Selamat membaca kakak
Seketika raut wajah wanita itu berubah, dia takut jika sang Tuan marah. Saat itu juga dia menghubungi sang Tuan, dan benar saja ketika panggilannya tersambung suara bariton Raymond membuat Rara tersentak kaget. "Maafkan saya Tuan." "Cepat pulang!" Rara mematikan panggilan teleponnya secara sepihak, sesaat kemudian mobil yang membawanya telah memasuki halaman rumah. Di depan rumah terlihat Raymond duduk di sebuah bangku, pria itu benar-benar menunggu kekasihnya. Dengan ketakutan level tinggi wanita itu turun dari mobil dan berjalan mendekat. "Siapa yang menyuruhmu keluyuran!" Aura dinginnya seolah membawanya pindah alam. Bingung harus menjawab apa Rara terlihat terdiam dan menundukkan kepala. Kini pandangannya tertuju pada sopir yang berdiri di samping mobil, hanya menggunakan kode tangannya sopir itu berjalan mendekat. Plak Sopir yang tidak bersalah itu mendapatkan sebuah gamparan dari sang tuan, dia hanya menjalankan perintah tapi entah mengapa Raymond malah memukulnya.
"Kalau kamu tidak makan bagaimana kamu bisa sembuh?" Lelaki itu mulai kesal. Rara hanya melirik tuannya sesaat kemudia dia memejamkan matanya, kode kalau dia malas berdebat maupun berbicara dengan sang tuan. Pria itu menghela nafas, mencoba sabar dengan sikap kekasihnya tersebut. "Setelah makan kamu boleh tidur." Sekali lagi dia membujuk wanitanya agar mau makan, namun sayang mata wanitanya tidak terbuka sedikit pun hingga membuatnya frustasi. Tak menyerah pria itu menggoyang tubuh pasangannya, dia tahu jika Rara hanya pura-pura tidur, dan benar saja akhirnya wanita itu membuka matanya. "Ada apa sih Tuan!" tatapannya tajam dan suaranya meninggi. "Makan dulu, baru tidur," sahutnya. "Saya tidak mau makan!" "Asal kamu tahu, aku bersusah payah mengantri makanan ini demi kamu, tapi kamu malah tidak mau memakannya!" Keduanya saling debat. Akhirnya, air mata Rara tumpah, hatinya benar-benar lelah dengan sikap Raymond. "Jika anda tidak memaksa saya mungkin anak kita sekarang masih ada
Sesampainya di ruang perawatan, Dokter Reyhan meminta Rara untuk berbaring di bed pasien karena dia akan memasang infus yang tadi dilepas. "Nggak usah Pak Rey, saya sudah sembuh." Segera dia melarang Reyhan untuk memasang infusnya kembali. Reyhan tersenyum ketir, memang Rara sudah sembuh bahkan sudah sangat sehat tapi yang menjadi pertimbangan adalah titah dari sang pemilik rumah sakit, semua Dokter masih diperintahkan untuk merawat Rara dengan baik sesuai prosedur. "Tapi kamu tetap harus diinfus Ra?" sahut Dokter yang ingin menggapai tangan Rara. "Saya nggak mau Pak Rey." Wanita itu memelas, berharap Reyhan mau menuruti kemauannya. "Jangan membuat aku dan dokter yang bertugas merawat kamu dalam masalah Ra, anggap saja infus ini sebagai tambahan cairan untuk kamu." Dokter itu terus membujuk Rara. Dia mau diinfus kembali asal setiap Raymond berangkat ke kantor, Reyhan mau mengajaknya jalan-jalan di taman rumah sakit, tak ada yang bisa Reyhan lakukan selain menyetujui kemauan pasien
"Terima kasih Dok, eh Pak Rey. Maafkan saya karena sudah merepotkan anda." Reyhan tersenyum, dia tidak repot sama sekali malah dia senang bisa membantu Rara."Oh ya Pak Rey, saya perhatikan anda standby di rumah sakit hampir dua puluh empat jam, apa memang seperti itu jadi direktur rumah sakit ini?" Pertanyaan Rara membuat Reyhan membatu, direktur rumah sakit tidak harus standby dua puluh empat jam, ketika jam kerja habis sudah boleh pulang."Tidak juga," jawabnya singkat.Karena harus kembali berjaga, Reyhan pamit keluar.Di ruangannya Reyhan nampak terdiam, dia terus memikirkan apa yang Rara ucapkan. Dia sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan, dia hanya senang menghabiskan waktunya di rumah sakit tak hanya itu dia juga sering mencari alasan agar bisa memeriksa Rara meski itu bukan tanggung jawabnya.Rara adalah tanggung jawab dokter kandungan bukan dokter spesialis penyakit dalam."Apa yang sebenarnya terjadi padaku," gumamnya sembari mengusap rambutnya dengan kasar.Apakah Reyha
"Supaya kamu sadar Raymond! wanitamu bukanlah pilihan terbaik!" Wanita paruh baya itu nampak menggebu. "Bagi Raymond Rara adalah pilihan terbaik!" Kekesalan wanita paruh baya itu memuncak, anaknya sungguh keras kepala. Rara hanyalah wanita biasa, sedangkan Jessica adalah pewaris dari keluarga Richard. "Jika kamu keras kepala jangan salahkan Mama apabila Mama melakukan sesuatu pada wanita itu!" Nada ancaman mulai keluar sehingga membuat Raymond mengepalkan tangan. "Kalau Mama berani menyentuhnya maka Raymond lah yang akan menjadi musuh Mama!" Pria itu meninggalkan sang Mama setelah ancaman juga keluar dari mulutnya, dia malas mendebat sang Mama yang tidak mengerti perasaannya sama sekali. "Beraninya kamu mengancam wanita yang melahirkan kamu Raymond!" Teriaknya. Raymond berhenti, dia menoleh sembari berucap pedas, "Andai dulu Raymond bisa memilih pasti Raymond tidak memilih lahir dari rahim wanita seperti Mama." Seketika Mama Raymond berteriak tidak terima, kata-kata anaknya
'Saya berada di rumah sakit Tuan' Suara Rara bergetar, dia takut jika sang Tuan akan marah padanya. Tanpa berkata apa-apa Raymond menutup sambungan telponnya secara sepihak, dan ini membuat Rara sedikit bingung. "Dia marah?" tanya Reyhan yang cukup khawatir dengan ekspresi Rara. Rara yang tidak tahu hanya menggeleng, dia juga tidak tahu apa Raymond marah atau tidak. Tak ingin memikirkan Raymond, Rara dan Reyhan mengobrol kembali, Reyhan yang masih memiliki pekerjaan segera mengambil laporan yang dia simpan di dalam lemari. "Ra, aku mau ngecek pasien, kamu tunggu disini dulu ya." "Saya ikut dok, sekalian belajar." Reyhan mengangguk, kemudian mereka berjalan memasuki ruang rawat inap pasien Reyhan. Rara mencoba mengecek infus dan detak jantung pasien, gayanya sudah seperti seorang dokter, hal ini membuat Reyhan tersenyum melihat kecakapan Rara dalam menangani pasien. "Kamu sangat cakap sekali Ra, lain kali gantian tugasku ya," goda Reyhan. Tak terasa tiga belas kamar pasien s
Pria berpakaian hitam itu membawa Amanda ke sebuah rumah yang tidak asing lagi, ya itu adalah rumah Raymond, rumah yang pernah dia kunjungi bahkan pernah menginap beberapa waktu lalu. "Bukankah ini rumah Tuan Raymond?" gumamnya. Seorang pria dari dalam rumah menyambut Amanda, dia meminta Amanda untuk mengikutinya. Di depan sebuah ruang, pria itu meminta Amanda untuk menunggu terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian pria itu kembali dan mengajak Amanda masuk. Bola mata Amanda memutar melihat ruangan itu, di sebuah kursi terlihat seorang wanita yang duduk sembari menatapnya. "Ini Nyonya, wanita yang tadi bersama Tuan Raymond." Wanita paruh baya tersebut tersenyum, "Jadi apa yang kamu lakukan dia kafe itu bersama anakku?" Sontak Amanda terkejut, ternyata wanita yang kini ada di depannya adalah mama Raymond. "Sa-saya ha-hanya memberikan informasi Nyonya." Agak terbata dia menjawab pertanyaan Mama Raymond. Kerutan-kerutan di wajah cantik wanita paruh baya itu mulai kelihatan, "Info
Rara berlari naik ke lantai atas, dia segera mencari sang Tuan. Pertama yang dituju adalah kamar mereka namun tidak ada tanda-tanda Raymond ada di dalam."Ruang kerja," katanya lalu berlari menuju ruang kerja, saat dia membuka pintu terlihat Raymond tengah duduk di sofa.Keadaannya benar-benar kacau, luka di tangannya dibiarkan begitu saja."Tuan." Sambil berjalan dia memanggil tuannya.Tanpa aba-aba air matanya terjun bebas, melihat Raymond yang seperti ini benar-benar membuatnya sakit."Kenapa anda harus menyiksa diri seperti ini?"Tangan Rara tergerak memegang tangan sang Tuan dia ingin melihat seberapa dalam lukanya namun tangannya malah disingkirkan dengan kuat."Sakit di tangan tidak ada apa-apanya dibanding sakit hatiku! dan itu karenamu!" Nadanya meninggi membuat Rara menunduk ketakutan.Rara tak tahu lagi harus bagaimana, Raymond begitu keras hatinya, meskipun dijelaskan dan dibujuk tetap sama, penjelasannya tidak bearti sama sekali."Lalu mau anda bagaimana? jika memang keha
Pernikahan Reyhan dan Tessa sudah ditentukan, mereka rencananya akan menggelar pernikahan mereka di salah Hotel milik Raymond. Awalnya mereka akan menggelar pernikahan di salah satu tempat ibadah tapi Rara mendesak mereka untuk menggelar pernikahan di hotel suaminya. "Semua gratis Pak Rey, aku yang akan mengatur semuanya." "Bukan masalah gratis apa nggak Ra, tapi aku tidak mau merepotkan kamu dan Tuan Raymond." Rara tetap bersikeras dengan keputusannya, semua dia lakukan itung-itung balas budi atas pengorbanan Reyhan dulu, itu pun tidak sebanding dengan pengorbanan Reyhan terhadapnya. "Baiklah Ra, tapi hanya hotelnya saja untuk biaya lainnya biar aku yang menanganinya." Rara menggeleng keras, dia hanya ingin Reyhan dan Tessa terima beres. Dokter itu hanya bisa pasrah menerima keputusan dari mantan juniornya meski dia sangat tidak enak. Rara sangat bahagia melihat Reyhan dan Tessa akan menikah, oleh karenanya dia ingin turut andil mengurus pernikahan pria itu, dia melakukan in
Melihat Rara yang bisa tersenyum kembali membuatnya Nyonya Richard bahagia, dia berharap rumah tangga anaknya tidak lagi diterpa masalah, seorang ibu mana yang tega melihat anaknya menitikkan air mata."Aku titipkan anakku kepadamu bukan untuk disakiti Raymond tapi untuk dibahagiakan."Ucapan Nyonya Richard membuat Raymond mengangguk, dia paham jika kesalahannya begitu besar."Semampu dan sebisaku aku akan membahagiakan Rara, Ma," sahutnya.Tak terasa seminggu sudah berlalu, Raymond tetap tinggal di negara Jerman sedangkan David sudah harus kembali terlebih dahulu mengingat perusahaan tidak ada yang menghindle.Berbicara lah Raymond kepada Rara terkait keinginannya untuk segera kembali ke tanah air dia tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaannya."Sayang bolehkah aku kembali ke tanah air? perusahaan sudah lama terlalu lama aku tinggal." Raymond sedikit takut meminta hal itu kepada sang istri, dia takut jika Rara marah.Bukannya marah Rara malah tersenyum sembari menatap suaminy
"Ma malam ini kami tidur bersama mama dan Papa ya."Permintaan bocah kecil itu membuat Rara sedikit terkejut, mengingat dirinya dan Raymond untuk sementara waktu tidur di kamar yang terpisah.Shane juga ikut-ikutan sama seperti Kania, dia merengek supaya mamanya mengijinkan mereka untuk tidur bersama."Baiklah." Rara pun pasrah.Raymond tersenyum setidaknya malam ini dia bisa tidur satu kamar dengan sang istri.Semalaman Raymond dibuat sibuk oleh kedua buah hatinya kedua anak itu terus ingin ditemenin Raymond bermain.Mereka main tebak-tebakan nama buah dan juga nama hewan, Shane yang masih belum paham tentang nama-nama binatang dan buah sedikit membuatnya selalu kalah dan sebagai hukumannya dia harus mencium Kakak dan Papanya.Melihat keseruan suami dan anaknya Rara hanya bisa menggelengkan kepala, sebenarnya dia juga ingin turut bergabung namun egonya masih tinggi.Setelah bermain kedua bocah kecil itu terkapar tak berdaya, Rara yang sudah mengantuk segera menyusul ke tempat tidur.
Beberapa episode terakhirRaymond mengirimkan laporan pembatalan kerja sama dengan Fera kepada Rara, dia ingin istrinya percaya kalau dia dan Fera benar-benar tidak ada hubungan apa-apa.Setelah foto bukti pembatalan itu dikirim Rara tak kunjung melihat pesan yang dia kirim, hal ini membuat Raymond nampak gusar dia ingin menghubungi istrinya tapi takut jika sang istri marah.Pria itu hanya bisa mengusap rambutnya dengan kasar tak tahu harus bagaimana lagi untuk merayu sang istri.Di sisi lain Rara sudah melihat foto itu, dia pun tersenyum tapi dia masih belum mau memaafkan suaminya, hal yang dilakukan Raymond kali ini masih belum cukup untuk menebus kesalahannya selama ini."Sayang kenapa tidak dibalas?" Akhirnya Raymond mengirim pesan lagi kepada sang istri.Kali ini Rara hanya membaca pesannya tanpa mau menjawab pesan yang dia kirim."Masih belum bisakah kamu memaafkanku aku sayang?" Raymond mengirim pesan kembali.Rara hanya menulis satu kata yaitu belum hal ini membuat Raymond ke
Nyonya Richard terus memantau Fera, dia sangat murka setelah tahu Fera merencanakan hal buruk kepada Raymond.Menantunya yang saat ini tidak tenang karena masalahnya dengan Rara jadi kurang fokus. Dia tidak menyadari jika Fera tengah merencanakan hal untuk menjebak Raymond."Kelihatannya dia cukup meresahkan." Nyonya Richard ingin anak buahnya segera bertindak."Kita jebak balik saja Nyonya," sahut asistennya.Senyuman tersungging di bibir wanita itu, wanita yang ingin menghancurkan anaknya harus mendapatkan balasan yang setimpal.Fera malam itu meminta Raymond untuk bertemu di rumahnya, dia berbohong jika dirinya kurang enak badan.Awalnya Raymond enggan tapi Fera bilang jika urusan dengan mantan kliennya harus segera diselesaikan agar dia bisa mendapatkan klien yang lain.Fera meminta pelayan untuk menyiapkan minuman, di dalam minuman itu dia memasukkan obat tidur."Malam ini kamu akan menjadi milikku Ray, dan foto-foto kamu bersamaku akan aku kirim pada istri kamu yang bodoh itu!"
"Aku pulang sayang." Raymond berpamitan pada Rara.Melihat suaminya hendak kembali ke tanah air membuat Rara sedih tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Raymond.Melihat ekspresi Rara yang nampak biasa membuat Raymond sedih. "Sayang apa kamu masih marah?"Rara tidak menjawab pertanyaan sang suami, tatapan yang tajam membuat Raymond yakin jika istrinya masih belum mau memaafkannya."Sayang aku mohon." Pria itu terus memohon."Aku ingin melihat kesungguhan kamu Mas! karena jika aku dengan mudah memaafkan kamu maka kamu akan mengulanginya lagi."Pria yang biasanya berkuasa kini menunduk lemah di hadapan istrinya. "Baiklah Sayang." Dia pasrah.Ketika semua berkumpul untuk mengantar kepulangan Raymond dan David di depan, Rara berpura-pura jika tidak ada apa-apa, dia senyum semanis mungkin bahkan dia mencium tangan sang suami."Hati-hati ya Mas, cepat kesini lagi," katanya.Raymond melongo menatap sang istri, andai ini tidak sandiwara pasti dia akan senang."Tuan David titip Mas Ra
Beberapa saat kemudian Raymond datang dengan David, Nyonya Richard yang kebetulan di ruang depan pergi menyambut sang menantu."Rara mana Ma?" Dia begitu cemas takut jika sang Mama melarangnya untuk bertemu sang istri."Berani sekali kamu membiarkan anakku ke sini sendiri!" Sang Mama protes karena menantunya membiarkan sang anak datang ke Jerman sendirian."Saya mau minta maaf Ma, saya tidak bermaksud membiarkan Rara datang ke Jerman sendirian." "Aneh!" kerutan mulai bermunculan.Karena belum tahu masalah anaknya Nyonya Richard menyuruh Raymond untuk pergi ke kamar. "Pergilah ke kamar mungkin dia tengah istirahat."Dengan buru-buru Raymond pergi ke kamar dan meninggalkan David di ruang tamu bersama Nyonya Richard.Begitu melihat Rara, Raymond segera memeluk istrinya, dia meminta penjelasan kenapa tiba-tiba pulang ke Jerman."Apa salahku sayang, kenapa kamu tiba-tiba pulang ke Jerman sendirian?" Rara menatap suaminya dengan tatapan tajam, "Pura-pura nggak tahu kamu Mas." Katanya deng
Raymond menggeleng sekali lagi dia menjelaskan jika dia dan fera tidak ada hubungan apa-apa, memang dia mengakui satu kamar dengan fera tapi mereka tidak melakukan apa-apa.Tujuannya ke Pulau Bali karena ingin membuka Resort di sana, kebetulan fera memiliki tanah yang sangat luas di wilayah yang strategis oleh karena itu Raymond pun diajak kerjasama untuk membangun Resort tersebut."Itulah alasan kenapa aku akhir-akhir ini pulang malam dan pergi ke Pulau dewata." "Kamu juga tidak mengejarku Mas!" Alasannya dia tidak segera mengejar karena dia ingin Rara tenang, terlebih dahulu, berbicara ketika emosi akan semakin membuat sakit hati.Rara terdiam mendengar penjelasan dari Raymond, hatinya sulit percaya dengan ucapan sang suami. Sikap Raymond selama ini sudah cukup menyakiti hatinya dan ditambah kejadian kemarin dirinya benar-benar kecewa dan sakit hati.Pria itu berbeda dengan sebelumnya, raut wajahnya begitu sedih, bahkan dia meminta Rara agar tidak meninggalkannya.Begitulah pria,
Raymond sangat shock melihat Rara yang menjadi pelayan, wajahnya memucat ketika Rara menatapnya tajam dengan air mata yang terus mengalir."Jadi ini mas tujuan kamu datang ke pulau ini." meski menangis tapi Rara mencoba untuk tersenyum.Sangat terlihat hati wanita itu begitu terluka melihat suaminya satu kamar dengan wanita lain."Kamu mengikuti aku!""Kalau tidak begini mana mungkin aku tau kecurangan kamu Mas," jawab Rara.Wanita itu menangis sambil terisak, dulu dia telah memberi kesempatan kedua dan berharap Raymond tidak akan menyakitinya, namun untuk sekian kalinya sang suami terus menyakitinya."Yang telah aku lakukan selama ini apa sedikit saja tidak bearti bagimu Mas!"Rara menatap Fera yang terdiam, dia memarahi Fera yang tega menggoda suaminya."Aku tidak menggodanya." Tentu Rara tidak percaya, bahkan saat makan Fera telah berani menyuapi sang suami.Tak ingin berdebat, Rara memutuskan keluar. Perasaannya tak menentu, hatinya benar-benar hancur karena sang suami.Raymond