Zahir berhenti di ujung lorong itu, lalu ia melihat sebuah pondok kecil dan hutan yang membentang disana. Zahir tidak menyangka dibelakang rumah ini ada hutan, kecil. BRAAAAK ....Zahir terkejut mendengar suara debaman dari arah pondok, ia berjalan cepat menuju kesana. "Dasar Wanita Bodoh! Lepaskan Aku!" "Kak, kumohon jangan lakukan itu! Mereka tidak bersalah! Sudahi dendammu Kak!"PLAAAKK ..."Berani kau memerintahku, Hasna!" teriak seorang pria dengan berang dan matanya melotot taja ke arah wanita itu.Wanita itu pun terjatuh ke lantai, bibirnya mengeluarkan cairan merah berbau besi. Zahir ingin menolong wanita itu, tapi ia pikir ini bukan saatnya yang tepat."Kau lupa, apa yang mereka lakukan kepada Ayah kita, Hasna? Sedetik pun aku tidak bisa melupakannya. Jangan mencegahku, Hasna! Setelah ini pergilah kemana pun kau mau, aku tidak akan perduli lagi." sahut pria itu.Pria itu mengambil sebuah kotak berwarna hitam lalu hendak meninggalkan Hasna, tapi wanita itu malah menggenggam
Pagi harinya Zahir telah sampai dikediamannya bersama dengan membawa Hasna. *Masuklah!" perintah Zahir pada wanita muda itu.Hasna pun melangkah masuk kedalam rumah ia memperhatikan ke sekelilingnya, dan ia berhenti di ruang depan yang cukup luas. "Duduklah!" Zahir memerintahkannya lagi, suaranya terdengar tak bersahabat."Zahir! Syukurlah kau sudah pulang, Nak." Anna menghampiri putranya dan memeluknya. "Ibu mengkhawatirkanmu." ucap wanita berparas cantik itu walaupun umurnya sudah tua.Zahir pun tersenyum, kemudian menatap sang ibu lembut,"Maaf sudah membuatmu Khawatir." Anna lalu melihat seorang gadis yang tengah duduk sambil menunduk."Hai ... Rupanya kau membawa seorang wanita? Siapa dia Nak?" Anna melepaskan pelukannya lalu menghampiri Hasna."Halo ... Siapa namamu?" tanya Anna mendekat sambil mengulurkan tangan kepada sang gadis."Hasna, Nyonya." ucap Hasna sopan sambil tersenyum."Hai, Hasna ... aku Anna ibunya Zahir. Apa kau kekasih anakku?" "Buu ..." tiba-tiba Zahir, m
Leon sedang menggendong putri kecilnya yang terbangun ditengah malam, sedangkan Anin baru saja tertidur. Leon berusaha sebisa mungkin tidak mau membangunkannya. Shafiyyah masih saja menangis walaupun sudah ia gendong. Kemudian Leon pun memeriksa popoknya, ternyata bayi mungil itu menagis karena tak betah popoknya basah. Dengan cekatan Leon menggantikan popok putrinya, lalu ia menghangatkan ASI yang sudah Anin perah dan simpan didalam Cooler. Setelah cukup hangat ia memberikannya kepada Shafiyyah, sambil menepuk pelan pantat bayi itu agar ia tertidur kembali. Tak berapa lama akhirnya Shafiyyah bisa dikondisikan dan tertidur lagi.Begitulah kegiatan Leon tiap malam selama dua minggu ini. Dia tidak mengeluhkan, walaupun akhir-akhir ini dia sering merasa mengantuk ketika sedang berada dikantor karena kurangnya tidur. Baginya yang penting Anin bisa tidur malam dengan cukup, setelah seharian istrinya itu disibukkan dengan kedua anak mereka. Walaupun memang ada sang mamah dan mba Mirna yan
Mobil Zahir telah berhenti disebuah pemakaman, ia ragu ingin turun dari mobil, beberapa menit kemudian Zahira melihat Hasna baru saja keluar dari gerbang pemakaman itu. Apa dia habis mengunjungi makam Syaima? batin Zahir.Mata gadis itu tampak basah, kemudian ia menuju jalan besar dan menunggu taksi. Zahir menjalankan mobilnya dan menghampiri Hasna. Pria itu membuka kaca mobilnya dan menatap ke arah wanita itu."Masuk!" perintah pria itu."Maaf, aku sudah memesan ...""Aku bilang masuk!" tukas pria itu dengan nada geram.Hasna menghela napasnya panjang, lalu memasuki mobil Zahir. Ia duduk dengan memalingkan wajahnya ke arah jendela disampingnya, wanita itu tidak mau melihat Zahir. Hatinya masih sakit mendengar alasan penolakan Zahir untuk menikahinya beberapa hari lalu. Hasna sendiri tidak menyangka bahwa Ibunya Zahir akan meminta anaknya untuk menikahi dirinya. "Ibu mau kamu menikahi Hasna, Zahir!" ucap Anna tegas pada putra sambungnya itu. "Aku tidak mau, Bu. Aku mohon jangan mem
Pagi ini Leon terlihat semringah, dari tadi senyum tak lepas dari bibirnya. Setelah hampir satu bulan dia tidak bisa menyentuh Anin, akhirnya semalam dia mendapatkan apa yang diinginkannya.Leon sedang menggendong Shafiyya yang merengek, sedangkan Anin masih sibuk didapur menyiapkan sarapan."Sayang, masih lama gak. Ini Fiyya haus kayanya!" seru Leon menghampiri sang istri.Rena dan Noah pun menghampiri meja makan, Rena melihat Leon yang kewalahan menghadapi Shafiyys yang sedang menangis. Ia pun berjalan mendekati Leon."Sini biar mamah gendong!" ucap Rena. Tapi Shafiyya masih terus saja menangis. "Nin, kasian nih Fiyya biar dikasih nen dulu, haus dia." seru ibu mertua Anin."Biar mamah yang terusin masakny nanti.""Iya Mah sebentar." Anin pun segera mencuci tangannya kemudian menggendong putri kecilnya itu. "Dikamar mamah aja neneninnya biar Fiyya bisa bobo lagi!" tawar Rena pada Anin.Anin pun menuju kamar mamah mertuanya, dan mulai berbaring sambil menyusui Fiyya. Bayi itu langsu
Leon menjalankan mobil seperti orang kesetanan. Sedangkan dibelakangnya Zahir memeluk tubuh Hasna yang berselimut dengan eratnya, sambil memandangi wajah cantik Hasna yang penuh luka. Rasa bersalah kian menyeruak kedalam hati pria itu. Kalau saja dia tidak menolak Hasna, kalau saja dia tidak menyakiti perasaan gadis itu dengan kata-katanya kemarin. Mungkin saat ini Hasna masih ada dirumahnya, gadis itu tidak akan pergi dari rumahnya. Dia ... tidak akan terluka seperti ini. "Hasna." lirih Zahir sambil memandangi wajah Hasna. Kejam sekali mereka melakukan ini pada Hasna. Zahir tidak bisa terima, dia tidak akan terima kalau Hasna sampai mati. Tidak, dia tidak akan membiarkannya. Ternyata melihat Hasna yang terluka seperti ini lebih membuatnya sakit.Setelah sampai dirumah sakit, dengan cepat Zahir menggendong wanita malang itu menuju Emergency."Tolong dokter, tolong selamatkan dia ... Kumohon selamatkan dia." ujar Zahir sendu sambil tersedu. Sementara Hasna sedang ditangani oleh tenag
Saat ini Leon sudah berada dirumah, ia pulang ketika Hasan dan ibunya Zahir datang. Ia sangat lelah setelah seharian menemani Zahir dirumah sakit. "Assalammu'alaikum." Leon mengucap salam memasuki kamarnya dilihatnya Anin sedang menyusui Shafiyya. Bayi mungil itu sudah mulai terlelap karena kekenayangan setelah menyusu."Wa'alaikumussalam." jawab Anin dengan suara pelan khawatir putrinya terbangun lagi. Leon membuka jas dan kemejanya, lalu menuju ke kamar mandi. Setelah selesai Leon berbaring disamping Anin dan memeluk istrinya itu dengan penuh sayang."Kamu mau makan, Pah?" "Aku mau tidur saja, ngantuk banget mata aku, seharian menemanin Zahir di Rumah sakit."Leon pun menceritakan tentang peristiwa yang dialami Zahir kepada istrinya."Aku gak bisa ngebayangin kalau itu terjadi sama kamu atau Helen," ujar Leon sambil menciumi kepala Anin. Walaupun Anin pernah diculik oleh Teo sepupunya, tapi Anin masih lebih beruntung karena Teo tidak sempat menyentuh Anin."Semoga Hasna segera pu
Leon sudah sampai dikantornya setelah mengantarkan Anin kembali kerumah. Hari ini ia ada janji bertemu dengan MrRiki saat jam makan siang. "Van, kamu sudah reservasi tempat makan siang untuk bertemu Mr. Riki?" tanya Leon kepada sang sekertaris."Sudah Pak, di Pacific Seafood, jam 1 siang.""Baiklah, saya ada waktu 1,5 jam lagi kalau begitu." Leon melihat ke arah jam tangannya. Baru saja dia ingin membuka dokumen yang harus dia tandatangani, ponselnya berbunyi.Leon menjawab panhg dari sahabatnya, Hasan dan mulai berbincang."Le, pelaku penganiayaan Hasna bukanlah kelompok Houthi, tapi mereka salah satu orang kerajaan." jelas Hasan."Bagaimana kau bisa mengetahuinya?" "Setelah sekian lama mereka tidak mengintai kediaman Zahir, merek datang lagi bertepatan dengan keluarnya Hasna dari rumah Zahir. Ada saksi yang melihat Hasna dibawa masuk ke mobil orang itu."Leon menghela napas panjang, dia pun menceritakan kejadian pagi tadi saat Anin diikuti dua orang pria tak dikenal didalam super