Sepulang dari belanja sepasang kekasih itu berkutat di dapur, Rara sibuk memasukkan belanjaannya ke dalam kulkas sedangkan Raymond meletakkan belanjaan di kitchen set. "Tadi nyuruh pelayan kemari kan enak nggak usah repot-repot seperti ini." Lelaki itu nampak protes, pasalnya dia tidak pernah sama sekali melakukan hal tersebut. "Tuan, urusan begini nggak harus menyuruh pelayan, lagian kan menyenangkan bisa seperti ini berdua, berasa seperti pasangan suami istri." Rara terkekeh sambil menatap Raymond. Raymond tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya, hanya bersama Rara dia merasakan hal seperti ini, wanita ini membuat perubahan besar bagi Raymond. Selesai menata belanjaan, mereka berdua membersihkan diri dan setelahnya bersantai di balkon sambil makan camilan yang tadi dibeli. "Langit begitu cerah ya Tuan," kata Rara memulai pembicaraan dengan sang Tuan. "Iya," sahutnya singkat. "Tuan, saya sangat bahagia sekali karena salah paham di antara kita telah selesai." "Iya." Lagi-lagi R
Kedua wanita licik bergegas keluar dari penthouse dengan senyuman yang mengembang, mereka tidak sabar menanti kabar perpisahan Raymond dan Rara secepatnya. Di sisi lain, Raymond yang masih menunggu pesawat pribadinya nampak resah, dia merasa was-was namun tak tau kenapa hingga sebuah panggilan masuk. "Ada apa?" Anak buahnya memberitahu jika Reyhan datang ke penthouse. Seketika Raymond mematung, apa ini jawaban atas kegelisahannya? apa ini yang membuatnya resah? Tanpa pikir panjang Raymond berdiri, dia memerintahkan David untuk membatalkan keberangkatan mereka, tentu David merasa bingung padahal sebentar lagi pesawat selesai disiapkan. "Tuan bagaimana mungkin anda membatalkan keberangkatan kita, sepuluh menit lagi kita sudah bisa lepas landas." Pria ini bergegas berjalan mengikuti langkah sang Tuan. "Hatiku tak tenang, pikiranku gelisah dan was-was, Reyhan datang ke penthouse tanpa memberi tahuku." Ada dua kemungkinan yang ada di dalam kepala Raymond, terjadi sesuatu dengan ke
Keesokannya Rara datang ke rumah pamannya, dia ingin menemui Amanda dan Bibinya, meminta mereka untuk mengatakan yang sebenarnya."Bibi dan Amanda mana paman?"Melihat keponakannya datang dengan keadaan yang tak baik-baik saja membuat sang Paman yakin jika istri dan anaknya berulah lagi."Bibi dan Amanda pergi entah kemana Ra, mereka memutuskan untuk pergi dari rumah ini." Jawaban sang Paman bak petir yang menyambar dirinya, padahal dia ingin agar bibinya bertanggung jawab atas semua yang terjadi.Tangis yang dia tahan kini tak terbendung lagi, air matanya keluar dengan deras, mengingat betapa kejamnya Bibi serta sepupunya yersebut."Ada apa Ra?" tanya sang Paman.Rara tidak ingin membuat pamannya bersedih oleh karena itu dia menggeleng dan cepat-cepat pergi.Bukannya kembali ke apartemen, Rara malah pergi ke kantor Raymond, dia berharap Raymond menyelidiki semuanya dan mau menerimanya kembali namun semua tidak sesuai ekspektasi.Sesampainya di kantor Raymond, Rara malah diusir oleh
Melihat Rara seperti ini membuat Reyhan tak tega, tapi apa yang bisa dia lakukan? dalam penthouse Raymond tidak ada CCTV jadi sulit untuk menemukan bukti apapun, apalagi Amanda dan Bibi Rara pergi entah kemana. Setiap harinya Rara hanya diam, tentu Reyhan khawatir dengan semua ini. "Ra, please jangan seperti ini. Hidup harus berlanjut Ra." Dengan lembut Reyhan mencoba bicara dengan Rara. Tak tau harus bagaimana Reyhan meminta bantuan paman Rara, siapa tahu kedatangan sang paman bisa menghibur Rara dan sedikit mengembalikan senyumnya. "Maaf Nak Reyhan, paman tidak bisa membujuknya." Nampak seraut wajah sedih dari setiap kerutan di wajahnya. "Kalau boleh biarkan Rara tinggal sama Paman Nak, bagaimanapun juga dia adalah tanggung jawab paman." Mendengar permintaan sang Paman, Reyhan nampak tidak setuju, dia takut jika Amanda dan Mamanya kembali mereka akan membuat Rara menderita kembali. "Sekarang dia tanggung jawab saya Paman, saya harus mempertanggung jawabkan perbuatan saya, lag
"Tuan, Reyhan ke sana kemari mencari pekerjaan apa sebaiknya kita tidak usah memblokir ruang geraknya." Raymond melempar tatapan tajamnya pada David, seolah tidak suka dengan apa yang David katakan. "Itulah yang aku ingin, melihatnya menderita." "Tapi Tuan jika Reyhan tak kunjung mendapatkan pekerjaan lantas bagaimana dengan Nona Rara?" Raymond tidak bergeming, dia malah mengkode David untuk pergi dari ruangannya. Jauh dilubuk hatinya yang sangat dalam, pria dingin itu tak tega tapi rasa sakit mengalahkan segalanya, Rara dan Reyhan harus menderita seperti kesakitannya saat ini. "Kalian berani mengkhianatiku, jadi kalian pantas menderita." Pikirannya kini dipenuhi oleh Rara, dan ini membuat Raymond tak kuasa menahan kesedihannya. "Kenapa sayang, kenapa!!!" Dia membuang semua benda yang ada di depannya, dadanya bergejolak, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras tapi matanya berkaca. Saat bersamaan Jessica datang membawakan makan siang, dia ingin makan siang bersama tunanganny
Keputusan Reyhan dan Rara sudah bulat, mereka berniat melanjutkan hidup di luar negeri, paman Rara juga mendukung keputusan Rara maupun Reyhan tapi sebelumnya dia meminta Reyhan untuk menikahi Rara terlebih dahulu. "Untuk itu saya kembalikan lagi ke Rara paman, saya tidak bisa memaksanya," ungkap Reyhan. "Tapi kalian akan tinggal bersama Nak Reyhan." Paman Rara hanya tidak ingin keponakannya menjalin hubungan tanpa sebuah ikatan seperti bersama Raymond dulu. Saat bersamaan Rara keluar dari dalam, dia segera merangkul pamannya dan mengatakan jika dia ingin kuliah dulu. Pamannya tidak bisa terlalu memaksa kehendaknya karena kembali lagi yang memiliki kehidupan adalah Rara. "Paman percaya pada kalian." Keesokan harinya, Reyhan mulai memasang iklan penjualan asetnya, agar cepat laku dia menjual dengan harga murah karena sekarang yang penting segera mendapatkan uang. "Pak Rey kenapa dijual begitu murah?" tanya Rara ketika melihat postingan Reyhan. "Dijual mahal lakunya lama Ra."
David segera membuang botol itu kemudian dia mengambil gelas yang ada di meja. Matanya mengamati bagian bawah gelas, benar saja ada sesuatu yang mengendap di bawah. Tak hanya mengamati, dia juga mencium aroma dari cairan yang tersisa, dan kedua kalinya kepalanya terasa pening. "Tidak salah lagi." David pergi ke kamar untuk memastikan kecurigaannya, dia mengambil tisu yang masih bercecer, saat tangannya meremas tisu tersebut dia tidak merasakan apa, tisu-tisu itu layaknya tisu yang hanya diremas dan dibuang bukan tisu yang habis dipakai untuk mengusap sesuatu. "Bearti mereka tidak melakukan apa-apa." David segera membuang beberapa tisu yang tercecer ke tempat sampah, dia tidak ingin calon pembeli penthouse tersebut merasa tidak nyaman ketika mereka melihat area kamar. Tak berselang kemudian, terdengar suara bel berbunyi yang artinya calon pembeli sudah datang. Dengan santai David turun kembali ke bawah. "Silahkan masuk Tuan dan Nyonya." Melihat isi dan perabot penthouse Raymond
"David akan kesini, kembalilah ke kamarmu!" Sikap Raymond masih begitu dingin terhadap Jessica sehingga membuat wanita ini kesal. "Kita akan segera menikah begini kah sikapmu Ray!" Dia nampak tak terima. Raymond tertawa sambil melihat Jessica, awalnya Raymond tidak ingin mengungkapkan apa yang dia rasakan tapi sikap Jessica begitu menyebalkan hingga akhirnya Raymond mengatakan jika dia tidak pernah sedikit pun mencintai wanita yang bertunangan dengannya tersebut. "Kamu tahu biji buah stroberi?" Jessica mengangguk, tapi dia merasa ambigu dengan pertanyaan Raymond. "Kecil bukan?" Lagi-lagi Jessica mengangguk, sedangkan Raymond tersenyum miring. "Aku tidak menemukan cinta untukmu di hatiku walau sebesar biji stroberi." Ucapan Raymond membuat Jessica marah dan kesal, dia tidak menyangka jika pria yang kini menjadi tunangannya tidak mencintainya sedikit pun. "Tega kamu Ray!" "Ini semua kemauan Mama bukan kemauanku!" Jessica yang tidak terima segera mengadu pada Mama Raymond,