Share

CEO 7 Pembuat Masalah

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2023-12-25 13:00:30

   Ibrahim mengalihkan tatapan matanya pada objek di depan mobilnya sambil menjawab, “Saya Ibrahim. Mulai saat ini, Ayya akan tinggal bersama saya, jadi kamu tidak perlu menunggunya pulang atau pun mencarinya.” 

“Kenapa begitu?” sela Ghania cepat. “Ayya sahabat saya, saya harus tahu di mana dia dan siapa Anda sampai bisa membawanya pergi? Apa Anda tidak tahu kalau Tuan Darel pasti akan marah dan mencari dia?” 

Ucapan Ghania berhasil menarik perhatian Ibrahim. “Darel? Siapa dia?”

Wanita yang bibirnya masih berpoles lipstik merah menyala itu berdecak. “Sudah saya duga Anda pasti nggak tahu dia.” Ghania memiringkan duduknya agar bisa berhadapan dengan Ibrahim yang mana dress-nya tersingkap memamerkan paha atasnya yang mulus. Bersyukur Ibrahim bukan pria mata keranjang. Suguhan tiba-tiba itu tidak mempengaruhi konsentrasinya sama sekali. 

“Tuan Darel Agustino adalah pemilik klub tempat kami bernaung. Dan saya beritahukan pada Anda, kalau Ayya adalah kesayangannya. Anda akan dapat masalah kalau nggak mengembalikan Ayya sekarang.”

“Kamu mengancam saya?” ketus pria yang hari ini memakai jas navy itu. 

“Ish, nggak ya, Tuan. Ini bukan ancaman, tapi peringatan. Jadi tolong kembalikan sahabat saya agar Anda juga aman.”

Ibrahim tersenyum menyeringai. “Terima kasih atas perhatianmu, tapi saya nggak takut dan nggak peduli. Saya ke sini hanya ingin memberitahu kamu soal Ayya dan saya nggak akan izinkan Ayya berteman denganmu jika kamu masih mengajaknya untuk menjajakan tubuhnya.”

“Apa? Jadi maksud Anda, Ayya akan berhenti jadi wanita malam? Bagaimana bisa?” 

“Itu mau saya. Dan ingat ucapan saya tadi, itu bukan ancaman tapi, perintah saya untuk kamu.” Ibrahim mengambil sesuatu dari dalam kantong jasnya dan mengulurkannya pada Ghania. 

“Terima ini, saya rasa uang ini cukup untuk membayar kos-kosan yang Ayya tinggalkan buatmu, kan?” 

Ghania menatap kertas yang ternyata cek dan Ibrahim bergantian. Meski banyak tanya bergelut dalam otak kecilnya itu, Ghania tidak mungkin menolak maksud baik laki-laki tampan itu. 

Benar saja, mata Ghania kembali dibuat terbelalak dengan nominal yang ada di dalam cek itu. Lima puluh juta. 

“Tuan, ini bukan bercanda, kan? Sebanyak ini?” 

“Nggak akan banyak kalau kamu turuti perintah saya tadi, tapi akan jadi puluhan kali lipat ganti rugi yang harus kamu bayar kalau sampai saya tahu kamu udah membawa pengaruh buruk buat Ayya, apa kamu mengerti?” 

Entahlah, Ghania merasa seperti sedang bermimpi saja kalau saat ini di tangannya ada cek dengan uang sebesar itu.  

Belum lagi wanita itu menjawab pertanyaan Ibrahim. Ponsel mahal miliknya pria itu berdering. 

Melihat nama ajudan Alayya yang menelpon, Ibrahim tampak ogah-ogahan. Dia yakin kalau Alayyalah yang menghubunginya, maka sampai dering terakhir dia tidak menjawab panggilan itu. 

Padahal di seberang sana Bembi sedang sangat khawatir dan ketakutan, maka dengan terpaksa dia kirimkan pesan gambar pada sang atasan. 

Saat Ibrahim baru saja akan memasukkan ponsel itu kembali ke kantongnya, terdengar denting notifikasi untuk perpesanan. 

Ibrahim berdecak sebal. Ghania yang masih ada di dekatnya pun dibuat bingung dengan sikap sang pria. 

“Apa ini?” Mata Ibrahim melotot tajam, segera dia geser icon telepon untuk bicara dengan si pengirim. 

“Apa yang terjadi?” tanyanya dingin. Sedetik kemudian rahang pria itu mengeras dan tangan kiri yang tidak memegang ponsel sudah terkepal erat. 

“Hubungi dokter James dan tunggu saya pulang!” titahnya dengan suara yang bisa membuat siapa saja merinding mendengarnya termasuk Ghania. 

“Maaf, Nona. Saya harus pergi,” ujarnya pada Ghania setelah sempat beristighfar dalam hati. 

Ghania yang memang sudah merasa tidak nyaman sejak tadi pun langsung mengerti maksud Ibrahim. 

“Ah, iya. Silakan, Tuan. Dan sekali lagi terima kasih atas cek Anda.” 

Ibrahim tidak menjawab dia justru memanggil supir pribadinya untuk segera membawanya pulang ke rumah. 

Ghania menatap mobil hitam mengkilap itu sampai berbelok ke arah jalan raya. 

“Siapa yang udah bawa kamu, Ya? Kalau bukan konglomerat bagaimana bisa dia kasih aku uang sebanyak ini?” gumam Ghania sembari menghidu bau kertas cek itu dengan tersenyum lebar. 

***

Mobil Mercedes Benz e-class hitam metalik milik Ibrahim sudah memasuki halaman rumahnya diikuti mobil ajudannya di belakang. Tanpa perlu menunggu pintu dibukakan, Ibrahim yang sudah menahan rasa kesal juga marah pada wanita yang tadi pagi dia tinggal di rumah masih dalam keadaan tidur itu pun segera keluar dari mobilnya. 

Langkah kakinya yang panjang dan lebar sudah sangat dipahami oleh para ajudan yang setiap hari mengikutinya itu, maka tidak heran kalau dalam waktu sekejap pria itu sudah berada di lantai dua rumahnya di depan kamar Alayya. 

“Selamat datang, Tuan,” sapa Bembi dan Ishan. 

“Bagaimana dia?” tanya Ibrahim sembari melirik pada pintu bercat putih itu. 

“Dokter James masih di dalam. Silakan Anda masuk, Tuan.” Ishan, ajudan kedua Alayya membukakan pintu kamar wanita itu. 

Ibrahim pun melangkahkan kakinya masuk ke kamar, dia tahu kalau penjaga kamar itu juga mengikuti dirinya. 

“Apa lukanya parah, Dok?” Dokter James Taylor sedikit tersentak karena tidak menyadari kehadiran sang Tuan rumah. 

Dokter James tersenyum tipis. Pria bule itu melirik pada pasiennya yang sedang dibantu duduk oleh suster. 

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Tuan Ibrahim. Nona Ayya hanya terkilir saja, luka yang di lutut juga tidak dalam, tapi pasti akan meninggalkan lebam. Saya sudah resepkan obat luka dan lebam untuknya.” Dokter James menjelaskan keadaan Alayya lalu mengangsurkan satu lembar kertas resep pada Ibrahim. Pria itu menerimanya kemudian memerintahkan satu ajudannya untuk menebus obat-obatan itu segera. 

“Kalau begitu kami permisi, Tuan. Lusa saya akan datang lagi untuk memeriksa lukanya.”

Ibrahim mengangguk saja. Lalu sambil menyalami sang dokter, Ibrahim berkata, “Terima kasih atas bantuannya, Dok.”

“Jangan sungkan, Tuan. Itu sudah tugas saya. Selamat siang.”

Ibrahim biarkan dokter pribadi keluarganya dan suster itu keluar dari kamar Alayya begitu pun dengan kedua ajudan yang tadi ada bersama sang Tuan rumah memilih undur diri untuk memberikan waktu pada sang majikan. 

Ibrahim mengalihkan pandangannya dari pintu kepada Alayya yang sejak tadi memang sudah melihatnya. 

“Bagus sekali kelakuan kamu ini, Ayya? Apa kamu nggak takut mati untuk kedua kalinya?” sentak Ibrahim yang sontak membuat mata Alayya melotot. 

Bersambung …

Comments (15)
goodnovel comment avatar
Inon Poenya
Ibrahim juga akan bawa ghania?
goodnovel comment avatar
Itta Irawan
nahkan ibrahim sutih ghania jauhi ayya, skrg ayya bikin ulah apalgi tuh
goodnovel comment avatar
Fauzi Annur
ayya jangan berontak donk karna niat ibrahim baik, akan merubah dirimu menjadi lebih baik dan meninggalkan pekerjaan mu yang tidak baik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 8 Ketakutan Ibrahim

    Alayya tidak pernah menyangka kalau dia akan mengalami kejadian seperti ini. Memalukan sekaligus menyedihkan itulah dirinya sekarang ini. Bagaimana tidak. Seusai dirinya makan siang tadi, dia sudah berencana kembali ke kamarnya, tetapi melihat suasana rumah yang sepi apalagi tidak ada Nyonya Lampir (ini panggilan Alayya pada Mustika) jiwa ingin tahu Alayya pun meronta-ronta untuk dipuaskan. Perempuan yang dua bulan lagi berumur 24 tahun ini beranjak dari kursinya di ruang makan, bukan lantai dua tujuannya, dia ingin melihat-lihat isi rumah Ibrahim di lantai satu sembari mencari celah kalau-kalau ada jalan untuknya keluar. “Non, mau ke mana?” Christy bertanya saat Alaya baru saja menginjak pintu keluar menuju kolam renang“Hai, Chris. Aku mau jalan-jalan di luar sebentar. Boleh ya?” tanya Alayya dengan wajah berseri. Tidak ada kecurigaan sedikitpun pada diri Christy terhadap sikap Alayya, maka tanpa ragu wanita paruh baya itu

    Last Updated : 2023-12-25
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 9 Ada apa dengan Jantungku?

    “Chris, apa Tuan Ibrahim udah pulang?” Alayya bertanya pada Christy yang sedang mengganti perban di lututnya. Sejak pulang marah-marah tadi siang, pria itu belum terlihat lagi olehnya.Sambil menggunting plester, Christy pun menjawab. “Tuan nggak akan makan malam di rumah hari ini, Nona.”“Oh, ya? terus biasanya pulang jam berapa, Chris?” entah mengapa tiba-tiba dia mengkhawtirkan Ibrahim. “Nggak tentu, Non. Kadang jam sepuluh malam kadang lewat tengah malam.” Christy bangkit dari duduknya dengan kotak P3K ada di tangannya. “Non tenang aja, saya akan bawakan makan malam Anda ke sini. Saya permisi dulu, ya?’Alayya mengangguk saja. Namun, baru dua langkah berjalan, pertanyaan Alayya membuat kakinya berhenti bergerak. “Aku mau lihat foto Nisa, apa boleh, Chris?’Christy menengok. Wajah Alayya terlihat serius sekali menatapnya. “Maaf, Non. bukan saya yang bisa memutuskan hal itu karena jujur saja semu

    Last Updated : 2023-12-26
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 10 Mulai Menggoda

    “Apa Anda bisa menemani saya ngobrol Tuan? Saya belum ngantuk soalnya,” seru Alayya dengan beraninya dari atas balkon padahal dia tahu malam semakin larut dan Ibrahim baru saja kembali.Namun, bukannya marah, pria tampan itu sejenak berpikir lalu tanpa ragu dia pun menjawab, “Tunggu saya di dalam, saya akan segera datang.”Ucapan itu tentu saja membuat Alayya merekahkan senyumnya. Manis sekali, untuk sesaat Ibrahim merasa melihat senyum sang istri di sana. cepat dia menggeleng agar menghilangkan bayangan itu dari pikirannya, lalu dia pun bergegas masuk ke rumah. Melihat ibrahim tidak lagi berada di teras, Alayya pun memutar tubuhnya dan kembali berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya. Sesuai ucapannya, lima belas menit kemudian ibrahim yang sudah melepas jas meninggalkan kemeja putih yang digulung hingga siku mengetuk pintu kamar Alayya. Pria itu pun masuk setelah si empunya kamar memberinya izin. “Saya pikir A

    Last Updated : 2023-12-26
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 11 Ada yang Lain

    Untuk pertama kalinya dalam hidup Alayya, Dia bisa bangun pagi, bahkan lebih pagi dari yang pernah dia lakukan selama ini, tepat saat adzan subuh Ibrahim berhasil membuat wanita muda itu bangun dari tidurnya“Anda benar-benar resek, ya, Tuan! Orang masih enak-enak tidur disuruh bangun,” gerutu Alayya yang sudah duduk di atas ranjangnya. Matanya masih separuh terpejam.“Nanti kamu juga akan terbiasa. Pertama memang seperti itu, sangat berat membuka mata dan nggak nyaman sekali. Makanya harus dibiasakan,” ucap Ibrahim masih dari sisi ranjang. “Dih, males banget! Nggak deh. Mending Tuan aja, ya? Saya baru tidur Tuan. Mata saya berasa lengket. Saya mau tidur lagi, ya?” “Eh … Kok malah balik tidur lagi?” Ibrahim menahan lengan alayya yang akan kembali berbaring di tempat tidurnya.“Bukannya semalam kamu tidur lebih awal? Kenapa masih nggak bisa juga bangun pagi?” tanya Ibrahim dengan nada kesal, karena seingat dia, lampu kamar Alayya sudah mati pukul sebelas malam.Alayya mendelik heran.

    Last Updated : 2023-12-27
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 12 Berdebat lagi

    “Tante kenapa? Apa ada yang sakit?” Mustika terkesiap. Tidak menyangka kalau Ibrahim sedang memperhatikannya. Mustika berdehem sejenak hanya untuk melonggarkan tenggorokannya yang dirasa tercekat. “Nggak ada kok, Ibrahim. Tante baik-baik aja, karena supnya masih panas aja jadi Tante diam,” jelasnya yang sudah pasti berbohong. Ibrahim hanya mengangguk saja, lalu melanjutkan makannya, sedangkan Alayya tak peduli. Dia dengan lahap menyantap semua yang disediakan Christy di depannya. Segera menyelesaikan sesi sarapan ini dan kembali ke kamarnya adalah hal yang sangat ingin dia lakukan saat ini. “Lukamu bagaimana, Ya? Perbannya udah diganti?” tanya Ibrahim yang mengalihkan tatapannya pada Alayya. “Udah, pakai plester aja kok,” jawab Alayya dengan mulut yang penuh makanan.Ibrahim terkekeh. “Salep lebamnya udah dikasih juga?” Kali ini Alayya mengangguk. Malas bicara. Sandwich-nya terlalu enak untuk diabaikan.Akan tetapi, kehadiran

    Last Updated : 2023-12-28
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 13 Ayya Shock

    “Nggak usah cari perhatian kamu, Ayya. Ibrahim nggak akan tertarik sama wanita bekas orang kayak kamu ini.”Alayya mendelik tak terima dengan sindiran Mustika. Dia benar-benar kesakitan sekarang. Salahnya juga karena terburu-buru mau bangkit dari kursinya, lutut yang masih lebam dan terluka itu terantuk bibir meja makan bagian bawah. Bukannya membantunya, Mustika malah menuduhnya yang bukan-bukan. Jadi jangan salahkan kalau akhirnya Alayya menepis tangan Ibrahim yang ingin menyentuh kakinya. “Nggak perlu, Tuan. Saya bisa sendiri,” ucap Alayya dengan nada ketus. Ibrahim tidak memaksa, tetapi tangan yang berhenti di udara itu pun dia kepalkan dengan erat. Kesal? Bukan. Ibrahim sungguh mengkhawatirkan Alayya. Namun, wanita itu sudah tidak ada di kursinya. Pria yang pagi ini memakai jas abu-abu itu menengok ke belakang punggungnya, Alayya berjalan dengan tertatih sambil memegang lututnya yang terluka. “Kenapa Tante bicara seperti tadi?” Pelan, tetapi cukup untuk menyentil perasaan Mus

    Last Updated : 2023-12-30
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 14 Ayya yang Galau

    Alayya memandang gamang pada layar ponsel yang sudah menghitam. Kalau dia tidak mengenal siapa Ghania, tentu dia tidak akan percaya dengan apa yang baru saja temannya itu katakan. Lima puluh juta bukan nominal yang kecil, bahkan untuk dirinya yang sudah menjadi wanita dengan gelar favorit di klubnya bernaung, jumlah itu baru bisa dia dapatkan paling cepat selama satu bulan tanpa dihitung fee dari pelanggan sendiri tentunya, tetapi lihatlah Ghania mendapatkannya hanya dalam satu hari dan itu juga dari pria yang mengurungnya di sini? “Iya, Tuan Ibrahim bilang, ini uang untuk ganti bayar kos-kosan kamu, dan aku nggak boleh lagi ajakin kamu cari pelanggan, Ya. Kalau nggak nurut, aku harus bayar tiga kali lipat sama dia.” Itu kata Ghania tadi yang tentu saja membuat Alayya makin terperangah.“Jadi dia benar-benar serius melarangku menjadi wanita malam lagi? Tapi, masa iya aku harus berada di dalam kamar terus, sih? Aku bukan tahanan ’kan, ya?”

    Last Updated : 2024-01-02
  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 15 Aku Kenapa?

    “Apa yang Nyonya katakan? Anda tahu benar apa artinya Nona Ayya untuk Tuan Ibrahim.” Christy jelas tidak bisa berdiam diri mengetahui niat Mustika saat ini. “Diam, kamu, Chris! Aku nggak lagi minta pendapatmu. Kalau kamu nggak mau dengar, keluar saja dari kamar ini sekarang,” titah Mustika dengan nada ketus pun tanpa melihat ke arah sang pelayan.“Nyonya … jangan lakukan itu. Anda tahu konsekuensinya jika melanggar perintah Tuan Ibrahim, bukan?” ucapan Christy kali ini berhasil mengalihkan tatapan mata Mustika.Dengan sorot mata memicing tajam, wanita paruh baya itu berkata,’’Nggak usah ngancam aku, Chris! Asal kamu tutup mulut, Ibrahim juga nggak akan tahu kalau aku yang membantu wanita ini pergi darinya.”“Ta-tapi ….”“Udah deh! Kalian ini apa-apaan sih? Malah ribut di depanku?” sentak Alayya yang sedari tadi memperhatikan pembicaraan kedua paruh baya itu. Kedua wanita itu pun serentak mengalihkan tatapannya pada Alayya.“Oke, Nyonya cepat katakan apa saran Anda biar aku bisa menjau

    Last Updated : 2024-01-03

Latest chapter

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 91 Bahagia telah Tiba

    "Abang, semua ini terasa seperti mimpi, ya?" Suara Alayya terdengar lembut di tengah keheningan malam, menghiasi ruang kamar mereka yang baru saja kembali sunyi setelah seharian dilalui dengan emosi yang campur aduk. Dia berdiri di depan cermin besar, mengurai rambut panjangnya yang hitam, sedangkan mata almondnya menatap pantulan Ibrahim yang sedang duduk di tepi ranjang, menghadap ke arahnya.Ibrahim tersenyum kecil, senyum yang tidak terlalu sering terlihat di wajahnya yang biasanya kaku dan tegas. Tetapi malam ini, ada kehangatan dalam senyumnya, kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh Alayya. "Ya, Ayya. Semua yang telah kita lalui terasa begitu panjang dan berat, tapi akhirnya... kita sampai di sini."Alayya menoleh, memutar tubuhnya pelan dan berjalan mendekati Ibrahim. Langkahnya lembut, hampir tanpa suara di atas karpet tebal yang menutupi lantai kamar mereka. Dia berhenti tepat di hadapan Ibrahim, menatap dalam-dalam ke mata pria yang kini menj

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    Bab 90 Akhir dari Mustika

    “Abang, apa kamu yakin dengan ini?" Suara lembut Alayya bergetar saat mereka berjalan menyusuri lorong panjang menuju ruang kerja Mustika di rumah barunya—sebuah tempat yang Ibrahim baru saja ketahui keberadaannya. Mustika baru-baru ini pindah ke rumah itu, menolak untuk tinggal serumah dengan Nazila, ibunya Alayya. Tangan Alayya menggenggam lengan Ibrahim erat, seolah-olah mencari kekuatan dari pria di sampingnya."Aku harus yakin, Ayya," jawab Ibrahim dengan suara tegas namun rendah. Matanya lurus memandang ke depan, wajahnya keras tanpa ekspresi. "Ini bukan hanya soal aku. Ini soalmu juga. Aku tidak bisa membiarkan kejahatan Tante Tika terus berlanjut."Alayya mengangguk pelan, meski hatinya masih berdebar kencang. Berhadapan dengan Mustika bukanlah hal yang mudah. Perempuan licik itu telah melakukan banyak hal untuk merusak hidup mereka, termasuk mengatur kematian Nisa, istri pertama Ibrahim. Namun, sekarang waktunya tiba untuk membongkar semuanya.Di

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 89 Rencana Terakhir

    "Aku tahu ini tidak akan mudah, Ayya, tapi ini harus dilakukan." Suara Ibrahim terdengar dalam dan mantap saat dia menatap ke arah jendela besar di ruang kerjanya. Matanya terpaku pada pemandangan kota di depannya, tetapi pikirannya jelas terfokus pada hal yang jauh lebih dalam dan berat. Di sebelahnya, Alayya berdiri dengan tenang. Tangannya dengan lembut menggenggam tangan Ibrahim, memberinya kekuatan tanpa perlu banyak bicara. Dia tahu keputusan yang diambil Ibrahim bukanlah keputusan yang mudah. Menghadapi keluarga sendiri dalam masalah hukum adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Abang, aku ada di sini. Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu." Suara Alayya pelan, tetapi penuh ketegasan. Ia menatap Ibrahim dengan penuh keyakinan, mencoba menyampaikan bahwa dia tidak akan pernah membiarkan pria itu menanggung semuanya sendirian. Ibrahim menoleh ke arahnya, matanya sedikit melunak. "Aku tahu, Ayya. Dan aku berterima kasih untuk itu. Tanpamu, mungkin

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 88 Bersiaplah, Tante

    Di tempat lain, Mustika menghadapi kecemasan baru.Mustika duduk di depan meja kerjanya, tangannya gemetar saat memegang telepon. Berita tentang kemunculan Rivaldo membuat tubuhnya panas dingin. Rivaldo, pria yang sudah lama ia coba singkirkan dari lingkaran kekuasaannya, kini kembali—dan kali ini, dia tampak lebih siap dari sebelumnya."Pantas saja," gumam Mustika dengan suara parau. "Aku seharusnya tahu kalau dia akan kembali."Mustika bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya dengan langkah gelisah. Matanya sesekali melirik ke jendela, seolah-olah takut ada yang mengawasinya dari luar. Rivaldo tidak hanya ancaman bagi rencana besarnya untuk menguasai kekayaan Ibrahim, tapi juga bagi keselamatannya sendiri.Tangan Mustika mengepal, meremas-remas ujung kain yang dia kenakan. "Sial!" teriaknya marah, melemparkan cangkir teh ke dinding hingga pecah berkeping-keping. "Kenapa sekarang? Kenapa dia harus muncul di saat segalanya hampir sempurna?"Frustrasi dan ketakut

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 87 Kepastian

    Ruangan itu akhirnya hening, hanya terdengar napas Ibrahim yang berat dan suara detik jam di dinding. Setelah semua ketegangan dan amarah yang memuncak, tubuh Ibrahim terasa seperti ditarik ke bumi dengan beban yang luar biasa. Ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan pandangan kosong, mencoba menenangkan diri dari gejolak emosi yang baru saja meledak.Di belakangnya, Alayya mendekat perlahan, tanpa suara. Tangannya yang lembut meraih lengan Ibrahim, memberikan sentuhan yang hangat dan menenangkan. Meski amarahnya belum sepenuhnya mereda, sentuhan Alayya mampu membawa Ibrahim kembali pada kenyataan. Hatinya yang penuh kemarahan kini sedikit melunak dengan keberadaan wanita itu di sampingnya."Abang, ayo duduk sebentar." Suara Alayya lembut, penuh kasih, seolah dia paham betul bahwa Ibrahim butuh waktu untuk meredakan semua gejolak perasaannya. Tanpa protes, Ibrahim membiarkan Alayya memimpin dirinya menuju sofa di dekat jendela. Mereka duduk berdampingan, tetapi tak satu

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 86 Atur Rencana

    "Sekarang katakan apa yang kamu tahu tentang Tante Tika, Oscar sampai kamu nggak bisa menghentikan rencananya pada Nisa?” Ibrahim kembali menatap tajam pada Oscar yang masih menunduk. Oscar tidak menjawab segera. Napasnya terdengar pendek dan berat, dan meskipun dia sudah berkali-kali merencanakan apa yang akan dikatakannya, lidahnya terasa kaku. Rasanya seluruh tubuhnya tertindih beban yang tak terlihat, menyulitkan dia untuk bicara. Saat dia akhirnya berani mengangkat pandangannya, yang bisa dia lihat hanyalah kemarahan mendalam dari Ibrahim—kemarahan yang sangat pantas diterimanya. "Aku... Takut, Tuan. Nyonya Mustika sudah terlalu kuat." Akhirnya Oscar mengucapkan kata-kata itu, namun suara yang keluar terdengar lebih seperti desahan putus asa. "Aku tahu aku salah, Tuan. Tapi aku tidak tahu bagaimana menghentikannya." "Tak tahu bagaimana?" Ibrahim melangkah mendekat, semakin mempersempit jarak antara mereka. Tu

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 85 Oscar Mengaku

    “Oscar, kamu harus jelaskan semuanya sekarang.” Suara Ibrahim terdengar datar, namun penuh dengan emosi yang tertahan. Matanya yang tajam menatap Oscar, yang berdiri dengan wajah penuh rasa bersalah. Setelah kemarin Ibrahim mengusir Oscar, hari ini dia meminta Yakub dan anak buahnya memanggil asistennya itu. Banyak hal yang harus Ibrahim tanyakan padanya. Oscar menelan ludah, berusaha mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan pengakuannya. Ia tahu, setelah ini, tidak ada jalan kembali. Semua rahasia yang disimpannya selama ini—dari Ibrahim, dari Nisa, bahkan dari dirinya sendiri—akan terungkap. Dan itu menakutkan baginya. Ia tidak pernah membayangkan hari ini akan tiba, saat dia harus mengungkapkan semua keburukannya di hadapan Ibrahim, pria yang selama ini mempercayainya seperti saudara. "Aku… Aku nggak tahu harus mulai dari mana, Tuan," ujar Oscar dengan suara serak. Ia menunduk, menghindari tatapan tajam Ibrahim yang seolah bisa menembus relung hatinya. Dia benar-benar tidak tah

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 84 Pengakuan

    “Kenapa kamu baru mengatakan ini sekarang?” Suara Ibrahim terdengar tajam, menembus udara yang terasa tegang di ruang kantor detektif Yakub. Ruangan tersebut remang, diterangi hanya oleh lampu meja yang berada di tengah-tengah ruangan, memberikan suasana serius yang mencekam. Ibrahim duduk di seberang meja kayu besar, menatap tajam ke arah Rivaldo yang duduk di depannya dengan wajah penuh penyesalan. Rivaldo, pria yang dulu merawat Nisa di hari-hari terakhirnya, sekarang duduk dengan tubuh yang tampak letih, tetapi ekspresinya menandakan kesungguhan. "Aku … aku tidak bisa, Tuan Ibrahim. Mustika, dia punya cara untuk membuatku diam," jawab Rivaldo, suaranya gemetar. "Aku merasa bersalah sejak awal, tapi aku nggak bisa menghentikan apa yang terjadi. Mereka mengancamku." Ibrahim menggeram, menahan amarah yang kini semakin memuncak di dalam dadanya. Dia melirik ke arah detektif Yakub, seorang pensiunan polisi yang kini bekerja sebagai detektif swasta, yang berdiri di sudut ruangan deng

  • Wanita Malam Kesayangan Tuan Muda    CEO 83 Tamu Tak Diundang

    "Lepas! Aku harus bertemu dengan Tuan Ibrahim!" Teriakan pria itu memecah suasana resepsi yang semula penuh tawa dan canda. Tamu-tamu undangan, termasuk Alayya, tersentak mendengar suara lantang tersebut. Ibrahim yang tengah melayani tamu-tamunya segera menghentikan aktivitasnya. Ekspresi wajahnya berubah drastis, dari senyuman hangat menjadi tatapan penuh keterkejutan. Dia langsung menoleh ke arah pintu masuk, seorang pria lusuh yang tampak berantakan sedang dipegang erat oleh dua petugas keamanan. "Apa yang terjadi?" bisik Alayya pelan, matanya mengikuti arah tatapan Ibrahim. Dia bisa merasakan suaminya menegang di sampingnya. "Abang?" panggil Alayya lembut, berusaha mendapatkan perhatian suaminya, tetapi Ibrahim hanya diam, pandangannya masih terpaku pada pria itu. Alayya yang awalnya bingung, sekarang merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kekacauan tamu tak diundang. "Abang?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih khawatir. Ibrahim menghela napas panja

DMCA.com Protection Status