Matahari merangkak keluar, perlahan Rara membuka mata, dia menoleh ke samping berharap sang Tuan tidur di sebelahnya tapi dia tidak menemukan apa-apa selain bantal dan guling. "Masih belum pulang," katanya kecewa.Wanita kecil itu melirik jam dinding, dia cukup lega karena masih ada waktu dua jam untuk bersiap. Seusai mandi, Rara mengambil ponselnya dia berharap ada pesan permintaan maaf dari sang Tuan tapi harapannya hilang karena tidak ada pesan sama sekali. "Segitu marahnya dia padaku? hingga tidak pulang." Air mata wanita itu mulai menetes, hatinya perih akan sikap pria yang amat dia cintai. Saat bersamaan terdengar suara pintu ditutup cukup keras, segera Rara menoleh, terlihat Raymond yang baru pulang. "Kenapa semalam anda tidak pulang Tuan?" tanya Rara. "Sibuk," jawabnya singkat dan dingin. "Anda masih marah?" Pria itu hanya melirik dengan tatapan elangnya, entah mengapa hatinya masih begitu kesal dengan Rara yang menolak jika diajak keluarTak ada yang bisa Rara lakukan s
"Beraninya kamu menuduh aku selingkuh!" Suara pria itu lirih, terdengar jika dia sangat shock dengan ucapan kekasihnya. "Saya tidak menuduh Tuan, tadi pagi saya mencium parfum wanita di jas anda tak hanya itu ada bekas lipstik juga." Masih terlihat shock Raymond menatap kekasihnya sambil menggeleng. Memang di malam itu Raina memeluknya, tapi dia tidak pernah berselingkuh. Waktu itu dengan tegas, dia menolak permintaan Raina. Rasa cintanya pada sang kekasih membuatnya menolak ikan segar yang ditawarkan gratis, dia menolak Raina. Dari pesta, Raymond meminta David untuk booking hotel, alasan booking hotel karena dia masih kesal dengan kekasihnya. "Kamu salah paham." ungkapnya jujur. "Tidak Tuan, semua sudah jelas jangan berkilah." Wanita itu tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Tuannya. "Jika masih ingin bermain-main dengan wanita kenapa dulu and main perasaan? kenapa anda perhatian kepada saya? kenapa anda menguliahkan saya yang ujung-ujungnya membuat saya harus membal
Jessica sudah mulai sadar namun ketika dia melihat orang-orang di sekitarnya dia nampak linglung seolah mereka semua orang asing baginya."Sayang," panggil mamanya. "Mama?" sambil menunjuk mamanya. Mama Jessica melihat suaminya, dia merasakan jika terjadi sesuatu dengan sang anak."Pa dia seperti tidak mengenali kita." Wanita paruh baya itu berbisik dengan suaminya. Benar saja ketika sang papa bertanya Jessica nampak diam. "Jessica?" Jessica menoleh kemudian dia bertanya kepada Papanya, "siapa Jessica?" Mama dan Papanya langsung terkejut, mereka segera memecat bel untuk memanggil dokter agar datang ke ruang perawatan Jessica. "Dokter anak saya tidak lupa dengan namanya, sebenarnya apa yang terjadi?" Wanita paruh baya itu nampak panik, dia takut jika terjadi sesuatu dengan sang anak.Sebenarnya di awal pemeriksaan inilah yang sang dokter takutkan, benturan keras yang di alami Jessica membuat otaknya mengalami pendarahan hanya saja waktu dokter masih belum yakin akan dampak dari p
Tak selamanya Dokter Reyhan memberikan pelajaran di kampus mengingat dia bukanlah dosen, oleh karena di sisa waktunya di kampus dia meminta Rara untuk mempelajari ilmu yang selama ini dia dapat. "Nanti setelah jam berakhir, temui aku di aula, ada yang ingin aku berikan padamu." Tanpa berkata apa-apa mahasiswi itu mengangguk pelan. Melihat sikap aneh mahasiswinya, sang dokter nampak mengerutkan alisnya, dia menatap Rara sejenak. 'Pucat sekali wajahnya' batin Reyhan. Baru beberapa langkah meninggalkannya, tubuh Rara terlihat sempoyongan dan benar saja wanita kecil itu ambruk, untung Reyhan segera menangkap tubuhnya. "Ra, kamu kenapa?" Dokter muda itu terlihat panik. Dia terus menepuk pipi Rara berharap mahasiswinya segera sadar. Ana yang tahu Rara pingsan berteriak, dia segera mendekat dan bertanya pada Reyhan. "Rara kenapa Pak?" Raut wajahnya tak kalah panik. "Mana aku tahu, ayo kita bawa ke unit kesehatan." Ana turut ikut Reyhan ke unit kesehatan, dia sangat sedih karena Ra
Wanita kecil itu turut duduk di lantai menemani sang Tuan, matanya tak berhenti menangis bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Haruskah dia pergi meninggalkan sang Tuan? atau bertahan meski janin di dalam perutnya tidak diinginkan oleh si pemilik benih? "Katakan pada saya, apa yang harus saya lakukan?" Dia bertanya meski sudah tau jika tuannya dalam keadaan pingsan. Hingga pagi datang menyapa, Rara tetap di posisinya. Keadaannya pagi itu benar-benar kacau mata sembab dan kaki yang mati rasa. Beberapa waktu kemudian Pria yang ambruk itu membuka mata, sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pening, dia menyelidik sekelilingnya. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya sambil menatap Rara. "Menemani anda yang pingsan," jawabnya dingin. Segera dia bangun tapi karena kepalanya masih sangat pusing membuatnya agak kesusahan. "Arrrgggg." Erangnya yang tidak terima dengan apa yang dia rasakan saat ini. Tak hanya dirinya si wanita kecil itu juga nampak kesusahan, dia harus berpegang
Seketika raut wajah wanita itu berubah, dia takut jika sang Tuan marah. Saat itu juga dia menghubungi sang Tuan, dan benar saja ketika panggilannya tersambung suara bariton Raymond membuat Rara tersentak kaget. "Maafkan saya Tuan." "Cepat pulang!" Rara mematikan panggilan teleponnya secara sepihak, sesaat kemudian mobil yang membawanya telah memasuki halaman rumah. Di depan rumah terlihat Raymond duduk di sebuah bangku, pria itu benar-benar menunggu kekasihnya. Dengan ketakutan level tinggi wanita itu turun dari mobil dan berjalan mendekat. "Siapa yang menyuruhmu keluyuran!" Aura dinginnya seolah membawanya pindah alam. Bingung harus menjawab apa Rara terlihat terdiam dan menundukkan kepala. Kini pandangannya tertuju pada sopir yang berdiri di samping mobil, hanya menggunakan kode tangannya sopir itu berjalan mendekat. Plak Sopir yang tidak bersalah itu mendapatkan sebuah gamparan dari sang tuan, dia hanya menjalankan perintah tapi entah mengapa Raymond malah memukulnya.
"Kalau kamu tidak makan bagaimana kamu bisa sembuh?" Lelaki itu mulai kesal. Rara hanya melirik tuannya sesaat kemudia dia memejamkan matanya, kode kalau dia malas berdebat maupun berbicara dengan sang tuan. Pria itu menghela nafas, mencoba sabar dengan sikap kekasihnya tersebut. "Setelah makan kamu boleh tidur." Sekali lagi dia membujuk wanitanya agar mau makan, namun sayang mata wanitanya tidak terbuka sedikit pun hingga membuatnya frustasi. Tak menyerah pria itu menggoyang tubuh pasangannya, dia tahu jika Rara hanya pura-pura tidur, dan benar saja akhirnya wanita itu membuka matanya. "Ada apa sih Tuan!" tatapannya tajam dan suaranya meninggi. "Makan dulu, baru tidur," sahutnya. "Saya tidak mau makan!" "Asal kamu tahu, aku bersusah payah mengantri makanan ini demi kamu, tapi kamu malah tidak mau memakannya!" Keduanya saling debat. Akhirnya, air mata Rara tumpah, hatinya benar-benar lelah dengan sikap Raymond. "Jika anda tidak memaksa saya mungkin anak kita sekarang masih ada
Sesampainya di ruang perawatan, Dokter Reyhan meminta Rara untuk berbaring di bed pasien karena dia akan memasang infus yang tadi dilepas. "Nggak usah Pak Rey, saya sudah sembuh." Segera dia melarang Reyhan untuk memasang infusnya kembali. Reyhan tersenyum ketir, memang Rara sudah sembuh bahkan sudah sangat sehat tapi yang menjadi pertimbangan adalah titah dari sang pemilik rumah sakit, semua Dokter masih diperintahkan untuk merawat Rara dengan baik sesuai prosedur. "Tapi kamu tetap harus diinfus Ra?" sahut Dokter yang ingin menggapai tangan Rara. "Saya nggak mau Pak Rey." Wanita itu memelas, berharap Reyhan mau menuruti kemauannya. "Jangan membuat aku dan dokter yang bertugas merawat kamu dalam masalah Ra, anggap saja infus ini sebagai tambahan cairan untuk kamu." Dokter itu terus membujuk Rara. Dia mau diinfus kembali asal setiap Raymond berangkat ke kantor, Reyhan mau mengajaknya jalan-jalan di taman rumah sakit, tak ada yang bisa Reyhan lakukan selain menyetujui kemauan pasien
Pernikahan Reyhan dan Tessa sudah ditentukan, mereka rencananya akan menggelar pernikahan mereka di salah Hotel milik Raymond. Awalnya mereka akan menggelar pernikahan di salah satu tempat ibadah tapi Rara mendesak mereka untuk menggelar pernikahan di hotel suaminya. "Semua gratis Pak Rey, aku yang akan mengatur semuanya." "Bukan masalah gratis apa nggak Ra, tapi aku tidak mau merepotkan kamu dan Tuan Raymond." Rara tetap bersikeras dengan keputusannya, semua dia lakukan itung-itung balas budi atas pengorbanan Reyhan dulu, itu pun tidak sebanding dengan pengorbanan Reyhan terhadapnya. "Baiklah Ra, tapi hanya hotelnya saja untuk biaya lainnya biar aku yang menanganinya." Rara menggeleng keras, dia hanya ingin Reyhan dan Tessa terima beres. Dokter itu hanya bisa pasrah menerima keputusan dari mantan juniornya meski dia sangat tidak enak. Rara sangat bahagia melihat Reyhan dan Tessa akan menikah, oleh karenanya dia ingin turut andil mengurus pernikahan pria itu, dia melakukan in
Melihat Rara yang bisa tersenyum kembali membuatnya Nyonya Richard bahagia, dia berharap rumah tangga anaknya tidak lagi diterpa masalah, seorang ibu mana yang tega melihat anaknya menitikkan air mata."Aku titipkan anakku kepadamu bukan untuk disakiti Raymond tapi untuk dibahagiakan."Ucapan Nyonya Richard membuat Raymond mengangguk, dia paham jika kesalahannya begitu besar."Semampu dan sebisaku aku akan membahagiakan Rara, Ma," sahutnya.Tak terasa seminggu sudah berlalu, Raymond tetap tinggal di negara Jerman sedangkan David sudah harus kembali terlebih dahulu mengingat perusahaan tidak ada yang menghindle.Berbicara lah Raymond kepada Rara terkait keinginannya untuk segera kembali ke tanah air dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaannya."Sayang bolehkah aku kembali ke tanah air? perusahaan sudah lama terlalu lama aku tinggal." Raymond sedikit takut meminta hal itu kepada sang istri, dia takut jika Rara marah.Bukannya marah Rara malah tersenyum sembari menatap suaminy
"Ma malam ini kami tidur bersama mama dan Papa ya."Permintaan bocah kecil itu membuat Rara sedikit terkejut, mengingat dirinya dan Raymond untuk sementara waktu tidur di kamar yang terpisah.Shane juga ikut-ikutan sama seperti Kania, dia merengek supaya mamanya mengijinkan mereka untuk tidur bersama."Baiklah." Rara pun pasrah.Raymond tersenyum setidaknya malam ini dia bisa tidur satu kamar dengan sang istri.Semalaman Raymond dibuat sibuk oleh kedua buah hatinya kedua anak itu terus ingin ditemenin Raymond bermain.Mereka main tebak-tebakan nama buah dan juga nama hewan, Shane yang masih belum paham tentang nama-nama binatang dan buah sedikit membuatnya selalu kalah dan sebagai hukumannya dia harus mencium Kakak dan Papanya.Melihat keseruan suami dan anaknya Rara hanya bisa menggelengkan kepala, sebenarnya dia juga ingin turut bergabung namun egonya masih tinggi.Setelah bermain kedua bocah kecil itu terkapar tak berdaya, Rara yang sudah mengantuk segera menyusul ke tempat tidur.
Beberapa episode terakhirRaymond mengirimkan laporan pembatalan kerja sama dengan Fera kepada Rara, dia ingin istrinya percaya kalau dia dan Fera benar-benar tidak ada hubungan apa-apa.Setelah foto bukti pembatalan itu dikirim Rara tak kunjung melihat pesan yang dia kirim, hal ini membuat Raymond nampak gusar dia ingin menghubungi istrinya tapi takut jika sang istri marah.Pria itu hanya bisa mengusap rambutnya dengan kasar tak tahu harus bagaimana lagi untuk merayu sang istri.Di sisi lain Rara sudah melihat foto itu, dia pun tersenyum tapi dia masih belum mau memaafkan suaminya, hal yang dilakukan Raymond kali ini masih belum cukup untuk menebus kesalahannya selama ini."Sayang kenapa tidak dibalas?" Akhirnya Raymond mengirim pesan lagi kepada sang istri.Kali ini Rara hanya membaca pesannya tanpa mau menjawab pesan yang dia kirim."Masih belum bisakah kamu memaafkanku aku sayang?" Raymond mengirim pesan kembali.Rara hanya menulis satu kata yaitu belum hal ini membuat Raymond ke
Nyonya Richard terus memantau Fera, dia sangat murka setelah tahu Fera merencanakan hal buruk kepada Raymond.Menantunya yang saat ini tidak tenang karena masalahnya dengan Rara jadi kurang fokus. Dia tidak menyadari jika Fera tengah merencanakan hal untuk menjebak Raymond."Kelihatannya dia cukup meresahkan." Nyonya Richard ingin anak buahnya segera bertindak."Kita jebak balik saja Nyonya," sahut asistennya.Senyuman tersungging di bibir wanita itu, wanita yang ingin menghancurkan anaknya harus mendapatkan balasan yang setimpal.Fera malam itu meminta Raymond untuk bertemu di rumahnya, dia berbohong jika dirinya kurang enak badan.Awalnya Raymond enggan tapi Fera bilang jika urusan dengan mantan kliennya harus segera diselesaikan agar dia bisa mendapatkan klien yang lain.Fera meminta pelayan untuk menyiapkan minuman, di dalam minuman itu dia memasukkan obat tidur."Malam ini kamu akan menjadi milikku Ray, dan foto-foto kamu bersamaku akan aku kirim pada istri kamu yang bodoh itu!"
"Aku pulang sayang." Raymond berpamitan pada Rara.Melihat suaminya hendak kembali ke tanah air membuat Rara sedih tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Raymond.Melihat ekspresi Rara yang nampak biasa membuat Raymond sedih. "Sayang apa kamu masih marah?"Rara tidak menjawab pertanyaan sang suami, tatapan yang tajam membuat Raymond yakin jika istrinya masih belum mau memaafkannya."Sayang aku mohon." Pria itu terus memohon."Aku ingin melihat kesungguhan kamu Mas! karena jika aku dengan mudah memaafkan kamu maka kamu akan mengulanginya lagi."Pria yang biasanya berkuasa kini menunduk lemah di hadapan istrinya. "Baiklah Sayang." Dia pasrah.Ketika semua berkumpul untuk mengantar kepulangan Raymond dan David di depan, Rara berpura-pura jika tidak ada apa-apa, dia senyum semanis mungkin bahkan dia mencium tangan sang suami."Hati-hati ya Mas, cepat kesini lagi," katanya.Raymond melongo menatap sang istri, andai ini tidak sandiwara pasti dia akan senang."Tuan David titip Mas Ra
Beberapa saat kemudian Raymond datang dengan David, Nyonya Richard yang kebetulan di ruang depan pergi menyambut sang menantu."Rara mana Ma?" Dia begitu cemas takut jika sang Mama melarangnya untuk bertemu sang istri."Berani sekali kamu membiarkan anakku ke sini sendiri!" Sang Mama protes karena menantunya membiarkan sang anak datang ke Jerman sendirian."Saya mau minta maaf Ma, saya tidak bermaksud membiarkan Rara datang ke Jerman sendirian." "Aneh!" kerutan mulai bermunculan.Karena belum tahu masalah anaknya Nyonya Richard menyuruh Raymond untuk pergi ke kamar. "Pergilah ke kamar mungkin dia tengah istirahat."Dengan buru-buru Raymond pergi ke kamar dan meninggalkan David di ruang tamu bersama Nyonya Richard.Begitu melihat Rara, Raymond segera memeluk istrinya, dia meminta penjelasan kenapa tiba-tiba pulang ke Jerman."Apa salahku sayang, kenapa kamu tiba-tiba pulang ke Jerman sendirian?" Rara menatap suaminya dengan tatapan tajam, "Pura-pura nggak tahu kamu Mas." Katanya deng
Raymond menggeleng sekali lagi dia menjelaskan jika dia dan fera tidak ada hubungan apa-apa, memang dia mengakui satu kamar dengan fera tapi mereka tidak melakukan apa-apa.Tujuannya ke Pulau Bali karena ingin membuka Resort di sana, kebetulan fera memiliki tanah yang sangat luas di wilayah yang strategis oleh karena itu Raymond pun diajak kerjasama untuk membangun Resort tersebut."Itulah alasan kenapa aku akhir-akhir ini pulang malam dan pergi ke Pulau dewata." "Kamu juga tidak mengejarku Mas!" Alasannya dia tidak segera mengejar karena dia ingin Rara tenang, terlebih dahulu, berbicara ketika emosi akan semakin membuat sakit hati.Rara terdiam mendengar penjelasan dari Raymond, hatinya sulit percaya dengan ucapan sang suami. Sikap Raymond selama ini sudah cukup menyakiti hatinya dan ditambah kejadian kemarin dirinya benar-benar kecewa dan sakit hati.Pria itu berbeda dengan sebelumnya, raut wajahnya begitu sedih, bahkan dia meminta Rara agar tidak meninggalkannya.Begitulah pria,
Raymond sangat shock melihat Rara yang menjadi pelayan, wajahnya memucat ketika Rara menatapnya tajam dengan air mata yang terus mengalir."Jadi ini mas tujuan kamu datang ke pulau ini." meski menangis tapi Rara mencoba untuk tersenyum.Sangat terlihat hati wanita itu begitu terluka melihat suaminya satu kamar dengan wanita lain."Kamu mengikuti aku!""Kalau tidak begini mana mungkin aku tau kecurangan kamu Mas," jawab Rara.Wanita itu menangis sambil terisak, dulu dia telah memberi kesempatan kedua dan berharap Raymond tidak akan menyakitinya, namun untuk sekian kalinya sang suami terus menyakitinya."Yang telah aku lakukan selama ini apa sedikit saja tidak bearti bagimu Mas!"Rara menatap Fera yang terdiam, dia memarahi Fera yang tega menggoda suaminya."Aku tidak menggodanya." Tentu Rara tidak percaya, bahkan saat makan Fera telah berani menyuapi sang suami.Tak ingin berdebat, Rara memutuskan keluar. Perasaannya tak menentu, hatinya benar-benar hancur karena sang suami.Raymond