Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)
***
POV Ardan.Gilang benar-benar mengungkapkan perasaannya dengan jantan. Ia berani berterus terang pada Resti di hadapanku dan Rumi.
Ada rasa was-was yang menyelimuti hatiku ketika menunggu jawaban Resti.
Namun, syukurlah mantan istriku itu tidak membalas perasaan Gilang. Aku lega, aku bahagia.
Gilang tampak kecewa dan sangat sedih. Ia berlalu dengan mengatakan tak akan menemui Resti lagi.
Seperginya Gilang, tinggal aku Resti, dan Rumi di sini.
Aku menatap serius ke arah Resti, jika ia menolak Gilang, tentunya aku masih punya harapan. Apa lagi hari ini sikapnya sangat manis padaku.
"Dek, Abang pun tak mau menunda ini. Anak kita telah lahir, Abang ingin Arti merasakan kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya. Abang harap Adek mau menerima Abang satu kali lagi," ujarku.
Resti terlihat menarik napas dengan panjang. Ia bersandar di badan sofa. Kondisinya yang masih lema
Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Dokter lama sekali di dalam ruang rawat Resti. Aku semakin gelisah. Tak lama kedua orang tuaku datang. Mereka saling menguatkan.Sedangkan Rumi diperintahkan untuk pulang karena ada Arti yang harus ia urus.Suasana semakin riuh dengan suara tangisan. Aku pun rasanya ingin berteriak melampiaskan kegelisahanku.Empat puluh lima menit berlalu, dokter keluar dengan keringat yang penuh di wajahnya.Aku langsung berdiri menghampiri dokter itu."Resti baik-baik saja kan, Dok? Dia masih bisa sembuh kan?" tanyaku beruntun.Dokter Ayu berdehem pelan dan menatapku dengan tak berdaya."Tumor Buk Resti sudah menjalar ke seluruh bagian kepala. Dalam dunia kedokteran, hitungan umur yang tersisa tidaklah lebih dari satu bulan lagi," papar Dokter Ayu menunduk menyembunyikan kesedihannya.Pertahananku ambruk. Aku nyaris tumbang jika Papa tidak dengan sigap menahan
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Dokter Ayu yang ada di rumah ini dengan cekatan mengambil tindakan.Selang infus kembali dipasang. Resti terbujur lemah di dalam kamar.Orang tua Resti dan orang tuaku histeris. Mereka sangat takut saat ini.Aku berusaha tegar dengan menguatkan semua keluarga. Padahal aku sendiri sangat ketakutan.Setelah memberi oksigen, dan beberapa suntikan. Napas Resti kembali normal, dan kini ia terlelap, mungkin efek obat."Kondisi Buk Resti memburuk. Penyebaran tumor itu lebih ganas dari yang saya perkirakan. Tetap berjaga, dan jangan ada yang membiarkannya sendiri. Saya juga akan melakukan yang terbaik," papar Dokter Ayu.Aku memegangi dadaku, rasanya pernyataan ini sungguh menyakiti hatiku.Detik berikutnya aku duduk di sebelah istriku. Sedangkan yang lain keluar.Aku menciumi kedua tangan Resti. Ribuan sesal kembali dalam benakku. Betapa dulu aku
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Dokter Ayu.Pagi harinya, jenazah Buk Resti dimandikan, setelah itu dibungkus kain kafan. Kemudian semua keluarganya dan kerabatnya sangat ramai mengantarkan ke pemakaman.Aku juga ikut. Bagiku, Buk Resti sudah menjadi teman.Suasana sangat riuh, isak tangis tak terbendung dari dua belah pihak keluarganya.Pak Ardan masih belum diketahui keadaannya sekarang. Rencananya setelah pemakaman selesai, barulah orang tuanya menjenguk untuk memastikan."Kenapa harus meninggalkan kami secepat ini, Mbak? Saya memang sedang berusaha melenyapkanmu dari pikiran dan hati saya, tapi bukan berarti ingin Mbak lenyap dari dunia," ucap Gilang dengan terduduk lemah di tepi batu nisan.Aku tersadar sekarang, ternyata Gilang juga mencintai Buk Resti. Sungguh menakjubkan.Dua laki-laki tampan, dan bahkan bersaudara kandung, mencintai satu wanita yang sama.Namun, aku memaklumi.
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Dokter Ayu.Aku masih serius mendengarkan curahan hati Rumi."Kalau boleh tahu, harapan apa yang ingin kamu wujudkan itu?" tanyaku penasaran.Rumi menarik napas panjang, kemudian mengeluarkannya perlahan. Wajah Rumi seketika menjadi sedih."Meraih cinta seseorang yang jelas-jelas tidak mencintai saya."Aku menelan ludah getir mendengar ucapannya."Kenapa bisa?" tanyaku lagi."Saya juga tidak mengerti. Rasa itu hadir saat pertama kali Nyonya Resti mengenalkan saya padanya.""Siapa orang itu?" Aku sungguh penasaran.Rumi berdehem pelan, dan memejamkan mata beberapa saat.Terlihat begitu berat untuknya menjawab.Entah siapa laki-laki yang dicintai Rumi itu."Saya tidak memaksamu untuk menjawabnya. Saya cuma bisa memberi semangat padamu. Tetaplah berjuang, cinta yang suci terkadang memiliki jalan yang terjal. Laki-laki
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Hari ini aku mengingat kembali tentang keberadaan putraku. Akhirnya aku dan yang lain pergi menemui Arti.Sudah beberapa hari aku enggan mengerti dengan perbincangan orang-orang di sekitar.Jiwaku terasa mati, aku merasa Resti telah berhenti memberiku kehidupan.Kehilangannya sungguh memukul telak mentalku. Ada deru takut dalam dada untuk mengahadapi dunia. Namun, ketika nama Arti disebutkan, aku mulai tersadar, kalau aku harus tetap bertahan.Setidaknya demi putra yang telah dilahirkan oleh istriku tercinta."Nak Ardan," lirih Ibu mertua saat melihatku datang ke rumahnya.Aku tak menjawab, hanya langsung menemui Arti."Maafkan, Ayah Nak! Seharusnya Ayah menjagamu," ucapku sambil mencium kening jagoan kecilku."Kamu sudah sadar, Ardan? Ayah sangat senang melihat keadaanmu yang membaik," ujar Ayah mertua pula.Aku mengangguk pel
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Author.Dokter Ayu menceritakan semuanya pada Rumi, termasuk tentang siapa orang yang sedang ia kagumi."Jadi dokter menyukai Tuan Ardan?" tanya Rumi memastikan.Dokter Ayu mengangguk dengan wajah yang malu-malu."Ini akan jadi rahasia kita saja, Rum. Jangan membocorkannya pada siapa pun, sampai saya sendiri yang akan mengungkapkan semua ini," ujar Dokter Ayu."Baik, Dok. Tenang saja, kita harus saling mendukung. Biar bagaimana pun dua laki-laki itu berhak bahagia," papar Rumi.--Hari berganti, Rumi datang pagi-pagi sekali ke rumah Ardan. Ia harus mengurus Arti."Rum, syukurlah kamu sudah datang. Saya dan Kak Ardan akan berangkat sekarang," ucap Gilang."I-iya, Tuan. Apa kalian tidak sarapan dulu?" tanya Rumi."Kami sarapan di luar. Kamu fokus saja mengurus Arti. Nanti kalau kerepotan mengerjakan urusan rumah, saya akan mencari pemba
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Gilang.Malam itu aku membaca isi dari surat Rumi. Aku sungguh terkejut. Bagaimana bisa dia mengungkapkan perasaan padaku.Rumi wanita yang baik dan cantik, tapi untuk membalas perasaannya aku tidak bisa. Di hati ini masih membekas sembilu yang perih.Mencintai satu wanita yang sama dengan Kakak kandungku sendiri. Namun, hal yang lebih menyedihkan dari itu, iyalah menerima kenyataan kalau wanita tersebut tidak akan bisa dilhat oleh mata lagi untuk selamanya.Ah, sosok Mbak Resti memang membuat aku lupa diri.--Hari berikutunya aku mengajak Rumi bicara soal surat itu. Aku menanyakan langsung kebenarannya."Rum, kamu tidak bercanda dengan isi surat itu?" tanyaku serius.Rumi menunduk, ia menjawab dengan gugup. "Benar, Tuan. Maaf kalau saya lancang, tapi perasaan ini tumbuh subur di dalam jiwa."Aku menarik nafas panjang. Bukannya
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Aku pulang ke rumah dengan rasa penasaran. Sebenarnya apa yang Gilang maksud?Kenapa Dokter Ayu tersinggung, dan seperti marah saat Gilang mengatakan hal itu?Aneh sekali.Sampai di rumah, aku langsung menidurkan Arti di dalam kamar. Putra tampanku belum genap satu bulan, jadi dia masih belum rewel.Kutatap dengan lekat wajah Arti, bibir dan hidungnya persis seperti Resti. Betapa aku merindukan sosok itu.Tak disadari air mataku jatuh ke pipi. Sedalam mana pun kerinduan, tak akan ada jalan untukku bertemu dengannya lagi.--Pagi harinya, Rumi datang seperti biasa. Ia mengurus Arti, sedangkan aku duduk menunggu Dokter Ayu.Namun, Dokter Ayu tak datang. Padahal biasanya sebelum jam delapan dia pasti sudah ada di sini."Rum, saya ke kantor dulu. Kalau nanti Dokter Ayu ke sini, tolong bilang padanya saya ingin bicara,"