Share

Yang Berhak

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Mama tahu laki-laki itu?” Dina memandang mertuanya yang terdiam di sampingnya, memperhatikan Angga yang sedang berdebat di depan mereka.

“Laki-laki itu beberapa kali mengunjungi Keira,” katanya sambil memandang Dina ragu.

Satu kesadaran langsung mampir ke otak Dina. “Apa dia kekasih Keira, putra Rudi Hartono?”

Sang mama hanya menggeleng dengan bingung. “Entahlah, Din, Keira hanya bilang dia temannya dulu saat mama bertanya.”

“Kita ke sana saja, Ma.”

Dina tak tahu apa yang mereka perdebatkan, dia juga tak melihat Rudi Hartono dimanapun, padahal jelas sekali Dina melihat Angga tadi menghubunginya dan mengatakan kalau kemungkinan Keira akan melahirkan.

Lorong rumah sakit yang tidak bisa dikatakan sepi bahkan tak mampu meredam perdebatan dua orang itu, beberapa orang terlihat menengok pada mereka dengan wajah ingin tahu. Angga yang dikenal Dina bukan orang yang ceroboh sampai dia harus bertengkar di muka umum seperti ini, apa ada hal yang gawat dengan Keir
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Kedua   Test DNA

    Kalau dipikir-pikir memang tanggapan Dina ada benarnya juga, kenapa dia tadi harus marah pada laki-laki itu, toh memang sejak awal dia sudah tahu kalau ayah dari anak yang dikandung Keira adalah salah satu dari putra Rudi Hartono, jika memang laki-laki ini mengatakan dengan begitu yakin jadi apa masalahnya sekarang? Nah lho, kenapa Angga juga jadi bingung? “Jadi kamu ikutan nyumbang?” tanya Dina enteng,  dia bukannya tak sakit hati jika memang hal itu yang terjadi, Dina hanya mencoba untuk percaya pada apa yang telah diceritakan suaminya. “Nyumbang apa? kamu tahu sendiri aku hanya pernah tidur dengan kamu dan Laras saja,” jawab Angga tak terima. “Ya jadi biasa saja nggak usah nyolot.” “Aku hanya tak terima dibilang merayu Keira dan meninggalkannya, yang menyodorkan Keira padaku juga ayahnya.” Angga masih menatap garang laki-laki itu. “Ya memang ayahnya yang nyodorin, tapi kamu terima juga.” Angga langsung kicep, tak tahu harus bicara apa, Dina mema

  • Wanita Kedua   Tak Terduga

    Dina hanya berharap dalam diri bayi itu benar-benar mengalir darah salah satu putra Rudi Hartono, entah yang mana Dina tak peduli, yang jelas dengan begitu nasib bayi itu lebih jelas, mereka keluarga kaya raya meski mungkin saja kasih sayang yang akan bayi itu dapatkan masih belum jelas tapi setidaknya dia  tak akan merasakan kekurangan materi, syukur-syukur kalau orang tuanya mau mengasuhnya sendiri. Bukan harapan yang terlalu muluk memang, melihat sikap Anton Hartono yang mau bersusah payah menemui Keira dan mengakui anaknya. Bayi baru lahir adalah mahluk suci yang tidak memiliki dosa apapun, dia tak pernah bisa memilih untuk lahir dari orang tua yang bagaimana. Perbuatan orang tuanyalah yang menyebabkan mereka memiliki nasib yang buruk. “Apa yang terjadi kalau anak itu bukan keturunan Hartono?” tanya Dina pada Angga, yang masih menatap bayi dalam kotak kaca itu, sedangkan Anton Hartono dengan terpaksa mengikuti langkah ayahnya yang ingin melakukan test DNA pada bay

  • Wanita Kedua   Resah

    “Mama nggak bisa begitu, Ma,” seru Angga tak terima.Malam itu seelah memastikan Keira aman dan dijaga oleh perawatnya dan juga ada Anton Hartono yang dengan ngeyelnya ingin menjaga Keira di sana, Angga akhirnya bisa pulang dengan tenang, dan bukan tempat tinggalnya yang pertama kali dia datangi tadi rumah mamanya, dan saat ini Dina dan anak-anak juga menginap di sini, hal yang sejak lama tidak dilakukan Dina saat Keira tinggal bersama mamanya. Dengan alasan sang mama yang sedang kangen dengan cucunya, Dina harus rela menginap di sini, bukan masalah sebenarnya karena besok akhir pekan dan waktunya mereka libur sejenak dari aktivitas rutin seperti sekolah dan kerja, tapi yang dipermasalahkan Angga adalah mereka akan pergi liburan tanpa mengajaknya. Oh Angga memang bisa saja menyusul ke sana dia bukan anak kecil lagi yang akan menangis saat ditinggal mamanya untuk berlibur, dia sudah terlalu tua untuk itu, tapi saat ini dia punya tanggung jawab lain yang harus dia sel

  • Wanita Kedua   Merelakan

    Mamanya pasti sudah gila, kenapa malah meminta Bara menjaga Dina, laki-laki itu ikut saja sudah membuat Angga kegerahan, apalagi membayangkan mereka yang kemana-mana berdua, karena keinginan mamanya. Kepala Angga rasanya pusing luar biasa. Dadanya seakan tebakar. “Tapi Angga suami Dina, jadi Angga yang harus menjaganya.” “Semua orang juga tahu, meski kamu seenaknya punya istri muda, tapi yang dikenal sebagai Nyonya Anggara Wicaksana itu ya Dina, bukan orang lain, kamu nggak usah mengatakan hal yang sudah mama tahu sejak lama.” Wanita senior itu sudah mulai sebal dengan sikap putranya.“Sudah tidak ada lagi masalah, pokoknya besok kami akan liburan, kamu urusin saja Keira, kurang baik apa coba mama, mengajak istrimu liburan di saat kamu sibuk mengurus istri mudamu itu, biasanya laki-laki yang punya istri dua malah senang bukannya marah-marah seperti kamu,” sindiran telak itu hanya mampu membuat Angga tersenyum masam. Mamanya sangat tahu caranya membuat An

  • Wanita Kedua   Antara Kita

    Dina melepaskan belitan tangan Angga yang seperti ular piton yang membelit mangsanya, meski sudah mengijinkan Dina dan anak-anak liburan tanpanya, Dina bisa merasakan kalau laki-laki itu sedikit merajuk, tapi apa peduli Dina, yang penting ijin itu sudah turun. Mau terpaksa kek mau enggak yang penting sudah deal. Dan hari ini mereka akan berangkat liburan. Hore!“Mas aku mau siap-siap, lepasin dulu.” “Ini masih pagi, kalian bisa berangkat agak siangan,” jawab Angga tak peduli dan makin mengeratkan pelukannya di tubuh Dina. “Keburu macet, sudah aku mau bangun, kalau kamu mau tidur, tidur saja lagi.” Angga langsung bangun dan berdiri di depan Dina yang akan membawa tas  berisi keperluananya ke bawah. “Mana enak tidur di sini tanpa kamu, sini biar aku bawakan.” Angga mengambil tas itu dari tangan sang istri, Dina hanya bisa melongo tak mengerti. “katanya tadi masih pagi,” dumelnya sebal. “Sudah kamu mandi saja, biar aku yang siapin anak-anak.” “Eh,

  • Wanita Kedua   Sebuah Rasa

    Ada yang berbeda dari mereka berdua, Dina memperhatikannya dalam diam, sejak tiba tadi pagi mereka memang masih bertingkah seperti biasa jika tidak saling bertatap muka. Akan tetapi jika tak sengaja bertatapan, Bara akan mengalihkan pandangannya dan Hera yang menunduk dalam, Ada apa bukankah saat di rumah sakit mereka terlihat sangat akur?Dina memang bukan orang yang sangat kepo seperti Siska, tapi dia juga bukan orang yang akan cuek saja melihat keanehan di depan matanya, dia sudah banyak belajar dalam hidup ini, hal-hal kecil saja bisa menjadi petunjuk sebuah peristiwa besar. Dalam hati Dina tersenyum geli, dia sudah seperti detektif saja yang suka menganalisa segalanya. Tapi instingnya yang terbiasa bekerja untuk menilai karakter orang menjadi sangat tajam. Dan Dina yakin sesuatu telah terjadi pada mereka berdua. “Wangi sekali baunya.” Dina melangkah menghampiri dua orang itu, Dina memandang mangkuk yang masih mengepulkan uap tipis yang dibawa Hera. “Ini sup

  • Wanita Kedua   Peluang

    Jika Bara sudah menutup pembicaraan dan mengindikasikan tak ingin orang lain ikut campur dalam urusannya Dina bisa apa, wanita itu tak mungkin memaksakan kehendaknya untuk tahu dengan jelas persoalan mereka berdua. “Kamu orang baik, Bar, aku hanya berharap kamu bisa memiliki seseorang yang juga mencintaimu tulus.” Bara hanya tersenyum sambil mengangguk. “Mbak sendiri bagaimana? apa yang akan mbak lakukan setelah ini, kalian sudah berpisah rumah apa akan berpisah selamanya?” “Entahlah, aku bisa merasakan kalau Mas Angga mulai mencintaiku, tapi hatiku masih ragu untuk menerimanya seperti dulu.” Bara mengangguk mengerti, masalah ini memang cukup rumit untuk posisi Angga, dengan adanya anak dari Keira tidak mungkin Angga begitu saja lepas tangan dan mencerikan wanita itu. tapi di sisi Dinapun merasa tak nyaman dengan kehadiran Keira di antara mereka. “Saat ini mereka masih menunggu hasil test DNA,” kata Dina tiba-tiba, enta mengapa dia ingin mengatakannya pada B

  • Wanita Kedua   Luka

    Makan malam di alam terbuka berhiaskan cahaya bulan dan juga nyanyian binatang malam yang dengan bangga memperdengarkan suaranya membuat suasana yang indah itu makin romantis. Makanan yang mengeluarkan bau yang harum semakin membuat perut kelaparan, bukan jenis makan malam mewah seperti yang sering terlihat di restoran mewah, hanya menu desa dengan berbagai macam lalapan yang dipetik dari hasil kebun sendiri dan berbagai macam sambal yang membuat air liur menetes. Ini bukan malam romantis seperti kebanyakan pasangan yang lain, ini hanya sekedar makan malam keluarga yang penuh kehangatan. Dina tertawa melihat expresi suaminya yang gondok berat saat dia melakukan panggilan video dengan latar belkang meja makan itu. Bara bahkan dengan tak berperasaan, duduk di dekat Dina dan makan ikan bakar dengan nikmatnya. Sungguh jika saja Bara ada di dekatnya, Angga akan dengan senang hati memukul kepalanya. “Kalian di sana berpesta aku di sini kelaparan,” keluh Angga.“Sal

Bab terbaru

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Cinta Sederhana

    "Bu Dina dilarikan ke rumah sakit."Pesan salah satu anak buahnya, membuat Angga langsung meninggalkan semua pekerjaannya.Dia melangkah terburu-buru, ingin rasanya dia terbang supaya cepat sampai, dia merutuki dirinya sendiri kenapa harus ada masalah di kantor saat seperti ini, padahal dia sudah berusaha membereskan pekerjaannya dan menemani Dina yang sedang hamil tua. Syukurlah Bara sangat bisa diandalkan di saat seperti ini, dia juga meminjamkan sang istri, Hera untuk menjaga Dina."Bagaimana keadaan Dina?" tanya Angga tak sabar saat melihat Hera terduduk di kursi tunggu."Masih ditangani dokter."Tanpa membuang waktu Angga menuju ruangan yang ditunjuk Hera."Eh pak kita tunggu di sini saja nggak boleh masuk!" Tapi Angga tampaknya tak peduli."Sus, dimana istri saya?" tanyanya pada seorang perawat."Istri Bapak siapa?" tanya sang perawat bingung."Dina, Sus, istri saya yang akan melahirkan."Untunglah sang perawat punya kesabaran lebih

  • Wanita Kedua   Exp Angga-Dina: Kejutan

    “Ciee mbak Dina... sebentar lagi akan jadi mertuanya Pak Brian.” Dina bahkan baru saja menginjakkan kakinya di lobi kantor, terdengar suara membahana Siska yang membuatnya melongo tak mengerti. Dia akan jadi mertuanya Pak Brian, seingatnya dia memang punya dua orang putri cantik Arsyi dan Ara dan usia keduanyapun masih anak-anak. Tak mungkinkan Brian mau menikahi salah satu dari dua bocilnya itu. Jadi anak yang mana yang dimaksud Siska?“Kamu belum sarapan ya, Sis, sana ke kantin dulu atau ke cafe depan, biar kamu lebih fokus ngomongnya,” kata dina sedikit jengkel. “Gratis, Mbak?” “Apanya?’ “Makannyalah katanya tadi suruh makan.” “Makannya gratis, tapi setelah itu kamu harus cuci piring.” “Mbak Dina kayak ibu tiri saja. kejam.” “Bahkan anak tiriku bilang aku baik hati.” “Ups aku lupa kalau memang mbak Dina ibu tiri.” Dina segera meneruskan langkahnya , ngobrol dengan Siska tak akan ada habisnya. “Eh, Mbak tunggu, tapi aku serius soal Pak Brian yang akan menikah dan jadi m

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Sehangat Mentari

    Brian memasuki kamarnya dengan hati bercabang, dia sebenarnya juga terkejut dengan keputusannya sendiri yang mengatakan kalau Sinta adalah calon istrinya. Dan lebih buruknya lagi dia mengatakannya di depan sang mama, wanita yang sangat dia sayangi dan tidak ingin dia kecewakan. Sekarang apa yang akan dia lakukan? Tetap menikahi Sinta seperti perkataannya tadi atau menjelaskan semuanya dengan resiko membuat mamanya kecewa. “Apa kamu yakin mau menjadikannya istri dan atas dasar apa keinginanmu itu?”Pertanyaan sang mama seolah terus terngiang di dalam otaknya membuatnya pusing luar biasa, dia bahkan tak bisa menjawab pertanyaan itu dan dengan pengecut, dia malah mengalihkan pembicaraan pada hal lain. Syukurlah sang mama cukup bijak untuk tak terus mendesaknya dan memberikan waktu untuknya menelaah rasa yang ada di hati.Tapi sekarang dia bingung sendiri apa yang harus dia katakan pada Sinta, gadis itu pasti juga membuatuhkan penjelasan darinya. Mulutnya kadang-

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Tak Terduga

    Mobil yang dikendarai Brian tiba di halaman rumah yang ditunjukkan Sinta. Dengan senyum terima kasih atas semua kebaikan Brian, gadis itu mengangguk dan turun dari dalam mobil.“Sin, tunggu.” Gadis itu menoleh dan terlihat Brian sudah turun dari mobil mewahnya. “Telepon aku jika kamu butuh tumpangan untuk pulang.” Sinta sudah akan membuka mulutnya menjawab tawaran Brian, tapi tubuhnya langsung tersentak saat sebuah gagang sapu memukul punggungnya dengan keras, sakit sekali. “Dasar anak tak tahu diuntung, sudah numpang bikin malu saja, berikan gajimu padaku.”Rasa sakit di punggungnya bahkan jadi tak terasa saat dia bersitatap dengan mata Brian yang memandang semua ini dengan tatapan tak percaya. “Iya, Bi, kita masuk dulu.... terima kasih sudah mengantar saya, Pak.” Sang Bibi memandang Brian dari atas sampai bawah, penampilan Brian yang sangat tampan dan juga semua benda yang melekat dalam tubuhnya meneriakkan kata mahal... dan jangan lupakan mobil me

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Malam Panjang

    Dalam kegelapan, Brian terduduk diam dalam mobilnya yang sewarna malam, matanya begitu tajam mengawasi seorang gadis yang terlihat tersenyum bersama teman-temannya di seberang sana. Sampai satu persatu gadis-gadis itu pergi dari sana, tinggallah Sinta, gadis mungil dengan kuncir ekor kuda yang sesekali melihat arloji di pergelangan tangannya. Brian terus mengamati dalam diam, bahkan sampai setengah jam, yang ditunggu gadis itu tak juga datang, tapi gadis itu tetap menunggu di sana. Malam yang kian beranjak membuat suasana menjadi sepi, bahkan semua toko yang tadi masih ramai dengan pembeli sudah membenahi barang dagangannya. “Apa dia tak takut semakam ini pulang sendiri,” gumam Brian tak senang. Dia sudah akan membuka pintu mobilnya, saat sebuah motor menghampirinya dan terlihat gadis itu menerima uluran helm dari si pengendara dan bergegas naik keboncengannya. Brian cepat-cepat menstater mobilnya untuk mengikuti motor itu sambil terus menjaga jarak ama

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Teman?

    Setelah dengan penuh perjuangan mengantar Winda ke rumahnya, akhirnya Brian bisa bernapas lega dia bisa terbebas dari wanita itu, dia bahkan tak habis pikir bagaimana mamanya yang biasanya sangat kalem dan anggun itu bisa menyukai wanita agresif seperti itu untuk dikenalkan padanya. Apa dia terlihat setak laku itu, usianya baru tiga puluh dua tahun, usia yang belum terlalu tua untuk laki-laki sepertinya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, wanita itu dengan tak tahu malunya mengambil hadiah yang akan dia berikan pada Sinta. Brian menghela napas dalam berusaha menetralkan perasaannya, dia ingin menemui Sinta, tapi tentu saja tidak dengan tangan kosong. “Ah! Dasar sialan,” maki Brian kesal. Dia harus memikirkan hadiah apa yang bisa dia bawa untuk Sinta, memang bukan keharusan, Sinta juga tidak sedang berulang tahun, tapi tetap saja, Brian merasa tak nyaman.Dengan tergesa dia meminggirkan mobilnya, sejenak dia menimbang apakah akan menghubungi Dina atau S

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Kotak Biru

    Brian menatap pita rambut itu dengan senyum terselit di bibirnya, dia bisa membayangkan Sinta pasti akan terlihat sangat manis mengenakan ini. Satu minggu sudah Brian ada di Bali, berlibur sekaligus bekerja, karena meski dia mengajukan cuti kerja, nyatanya pikirannya malah melayang kemana-mana. Bahkan saat mengikuti Arga melakukan pemotretan ke berbagai tempat dan melihat pemandangan yang sangat indah termasuk wanita-wanita cantik yang bertebaran tak membuatnya bisa melupakan bayangan wajah belia yang selalu menghantui pikirannya. Jadi dia memutuskan tetap bekerja di hari kedua cutinya, yang membuat sang paman yang menerima laporan entah dari siapa menghubunginya hanya untuk menertawakan keputusan anehnya. “Kamu memang tak pantas untuk cuti, sudahlah bekerja saja, sedekahkan cutimu untuk yang membutuhkan.”Brian hanya bisa tersenyum kecut, meski pamannya di seberang sana pasti tak bisa melihatnya, mau apalagi, tidak mungkinkan dia mengomel pada pamannya yang

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Move on

    Sebuah proyek pembangunan sekolah luar biasa di Bali. Brian memandang informasi yang baru saja masuk ke ponselnya dengan penuh pertimbangan. Ini memang bukan tugasnya untuk meninjau secara langsung, tapi dia bisa mengajukan diri untuk ikut meninjau ke sana, memastikan sarana dan prasarana apa yang dibutuhkan di sana. “Saya akan ikut ke sana.” Brian mengirimkan pesan balasan pada direktur utama yayasan tempatnya bekerja, yang tak lain adalah pamannya sendiri. “Kamu yakin, kamu sebenarnya hanya perlu mengirim salah seorang staffmu, lagipula pembangunan di sana juga belum selesai.” Sebuah pesan balasan masuk tak lama kemudian. “Aku sedang ada urusan di Bali jadi sekalian saja.” “Baiklah, lusa mereka akan berangkat, persiapkan dirimu.” Brian masih memandang ponselnya. Meski tak ada lagi pesan yang masuk. Tangannya tergoda untuk mengirim pesan pada Sinta, tapi dia kembali ragu, Kemarin setelah dia datang ke cafe Dina dan menemui Sinta di sana sikap

  • Wanita Kedua   Exp Brian: Jawaban?

    Bahkan saat bekerjapun bayangan Sinta memenuhi kepalanya. Membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. “Kenapa kopi buatanmu rasanya jadi tidak karuan seperti ini, Sa?” gerutu Brian.Bahkan kopi yang biasa dibuatkan oleh Sasa, sekretarisnya terasa aneh dan tidak seperti biasanya. Suasana hati Brian benar-benar mengerikan sepagi ini bahkan sudah ada dua anak buahnya yang kena semprot. “Tapi saya buat dengan takaran yang biasa pak, satu sendok makan kopi hitam dan satu sendok teh gula, bapak biasanya tidak suka kopi manis jadi saya hanya memberi sedikit gula,” Sasa tentu saja tak terima dengan tuduhan Brian orang dia membuat kopi seperti biasa tak ada yang dikurangi ataupun ditambah. “Airnya belum matang mungkin atau ini bukan bubuk kopi yang biasanya.” Sasa membelalak tak percaya. “Saya merebusnya langsung di atas kompor bapak kan tidak mau air dispenser, dan saya sudah lebih dari tiga puluh tahun berpengalaman untuk masak air, dan tahu benar bagaimana air yang suda

DMCA.com Protection Status