“Mama nggak bisa begitu, Ma,” seru Angga tak terima.
Malam itu seelah memastikan Keira aman dan dijaga oleh perawatnya dan juga ada Anton Hartono yang dengan ngeyelnya ingin menjaga Keira di sana, Angga akhirnya bisa pulang dengan tenang, dan bukan tempat tinggalnya yang pertama kali dia datangi tadi rumah mamanya, dan saat ini Dina dan anak-anak juga menginap di sini, hal yang sejak lama tidak dilakukan Dina saat Keira tinggal bersama mamanya.Dengan alasan sang mama yang sedang kangen dengan cucunya, Dina harus rela menginap di sini, bukan masalah sebenarnya karena besok akhir pekan dan waktunya mereka libur sejenak dari aktivitas rutin seperti sekolah dan kerja, tapi yang dipermasalahkan Angga adalah mereka akan pergi liburan tanpa mengajaknya.Oh Angga memang bisa saja menyusul ke sana dia bukan anak kecil lagi yang akan menangis saat ditinggal mamanya untuk berlibur, dia sudah terlalu tua untuk itu, tapi saat ini dia punya tanggung jawab lain yang harus dia selMamanya pasti sudah gila, kenapa malah meminta Bara menjaga Dina, laki-laki itu ikut saja sudah membuat Angga kegerahan, apalagi membayangkan mereka yang kemana-mana berdua, karena keinginan mamanya. Kepala Angga rasanya pusing luar biasa. Dadanya seakan tebakar. “Tapi Angga suami Dina, jadi Angga yang harus menjaganya.” “Semua orang juga tahu, meski kamu seenaknya punya istri muda, tapi yang dikenal sebagai Nyonya Anggara Wicaksana itu ya Dina, bukan orang lain, kamu nggak usah mengatakan hal yang sudah mama tahu sejak lama.” Wanita senior itu sudah mulai sebal dengan sikap putranya.“Sudah tidak ada lagi masalah, pokoknya besok kami akan liburan, kamu urusin saja Keira, kurang baik apa coba mama, mengajak istrimu liburan di saat kamu sibuk mengurus istri mudamu itu, biasanya laki-laki yang punya istri dua malah senang bukannya marah-marah seperti kamu,” sindiran telak itu hanya mampu membuat Angga tersenyum masam. Mamanya sangat tahu caranya membuat An
Dina melepaskan belitan tangan Angga yang seperti ular piton yang membelit mangsanya, meski sudah mengijinkan Dina dan anak-anak liburan tanpanya, Dina bisa merasakan kalau laki-laki itu sedikit merajuk, tapi apa peduli Dina, yang penting ijin itu sudah turun. Mau terpaksa kek mau enggak yang penting sudah deal. Dan hari ini mereka akan berangkat liburan. Hore!“Mas aku mau siap-siap, lepasin dulu.” “Ini masih pagi, kalian bisa berangkat agak siangan,” jawab Angga tak peduli dan makin mengeratkan pelukannya di tubuh Dina. “Keburu macet, sudah aku mau bangun, kalau kamu mau tidur, tidur saja lagi.” Angga langsung bangun dan berdiri di depan Dina yang akan membawa tas berisi keperluananya ke bawah. “Mana enak tidur di sini tanpa kamu, sini biar aku bawakan.” Angga mengambil tas itu dari tangan sang istri, Dina hanya bisa melongo tak mengerti. “katanya tadi masih pagi,” dumelnya sebal. “Sudah kamu mandi saja, biar aku yang siapin anak-anak.” “Eh,
Ada yang berbeda dari mereka berdua, Dina memperhatikannya dalam diam, sejak tiba tadi pagi mereka memang masih bertingkah seperti biasa jika tidak saling bertatap muka. Akan tetapi jika tak sengaja bertatapan, Bara akan mengalihkan pandangannya dan Hera yang menunduk dalam, Ada apa bukankah saat di rumah sakit mereka terlihat sangat akur?Dina memang bukan orang yang sangat kepo seperti Siska, tapi dia juga bukan orang yang akan cuek saja melihat keanehan di depan matanya, dia sudah banyak belajar dalam hidup ini, hal-hal kecil saja bisa menjadi petunjuk sebuah peristiwa besar. Dalam hati Dina tersenyum geli, dia sudah seperti detektif saja yang suka menganalisa segalanya. Tapi instingnya yang terbiasa bekerja untuk menilai karakter orang menjadi sangat tajam. Dan Dina yakin sesuatu telah terjadi pada mereka berdua. “Wangi sekali baunya.” Dina melangkah menghampiri dua orang itu, Dina memandang mangkuk yang masih mengepulkan uap tipis yang dibawa Hera. “Ini sup
Jika Bara sudah menutup pembicaraan dan mengindikasikan tak ingin orang lain ikut campur dalam urusannya Dina bisa apa, wanita itu tak mungkin memaksakan kehendaknya untuk tahu dengan jelas persoalan mereka berdua. “Kamu orang baik, Bar, aku hanya berharap kamu bisa memiliki seseorang yang juga mencintaimu tulus.” Bara hanya tersenyum sambil mengangguk. “Mbak sendiri bagaimana? apa yang akan mbak lakukan setelah ini, kalian sudah berpisah rumah apa akan berpisah selamanya?” “Entahlah, aku bisa merasakan kalau Mas Angga mulai mencintaiku, tapi hatiku masih ragu untuk menerimanya seperti dulu.” Bara mengangguk mengerti, masalah ini memang cukup rumit untuk posisi Angga, dengan adanya anak dari Keira tidak mungkin Angga begitu saja lepas tangan dan mencerikan wanita itu. tapi di sisi Dinapun merasa tak nyaman dengan kehadiran Keira di antara mereka. “Saat ini mereka masih menunggu hasil test DNA,” kata Dina tiba-tiba, enta mengapa dia ingin mengatakannya pada B
Makan malam di alam terbuka berhiaskan cahaya bulan dan juga nyanyian binatang malam yang dengan bangga memperdengarkan suaranya membuat suasana yang indah itu makin romantis. Makanan yang mengeluarkan bau yang harum semakin membuat perut kelaparan, bukan jenis makan malam mewah seperti yang sering terlihat di restoran mewah, hanya menu desa dengan berbagai macam lalapan yang dipetik dari hasil kebun sendiri dan berbagai macam sambal yang membuat air liur menetes. Ini bukan malam romantis seperti kebanyakan pasangan yang lain, ini hanya sekedar makan malam keluarga yang penuh kehangatan. Dina tertawa melihat expresi suaminya yang gondok berat saat dia melakukan panggilan video dengan latar belkang meja makan itu. Bara bahkan dengan tak berperasaan, duduk di dekat Dina dan makan ikan bakar dengan nikmatnya. Sungguh jika saja Bara ada di dekatnya, Angga akan dengan senang hati memukul kepalanya. “Kalian di sana berpesta aku di sini kelaparan,” keluh Angga.“Sal
Hera mengetuk kamar Dina dengan pelan, sebenarnya dia ragu untuk bicara dengan sang nyonya, tapi mau bagaimana lagi, dia sadar sikapnya sudah membuat suasana tak nyaman untuk Bara terutama. Sang Nyonya baru saja menidurkan putra putrinya dan masuk ke kamarnya sendiri, Hera yakin Dina belum tidur, dia hapal betul kebiasaan sang nyonya yang selalu membaca di malam hari. “Semoga Nyonya tidak keberatan,” doa Hera salam hati. Hera segera membuka pintu kamar yang memang tidak dikunci dengan sebelah tangannya, tangannya yang lain menahan nampan yang berisi air minum dan potongan buah titipan bibi. “Maaf Nyonya saya mau mengantarkan ini.” Benar saja Dina sedang asyik membaca bukunya, sejenak dia menghentikan bacaannya dan menatap Hera dengan senyuman.”Taruh di meja saja, Her, terima kasih.” Hera meletakkan nampan itu dengan hati-hati, memalukan memang, dia yang seorang pengawal, terbiasa dengan berbagai orang-orang kasar dan harus tegas dalam berbagai tindakan
“Aku ingin melihat bayiku, Mas.,” itu yang Keira katakan saat Angga memasuki ruang rawatnya. Sore itu Angga memang menyempatkan diri mampir ke rumah sakit. Angga menatap suster yang menjaga Keira, seolah bertanya kenapa mereka tidak pergi, kalau hanya ingin melihat bayinya. “Non Keira ingin pergi dengan Tuan,” kata perawat itu dengan menunduk, dia sangat mengerti kalau Angga enggan sekali berdekatan dengan Keira, apalagi setelah sadar, Keira terus saja berulah yang membuat semua orang kerepotan. Sang perawat sangat paham memang dengan keengganan Angga, semula saat mulai bekerja dia merasa iba dengan Dina yang diduakan suaminya dengan wanita manja yang tak bisa apa-apa seperti Keira, sayangnya wanita manja itu berusia jauh lebih muda dan telah dipilih suaminya untuk dijadikan istri kedua. Tapi sekarang setelah melihat keterlibatan keluarga crazy rich itu, sang perawat berpikir lain, dia tak tahu apa di sini Angga yang begitu lemah sampai mau dipermainkan oleh wanita ya
Lelah itulah yang dirasakan Angga saat ini, laki-laki yang biasanya terkesan berwibawa itu kini terlihat kusut dan muram. Seharusnya Angga menjadi laki-laki yang paling bahagia dengan mempunyai dua istri yang cantik-cantik. Dulu dia berpikir mungkin Dina yang memang selalu mandiri dan bisa diandalkan tak akan terpengaruh dengan keputusannya mempunyai seorang istri lagi yang bisa membantu Dina mengurusnya dan anak-anak. Tapi lihat sekarang bukan Keira yang mengurusnya, malah istri mudanya itu yang sering kali harus dia urus, dengan berbagai macam ulahnya yang membuat pusing kepala. Baru satu hari Dina pergi berlibur harinya sudah kacau seperti neraka rasanya. Bukan tanpa alasan memang penampilan Angga seperti itu, selama pernikahannya dengan Dina, laki-laki itu sudah terbiasa diurus oleh sang istri dari bangun tidur sampai tidur, jadi tidak akan heran kalau selama Dina memilih pergi dari rumah ini, sulit bagi Angga untuk menyesuaikan diri, meski Dina masih tetap mengurusnya lewat