kunjungan mama Raymond terdegar di telinga Mama Rara, wanita paruh baya itu tersenyum devil dia seolah paham tujuan Mama Raymond mengunjungi calon cucunya. "Kamu pikir aku tidak tahu tujuan kamu Nyonya Corner." Setelah Mama Raymond kembali dari tanah air, Mama Rara meminta asistennya untuk menjadwalkan pertemuan dengan besannya tersebut
Waktu berlalu dengan cepat, kehamilan Rara sudah memasuki bulan ke sembilan yang artinya dia akan segera melahirkan.Semua sudah Raymond dan Rara siapkan mulai kamar bayi, pakaian dan lain-lainnya. Kelahiran sang buah hati sangat mereka tunggu.Untuk jenis kelamin, Rara sengaja meminta Dokter untuk tidak memberitahunya, biar jenis kelamin anaknya menjadi suprise.Pagi itu Rara yang sudah mendapatkan cuti memasak di dapur, dia ingin menyiapkan sarapan untuk Raymond."Nyonya, jangan memasak biar saya saja." Salah satu pelayan meminta Rara agar tidak melakukan apapun."Akan melahirkan harus rajin biar cepat proses lahirannya."Rara tidak menggubris para pelayan dan koki, dia hanya tidak ingin malas, apalagi kini dia sudah cuci jadi tidak ada kegiatan.Semua makanan sudah siap, saat hendak menatanya di meja makan tiba-tiba perut Rara sakit, dia berdiri sambil memegangi perutnya hingga masakan yang dia bawa terjatuh.Semua pelayan segera mendatangi Rara, mereka sangat panik ketika tau jika
Raymond dan Rara saling pandang, sejak kapan Mama dan Papanya mengakui anak yang dikandung Rara sebagai cucu.Namun meskipun begitu Rara dan Raymond tetap memberikan anak mereka untuk digendong."Ini Ma anak kami."Melihat bayi mungil menangis dalam gendongannya membuat Mama Raymond menitikkan air mata, sudah lama sekali dia tidak menggendong seorang bayi."Lucu sekali." Senyumam tersungging di bibirnya.Wanita itu teringat Raymond dulu, sungguh wajah cucunya sangat mirip. Kenangan masa itu kembali menyeruak masuk ke dalam pikirannya. Saat itu dia begitu tega mempercayakan sang buah hati pada pengasuh.Sayup-satup terdengar suara tangis dan perlahan suara tangis itu semakin kentara membuat semua orang yang ada disana terdiam."Mama kenapa?" Akhirnya Rara yang tak kuat menahan diri sehingga dia melemparkan pertanyaan."Maafkan Mama Raymond, selama ini sudah egois dan hanya memikirkan bisnis," ujarnya.Ucapan itu bagai angin yang berhembus di gurun tandus, Raymond yang selama ini yang s
Kedua nyonya besar itu terus saja berdebat dan bertengkar sehingga membuat mereka yang di sana sedikit was was terlebih para suami mereka.Hingga akhirnya Raymond, Jessica dan Rara merencanakan sesuatu supaya membuat mereka berbaikan."Kita harus merencanakan sesuatu untuk membuat mereka berdua berbaikan Mas," kata Rara."Betul, aku pusing melihat mereka selalu bertengkar," sahut Jessica.Raymond nampak berpikir, rencana apa yang bisa membuat mereka mau berbaikan, setelah berpikir akhirnya dia menemukan cara yang tepat untuk membuat mereka berbaikan.Meski cara mereka terbilang cukup ekstrim tapi tidak ada cara lain selain membuat keduanya saling membutuhkan hingga akhirnya sadar.Pagi itu rencana dimulai, Jessica meminta mamanya untuk datang ke kamar Rara begitu pula dengan Rara meminta mamanya untuk datang ke kamarnya Hingga terjadilah sesuatu di dalam, mereka berteriak meminta pertolongan namun tidak ada yang menolong hingga mau nggak mau Nyonya Richard dan Nyonya Corner saling me
"Ray, bisa kita bicara lagi." Wanita itu memohon."Bukankah di rumah sakit sudah aku bilang untuk tidak menggangguku." Raymond enggan berbicara tapi wanita itu tetap bersikeras."Please Ray."Pria itu menghela nafas sembari kedua netranya melihat sekeliling lobi. "Baiklah, ayo ke ruanganku." Akhirnya Raymond mengajak wanita itu ke dalam ruangannya, jika mereka berbicara di lobi takutnya ada yang mendengar pembicaraan mereka."Cepat bicara, setelah itu pergi dari sini," ujarnya setelah mereka masuk.Air mata wanita itu mengucur deras, entah darimana dia harus memulainya. Dia sangat bingung sekarang.Raymond yang melihat mantan teman ranjangnya menangis semakin membuatnya muak padahal dia tidak ingin berlama-lama dengan wanita itu."Aku nggak butuh tangisan kamu, cepat bicaralah!" Dia sudah mulai kehilangan kesabaran.Wanita yang bernama Via itu berusaha menghentikan tangisnya, dia menghela nafas dalam-dalam. "Rawatlah anak kita Ray!"Ucapan wanita itu bak petir yang menyambar, dengan
"Tidak salah lagi Tuan David."David cemas memikirkan sang tuan jika sampai anak ini adalah anak Raymond dengan wanita lain maka akan ada prahara besar dan pasti ujung-ujungnya dia yang susah.Anak Via menangis meminta ingin menemui sang mama namun Reyhan melarangnya mengingat keadaan Via yang belum memungkinkan untuk dijenguk."Tuan David biar dia bersama saya, anda bisa pergi ke kantor.""Baiklah, terima kasih Reyhan. Jika ada apa-apa segera hubungi aku."David mengelus kepala anak kecil itu kemudian pergi meninggalkannya."Mama." Anak itu terus memanggil mamanya.Dengan jongkok di depan anak itu, "Mama sedang tidur, kamu sama om ya."Anak itu mengangguk, dia seolah mengerti dan menurut apa yang Reyhan ucapkan.Beberapa waktu kemudian, Reyhan kembali untuk melihat keadaan Via."Kamu tunggu disini dulu ya." Reyhan meminta anak Via untuk menunggu diluar sebentar.Dokter muda itu sangat iba melihat keadaan via begitu lemah, tidak ada perubahan sama sekali, keadaannya masih sama.Saat m
Tentu David menyarankan Raymond agar merawat Kania mengingat Kania tidak memiliki siapa-siapa selain Raymond."Tapi bagaimana dengan Rara?""Yang jelas Nona Rara pasti marah," ujar David kemudian.Raymond nampak mengusap rambutnya dengan kasar, dia berharap jika Kania bukanlah anaknya.Saat bersamaan Reyhan menghubungi David, dia melaporkan jika Kania sakit, 'Kania terus memanggil mamanya'David segera melaporkan hal itu pada Raymond, tapi Raymond enggan untuk peduli."Di rumah sakit banyak suster dan dokter, apa mereka tidak bisa menjaga satu orang anak kecil."Respon Raymond membuat David merasa kasian pada Kania, tentu tidak mudah beradaptasi dengan orang-orang baru apalagi Kania baru saja ditinggal satu-satunya orang yang dekat dengannya."Kamu urus dulu saja Reyhan." Akhirnya David memerintahkan Reyhan untuk mengurus Kania.Hasil test DNA telah keluar, Raymond, David serta Reyhan menunggu cemas. Setelah Dokter membacakannya, Raymond terlihat begitu shock ternyata memang benar jik
Berbagai pengasuh silih berganti, David dan Reyhan nampak bingung menghadapi Kania yang selalu mencari Mamanya, setiap hari selalu menangis sehingga sering keluar masuk rumah sakit."Reyhan bagaimana ini?" David sangat khawatir dan cemas dengan keadaan Kania."Anak ini Malang sekali, seandainya aku sudah berkeluarga aku akan mengadopsinya." Raut wajahnya begitu sedih.Reyhan yang seorang dokter bedah penyakit dalam harus mengurusi Kania yang seharusnya urusan dokter anak.Kehilangan orang tua memang sangat menyedihkan, dia yang sudah besar saja masih teringat sampai sekarang, apalagi Kania yang usianya masih sangat kecil."Meski papamu tidak mau merawatmu, masih ada om disini," bisiknya.#####Hari-hari berlalu begitu cepat, anak Rara yang sudah tiga bulan sudah bisa ditinggal ke rumah sakit, dia mempercayakan anak kesayangannya kepada pengasuh.Untuk keselamatan sang buah hati, Rara dan Raymond memasang CCTV dimana-mana, dia tidak ingin kecolongan sedikit pun."Jaga anak kami dengan