Keduanya saat ini telah sampai di sebuah rumah yang terlihat sederhana, rumah ini berada di tengah hutan pinus didepannya terdapat sebuah danau yang airnya membeku. Jantung Helen semakin berdetak kencang tak karuan, mau apa Yuri membawanya kesini? Apa mereka akan ... Ah, wanita itu benci membayangkan apa yang ada dipikirannya saat ini. Mereka belom boleh melakukan 'itu' kan, benak Helen sejak tadi berkecamuk.Wanita itu merasa seperti tersengat listrik saat Yuri menyentuh tangannya dan menggenggamnya seraya melangkah memasuki rumah kecil itu. Ketika masuk, sesaat Helen seperti teringat akan suasana rumahnya di Giethroon, ada beberapa perabotan dari kayu yang sepertinya sudah lama tapi masih dirawat dengan baik. Yang membuat Helen begitu takjub adalah hamparan mawar merah yang menghiasi setiap sudut rumah, dengan cahaya lampu yang temaram membuat suasana didalamnya terlihat romantis dan hangat. Binar bahagia terpancar dari matanya, diatas meja telah disediakan beberapa hidangan yang m
Veronica memandang sepasang pengantin yang baru menikah itu dengan tatapan benci. Ia tidak terima kalau laki-laki yang dicintainya sudah menikahi gadis lain. Walaupun selama ini dirinya bersama Hugo tapi hati dan cinta wanita itu masih tertuju pada Yuri. Perlahan wanita itu mengeluarkan sebuah benda tajam, kemudian dengan perlahan ia mendekati Helen dan menatapnya dingin. Ia akan membunuh wanita yang ia anggap telah merebut Yuri darinya itu. Ia yakin Yuri masih mencintainya, sebelum wanita itu datang tinggal bersama mantan tunangannya. Ia yakin jika wanita itu tidak ada, Yuri akan kembali mencintainya, dan dirinya tidak akan ragu lagi untuk menikah dengan Yuri. Ya ... dia harus menyingkirkan wanita itu dari hidup Yuri selamanya. Tidak ada yang boleh menggantikan posisinya sebagai tunangan Yuri. Dia tidak akan mengalah pada wanita manapun, Yuri adalah miliknya sampai kapanpun, hati Veronica membenarkan hal yang akan diperbuatnya itu. Cinta telah membuatnya buta. Veronica sudah berada
Pagi ini Anin sedang sibuk menyiapkan beberapa anak panahnya, hari ini ia dan Zahira merencanakan akan latihan memanah bersama. Selama beberap bulan rutin mengikuti kegiatan ini, Anin merasa selalu bersemangat setiap menjalaninya. Didampingi Leon dan Noah yang juga ikut mendampinginya, bahkan Noah sangat antusias ketika belajar memanah."Sayang, sudah siap?" Leon mendatangi Anin yang sudah rapih dengan gamis hitam dan cadarnya."Sudah, ini juga mau turun. Kenapa nyusul?" "Aku khawatir kamu kerepotan, sini aku bantu bawain panahannya!" ujar Leon seraya mengambil alih busur panah yang ada dalam genggaman istrinya itu. "Terima kasih, suamiku." ucap Anin tiba-tiba mengecup pipi Leon, laki-laki itu pun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya."Jangan mancing aku lho, nanti kamu bisa batal latihan," ancam Leon, Anin yang ketakutan buru-buru keluar dari kamar mereka seraya tertawa.Kemudian mereka pun berangkat menuju kediaman Hasan. Anin duduk disamping Leon, sedangkan Noah dibelaka
Dalam perjalanan pulang dengan antusias Anin menceritakan tentang perkembangan pesatnya dalam memanah tadi."Aku bisa memanah diatas kuda tadi!" seru Anin tersenyum bahagia. "Aku ikut senang dan bangga, Selamat ya Nyonya Leon yang keren, istrinya siapa sih?!" puji Leon seraya meledek sang istri sambil terkekeh.Anin tertawa semakin semringah, ia merasa bersyukur suaminya selalu menyetujui dan memberi semangat pada semua kegiatannya. Dari membuka kelas gratis online bahasa Arab, belajar memanah dan sekarang ditambah berkuda. Ia hanya berharap semoga dengan melakukan itu semua ada pahalanya di sisi Allah, selain untuk mengisi waktu luang. Tidak mudah memang mengatur jadwal, ditengah kesibukannya sebagai seorang istri dari seorang Ceo, dan juga ibu dari dua orang anak yang sedang butuh banyak perhatian. Tapi alhamdulillah Anin bisa mengatur jadwal kesemuanya dengan baik."Noah tidur?" tanya Leon sambil melirik center mirror didepannya."Iyaa, kecapean kayanya, terlau bersemangat latihann
Hasan bersama 20 orang pejuang dari Suriah berangkat menuju Palestina, mereka melewati Jordania lalu terus menuju ke Semananjung Sinai, dari sana lebih mudah untuk masuk kedalam kota Gaza, daripada melewati Lebanon. Dengan melewati terowongan bawah tanah yang dibuat oleh para pejuang Palestina akhirnya mereka sampai di kota Gaza. Kelompok dibagi dua, 10 orang bersama dengan Syaikh Abdullah menyerang markas tentara Israel dari sebelah barat, sedangkan sisanya menyerang disisi lainnya dengan Syaikh Ali wakil dari Syaikh Abdullah sebagai komandan. Hasan yang sudah terbiasa berlatih sendiri dirumahnya, dengan pola latihan yang sama dengan para mujahid jalani, alhamdulillah bisa mengikuti pergerakan sesama pejuang lainnya. Bahkan banyak warga sipil Palestina yang ikut angkat senjata untuk melawan para penjajah Israel, dengan senjata apapun yang mereka temukan. Jika dalam keadaan terdesak semua orang mendadak jadi bisa melakukan hal yang tidak biasa dilakukan. Mereka melakukannya demi
Pagi ini Anin sedang membuat sarapan didapur, Noah dan Leon minta dibuatkan bubur ayam kesukaan mereka. Noah memang benar-benar persis seperti Leon, entah dari wajah, hoby bahkan makanan favorit pun sama. Karena Anin sudah tahu pa-apa saja yang mereka suka dan yang tidak mereka suka. "Bun, punyaku banyakin kulit ayamnya ya!" oceh Noah dengan wajah tak sabar."Iya, Sayang. Papah juga kan?" "Iyaa doong!" tukas Leon menjawab.Anin pun kemudian memberikan semangkok bubur ayam untuk suaminya dan Noah dimangkok yang lainnya. Noah dan Leon juga sama-sama tidak menyukai pedas, keduanya hanya menambahkan kecap manis saja pada bubur mereka.Anin kemudian menghampiri ibu mertuanya yang sedang menggendong Shafiyya dihalaman rumahnya, bayi perempuan itu terlihat senang ketika sang nenek memperlihatkan seekor burung pipit yang sedang berjalan diteras rumah mereka. "Mah, sarapan dulu! Shafiyya gendong sama bunda lagi ya!" "Kamu udah sarapan belum, Nin?" "Udah Mah, tadi Anin makan mangga yang d
Saat ini Leon sudah bersama Syaikh Ali. Mereka berada disebuah restoran yang memiliki tempat privasi. Setelah menyapa dsn berkenalan dengannya, Leon tak sabar ingin menanyakan tentang kabar sahabatnya."Bagaimana kabar Hasan?" tanya Leon memulai pembicaraan. "Saat ini, ia sedang dirawat disebuah rumah sakit di Jordania, kami terpaksa membawanya kesana, karena seperti yang kita tahu Rumah sakit di Palestina tidak cukup memadai fasilitasnya, semua serba terbatas.""Apa yang terjadi padanya?" tanya Leon dengan wajah panik."Dia tertembak dibagian lutut dan matanya terkena serpihan kaca saat tentara Israel mengebom kami." ucap pria berperawakan tinggi dan berwajah tampan itu."Subhanallah!" lirih Leon dengan nada putus asa."Aku tidak bisa lama disini, Hasan yang menyuruhku untuk menghubungimu dan dia memberiku nomor teleponmu karena dia menghapalnya. Ponselnya hancur karena ledakan bom tersebut.""Apa kau bersedia ikut denganku sekarang juga? aku juga tidak bisa lama disini, karena seja
Setelah memasuki pekarangan Rumah sakit, Leon dan Ali bergegas menuju ruangan tempat Hasan dirawat. Seorang perawat baru saja keluar dari sana, lalu Ali pun menanyakan perkembangan laki-laki yang sudah banyak membantu kelompoknya itu. "Tuan Hasan akan menjalani operasi matanya setengah jam lagi, peluru dilututnya sudah berhasil dikeluarkan." seru sang perawat memberikan keterangan pada keduanya."Apa kemungkinan operasi matanya akan berhasil?" tanya Leon dengan wajah penuh selidik."Kita berdoa saja, semoga Allah berikan yang terbaik untuk Tuan Hasan." Perawat itu pun kemudian berlalu meninggalkan Leon dan Zahir. Mereka masuk kedalam ruangan itu, Hasan masih tidak sadarkan diri. Mungkin karena efek obat bius. Sementara itu Ali terlihat gelisah, berulang kali ia melihat ke arah ponselnya."Ada apa? Apa ada sesuatu yang penting?" Leon bertanya pada laki-laki itu. "Maap, Leon. Aku harus pergi sekarang juga, kedatanganku sedang ditunggu oleh komandan. Senjata-senjata itu harus segera s