Helen langsung terlonjak bangun dari tempat tidur, ia pikir Yuri masih tidur, wajahnya pasti sekarang sudah semerah tomat. Laki-laki itu malah terlihat cuek lalu ia menguap kemudian tersenyum menatap Helen. Wanita itu pun seketika menjadi salah tingkah."Kenapa kamu yang tidur disampingku?" tanya Helen dengan wajah kesal.Yuri malah menggedikan bahunya, lalu ia berkata." Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti instingku sebagai seorang pria saja," jawab pria sambil menyeriangai."Kamu ... Kamu menyebalkan!" Helen pun meninggalkan Yuri sendirian dikamarnya. Bagaimana bisa tiba-tiba pria itu yang ada disebelahnya, apa ini ulah Isabel? Oh tidak ... gadis kecil itu ...Ya Tuhan ...lama-lama aku bisa gila disini, batin Helen terus bermonolog.Helen membanting pintu kamar Yuri kencang, lalu ia masuk kekamarnya dan mengunci pintunya. Ia melihat Isabel sedang menyisiri bonekanya sambil tersenyum dan mengajaknya berbicara. Gadis kecil itu kemudian mengalihkan perhatiannya pada Helen, dan melihat He
Saat ini Helen dan Leon sedang berada diruang keluarga, yang mana terdapat perapian untuk menghangatkan tubuh, mereka berdua sedang asyik membicarakan keluarga di Dubai, ketika Yuri datang dan menghampiri keduanya."Kamu tahu dulu perjalanan cintaku dan Anin juga tidaklah mudah, ada air mata, perpisahan dan banyak hikmah yang bisa kami ambil dari kejadian-kejadian yang menyakitkan itu." Leon mulai bercerita, sedangkan Helen mendengarkan dengan seksama. Yuri yang merasa tertarik untuk mendengarkan pun ikut duduk. Helen sempat bertanya pada Yuri, apa Isabel mencarinya. Tapi Yuri hanya menggeleng kemudian menjawab bahwa putrinya itu, saat ini sedang menunggu kedatangan kedua orang tua angkatnya.Lalu Leon meneruskan kembali ceritanya tentang kisah cintanya dengan Anin. "Aku bertemu dengannya saat ia masih duduk dibangku sekolah SMA, tahun itu aku sudah kuliah semester dua sedangkan Anin sebagai siswa baru dan aku ditunjuk sebagai salah satu panitia MOS oleh pihak sekolah dari kalangan
Kamu tuh ngapain sih Le, gak biasanya ngisengin cewek, kasian mukanya udah pucet gitu, mana dia lagi halangan ...kalau dia kenapa ..." Airin belum sempat menyelesaikan kata-katanya, keributan terjadi dikelas karena melihat tubuh Anin yang tiba-tiba jatuh saat hendak duduk dikursinya. Darah keluar dari hidung gadis itu. Aku langsung berlari menghampiri Anin dan meninggalkan Airin yang masih terkejut, kulihat darah segar keluar dari hidungnya. Sialan ... Sialan ... Apa gara-gara aku? batinku memaki diri sendiri. Kubersihkan darah dihidungnya dan menyumpalnya dengan tisu agar darah tidak keluar lagi. Lalu aku membopong tubungnya menuju UKS, jangan ditanya seberapa cemasnya aku saat melihat wajahnya yang pucat bagai mayat. "Bu Desi, tolongin dia Bu." ujarku panik pada dokter jaga UKS saat itu. "Kenapa ini Leon?""Pingsan terus mimisan." "Lho, kok bisa? Taruh diranjang, saya periksa dulu." seru wanita berkaca mata itu.Aku pun merebahkan Anin dengan perlahan di atas tempat tidur, kemud
Leon menceritakan pada Helen dan Yuri sambil senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa saat ia pertama kali mendekati Anin. "Kakaknya Anin sangat protektif terhadap adiknya, itu tanda bahwa ia sangat menyangi Anin. Sekarang aku pun merasakannya, lalu apa maksud kalian tiba-tiba ingin menikah?" ujar Leon menatap Helen dan Yuri bergantian."Aku ingin memiliki adikmu!" Yuri mengucapkannya dengan tegas dan yakin."Kau pikir adikku barang, hanya untuk dimiliki. Setelah kau memilikinya, apa yang akan kau berikan untuknya? Beri aku alasan yang meyakinkan Yuri, jangan cuma omong kosong saja." "Leon, putriku membutuhkan Helen dan ia ingin adikmu saja yang menjadi ibunya, jika kau ada diposisiku, apa yang akan kau lakukan?" Yuri malah balik bertanya.Leon menghela napas panjang, mungkin jika ia ada di poisis Yuri, ia juga akan melakukan hal yang sama, tapi ini tentang hidup Helen nantinya. Lalu ia pun beralih menatap adiknya, ia belum tahu alasan mengapa adiknya itu mau menerima lamaran Yuri.
Helen kini tengah bersama Isabel didalam kamarnya, ia melihat gadis kecil itu tengah merengut saat ia dengan wajah sedih."Kenapa bersedih Isabel?" tanya Helen seraya mengusap rambut panjangnya."Kakek dan Nenek tidak jadi datang kerumah," gerutu bocah itu dengan wajah murung."Mungkin kakek dan nenek ada keperluan lain, kalau mereka tidak bisa kesini, nanti kita bisa pergi mengunjungi mereka bukan," hibur Helen pada Isabel yang seketika membuat mata cantik gadis itu berbinar kembali."Yaa ...itu ide yang sangat bagus Aunti, kapan kita akan kesana?" tanya nya dengan semringah."Kita bicarakan hal ini dulu pada Papahmu dulu ,oke. Biar papahmu yang putuskan waktunya, karena aunti juga tidak tahu kapan ia punya waktu untuk menemani kita kesana.” ucapan Helen menenagkan calon putrinya itu.Tok ... Tok ... Tok ..."Permisi, apa aku mengganggu!" Yuri membuka pintu tanpa kamar Helen."Papah, nenek dan kakek tidak jadi datang." adu gadis kecil itu pada Sang Ayah."Badai diluar semakin kencang
Helen kini tengah bersama Isabel didalam kamarnya, ia melihat gadis kecil itu tengah merengut saat ia dengan wajah sedih."Kenapa bersedih Isabel?" tanya Helen seraya mengusap rambut panjangnya."Kakek dan Nenek tidak jadi datang kerumah," gerutu bocah itu dengan wajah murung."Mungkin kakek dan nenek ada keperluan lain, kalau mereka tidak bisa kesini, nanti kita bisa pergi mengunjungi mereka bukan," hibur Helen pada Isabel yang seketika membuat mata cantik gadis itu berbinar kembali."Yaa ...itu ide yang sangat bagus Aunti, kapan kita akan kesana?" tanya nya dengan semringah."Kita bicarakan hal ini dulu pada Papahmu dulu ,oke. Biar papahmu yang putuskan waktunya, karena aunti juga tidak tahu kapan ia punya waktu untuk menemani kita kesana.” ucapan Helen menenagkan calon putrinya itu.Tok ... Tok ... Tok ..."Permisi, apa aku mengganggu!" Yuri membuka pintu tanpa kamar Helen."Papah, nenek dan kakek tidak jadi datang." adu gadis kecil itu pada Sang Ayah."Badai diluar semakin kencang,
Entah mengapa dada Yuri bergemuruh melihat Helen menangis dipelukan Leon, harusnya ia tidak boleh cemburu, berulang kali ia juga mengingatkan dirinya akan hal itu. Yuri sendiri tidak mengerti mengapa ia begini? Setelah menghela napas dan menenangkan dirinya, pria itu menghampiri kedua kakak beradik itu. "Ehem ... apa terjadi sesuatu yang buruk?" tanya Yuri menyadarkan keduanya.Helen pun kemudian melepaskan diri dari pelukan Leon, dan menghapus air matanya sambil memalingksn wajah dari Yuri, karrna ia tidak mau dianggap wanita yang lemah dan cengeng oleh Yuri. "Tidak ... Helen hanya bersedih mengingat mendiang ayah kami." Leon menjawab pertanyaan Yuri dengan tenang."Sudahlah kalian tidur, esok akad pernikahan kalian akan dilakukan jam 10 pagi bukan?" "Baiklah, Kak. Aku permisi dulu kalau begitu, selamat beristirahat." ucap wanita itu kemudian ia meninggalkan Yuri dan Leon yang masih berdiri berhadapan.Leon hendak masuk kedalam kamarnya, tapi kemudian Yuri memanggilnya."Leon, set
Yuri terkejut melihat sosok bertopeng dibelakangnya roboh, lalu Vladimir muncul sambil meniup kepulan asap dipistol miliknya yang baru saja ia gunakan untuk melumpuhkan musuh mereka."Kau berhutang nyawa padaku, Tuan Yuri yang terhormat." cibir pria itu sambil menyeringai, terlihat memyebalkan dimata Yuri. "Kemana Jacob dan Damian? Apa mereka tidak menjaga gerbang?" "Aku akan memberi pelajaran pada mereka nanti.""Aku akan keluar memeriksa mereka." seru Vladimir lalu ia keluar untuk melihat keadaan para penjaga. Baru saja Yuri ingin keluar mengikuti Vladimir, ia mendengar suara tembakan dari lantai dua. Sontak saja pria itu langsung bergegas berlari menghampiri suara itu, mengingat Helen dan Putrinya yang sedang bersembunyi dikamar. "Sial! Mereka menjebakku!" maki pria itu sambil berlari.Yuri menuju kamar Helen, keadaannya sangat berantakan tapi tidak ada Helen dan putri mereka disana. "Yuuu ...ri!" Leon menyebut namanya dengan pelan sambil memegangi perutnya yang berdarah karena