Home / Romansa / Wanita Karier dan Playboy / Mungkin Hanya Kebetulan

Share

Mungkin Hanya Kebetulan

Author: Risma Tiyasti
last update Last Updated: 2022-03-07 23:21:44

Pengantin wanita dengan gaun putihnya berjalan dengan anggun bersama sang ayah. Senyumnya berseri-seri menandakan hari bahagianya akan berjalan bersama orang terkasihnya yang telah menunggu di altar. Para tamu undangan bertepuk tangan dan turut berbahagia atas menyatunya dua insan di halaman terbuka gedung pencakar langit itu.

“Siapa yang akan nyusul selanjutnya, ya? Berani taruhan?” bisik Bimo pada kedua temannya.

“Yang pasti bukan aku,” jawab Kafta lirih.

“Nggak berharap lu juga yang bakal duluan,” timpal Bimo.

Kafta hanya membalasnya dengan tepukan di pundak Bimo yang terasa seperti remasan. Sang empunya pundak langsung menghindar.

“Sssttt, diem deh. Momen sakral ini,” lerai Tomi.

Semua orang bertepuk tangan meriah saat pasangan itu berciuman mesra di akhir prosesi.

“Nggak usah cemburu. Cewek lu kan banyak,” goda Tomi. Bimo yang mendengarnya hanya mendengus.

“Iyaaa tau yang lagi nyeriusin anak orang,” balas Bimo.

***

Dua orang dewasa memasuki pintu lobi hotel diikuti seorang wanita muda yang tampak serius mendengarkan percakapan dua orang di depannya. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Raina tampak memperhatikan ponselnya yang sedari tadi bergetar. Tiga panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Raina kemudian memberi isyarat pada Jemi agar memperbolehkannya menyusul. Jemi pun menyetujui permintaan Raina.

“Ingat, tempat makan lantai 6, Na,” bisik Jemi.

Raina pun mengangguk, dan pamit undur diri. Dengan cepat ia memasuki toilet di lantai itu, dan menjawab panggilan teleponnya.

Sejak keluar dari bilik toilet, wajah Raina tampak sedang berpikir keras. Ia membasuh wajahnya agar lebih segar. Ia mengolesi bibirnya lagi dengan gincu merah agar wajahnya tampak cerah. Senyumnya kilas terlihat dari pantulan cermin. Raina bergegas kembali menemui Jemi.

Di dalam lift, ia termenung sendirian, dan satu-satunya orang di dalam. Lift berhenti di lantai 4, dan kembali berjalan ke lantai atas. Raina merasa seseorang sedang memandanginya. Namun orang di depannya menghadap ke pintu lift. Raina baru sadar siapa sosok yang memandanginya saat matanya menoleh ke samping. KAFTA!

Kafta tampak bersedekap dengan pandangan mata yang terarah pada Raina. Raina tak sengaja bersitatap dengan Kafta sebelum mengalihkan pandangannya.

Dalam hati, Raina bertanya-tanya mengapa ia harus bertemu dengan pria kurang ajar itu di sini. Namun Raina hanya bisa berdecak kesal di dalam hati.

Setelah orang-orang berhenti di lantai 5, kini tersisa Raina dan Kafta di dalam lift. Keadaan menjadi sangat canggung.

“Apa kamu sengaja datang ke sini untuk menemuiku, Nona?” Tanya Kafta dengan sikap tenang.

Raina mendelik, dan membuang pandangannya. Ia tak ingin mengurusi omongan Kafta yang tak jelas itu.

“Apakah tebakanku benar? Kau-“

TING!

Belum selesai Kafta berbicara, Raina langsung keluar saat pintu lift terbuka di lantai 6. Kafta menatap punggung Raina yang menjauh. Kafta memamerkan senyum smirk-nya. Ia juga keluar dari lift.

Raina merasa pria di belakangnya itu terus mengikutinya. Kemudian ia berhenti mendadak. Kafta harus menghentikan langkahnya dengan cepat agar tidak menabrak gadis di depannya itu. Raina kemudian berbalik, dan menatap Kafta dengan sebal.

“Ada sesuatu di wajahku, Nona?” tanya Kafta sembari memegangi wajahnya.

Raina menutup matanya, menahan amarahnya. Pria di depannya itu sungguh narsis, dan memiliki percaya diri yang berlebih.

“Jangan mengikutiku!” desis Raina.

Kafta mengangkat satu alisnya. Kafta tak mengerti dengan maksud ucapan Raina. Ia malah merasa wanita di depannya sangat lucu apalagi saat marah.

Kafta tersenyum. “Wajahmu cukup manis saat marah begitu, Nona.”

“Dasar pria mesum! Jangan mengikutiku, mengerti?!”

Baru saja Kafta ingin buka suara, tetapi seseorang mendekati mereka. “Pak Kafta. Anda sudah datang,” ucap Putra.

“Apakah ada masalah, Pak?” Kafta menggeleng, tapi pandangannya masih tertuju pada Raina.

Putra saling mengenalkan Kafta, dan Jemi. “Perkenalkan, Pak. Ini Pak Kafta Casdava, wakil direktur, sekaligus anak dari pemilik perusahaan Dafu Properti, Malik Casdava. Dan Ini Pak Jemi dari jasa percetakan Sabda.”

Keduanya berjabat tangan sebentar. Namun pandangannya masih saja melihat Raina. Jemi melihat pandangan Kafta, dan segera memperkenalkan Raina.

“Ah perkenalkan juga ini asisten saya hari ini. Pekerjaan utamanya adalah mengurusi masalah keuangan.”

“Oh begitu rupanya. Jadi nona ini sangat pandai dalam mengelola uang, bukan? Sepertinya memang cocok menjadi seorang istri,” ucap Kafta.

“Hah, gimana, Pak?” tanya Jemi secara spontan.

“Memang cocok menjadi istri untuk pasangannya nanti,” ucap Kafta sembari melirik Jemi.

Raina yang mendengar ucapan itu langsung melotot pada Kafta. Namun Kafta tak menggubrisnya, dan berbalik. Mereka berjalan ke ruangan yang tertutup dan terpisah dari meja makan lainnya.

Raina meminum minumannya dengan canggung, ditambah rasa tak nyaman harus seruangan dengan pria mesum yang ternyata adalah bos yang akan bekerja sama dengannya.

Jemi berbisik pada Raina saat melihat temannya itu gelisah. “Na, kamu mengenal Pak Kafta?” Raina menggeleng.

“Sepertinya Anda tidak suka kopi manis, Nona Miraina?” tanya Kafta langsung.

Raina memaksakan senyumnya sebelum menjawab. “Benar, Pak. Sebab yang manis belum tentu baik.”

Ucapan Raina menimbulkan kebingungan pada mereka. Namun Kafta malah tersenyum kecil. Wanita di depannya itu sangat menarik.

Setelah pembicaraan kerjasama selesai, Kafta, dan Putra segera pergi karena ada urusan lain di perusahaan.

“Na, kamu ada apa si? Dari tadi aku lihat kamu nggak fokus. Ada masalah?” tanya Jemi khawatir.

Raina menggeleng. “Tidak, aku hanya heran akan satu hal.”

“Apa?”

“Bukankah dia mengaku sebagai wakil direktur?”

Jemi mengangguk. “Lalu? Sebenarnya ada apa dengan Pak Kafta, Na? Aku merasa kalau kamu sudah berbeda sejak bertemu dia.”

“Tidak apa-apa. Jika dia adalah wakil direktur, pemimpin perusahaan besar itu, lalu mengapa ia membuang waktunya hanya untuk kerjasama dengan perusahaan kecil seperti kita?”

“Hanya itu saja? Aku kira ada apa. Kalau kata asistennya, Pak Kafta itu kebetulan sedang menghadiri acara di hotel ini juga, makanya sekalian menyapa kita langsung,” terang Jemi.

Raina hanya ber-oh ria. Namun tetap saja, rasanya bertemu Kafta beberapa kali belakangan ini membuat harinya buruk. Sejak pertemuan pertama mereka di kafe, Raina sudah mengantipati untuk bertemu pria seperti Kafta lagi.

Namun nyatanya Raina malah dipertemukan kembali dengan Kafta. Raina sudah tak tahu harus berkata apa. Dan lagi, sekarang ia akan menjalani kerjasama dengan perusahaan itu.

‘Arghhh… ini sebuah kesalahan!’ teriak batin Raina.

“Huft… tenang, Raina. Mungkin saya hanya kebetulan. Tahan amarahmu. Jangan mempedulikan pria mesum sepertinya, okay?” katanya pada diri sendiri sebelum memasuki mobil.

Seseorang dengan mata elang memperhatikan mobil di depannya yang baru saja melaju di balik kaca mobilnya.

“Bisakah kita pergi sekarang, Pak?” tanya Putra yang duduk di bangku kemudi.

Kafta mengangguk. “Cari tahu hubungan antara pria-Sabda itu dengan Raina,” perintah Kafta.

“Pria-Sabda? Ah maksudnya Pak Jemi itu?” tanya Putra mencari penjelasan.

Kafta tak menanggapi. Ia memakai kacamata hitamnya, dan duduk dengan tenang.

Related chapters

  • Wanita Karier dan Playboy   Berusaha Sendiri Itu Berat

    Raina tampak sedang berpikir keras. Ia terduduk di lantai. Kamarnya remang, hanya diterangi lampu dari mejanya. Wajahnya diusap kasar. Ia merasa lelah, sekaligus frustrasi dengan kehidupannya.Sinar matahari menelusup ke balik jendelanya. Ayam pun sudah berkokok. Raina terbangun dengan tubuh yang pegal. Semalam ia tertidur di lantai kamarnya dengan posisi terduduk.Ia segera bangkit, dan berjalan ke kamar mandi. Ia menghela napasnya berat, sembali mematut diri di cermin. Hari beratnya kembali datang. Hari ini ia akan bekerja di restoran terlebih dahulu.“Apakah aku harus mencari pekerjaan lain lagi?” tuturnya pada dirinya di cermin.Nampaknya penghasilan Raina yang sekarang sama sekali tidak bisa mencukupi kehidupannya. Apalagi menampung hutang ayahnya.Seperti biasa, di tempat kerja, Raina sibuk melayani pelanggan. Ia berjalan ke sana-kemari, sampai kakinya mulai muncul kapalan. Raina tak pernah mengeluhkan itu, sebab itu adalah hal ya

    Last Updated : 2022-03-07
  • Wanita Karier dan Playboy   Gusto Armonia Caffe

    Langit jingga telah menyebar. Pemandangan kota yang padat penuh orang-orang berhamburan. Kendaraan-kendaraan berseliweran. Pada pinggir jalan, tepatnya trotoar, seorang wanita muda melenggang dengan kebisuan. Tangan kirinya menjinjing tas kecil warna coklat tua. Tangan kanannya yang bebas membenarkan anak rambutnya yang tergerai menutupi matanya. Suasana sore ini memang agak berangin.Cukup lama ia berjalan, langkah kakinya berhenti pada sebuah bangunan yang terbilang klasik. Suasananya yang kebarat-baratan terasa memberi angin segar. Bangunan itu bertengger di pinggir jalan dan mengarah ke jalanan besar di depannya. Tertera lampu besar di atasnya dengan tulisan Gusto Armonia Caffe. Benar, itulah nama bangunan klasik tersebut. Tempatnya berjejer dengan bangunan lain di sampingnya, tetapi pesonanya itu dapat dilihat siapa saja yang melihatnya. Rasanya seperti di luar negeri, jika kita tidak ingat di mana ini—Indonesia.Wanita itu menghirup udara dan menge

    Last Updated : 2022-02-28
  • Wanita Karier dan Playboy   Tamu Menyebalkan

    Menyebalkan.Kata itu yang diucapkan dalam hati Raina. Bahkan di toilet saja ia bertemu dengan pria kurang ajar itu.“Ma… maaf, Tuan. Saya tidak tahu apa maksud perkataan Anda,” lirih Raina.Raina yang berpura-pura tak tahu itu pun membuat pria itu semakin gencar menggodanya. Kedua tangannya menyangga pinggiran wastafel, dan mengurung Raina agar wanita itu tidak bisa ke mana-mana.“Jadi, bisakah Nona menjelaskan apa yang tadi kamu gumamkan? Tenang saja, aku tak akan memberi tahu siapapun,” bisik pria itu tepat di telinga Raina.Raina yang ketakutan tak berani menatap mata pria itu dari kaca. Ia langsung menunduk. Sang pria memunculkan seringaiannya.“Apakah Nona tidak bisa menjawabku? Ah, atau mungkin kamu sengaja ingin berlama-lama di sini bersamaku?” goda pria itu.Raina langsung berbalik. Ia ingin menyanggah ucapan pria itu. Namun kata itu tak terucapkan, dan malah berganti dengan ra

    Last Updated : 2022-02-28
  • Wanita Karier dan Playboy   Hari Sial

    Kini Raina sedang duduk di hadapan pria kurang ajar sekaligus menyebalkan bernama Kafta. Mata lentik Raina terus memperhatikan gerak-geriknya.“Apakah Nona begitu menyukaiku sampai terus memandangiku?”Raina membuang muka, dan mendengus sebal. Kafta yang melihatnya semakin tertarik untuk menggoda wanita di depannya itu.“Cepat katakan apa yang Anda inginkan. Saya tidak ada waktu untuk bermain-main dengan Anda!” ucap Raina ketus.“Tenang, Nona. Aku hanya ingin berkenalan denganmu,” jawab Kafka dengan santai.“Saya rasa tidak ada alasan untuk memperkenalkan diri saya kepada orang seperti Anda,” terang Raina.“Oh ya? Memangnya saya orang seperti apa di matamu, Nona?” tantang Kafta.Raina memajukan wajahnya. Ia menatap mata cokelat Kafta dengan senyum sinis.“Anda adalah bajingan yang suka mempermainkan wanita. Jangan harap Anda bisa mempermainkan saya juga.” R

    Last Updated : 2022-02-28
  • Wanita Karier dan Playboy   Night Sky

    Malam semakin larut. Namun Raina masih saja sibuk melayani pelanggan di bar itu. Tangannya cekatan melayani pesanan pembeli, mengantarkan minuman yang dapat menghangatkan serta memabukkan. Bisa dibilang, Raina cukup profesional.Waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari. Suasana di dalam bar mulai sepi. Hanya tersisa dua orang pelanggan yang sangat mabuk, dan tak ingin pergi. Beberapa pelayan pria memapahnya untuk bangun, dan menghubungi nomor seseorang yang bisa mengantar mereka.Raina berjalan menuju ruang ganti. Mimik wajahnya perlahan menjadi tak berekspresi. Bahkan saat mengambil pakaian di lokernya, tatapannya terasa kosong. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu.“Uh dasar! Minum nggak inget waktu. Digerebek baru tahu rasa dia,” keluh Intan sambil berjalan ke loker.Intan terus mengeluhkan pelanggan yang tidak juga mau pergi, padahal bar sudah tutup. Namun Raina hanya terdiam dengan tatapan kosong. Bahkan tak menggubris Intan.

    Last Updated : 2022-02-28
  • Wanita Karier dan Playboy   Nayla's Wedding Day

    Kafta sedang mengamati wanita yang sedang menjelajahi ruangannya itu.“Kamu ke sini tidak hanya ingin mengagumi ruanganku, bukan?”Wanita yang sedang melihat lukisan itu pun tersenyum, dan duduk di sofa. Ia puas dengan kualitas sofa yang tengah ia duduki.“Aku hanya ingin mengunjungimu,” jawab wanita tersebut.Kafta memicingkan mata, menatap curiga wanita di depannya itu. Pria itu sudah tahu tabiat wanita itu, sehingga ia tak mudah percaya.“Kenapa kamu menatapku begitu, hum?”“Tak biasanya kamu melakukan hal seperti tadi di lift. Ingat ya, jangan melakukan hal seperti itu lagi,” peringat Kafta sewot.Wanita itu tertawa. “Aku tak habis pikir denganmu. Bagaimana bisa kamu menarik semua wanita yang ada di sekitarmu. Dasar playboy.”“No, no, no. Kamu salah. Aku bukan playboy. Aku ini hanya suka bersikap ramah terhadap wanita, asal kamu tahu saja,” ucapnya samb

    Last Updated : 2022-02-28

Latest chapter

  • Wanita Karier dan Playboy   Berusaha Sendiri Itu Berat

    Raina tampak sedang berpikir keras. Ia terduduk di lantai. Kamarnya remang, hanya diterangi lampu dari mejanya. Wajahnya diusap kasar. Ia merasa lelah, sekaligus frustrasi dengan kehidupannya.Sinar matahari menelusup ke balik jendelanya. Ayam pun sudah berkokok. Raina terbangun dengan tubuh yang pegal. Semalam ia tertidur di lantai kamarnya dengan posisi terduduk.Ia segera bangkit, dan berjalan ke kamar mandi. Ia menghela napasnya berat, sembali mematut diri di cermin. Hari beratnya kembali datang. Hari ini ia akan bekerja di restoran terlebih dahulu.“Apakah aku harus mencari pekerjaan lain lagi?” tuturnya pada dirinya di cermin.Nampaknya penghasilan Raina yang sekarang sama sekali tidak bisa mencukupi kehidupannya. Apalagi menampung hutang ayahnya.Seperti biasa, di tempat kerja, Raina sibuk melayani pelanggan. Ia berjalan ke sana-kemari, sampai kakinya mulai muncul kapalan. Raina tak pernah mengeluhkan itu, sebab itu adalah hal ya

  • Wanita Karier dan Playboy   Mungkin Hanya Kebetulan

    Pengantin wanita dengan gaun putihnya berjalan dengan anggun bersama sang ayah. Senyumnya berseri-seri menandakan hari bahagianya akan berjalan bersama orang terkasihnya yang telah menunggu di altar. Para tamu undangan bertepuk tangan dan turut berbahagia atas menyatunya dua insan di halaman terbuka gedung pencakar langit itu.“Siapa yang akan nyusul selanjutnya, ya? Berani taruhan?” bisik Bimo pada kedua temannya.“Yang pasti bukan aku,” jawab Kafta lirih.“Nggak berharap lu juga yang bakal duluan,” timpal Bimo.Kafta hanya membalasnya dengan tepukan di pundak Bimo yang terasa seperti remasan. Sang empunya pundak langsung menghindar.“Sssttt, diem deh. Momen sakral ini,” lerai Tomi.Semua orang bertepuk tangan meriah saat pasangan itu berciuman mesra di akhir prosesi.“Nggak usah cemburu. Cewek lu kan banyak,” goda Tomi. Bimo yang mendengarnya hanya mendengus.“

  • Wanita Karier dan Playboy   Nayla's Wedding Day

    Kafta sedang mengamati wanita yang sedang menjelajahi ruangannya itu.“Kamu ke sini tidak hanya ingin mengagumi ruanganku, bukan?”Wanita yang sedang melihat lukisan itu pun tersenyum, dan duduk di sofa. Ia puas dengan kualitas sofa yang tengah ia duduki.“Aku hanya ingin mengunjungimu,” jawab wanita tersebut.Kafta memicingkan mata, menatap curiga wanita di depannya itu. Pria itu sudah tahu tabiat wanita itu, sehingga ia tak mudah percaya.“Kenapa kamu menatapku begitu, hum?”“Tak biasanya kamu melakukan hal seperti tadi di lift. Ingat ya, jangan melakukan hal seperti itu lagi,” peringat Kafta sewot.Wanita itu tertawa. “Aku tak habis pikir denganmu. Bagaimana bisa kamu menarik semua wanita yang ada di sekitarmu. Dasar playboy.”“No, no, no. Kamu salah. Aku bukan playboy. Aku ini hanya suka bersikap ramah terhadap wanita, asal kamu tahu saja,” ucapnya samb

  • Wanita Karier dan Playboy   Night Sky

    Malam semakin larut. Namun Raina masih saja sibuk melayani pelanggan di bar itu. Tangannya cekatan melayani pesanan pembeli, mengantarkan minuman yang dapat menghangatkan serta memabukkan. Bisa dibilang, Raina cukup profesional.Waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari. Suasana di dalam bar mulai sepi. Hanya tersisa dua orang pelanggan yang sangat mabuk, dan tak ingin pergi. Beberapa pelayan pria memapahnya untuk bangun, dan menghubungi nomor seseorang yang bisa mengantar mereka.Raina berjalan menuju ruang ganti. Mimik wajahnya perlahan menjadi tak berekspresi. Bahkan saat mengambil pakaian di lokernya, tatapannya terasa kosong. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu.“Uh dasar! Minum nggak inget waktu. Digerebek baru tahu rasa dia,” keluh Intan sambil berjalan ke loker.Intan terus mengeluhkan pelanggan yang tidak juga mau pergi, padahal bar sudah tutup. Namun Raina hanya terdiam dengan tatapan kosong. Bahkan tak menggubris Intan.

  • Wanita Karier dan Playboy   Hari Sial

    Kini Raina sedang duduk di hadapan pria kurang ajar sekaligus menyebalkan bernama Kafta. Mata lentik Raina terus memperhatikan gerak-geriknya.“Apakah Nona begitu menyukaiku sampai terus memandangiku?”Raina membuang muka, dan mendengus sebal. Kafta yang melihatnya semakin tertarik untuk menggoda wanita di depannya itu.“Cepat katakan apa yang Anda inginkan. Saya tidak ada waktu untuk bermain-main dengan Anda!” ucap Raina ketus.“Tenang, Nona. Aku hanya ingin berkenalan denganmu,” jawab Kafka dengan santai.“Saya rasa tidak ada alasan untuk memperkenalkan diri saya kepada orang seperti Anda,” terang Raina.“Oh ya? Memangnya saya orang seperti apa di matamu, Nona?” tantang Kafta.Raina memajukan wajahnya. Ia menatap mata cokelat Kafta dengan senyum sinis.“Anda adalah bajingan yang suka mempermainkan wanita. Jangan harap Anda bisa mempermainkan saya juga.” R

  • Wanita Karier dan Playboy   Tamu Menyebalkan

    Menyebalkan.Kata itu yang diucapkan dalam hati Raina. Bahkan di toilet saja ia bertemu dengan pria kurang ajar itu.“Ma… maaf, Tuan. Saya tidak tahu apa maksud perkataan Anda,” lirih Raina.Raina yang berpura-pura tak tahu itu pun membuat pria itu semakin gencar menggodanya. Kedua tangannya menyangga pinggiran wastafel, dan mengurung Raina agar wanita itu tidak bisa ke mana-mana.“Jadi, bisakah Nona menjelaskan apa yang tadi kamu gumamkan? Tenang saja, aku tak akan memberi tahu siapapun,” bisik pria itu tepat di telinga Raina.Raina yang ketakutan tak berani menatap mata pria itu dari kaca. Ia langsung menunduk. Sang pria memunculkan seringaiannya.“Apakah Nona tidak bisa menjawabku? Ah, atau mungkin kamu sengaja ingin berlama-lama di sini bersamaku?” goda pria itu.Raina langsung berbalik. Ia ingin menyanggah ucapan pria itu. Namun kata itu tak terucapkan, dan malah berganti dengan ra

  • Wanita Karier dan Playboy   Gusto Armonia Caffe

    Langit jingga telah menyebar. Pemandangan kota yang padat penuh orang-orang berhamburan. Kendaraan-kendaraan berseliweran. Pada pinggir jalan, tepatnya trotoar, seorang wanita muda melenggang dengan kebisuan. Tangan kirinya menjinjing tas kecil warna coklat tua. Tangan kanannya yang bebas membenarkan anak rambutnya yang tergerai menutupi matanya. Suasana sore ini memang agak berangin.Cukup lama ia berjalan, langkah kakinya berhenti pada sebuah bangunan yang terbilang klasik. Suasananya yang kebarat-baratan terasa memberi angin segar. Bangunan itu bertengger di pinggir jalan dan mengarah ke jalanan besar di depannya. Tertera lampu besar di atasnya dengan tulisan Gusto Armonia Caffe. Benar, itulah nama bangunan klasik tersebut. Tempatnya berjejer dengan bangunan lain di sampingnya, tetapi pesonanya itu dapat dilihat siapa saja yang melihatnya. Rasanya seperti di luar negeri, jika kita tidak ingat di mana ini—Indonesia.Wanita itu menghirup udara dan menge

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status