"Aku bisa mandi sendiri" protes Lova. Mereka baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka dan Caid tetap kekeh ingin memandikannya “Apa kau mendengarku Caid Walton?!” "Sst, biarkan aku memandikanmu, Love" ucap Caid lembut mengambil sabun dan mulai mengusapnya ke kulit Lova. Gerakan tangannya lembut dan penuh perhatian, membuat Lova merasa rileks meskipun awalnya merasa terganggu dengan kehadiran pria itu Masalahnya mereka hanya mandi, sekedar mandi tanpa melakukan kegiatan intim apapun dan Lova merasa canggung dibuatnya "Angkat tanganmu, Love" "CAID.." Lova berusaha protes lagi, tetapi suaranya melemah saat merasakan sentuhan lembut Caid yang menyatukan kedua tangannya dan mengangkatnya ke atas hingga satu tangan Caid kini bergerak menyabuni ketiaknya Caid hanya tersenyum kecil melihat Lova yang jelas-jelas berusaha menahan rasa canggung. Wajah wanitanya itu nampak memerah, namun hal itu justru membuat Caid kesulitan. Caid tidak bisa melihat Lova yang seperti ini Terlal
"Mereka berada di hotel Shangri-La Parise, suite room, Tuan"Calton mengangguk, matanya menyipit mendengar laporan itu. Ia duduk dengan tenang di kursi kulit besar di ruang kerjanya, tapi pikirannya berkecamuk. "2 hari ini Tuan Muda tidak keluar dari kamar sekalipun. Apa kami harus terus mengawasinya?" "Tidak perlu, putraku itu akan jadi makin liar tiap harinya" Katanya dengan suara dingin dan tegas.Calton memandang jauh ke luar jendela besar ruang kerjanya, memikirkan putranya, Caid. Dalam benaknya, muncul kilasan kenangan lama tentang anak lelaki itu, saat masih kecil dan selalu menurut padanya. Namun, kini Caid telah berubah menjadi seseorang yang terlalu liar, terlalu ambisius, bahkan berani mengambil risiko yang melampaui batas kewajaran.Calton menghela napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kerjanya. Mungkin, dalam hati kecilnya, ia menyadari bahwa cara keras yang ia terapkan sejak awal telah membentuk Caid menjadi sosok yang sulit dikendalikan,
Setelah makan malam romantis yang agak dramatis, Caid membawa Lova keluar dari restoran dan menuju mobil yang diparkir di depan hotel. Caid mengambil alih kemudi, dan Lova duduk di sebelahnya"Mau ke mana?" tanya LovaCaid hanya tersenyum penuh misteri, tidak memberikan jawaban. Ia melajukan mobilnya dengan tenang melewati lampu-lampu kota yang berkilauan, membuat Lova bertanya-tanya. Awalnya, ia pikir Caid akan membawanya ke pusat perbelanjaan atau mungkin ke tempat romantis lainnya, tapi arah yang mereka ambil justru membuatnya semakin curiga.Mereka menjauh dari pusat kota"Hei, kau tak berpikir untuk meninggalkan ku di pinggiran kota kan?" Tanya Lova apatisCaid terkekeh mendengar nada apatis Lova. Ia meliriknya dengan ekspresi penuh godaan. "Ayolah, Kau pikir aku akan melakukan hal seperti itu padamu, Love?" tanyanya balik, dengan senyum menyebalkan di wajahnya.Lova mendengus kecil, melipat tangan di dada sambil memandang keluar jendela. "Kau selalu pun
Selama perjalanan kembali dari klub malam itu, Lova hanya diam sambil menatap kearah kaca mobil di sampingnya, mulutnya terasa kering, matanya terfokus pada kilatan lampu jalan yang melintas cepat. Selama 22 tahun hidupnya, baru kali ini Lova merasa tak yakin dengan pilihannya. Semua yang dia lihat dan alami tadi begitu jauh dari apa yang dia bayangkan sebelumnya. Dunia yang selama ini dia tahu, tiba-tiba terbelah menjadi dua, dan dia terjebak di tengahnya.Caid tetap menyetir dengan tenang, tidak ada yang berubah dari ekspresinya. Lova bisa merasakan aura yang kuat darinya, tetapi di balik ketenangan itu, dia tahu ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang sangat gelap yang mungkin tidak akan pernah bisa dia pahami sepenuhnya.Mereka memang saling mencintai tetapi Lova merasa terperangkap dalam dunia yang sangat berbeda dari yang dijalaninya saat ini"Kenapa kau bawa aku ke sana?" tanya Lova akhirnya, suaranya rendah, hampir terdengar seperti gumaman. Suasana di da
Lova kembali ke Boston setelah melakukan perjalanan panjang. Ia tiba di apartemennya dengan langkah yang lelah, mencoba menenangkan pikirannya. Kuliah dan kehidupan di kampus kembali menyambutnya dengan rutinitas yang biasa, namun ada rasa canggung yang tak bisa dihindari. Meskipun Caid telah mengungkapkan obsesi dan perasaannya yang mendalam padanya, hubungan mereka tetap berjalan dengan baik. Caid tidak mengganggu kesehariannya, tapi pria itu selalu menempel padanya. Caid seperti mengawasinya, memastikan jika Lova selalu dalam pantauannya. Lova sadar itu sejak perjalanan terakhir mereka dari Paris, sejak Caid mengenalkan Lova pada dunia Caid yang sesungguhnya Mereka tidak ada masalah namun entah mengapa terasa layaknya pasangan yang bertengkar Mau dibilang romantis, namun ada garis tipis yang membuat hubungan keduanya berbeda dari sebelumnya Entahlah, Lova bingung harus menjelaskan seperti apa Caid mengajaknya menikah ta
Lova sudah mengira jika dia akan kembali bertemu dengan ayah Caid, Calton. Namun dia tidak menduga jika pertemuan ini terjadi dengan cepat.Calton datang ke kampusnya, layaknya melakukan kunjungan biasa, ditemani oleh beberapa bodyguard yang berjaga disisi kanan dan kirinyaLova menatap Calton dengan tenang, matanya tajam dan penuh perhitungan. Dia duduk tepat di depan pria itu, tidak menunjukkan sedikit pun kegugupan meskipun dia tahu betul siapa yang sedang dia hadapi.Ruangan itu sunyi sejenak, hanya suara detakan jam yang terdengar memecah keheningan. Calton memandang Lova dengan ekspresi datar, namun ada aura yang sulit dijelaskan di antara mereka, sebuah ketegangan yang tak terlihat, namun jelas terasa.“Tidak ingin menjelaskan sesuatu, Nona Luvena?” Calton akhirnya buka suaraLova menarik napas pelan, matanya tetap tajam menatap pria yang sudah lama tidak ia temui ini. Semua perasaan campur aduk di dalam dirinya, namun ia t
“Berapa lama kalian sudah berhubungan?” tanya Calton, suara nya terdengar lebih lembut, seolah-olah dia benar-benar ingin mendengar jawabannya tanpa ada niat tersembunyi.Secara natural, obrolan mereka berjalan lebih tenang dari sebelumnya. Kini, Lova merasa seperti berbicara dengan ayahnya sendiri—bukan sebagai pria yang penuh pengaruh dan kekuasaan, tetapi lebih seperti seorang ayah yang hanya ingin memahami hidup anaknya.Lova menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan ketegangan yang masih tersisa di dalam dirinya. Dia sadar bahwa ini bukan lagi percakapan yang sekadar tentang Caid atau tentang dirinyaCalton hanya ingin mendengar kisah Lova dengan Caid, putranya. Setelah Lova ingat-ingat, dulu, Ophelia juga menanyakan hal yang sama“sekitar 4 bulan” Jawab Lova. Dia tidak terlalu ingat berapa lama mereka bersama tapi setau Lova ini sudah lewat sebulan dari kontrak 3 bulan yang mereka sepakati diawal“Empat bulan” ulang Calton perlahan, seolah mencoba mencerna jawaban itu. “Jadi,
"Kau mau kemana?" Caid menanyakan itu saat dia terbangun karena beberapa gerakan yang Lova lakukan. Pria itu memang terbiasa untuk waspada, bahkan saat dia masih setengah terjaga.Lova yang sudah mengenakan mantelnya, menoleh dengan alis sedikit terangkat, namun bibirnya membentuk senyum tipis yang sarkastik. "Tidak kemana-mana, hanya merasa udara di sini terlalu panas."Caid menghela napas, pandangannya tetap terarah pada Lova, memperhatikan setiap detail ekspresi Lova. "Aku rasa kau tahu kalau alasan itu tak akan membuatku berhenti menahanmu di sini, Love"Lova hanya mendengus kecil "Virginia" Jawab Lova sambil mengalihkan pandangannya dari Caid yang masih terbaring diranjangnyaCaid menatap Lova dengan kerutan di dahinya, jelas tak puas dengan jawabannya yang singkat. "Tiba-tiba? Kau tak pernah bilang ada rencana ke Virginia."Lova menghela napas, berusaha menahan nada kesal yang nyaris keluar. "Meredith memanggilku. Dia butuh bantuanku di sana"