Saat ini Helen dan Yuri sudah berada didalam mobil, pulang menuju kediaman laki-laki itu. Tubuhnya masih gemetar, walaupun hijabnya sudah terpasang lagi tapi tetap kejadi beberapa menit yang lalu membuatnya ketakutan, pipinya masih basah oleh jejak air mata. Dia pikir dia akan berakhir menyedihkan, dia pikir dia tidak akan selamat dari cengkraman Hugo, tapi ia beruntung Tuhan masih melindunginya. Yuri datang menolongnya walaupun sedikit terlambat, tapi laki-laki itu terlihat begitu mengkhawatirkan dirinya. Keadaannya yang kacau dengan rambut yang berantakan, membuat Yuri sangat bersalah. Dibopongnya tubuh Helen yang tak berdaya itu, jangankan untuk berjalan, untuk berdiri saja wanita itu kesulitan. Lututnya rasa lemas sama sekali, tenaganya habis ia gunakan untuk melawan Hugo, biar bagaimanpun Helen hanyalah wanita biasa, pasalnya hal ini bukan kali pertama ia rasakan, sebelumnya ia juga pernah diculik dan hampir dinodai saat di Giethroon dulu."Hei tenanglah! kamu sudah aman bersama
Anin terbangun dari tidurnya dengan bersimbah keringat, napasnya tersengal, seketika ia meludah ke arah kiri sambil membaca ta'awudz. Suara tangisan Shafiyyah menyadarkannya dari mimpi buruk yang baru saja ia alami. Digendongnya bayi itu, kemudian ia susui, tak lama tangis Shafiyyah pun mereda. Jantung Anin masih berdetak kencang, berulang kali ia mengucap istighfar agar hatinya tenang.Pikiran dan perasaannya sekarang tertuju pada Leon. Ia bermimpi buruk tentang suaminya itu, dilihatnya sekarang masih pukul tiga dini hari. Ia akan menghubungi Leon setelah menidurkan Shafiyyah kembali. Baru saja Anin memegang ponselnya, Noah ikut terbangun, bocah berusia 6tahun itu pun mengucek matanya yang baru saja terbuka."Bun, Noah mau pipis?" ucapnya sambil mengerjapkan mata."Ya sudah, perlu bunda antar?" tawar Anin sambil tersenyum."Gak perlu Bun, Noah kan dah besal sekalang, Noah berani sendiri kok ke kamar mandi." Oceh pria kecil bermata biru itu."Maa syaa Allah, anak bunda hebat dah beran
Helen tidak mengetahui bahwa Yuri memperhatikannya sejak ia berdiri didapur itu, ia pun berbalik hendak kembali menuju ke kamarnya, tapi dikejutkan oleh kehadiran Yuri yang sudah berada dibelakangnya menghalangi jalannya. "Ada apa lagi?" sahut wanita itu ketus."Aku ... aku ... belum sarapan." ucap pria itu dengan wajah dibuat setenang mungkin."Lalu, apa urusannya denganku?" balas Helen sambil melipat kedua tangannya didepan dada."Kau tadi sudah kusuapi, sekarang gantian kau menyuapiku." titah Yuri sambil melipat kedua tangannya juga, mereka kini saling berhadapan dan bertatapn satu sama lainnya. "Aku tidak memintamu menyuapiku," "Tapi ... Aku ... ehem ... calon suamimu." kekeh Yuri tak mau kalah, dia lupa padahal baru semalam ia berjanji pada dirinya tidak akan memaksa Helen lagi untuk apapun, tapi nyatanya gara-gara cemburu pada Leon, sikap pemaksanya kembali lagi."Baiklah." Helen pun menghela napasnya panjang, ia tidak mau lama-lama berdebat dengan pria pemaksa didepannya ini
Yuri menuju Rumah sakit tempat Hugo dirawat, ia melihat sang ayah sedang duduk menunggu didepan ruang operasi. "Dad!" sapa pria berambut ikal berwarna coklat itu sambil menepuk bahu sang ayah. Ditangannya sudah ada coffe dan sekotak donat yang ia beli tadi di Cafetaria Rumah Sakit.Tuan Ivan pun memeluk Yuri, dengan wajah merah menahan tangis."Dad minta maaf padamu, Nak." ucap pria tua yang masih terlihat tampan itu, ia terlihat lelah dan sedih."Dad tidak tahu, Hugo membawa calon istrimu pada saat ia kerumah kemarin sore, aku pikir dia hanya ingin mengantarkan Isabel pada kami." jelas Tuan Ivan."Tidak apa-apa, aku tidak menyalahkan Dad dan Mom, aku juga ... Minta maaf, karena hampir membunuhnya." ucap Yuri merasa tak enak hati."Dad mengerti, jika Dad dalam posisimu, mungkin juga akan melakukan hal yang sama."Mereka berdua duduk sambil menikmati kopi yang Yuri bawa. "Mom dan Isabel kukira ikut." "Mom mu akan menyusul setelah aku mendengar kabar selanjutnya dari dokter." "Kau t
Pagi ini jantung Helen berdegub kencang, walaupun ini adalah pernikahan keduanya tapi tetap saja hatinya sejak tadi merasa gundaj gulana. Tapi ia mencoba terlihat setenang mungkin, saat ini wajahnya sedang dirias. Ia melihat wajahnya yang sedikiy tirus dibagian pipi, ia hampir tidak pernah memperhatikannya. Wanita itu berharap semoga akad nikah kali ino berjalan lancar tanpa ada gangguan lagi. Kejadi seminggu yang lalu memang masih membekas dikepalanya, tapi berkat Leon yang selalu menenangkan dan meyakinkan untuk segera melaksanakan pernikahan ini. Akhirnya Helen pun berani mengungkapkan pada Yuri untuk mempercepat pernikahan mereka pada malam itu. Lelaki itu awalnya hanya terperangah ketika ia menyatakan hal tersebut, tapi sesaat kemudian malah ia tersenyum yang membuatnya terlihat semakin tampan ... bahkan sangat tampan dimata Helen. Tok ... Tok ... Tok ..."Masuk!" ucap Helen, seketika lamunan tentang malam itu pun buyar oleh ketukan didepan pintu."Sudah siap, Dik?" Leon masuk
Keduanya saat ini telah sampai di sebuah rumah yang terlihat sederhana, rumah ini berada di tengah hutan pinus didepannya terdapat sebuah danau yang airnya membeku. Jantung Helen semakin berdetak kencang tak karuan, mau apa Yuri membawanya kesini? Apa mereka akan ... Ah, wanita itu benci membayangkan apa yang ada dipikirannya saat ini. Mereka belom boleh melakukan 'itu' kan, benak Helen sejak tadi berkecamuk.Wanita itu merasa seperti tersengat listrik saat Yuri menyentuh tangannya dan menggenggamnya seraya melangkah memasuki rumah kecil itu. Ketika masuk, sesaat Helen seperti teringat akan suasana rumahnya di Giethroon, ada beberapa perabotan dari kayu yang sepertinya sudah lama tapi masih dirawat dengan baik. Yang membuat Helen begitu takjub adalah hamparan mawar merah yang menghiasi setiap sudut rumah, dengan cahaya lampu yang temaram membuat suasana didalamnya terlihat romantis dan hangat. Binar bahagia terpancar dari matanya, diatas meja telah disediakan beberapa hidangan yang m
Veronica memandang sepasang pengantin yang baru menikah itu dengan tatapan benci. Ia tidak terima kalau laki-laki yang dicintainya sudah menikahi gadis lain. Walaupun selama ini dirinya bersama Hugo tapi hati dan cinta wanita itu masih tertuju pada Yuri. Perlahan wanita itu mengeluarkan sebuah benda tajam, kemudian dengan perlahan ia mendekati Helen dan menatapnya dingin. Ia akan membunuh wanita yang ia anggap telah merebut Yuri darinya itu. Ia yakin Yuri masih mencintainya, sebelum wanita itu datang tinggal bersama mantan tunangannya. Ia yakin jika wanita itu tidak ada, Yuri akan kembali mencintainya, dan dirinya tidak akan ragu lagi untuk menikah dengan Yuri. Ya ... dia harus menyingkirkan wanita itu dari hidup Yuri selamanya. Tidak ada yang boleh menggantikan posisinya sebagai tunangan Yuri. Dia tidak akan mengalah pada wanita manapun, Yuri adalah miliknya sampai kapanpun, hati Veronica membenarkan hal yang akan diperbuatnya itu. Cinta telah membuatnya buta. Veronica sudah berada
Pagi ini Anin sedang sibuk menyiapkan beberapa anak panahnya, hari ini ia dan Zahira merencanakan akan latihan memanah bersama. Selama beberap bulan rutin mengikuti kegiatan ini, Anin merasa selalu bersemangat setiap menjalaninya. Didampingi Leon dan Noah yang juga ikut mendampinginya, bahkan Noah sangat antusias ketika belajar memanah."Sayang, sudah siap?" Leon mendatangi Anin yang sudah rapih dengan gamis hitam dan cadarnya."Sudah, ini juga mau turun. Kenapa nyusul?" "Aku khawatir kamu kerepotan, sini aku bantu bawain panahannya!" ujar Leon seraya mengambil alih busur panah yang ada dalam genggaman istrinya itu. "Terima kasih, suamiku." ucap Anin tiba-tiba mengecup pipi Leon, laki-laki itu pun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya."Jangan mancing aku lho, nanti kamu bisa batal latihan," ancam Leon, Anin yang ketakutan buru-buru keluar dari kamar mereka seraya tertawa.Kemudian mereka pun berangkat menuju kediaman Hasan. Anin duduk disamping Leon, sedangkan Noah dibelaka